STUDI DESKRIPTIF : COPING STRESS
PADA ISTRI BEKERJA
DENGAN SUAMI PENDERITA STROKE
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Elis Widiyawati NIM. 049114065
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
- Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan
dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal,
akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus
(Filipi 4 : 6-7)
- I can do everythings through Him who gives me strength
( Philippians 4 : 13)
- Tidak ada orang yang mendapatkan sesuatu dengan mudah. Selalu ada kisah
dibalik kisah
( Andrew Matthews)
- Jika kita ingin mengubah beban berat menjadi berkat, balajarlah memuji Tuhan
dalam setiap cobaan
( My 2nd brother)
- Lakukan yang terbaik apa yang bisa dilakukan tanpa takut gagal dan menyerah
pada apapun juga sebelum kita mencobanya
(My Self)
- Jangan melihat dengan penuh kepedihan pada masa lalu. Ia tidak akan kembali
lagi. Kembangkan masa kini dengan bijaksana. Itu untuk anda. Pergilah untuk
menemukan masa depan tanpa takut dan dengan hati gagah
(Henry Wadsworth Longfellow)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk :
á Jesus Christ, Bapa terbaik, sumber sukacita, kekuatan, dan
pengharapanku.
á Bapak dan Ibu tercinta atas segala doa, kesabaran, kasih sayang, dan
dukungan yang selalu ada menyertai setiap langkahku.
á Kakak-kakakku terkasih (Mas Py, Mbak Thithuk, Mas Tri “Djenggot”,
Mbak Antin, dan Mas Pipin) untuk doa dan dukungan kalian.
á Willy Wilther Hutagalung, thanks for your pray, love, kindness, and
support.
ABSTRAK
STUDI DESKRIPTIF: COPING STRESS PADA ISTRI BEKERJA DENGAN SUAMI PENDERITA STROKE
Elis Widiyawati NIM : 049114065
Penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk coping stress apa saja yang digunakan oleh istri bekerja yang telah melakukan proses perawatan pada suami yang menderita stroke. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai metode tambahan pada tiga orang istri bekerja yang telah melakukan proses perawatan terhadap suami selama 1 tahun, 2 tahun, dan 1, 5 tahun. Wawancara dilakukan secara mendalam sedangkan observasi informal dilakukan secara terbuka dan fleksibel pada saat wawancara berlangsung. Penentuan subjek penelitian menggunakan sampling dengan tipe purposif berdasarkan kriteria tertentu.
Kredibilitas hasil penelitian dicapai dengan dua cara, yaitu konfirmasi data dengan subjek dan triangulasi yang meliputi triangulasi data (mengambil sumber-sumber data yang berbeda sebagai data pendamping) dan triangulasi metode (dipakainya dua metode yang berbeda untuk meneliti hal yang sama).
Hasil menunjukkan bahwa coping stress yang dilakukan ketiga subjek bervariasi dan berlangsung sepanjang waktu yang memiliki persamaan dan perbedaan diantara ketiganya. Coping stress yang dialami oleh ketiga subjek yang tergolong dalam problem-focused coping adalah active coping, planning, suppression of competing activities, dan seeking social support for instrumental reasons dan emotion-focused coping yaitu seeking social support for emotional reason, focusing on and venting emotions dan turning to religion. Masing-masing subjek penelitian mempunyai kekhasan dalam pemilihan coping stress. Subjek 1 melakukan emotion focused of coping yaitu denial, behavioral disengangement, dan mental disengangement. Berbeda dengan subjek 1, subjek 2 dan 3 menggunakan focusing on and venting emotion untuk mengendalikan emosi negatif. Selain itu subjek 1 dan 2 juga melalui sebuah proses pemaknaan sehingga bisa menerima peristiwa tersebut (acceptance). Pemilihan coping stress dipengaruhi oleh penilaian terhadap stressor dan sumber daya coping yang dimiliki. Sumber daya coping yang memberikan kontribusi yaitu sumber materi, relasi dengan pasangan, dukungan sosial, karakteristik personal dan locus of control.
Kata kunci : stressor, sumber daya coping, coping stress
Elis Widiyawati NIM : 049114065
This study is a descriptive study intends to know the coping stress type which is used by working wives who have done nursing to their husband suffers from stroke. The main method which is used is interview and observation as the additional method. The objectives of this study are three wives who have done nursing to their husband for a year, 2 years and 1,5 years. Open and flexible informal observation is done in the deep interview. The subject determining uses purposive type sampling based on certain criteria.
The result credibility of this study is attained in two ways; data confirmation with subject and triangulation includes data triangulation (taking data resources which are different as the additional data) and triangulation method (using of two different methods to examine the same case).
The result of this study show that coping stress which is done by the three subjects have variation and it is continuously which have similarities and differences. Coping stress which is experienced by the three subjects are active coping, planning, suppression of competing activities, and seeking social support for instrumental reasons which are problem-focused coping and emotion-focused coping that are seeking social support for emotional reasons, focusing on and venting emotions and turning to religion. Each subject has its characteristic in choosing coping stress. The first subject intends to do denial, behavioral disengagement, and mental disengagement. Different with the first subject, the second and the third subject use focusing on and venting emotion to restrain their negative emotion. Besides the first and the second subject also experience a significant process with the result that they can accept their condition (acceptance). The choosing coping stress is influenced by the evaluation to the stressor and the coping resource which is had. Coping resources that contribute are subject matter resources, the relationship with the partner, social support, personal characteristic and locus of control.
The key words: stressor, coping resource, coping stress.
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, kasih, dan anugrahNya penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini
dengan baik. Tugas Akhir yang berjudul “ Studi Deskriptif : Coping Stress Pada
Istri Bekerja Dengan Suami Penderita Stroke” ini disusun sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan Studi Program Strata I pada Program Studi Psikologi,
Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Selama penulisan Tugas Akhir ini, penyusun menyadari akan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik itu berupa doa, saran dan kritik, sarana,
maupun prasarana untuk penyelesaian Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, dengan
segala ketulusan dan keikhlasan hati penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
- Bapak Paulus Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
- Ibu Sylvia C.M.Y.M, S.Psi., M.Si, selaku Ketua Program Studi Psikologi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
- Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi
yang dengan tekun telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat bahkan
menjadi tempat membagi keluh kesah penyusun sehingga penulisan Tugas
Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
- Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik
atas segala kemudahan selama proses belajar ini.
- Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si selaku dosen seminar yang telah
memberikan saran dan masukan kepada penyusun.
- Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
terimakasih telah membagi pengetahuan dan mengajarkan banyak hal kepada
penyusun.
- Subjek-subjek penelitian, terima kasih atas segala kerelaan dan kesabaran
telah bersedia membagikan cerita-ceritanya kepada penyusun.
- Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak “Gie”, dan Mas Doni, terima kasih atas
pelayanan dan kemudahannya selama ini.
- Keluargaku yang selalu mendoakan dan mendukung untuk segera
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
- Papa dan Mama Hutagalung, terima kasih atas sarana, wejangan, dan
doa-doanya sehingga Tugas Akhir ini dapat selesai dengan baik.
- Yesaya Putra Giventta…Keceriaanmu membangkitkan semangat tante..
- Teman-teman seperjuangan 2004. Thanks for the support….SEMANGAT!
- Ciput dan Nino, sahabat dan teman setia yang selalu berbagi cerita bersama.
Thanks atas ide-ide, saran, kebersamaan, serta doa kalian.
- Bertha Devi Aryani atas sharing dan masukannya.
- Marcellina Galuh…Thanks atas bantuannya.
- Teman-teman persekutuan BBC dan KOMPAREM atas doa-doanya.
- Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan.
yang bersifat membangun dari semua pihak.
Penyusun berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi para pembaca.
Yogyakarta, 19 Maret 2009
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR SKEMA... xvii
DAFTAR TABEL... xviii
DAFTAR LAMPIRAN... xix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Rumusan Masalah ….………. 5
C. Tujuan Penelitian …….……… 6
D. Manfaat Penelitian ……… 6
1. Pengertian Stres...……….. 8
2. Penyebab Stres ……….... 9
3. Jenis Stres...………... 10
B. Coping Stress ………... 10
1. Pengertian Coping Stress………... 10
2. Karakteristik Coping Stress………... 12
3. Fungsi Coping Stress...……….. 13
4. Bentuk-Bentuk Coping Stress....………... 15
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Coping Stress ...………... 19
C. Istri Bekerja……….... 22
D. Penderita Stroke………... 24
1. Penderita Stroke...………... 24
2. Kedudukan Suami Dalam Keluarga…...………... 26
E. Coping Stress Pada Istri Bekerja Dengan Suami Penderita Stroke...…...……... 27
F. Pertanyaan Penelitian... 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian………... 31
B. Variabel Penelitian……….. 32
C. Batasan Istilah …...….……… 32
D. Subjek Penelitian …….……….. 32
E. Metode Pengumpulan Data……… 33
F. Metode Analisis Data…..………... 35
G. Pemeriksaan Kesahihan dan Keabsahan Data……… 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian………... 39
B. Pelaksanaan Penelitian ……… 40
C. Pembentukan Rapport...………. 40
D. Waktu dan Tempat Penelitian……… 41
E. Hasil Penelitian……..…..……….. 43
1. Identitas Subyek Penelitian……….. 43
2. Analisa Data………. 44
a) Deskripsi Stressor Pada Subjek 1………. 44
b) Deskripsi Sumber Daya Coping Pada Subjek1…….. 48
c) Deskripsi Coping Stress Pada Istri Bekerja dengan Suami Penderita Stroke Pada Subjek1……... 52
d) Dinamika Coping Stress Pada Istri Bekerja dengan Suami Penderita Stroke Pada Subjek 1…….. 59
e) Deskripsi Stressor Pada Subjek 2…………... 67
f) Deskripsi Sumber Daya Coping Pada Subjek 2……... 69
g) Deskripsi Coping Stress Pada Istri Bekerja
dengan Suami Penderita Stroke Pada Subjek 2……... 81
i) Deskripsi Stressor Pada Subjek 3…………... 92
j) Deskripsi Sumber Daya Coping Pada Subjek3……….…. 97
k) Deskripsi Coping Stress Pada Istri Bekerja
dengan Suami Penderita Stroke Pada Subjek 3…………...100
l) Dinamika Coping Stress Pada Istri Bekerja
dengan Suami Penderita Stroke Pada SubJek 3…………..107
3. Pembahasan.……….118
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………..………... 135
B. Keterbatasan Penelitian………. 136
C. Saran ………..……… 137
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR SKEMA
Gambar 4.1 Skema Dinamika Subjek 1………. 66
Gambar 4.2 Skema Dinamika Subjek 2………. 91
Gambar 4.3 Skema Dinamika Subjek 3……….116
Gambar 4.4 Skema Dinamika Ketiga Subjek………117
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara……… 34
Tabel 4.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data……….. 41
Tabel 4.2 Data Demografis Subjek……… 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara……… 142
Lampiran 2 Pengkodingan Wawancara……… 148
Lampiran 3 Data Verbatim Wawancara Subjek 1……….. 153
Lampiran 4 Data Verbatim Wawancara Subjek 2 ……… 196
Lampiran 5 Data Verbatim Wawancara Subjek 3……… 223
Lampiran 6 Konfirmasi data Subjek 1…..……… 259
Lampiran 7 Konfirmasi data Subjek 2…..……… 275
Lampiran 8 Konfirmasi data Subjek 3………. 288
Lampiran 9 Wawancara Pendamping Subjek 1……….. 297
Lampiran 10 Wawancara Pendamping Subjek 2..……… 306
Lampiran 11 Wawancara Pendamping Subjek 3……… 309
Lampiran 12 Hasil Observasi Subjek 1.……… 313
Lampiran 13 Hasil Observasi Subjek 2……… 316
Lampiran 14 Hasil Observasi Subjek 3……… 318
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Peran dan fungsi anggota keluarga dalam budaya patriarki
ditentukan dengan tegas. Suami sebagai kepala keluarga bertanggung
jawab mencari nafkah untuk menopang kehidupan keluarga. Sementara
tugas utama istri adalah merawat, memelihara, dan melayani kebutuhan
keluarga (Dagun, 1990). Akibatnya, istri menjadi sangat tergantung
kepada suami khususnya secara ekonomi. Keluarga yang menganut
budaya demikian akan mengalami perubahan fungsi dalam keluarga ketika
suami tidak mampu menjalankan fungsinya karena suatu penyakit tertentu,
salah satunya stroke. Istri harus melakukan dua peran sekaligus dalam
keluarganya, yaitu bekerja, memelihara keluarga, dan merawat suami.
Stroke merupakan salah satu penyakit akut yang merupakan
penyebab kecacatan fisik maupun mental pertama, serta merupakan
penyebab kematian ketiga sedunia setelah penyakit jantung dan kanker
(Harsono, dalam Seminar Stroke X, 2005). Penyakit tersebut akan
membawa beberapa trauma pasca serangan akut yang dinamakan gejala
sisa (sequaelae) dari serangan akut (Seminar Stroke II, 2004). Gejala
tersebut meliputi ketidakmampuan fisik, penurunan kognitif, gangguan
memori dan perhatian, serta gangguan emosional seperti depresi.
2
Perkembangan penyakit ini semakin pesat terjadi di negara
berkembang, artinya jumlah penderita stroke semakin bertambah dari
tahun ke tahun. Data dari bagian neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/ RSCM Jakarta menunjukkan bahwa pada tahun
1999, kasus stroke yang dirawat sejumlah 562 kasus, tahun 2000 sejumlah
641 kasus, dan tahun 2001 sejumlah 722 kasus (Lumbantobing, 2003).
Beberapa fenomena menunjukkan bahwa kasus stroke yang terjadi di
Indonesia kebanyakan dialami oleh kaum pria berusia diatas 40 tahun,
walaupun tidak sedikit juga wanita dan usia remaja yang mengalaminya
(Kompas, 24 Juni 2005).
Meningkatnya pasien penderita stroke sayangnya belum diimbangi
oleh kepedulian masyarakat sekitar terhadap stroke, baik pencegahan
maupun perawatannya. Dr Sugianto, S.pS, M.Kes, PhD (Seminar Stroke
X, 2005) menyatakan bahwa peran keluarga sangat membantu dalam
proses penyembuhan dan perawatan pasien pasca stroke dengan
kelumpuhan, khususnya bagi pasangan hidup baik suami maupun istri.
Penyakit stroke banyak dialami oleh kaum pria atau suami namun
tidak sedikit pula wanita yang mengalaminya. Apabila penyakit stroke
dialami oleh seorang suami, maka peran istri sangat penting dan
mendukung dalam proses tersebut. Suami yang mengalami stroke akan
menderita kelumpuhan secara fisik dan membutuhkan pelayanan total dari
istri sehingga suami akan sangat tergantung pada istri, baik ketergantungan
Perawatan penderita pasca stroke untuk mencapai kesembuhan
membutuhkan waktu yang tidak singkat dan biaya yang cukup banyak.
Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola hidup bagi sebuah
keluarga, khususnya dalam budaya patriarki. Peran suami digantikan oleh
istri baik sebagai kepala keluarga yang harus bertanggung jawab
menopang kehidupan ekonomi keluarga, dan melindungi keluarga dari
ancaman luar (Dagun, 1990) yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh
istri. Istri mempunyai peran ganda yaitu bekerja untuk mencukupi
kebutuhan keluarga termasuk biaya perawatan pasca stroke dan istri
sebagai pendamping suami yang merawat dan melindungi keluarga dengan
penuh kesabaran. Istri juga harus memenuhi tuntutan pekerjaan yang
sebagian waktunya dihabiskan untuk bekerja.
Setelah bekerja, istri harus melayani suami yang mengalami
kelumpuhan pasca stroke dengan tegas dan penuh kesabaran, mengingat
penderita pasca stroke mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi baik
secara fisik maupun emosional sehingga waktu istirahat juga sangat
berkurang. Istri harus melayani kebutuhan suami, seperti kebutuhan
makan, minum, toilet training, melatih fungsi motorik, dan pemenuhan
kebutuhan kasih sayang. Kelelahan secara fisik ini juga ditambah dengan
kelelahan secara psikologis, dimana seorang istri harus menghadapi
seorang suami yang lumpuh dengan sensitifitas emosional, seperti
kecemasan, kemarahan, ketakutan dan ketergantungan yang cukup tinggi.
4
cukup banyak dikeluarkan untuk biaya perawatan. Tuntutan keadaan yang
sangat berbeda dengan kebiasaan sebelumnya menyebabkan seorang istri
harus melakukan penyesuaian diri. Bagaimana seorang istri yang bekerja
mengatasi situasi yang penuh dengan permasalahan dan harus
menyesuaikan dengan pola kehidupan yang baru?
Keadaan menekan menyebabkan seseorang mengalami suatu
kondisi stres, yaitu suatu keadaan dimana individu tidak mampu
menghadapi tekanan baik secara fisik, psikis maupun sosial (William
Kickers dalam Familia, Juni 2002). Kejadian yang dialami oleh individu
yaitu seorang istri bekerja dengan suami yang menderita stroke merupakan
suatu stressor yang merupakan penyebab terjadinya stres. Masing-masing
individu mempunyai tingkat toleransi stres yang berbeda-beda, tidak ada
suatu kriteria yang bisa mengukur situasi yang penuh dengan stres, kecuali
pengalaman individual. Untuk mencapai kesejahteraan psikologis, seorang
individu harus mampu mengatasi kondisi stres tersebut dengan suatu
strategi yang biasa disebut dengan coping stress. Coping stress adalah
suatu upaya penyelesaian yang dilakukan oleh individu dalam
mengahadapi situasi kehidupan yang penuh dengan stres dan
menyesuaikan diri terhadap pola kehidupan yang baru agar dapat
beradaptasi dan melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Strategi untuk
mengatasi berbagai situasi yang penuh dengan stres untuk masing-masing
Penelitian-penelitian sebelumnya hanya mengungkap tentang stres
pada penderita stroke dan masih sedikit yang melakukan penelitian
terhadap pihak keluarga yang merawatnya. Kasus terhadap pihak keluarga
yang merawat terakhir diteliti pada tahun 1989 yaitu Survey tentang
Pengalaman Coping Pada Perawat Stroke oleh Melody S. Casas dari
Asosiasi Rehabilitasi Nasional. Dengan mencermati gejala dari fenomena
tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana seorang istri yang
bekerja menghadapi situasi kehidupan (life event) merawat suami yang
mengalami stroke dan menentukan coping stress dalam kondisi yang
penuh dengan stressor.
Penelitian ini bermanfaat memberikan sebuah wacana bagaimana
seseorang dengan kasus serupa harus berjuang dan beradaptasi
menghadapi situasi stres serta menentukan strategi yang lebih tepat
berdasarkan pengalaman orang lain. Penelitian ini juga mampu
memberikan gambaran mengenai peran dan fungsi dari masing-masing
anggota keluarga jika dihadapkan pada sebuah non normative life event.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bentuk-bentuk
coping stress apakah yang digunakan oleh istri bekerja yang telah
6
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan stressor yang
dialami dan mengetahui bentuk-bentuk coping stress pada istri bekerja
yang telah melakukan proses perawatan pada suami yang menderita
stroke.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan mempunyai manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan secara teoritis dalam bidang psikologi,
khususnya dalam psikologi perkembangan, klinis, dan sosial yaitu
sebagai wacana untuk memberikan pengetahuan dan wawasan
mengenai bentuk-bentuk coping stress yang digunakan oleh seorang
istri dengan suami penderita stroke untuk mengatasi stressor yang
dialami. Penelitian kualitatif menggambarkan dengan lebih bebas dan
nyata mengenai stressor yang dihadapi dan bentuk-bentuk coping
stress yang digunakan. Hasil dari penelitian ini diharapkan lebih
mendalam dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dan mampu
menunjukkan kesesuaian antara teori dan aplikasi.
2. Manfaat Praktis
Dalam ranah praktis, penelitian ini memberikan sumbangan bagi
a. Istri penderita stroke
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi dan informasi bagi istri yang mengalami kasus serupa
untuk menentukan upaya penyelesaian yang lebih baik dengan
situasi yang dihadapinya.
b. Pendamping (konselor)
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan
bahan referensi untuk keperluan konseling dan pendampingan
psikologis bagi istri yang mengalami kasus serupa.
c. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana untuk
memberikan gambaran dan wawasan kepada masyarakat mengenai
stressor yang dialami dan coping stress yang digunakan oleh istri
bekerja dengan suami penderita stroke. Melalui gambaran yang
dipaparkan, diharapkan masyarakat menyediakan diri untuk
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. STRES
1. Pengertian Stres
Secara umum stres dapat diartikan sebagai suatu keadaan
tertekan atau suatu keadaan dimana individu mengalami
ketegangan jiwa yang disebabkan oleh faktor eksternal dari
lingkungan dan faktor internal dari individu itu sendiri. Menurut
Selye (dalam Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000), stres merupakan
suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap beberapa tuntutan
yang ada. Organisme akan terangsang dan termotivasi ketika
organisme tersebut merasakan adanya suatu ancaman (Canon,
dalam Smet, 1994).
Stres yang dialami oleh individu tidak dapat dihindari
dalam proses kehidupan manusia. Oleh karena itu permasalahan
mengenai stres akan selalu menjadi pembahasan yang tidak pernah
berhenti. Gerig dan Zimbardo (2008) juga mengemukakan bahwa
stres adalah pola respon organisme terhadap stimulus yang
mengganggu keseimbangan dan memerlukan kemampuan untuk
mengatasinya.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para
ahli, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan
dimana individu mengalami ketidakseimbangan antara tuntutan
dan keinginan yang dirasakan dengan kemampuan yang dimiliki
untuk menjalani tuntutan tersebut.
2. Penyebab Stres
Menurut Paser & Smith (2004), penyebab stres atau
stressor merupakan suatu jenis stimulus tertentu, baik bersifat fisik
atau psikologis, yang mengakibatkan suatu tuntutan yang
mengancam kesejahteraan dan menuntut kita untuk beradaptasi
dengan cara tertentu. Karakteristik stressor yang menjadikan suatu
peristiwa dapat menimbulkan stres adalah intensitas, lama atau
jangka waktu kejadian, terduga atau tidak, besar atau kecilnya
kontrol seseorang, serta lamanya dampak peristiwa tersebut
dirasakan oleh seseorang. Van Praag dan Zautra (dalam Paser &
Smith, 2004) membagi macam-macam stressor berdasarkan
intensitasnya, yaitu :
a. Microstressor
Berupa masalah sehari-hari dan gangguan sepele yang
dihadapi dalam keseharian kita.
b. Major Negatif Event
Peristiwa-peristiwa negatif besar yang sangat membebani dan
10
c. Catastrophic Events
Peristiwa yang terjadi secara tak terduga dan berpengaruh
terhadap sejumlah besar masyarakat.
Misalnya : Perang atau terorisme
3. Jenis Stres
Semua perubahan dalam hidup individu dapat menyebabkan stres. Stres dapat dibagi menjadi 2 yaitu stres yang positif yang
memberi motivasi dan semangat bagi kehidupan seseorang
(eustress) dan stres yang justru melemahkan individu yang disebut
dengan distress (Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000).
B. COPING STRESS
1. Pengertian Coping Stress
Secara harfiah, kata coping berasal dari kata dasar cope yang
berarti menanggulangi, mengatasi, dan menguasai (Chaplin, 2004).
Istilah coping stress menjadi salah satu istilah yang sudah sangat
umum dipakai oleh individu dewasa ini karena dengan teknologi
yang semakin maju, semakin banyak pula individu yang mengalami
stres dan berusaha untuk mengatasi situasi tersebut.
Beberapa ahli telah mendefinisikan arti kata coping stress
dalam berbagai buku. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Huffman,
Vernoy & Vernoy, 2000), coping stress adalah usaha kognitif dan
individu untuk mengatur berbagai tuntutan spesifik baik eksternal
maupun internal yang dinilai mengganggu atau melampaui
kemampuan yang dimiliki individu. Selain untuk mengatur stres,
menurut Lavine coping stress juga mempunyai fungsi lain yaitu
suatu usaha penyesuaian diri terhadap kondisi stres (dalam
Setyaningsih, 2003).
Cohen & lazarus (dalam Cohen, 1987) mengemukakan bahwa
coping stress merupakan usaha yang berupa perilaku dan pikiran
yang digunakan individu untuk mengatur tuntutan dan lingkungan.
Senada dengan hal tersebut Lazarus & Launier (dalam Taylor, 1999)
menjelaskan bahwa coping stress sebagai suatu usaha kognitif dan
behavioral yang dilakukan seseorang untuk mengatur tuntutan
internal dan eksternal yang timbul dari hubungan individu dan
lingkungan, yang dinilai mengganggu atau di luar batas kemampuan
yang dimiliki individu. Usaha tersebut meliputi usaha untuk
menguasai, menghadapi, menurunkan, meminimalisasi, dan
menahan. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa coping stress merupakan suatu usaha yang
berupa pikiran, perilaku atau tindakan yang digunakan oleh individu
dalam menghadapi situasi yang mengancam untuk mengatasi,
12
2. Karakteristik Coping Stress
Coping stress memiliki beberapa karakteristik yang perlu
diperhatikan sebelum seorang individu menggunakannya. Menurut
Folkman dan Lazarus (Taylor, 1999), terdapat tiga karakteristk
coping, yaitu :
a. Coping merupakan suatu proses yang dinamis. Coping adalah
sebuah rangkaian yang terdiri atas interaksi antara individu,
dengan segala kemampuan, nilai, dan komitmen) dan
lingkungan beserta sumber-sumber, tuntutan, dan paksaan.
Dalam pengertian tersebut, coping bukanlah suatu proses sesaat
namun merupakan serangkaian respon yang berlangsung
sepanjang waktu dimana individu dan lingkungan akan saling
berinteraksi dan mempengaruhi.
b. Coping menggambarkan adanya keluasan cakupan, artinya
proses coping meliputi seluruh tindakan dan reaksi terhadap
situasi stressfull. Proses coping yang dilakukan bukan hanya
berupa tindakan tetapi juga merupakan reaksi emosional
individu. Jadi reaksi emosional individu dapat dikatakan
sebagai bagian dari proses coping yang terjadi.
c. Coping berkaitan erat dengan penilaian yang dilakukan
individu terhadap situasi yang dialami. Proses coping meliputi
penilaian individu untuk menilai situasi yang mengancam,
serta mengetahui cara menghadapi atau sebaliknya, menghindar
dari situasi tersebut.
3. Fungsi Coping Stress
Secara umum, coping mempunyai 2 macam fungsi. Menurut
Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1994), coping dibagi kedalam
2 fungsi utama yaitu emotion-focused coping dimana coping
berfungsi sebagai suatu usaha untuk mengatur dan menahan emosi
yang ditimbulkan oleh adanya situasi yang penuh stres serta
problem-focused coping yang berfungsi sebagai suatu usaha untuk
memecahkan masalah. Serupa dengan pendapat tersebut, Hamburg,
Coelho, dan Adams (dalam Cohen, 1987) juga mengemukakan hal
yang sama yaitu membagi fungsi coping menjadi 2 fungsi dasar yaitu
problem-focused coping dan emotion-focused coping.
Kedua fungsi coping ini menjadi sebuah konseptualisasi yang
paling berpengaruh dalam dunia ilmu pengetahuan serta mempunyai
perbedaan-perbedaan yang sangat jelas. Problem-focused coping
digunakan untuk mengontrol hubungan yang terjadi antara individu
dengan lingkungannya melalui suatu pemecahan masalah,
pembuatan keputusan atau tindakan langsung, sedangkan
emotion-focused coping diarahkan pada pengontrolan terhadap emosi-emosi
yang tidak menyenangkan (Folkman dan Lazarus, dalam Sarafino,
1994). Senada dengan pernyataan tersebut, Taylor (1999)
14
tindakan yang konstruktif dalam menghadapi situasi yang dianggap
berbahaya dan mengancam. Berbeda dengan emotion-focused coping
yang juga dikatakan sebagai pengontrolan terhadap emosi yang tidak
menyenangkan sehingga orang dapat mengatur respon emosionalnya
melalui pendekatan kognitif dan perilaku. Misalnya, penggunaan
alkohol atau obat-obatan terlarang, dan mencari dukungan sosial dari
teman.
Emotional-focused coping efektif digunakan pada situasi yang
cenderung sulit diubah, seperti kematian keluarga terdekat.
Bentuk-bentuk dari emotion-focused coping ini memungkinkan individu
untuk mencari hal-hal yang baik dari masalah yang dihadapi,
memperoleh simpati, dan pengertian dari orang lain, agama, bahkan
melupakan semua masalah. Sedangkan problem-focused coping akan
lebih efektif jika diterapkan pada situasi yang cenderung dapat
diubah (Vitalino et al, dalam Taylor et al, 2000), misalnya seorang
istri yang tertekan karena tuntutan situasi yang harus bekerja
mencukupi kebutuhan keluarganya dan merawat suami yang
menderita stroke dengan kelumpuhan. Kedua fungsi tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing jika diterapkan
pada situasi yang berbeda sehingga dapat digunakan bersama-sama
Folkman dan Lazarus (Taylor, 1999) mengemukakan beberapa
tujuan penggunaan strategi untuk menyelesaikan suatu keadaan
stressfull yang digunakan oleh individu, yaitu :
a. Mengurangi hal-hal yang membahayakan dari situasi dan
kondisi lingkungan.
b. Menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian negatif yang
dijumpai dalam kehidupan nyata.
c. Mempertahankan citra diri positif.
d. Mempertahankan keseimbangan emosional.
e. Meneruskan menjalin relasi yang memuaskan dari orang lain.
4. Bentuk-Bentuk Coping Stress
Beberapa ahli berusaha untuk membagi dan mengorganisasi
bentuk-bentuk coping stress untuk memperjelas penggolongannya.
Oleh karena itu, terdapat beberapa penggolongan bentuk coping
stress, namun penyusun menggunakan pembagian bentuk-bentuk
coping stress menurut Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) karena
penggolongannya cukup jelas dan mampu membedakan
masing-masing strategi berdasarkan fungsi coping itu sendiri. Carver,
Scheier, dan Weintraub (1989) membagi macam-macam coping
stress menjadi 13 bentuk yang terdiri dari 5 bentuk yang termasuk ke
dalam problem-focused of coping dan 8 bentuk tergolong ke dalam
emotion-focused of coping. Adapun bentuk-bentuk coping stress
16
a. Problem Focused of Coping (PFC)
1) Active Coping atau Coping Aktif
Merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan
adanya langkah nyata yang dilakukan oleh individu untuk
menyelesaikan atau menghadapi masalah serta adanya
keputusan untuk mengambil langkah yang bijaksana sebagai
pemecahan masalah.
2) Planning atau Membuat Perencanaan
Adalah coping yang ditandai dengan adanya usaha untuk
memikirkan cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi
stressor atau dapat juga berupa usaha untuk membuat
rencana penyelesaian masalah.
3) Suppression of Competing Activities atau Menekan Aktifitas
Lain
Yaitu salah satu bentuk coping yang ditandai dengan adanya
usaha individu untuk mengurangi perhatian dari aktivitas lain
sehingga individu dapat lebih memfokuskan diri pada
permasalahan yang sedang dihadapi.
4) Restraint Coping atau Mengendalikan Tindakan
Merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan
usaha individu untuk menunggu waktu dan kesempatan yang
tepat untuk bertindak. Individu berusaha untuk menahan diri
5) Seeking Social Support for Instrumental Reasons atau
Mencari Dukungan Sosial untuk Alasan Instrumental
Yaitu salah satu bentuk coping yang terwujud dalam usaha
individu untuk mencari saran, bantuan, dan informasi dari
orang lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah.
b. Emotion Focused of Coping (EFC)
1) Seeking Social Support for Emotional Reasons atau Mencari
Dukungan Sosial untuk Alasan Emosional
Adalah salah satu bentuk coping yang ditandai dengan
adanya usaha individu untuk mencari dukungan moral,
simpati, dan pemahaman dari orang lain. Dukungan, simpati,
dan perhatian dari orang lain ini diharapkan dapat menjadi
kekuatan bagi individu dalam mengahadapi masalahnya.
2) Positive Reinterpretation atau Memaknai Kembali Secara
Positif
Strategi coping ini ditandai dengan adanya usaha untuk
memaknai semua kejadian yang dialami sebagai sesuatu hal
yang positif dan bermanfaat bagi perkembangan diri.
3) Acceptance atau Penerimaan
Diartikan sebagai adanya sikap untuk menerima kejadian dan
18
4) Denial atau Penyangkalan
Merupakan usaha individu untuk menolak atau menyangkal
kejadian sebagai sebuah kenyataan yang harus dihadapi.
5) Turning to Religion atau Kembali pada Agama
Adalah salah satu bentuk coping yang ditandai oleh adanya
usaha untuk mencari kenyamanan dan rasa aman dengan cara
kembali pada agama. Biasanya diwujudkan dalam doa,
meminta bantuan pada Tuhan, serta adanya sikap pasrah pada
Tuhan.
6) Focusing on and Venting Emotions atau Berfokus pada
Emosi dan Penyaluran Emosi
Merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan
usaha untuk meningkatkan kesadaran akan adanya tekanan
emosional dan secara bersamaan melakukan upaya untuk
menyalurkan atau meluapkan perasaan-perasaan tersebut.
7) Behavioral Disengagement atau Pelepasan Perilaku
Adalah salah satu bentuk coping yang ditandai dengan
adanya penurunan usaha untuk menghadapi stressor
(menyerah terhadap situasi yang dialami). Bentuk coping ini
juga dikenal dengan istilah putus asa. Bentuk nyata dari rasa
putus asa dapat mengarah pada tindakan individu untuk
mabuk-mabukan atau minum-minuman keras sebagai cara
8) Mental Disengagement atau Pelepasan Secara Mental
Yaitu usaha individu untuk mengalihkan perhatian dari
permasalahan yang dialami dengan melakukan aktivitas lain
seperti berkhayal atau tidur.
Coping stress memberikan dampak baik secara psikologis,
sosial, dan fisiologis. Hasil penggunaan coping secara psikologis
meliputi reaksi emosional, seperti depresi dan kecemasan,
kesejahteraan, dan performansi kerja. Sedangkan secara sosial,
proses coping berdampak pada perubahan hubungan interpersonal
dan kemampuan untuk memenuhi peranan sosial. Hasil secara
fisiologis meliputi reaksi fisiologis jangka pendek, seperti gangguan
sistem saraf autonomic, hormonal dan reaksi fisiologis jangka
panjang, misalnya perkembangan penyakit jantung coronaer (Cohen,
1987). Hasil akhir dari penggunaan proses coping dapat dilihat dari
kemampuan individu untuk melanjutkan kehidupan.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pemilihan Coping Stress. Kemampuan individu untuk melakukan coping stress
berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
penyebab stres itu sendiri yang meliputi kompleksitas, intensitas, dan
lamanya peristiwa tersebut terjadi. Lazarus dan Folkman (1984,
dalam Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000) mengemukakan beberapa
sumberdaya coping yang dimiliki oleh individu yang dapat
20
a) Kesehatan dan Energi
Kesehatan individu secara signifikan mempengaruhi
kemampuan individu untuk melakukan coping stress. Semakin
kuat dan sehat seseorang, semakin baik coping stress dilakukan
dan semakin lama individu memiliki kemampuan untuk
bertahan dalam kondisi tersebut tanpa merasa lelah.
b) Kepercayaan Positif
Penelitian menunjukkan bahwa peristiwa yang secara temporal
meningkatkan harga diri dapat mengurangi tingkat kecemasan
yang disebabkan oleh kejadian yang penuh dengan stres
(Greenberg et al., 1989 dalam Huffman, Vernoy & Vernoy,
2000). Beberapa kepercayaan positif yang dapat mempengaruhi
individu untuk melakukan pemilihan coping stress yaitu
gambar diri dan perilaku positif, penghargaan diri, serta emosi
positif, misalnya tertawa (Cousins, 1979 dalam Huffman,
Vernoy & Vernoy, 2000).
c) Locus of Control Internal
Penelitian yang dilakukan oleh Strickland (1978, dalam
Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000) menunjukkan bahwa
individu yang memiliki locus of control internal lebih berhasil
melakukan coping daripada individu yang tidak mempunyai
kontrol. Senada dengan ungkapan Cohen dan Edwards (1989,
control internal adalah satu-satunya penahan stres yang dapat
dipercaya. Individu yang mempunyai locus of control eksternal
merasa bahwa dirinya tidak dibantu dan lemah untuk merubah
keadaan.
d) Kemampuan Sosial
Individu yang mempunyai kemampuan sosial, memiliki tingkat
kecemasan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan orang
yang tidak mempunyai kemampuan sosial. Kemampuan sosial
yang seharusnya dimiliki oleh individu, misalnya melakukan
tindakan yang tepat pada situasi tertentu, memulai
pembicaraan, dan berekspresi dengan baik. Kemampuan sosial
yang efektif tidak hanya membantu individu untuk berinteraksi
dengan orang lain, namun juga membantu mengkomunikasikan
kebutuhan dan keinginan individu, membantu ketika individu
membutuhkan dan menurunkan permusuhan dalam situasi yang
penuh dengan ketegangan.
e) Dukungan Sosial
Winnubst, Buunk, dan Marcelissen (1988, dalam Huffman,
Vernoy & Vernoy, 2000) mengemukakan bahwa dukungan
sosial dapat menahan pengaruh keadaan stres dari perceraian,
kehilangan orang yang dicintai, penyakit kronis, kehamilan,
22
Dukungan sosial dapat berupa saran dan perhatian dari teman
dan keluarga serta dukungan kelompok.
f) Sumber material
Uang dapat meningkatkan jumlah pilihan untuk menghilangkan
sumber stres atau mengurangi pengaruh stres, misalnya makan
bergizi, mengikuti program olahraga, diet sehat, bantuan medis
dan psikologis, serta berhenti bekerja dan beristirahat. Menurut
Lazarus dan Folkman (1984, dalam Huffman, Vernoy &
Vernoy, 2000), orang yang mempunyai uang memiliki keahlian
untuk menggunakan uang lebih baik dan memiliki pengalaman
stres yang lebih sedikit daripada daripada orang yang tidak
mempunyai uang.
C. ISTRI BEKERJA
Fenomena wanita bekerja menjadi sebuah perilaku umum di jaman
modern yang mulai meninggalkan tradisionalisme budaya dan masyarakat.
Perilaku ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan yang masih
memegang teguh prinsip paternalistik yang meyakini bahwa yang
bertanggung jawab mencukupi kebutuhan finansial dan melindungi
keluarga adalah laki-laki atau suami jika berada dalam unit keluarga.
Menurut konsep tradisional, peranan wanita selalu dikaitkan dengan
rumah, dapur, dan anak. Wanita menempati posisi sebagai ‘konco
Wanita di dalam keluarga yang menganut faham patriarki, berperan
merawat dan melayani suami serta anak-anak dengan penuh kesabaran dan
kasih sayang, tanpa harus memikirkan kebutuhan finansial keluarga yang
notabene adalah tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga. Namun
jika suami tidak mampu lagi melakukan tugasnya karena sakit, apakah
keberlangsungan hidup keluarga akan berhenti? Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, istri harus menggantikan posisi dan tanggung
jawab suami yaitu bekerja untuk mencukupi kebutuhan dan melindungi
keluarga dari ancaman luar. Selain menggantikan tugas suami, istri juga
memiliki peran ganda yaitu merawat dan memelihara suami serta
anak-anak. Istri dengan budaya patriarki merasakan banyak perubahan tugas
sehingga lebih sulit melakukan penyesuaian diri dibanding istri yang
menganut faham kesetaraan.
Faktor utama yang memotivasi istri bekerja adalah untuk
memenuhi kebutuhan finansial keluarga selain pemenuhan kebutuhan
sosial-relasional dan aktualisasi diri (team e-psikologi, 2002), terutama
bagi keluarga golongan ekonomi menengah ke bawah. Seorang istri tidak
mempunyai pilihan lain untuk melakukan dua tanggung jawab sekaligus
karena salah satu fungsi keluarga tidak dapat menjalankan tugasnya
24
D. PENDERITA STROKE
1. Penyakit Stroke
Stroke merupakan salah satu contoh penyakit akut yang
membutuhkan perawatan dalam jangka waktu lama dan biaya yang
cukup besar. Secara medis, penyakit stroke adalah suatu sindrom klinis
dengan gejala berupa gangguan otak secara lokal atau global, yang
dapat menimbulkan kematian atau kelainan menetap lebih dari 24 jam,
tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskuler (WHO, 1982 dalam
Seminar Stroke X, 2005). Stroke dipandang sebagai sebuah bencana
atau gangguan peredaran darah di otak yang disebut juga
cerebro-vaskular accident (Lumbantobing, 2003). Beberapa faktor risiko dari
stroke terdiri dari: umur, gender, hipertensi, arterial fibrilasi, penyakit
coronaer, diabetes, hypercholesterolemia, dan merokok (Benson &
Sacco, 2000, dalam Seminar Stroke X, 2005). Akibat dari stroke dapat
mempengaruhi beberapa fungsi, yaitu fungsi motor dan sensori, sistem
saraf autonomic, keseimbangan, ambulasi, speech, persepsi, kognisi,
dan mood. Broeks, dkk (1999, dalam Seminar Stroke X, 2005)
mengemukakan bahwa sebagian besar dari perbaikan fungsi
didapatkan selama 16 minggu setelah stroke dan setengah dari
penderita gagal mengembalikan fungsi dari kelumpuhan tangannya
setelah 4 tahun. Anggota badan yang terkena akan menyebabkan
kecacadan berat bila disertai dengan kehilangan sensosik dan
Stroke selain menimbulkan beberapa gangguan fisik juga
mengakibatkan gangguan emosional dan perilaku, misalnya depresi
dan apathy, kecemasan berlebihan, perilaku sering menangis atau
tertawa. Beberapa gejala fisik dan psikologis dari penderita depresi
pasca stroke yaitu :
a Perasaan lambat atau gelisah dan tidak bisa duduk tenang.
b Merasa tidak berharga atau bersalah.
c Peningkatan atau penurunan nafsu makan atau berat badan.
d Masalah konsentrasi berpikir, daya ingat atau pengambilan
keputusan.
e Gangguan tidur atau tidur berlebihan.
f Kehilangan energi atau merasa lelah sepanjang hari.
g Sakit kepala.
h Gangguan pencernaan.
i Masalah seksual.
j Perasaan pesimis atau tidak ada harapan.
k Rasa cemas atau takut.
l Berpikir untuk bunuh diri
Depresi post stroke berhubungan dengan ketergantungan fungsional
dan wanita, umur muda, dan gangguan sosial.
Penyakit stroke juga mempunyai pengaruh terhadap kualitas
hidup individu jangka panjang dan kesejahteraan keluarga. Beberapa
26
kepuasan hidup, ketergantungan yang tinggi, kelumpuhan secara fisik,
dan menurunnya fungsi sosial. Menurunnya fungsi sosial disebabkan
karena frekuensi kontak sosial yang menurun, misalnya teman-teman
berhenti mengunjungi sehingga menyebabkan adanya isolasi sosial.
Disamping itu, kelumpuhan secara fisik menimbulkan adanya
ketergantungan pada anggota keluarga dalam fungsi sosial maupun
fungsi biologisnya, misalnya makan, mandi, dan masalah pengeluaran
(BAB dan BAK) yang harus selalu dilayani oleh keluarga (Anderson,
dkk dalam Seminar Stroke X, 2005) sehingga berdampak pada
kesejahteraan keluarga.
2. Kedudukan Suami dalam Keluarga
Kedudukan suami didalam unit terkecil, yaitu keluarga
mempunyai peran cukup besar yaitu sebagai kepala keluarga yang
memimpin dan mengarahkan kehidupan keluarga. Dagun (1990)
mengemukakan tentang beberapa peran pria dalam keluarga, yaitu :
a. Pria bertugas menopang kehidupan ekonomi keluarga. Seorang
pria diharuskan bekerja untuk membiayai kebutuhan pokok
keluarga yang meliputi sandang, pangan, dan papan.
b. Pria bertugas melindungi keluarga terhadap situasi-situasi tidak
aman diluar rumah. Seorang pria biasanya berpikir mengenai
cara untuk menjaga dan melindungi keluarga dengan tetap
c. Pria bertugas sebagai pengatur dalam keluarga, ia mengepalai
keluarga dan menjaga segala sesuatu yang berlangsung dalam
kehidupan keluarga melalui kebijakan-kebijakan yang diambil
bersama istri dalam menyelenggarakan keluarga.
E. COPING STRESS PADA ISTRI BEKERJA DENGAN SUAMI
PENDERITA STROKE
Berdasarkan uraian beberapa teori diatas, maka diperoleh suatu
konsep mengenai penelitian ini. Istri yang bertugas untuk merawat dan
memelihara keluarga yaitu suami dan anak dalam budaya paternalistik,
mengalami sebuah peristiwa yang disebut dengan non normative life event
yaitu harus menggantikan peran suami karena suami menderita penyakit
stroke.
Beberapa akibat dari penyakit stroke adalah adanya gangguan baik
secara fisik maupun emosional, seperti depresi dan sensitifitas emosional.
Penderita pasca stroke mengalami penurunan kualitas hidup yang nantinya
akan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga. Penderita stroke
memiliki ketergantungan kepada keluarganya yaitu ketergantungan secara
biologis, misalnya kebutuhan makan, mandi, fungsi pengeluaran dan
ketergantungan secara sosial yaitu menurunnya kualitas dan fungsi sosial
sehingga mengakibatkan terjadinya isolasi sosial. Ketergantungan ini
menyebabkan konflik dalam keluarga dimana dapat merongrong peran
28
Kedudukan suami didalam keluarga yang menganut prinsip
patriarki adalah sebagai pengatur, pelindung, dan berperan mencukupi
kebutuhan keluarga. Sebuah keluarga dimana seorang suami menderita
penyakit stroke dan mengalami kelumpuhan, menyebabkan peran suami
tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Perubahan peran dalam keluarga,
perilaku non supportive, dan reaksi emosional mengakibatkan adanya
disfungsi keluarga dan perubahan pola hidup dalam keluarga.
Peran suami harus digantikan oleh istri jika ingin keberlangsungan
keluarga tetap berjalan. Seorang istri yang semula hanya melayani
keluarga, harus bekerja mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga dan
melindungi keluarga dari ancaman. Peran ganda istri ini menimbulkan
kelelahan baik secara fisik maupun psikologis karena harus melakukan
proses penyesuian diri yang lebih, jika dibandingkan dengan istri yang
sudah bekerja sebelumnya. Seorang istri harus memenuhi tuntutan
pekerjaan dan menghabiskan waktunya untuk bekerja. Setelah itu istri
harus merawat dan melayani suaminya yang mengalami kelumpuhan,
seperti melayani kebutuhan fisik, melatih berjalan atau terapi sehingga
tidak ada waktu untuk istirahat. Selain itu, istri juga harus memikirkan
kondisi keuangan keluarga yang meliputi biaya perawatan penderita
stroke.
Kondisi-kondisi inilah yang memicu munculnya situasi stres. Stres
dapat dibagi menjadi stres yang positif (eustress) dan stres yang
stressor atau tuntutan. Karakteristik stressor yang menjadikan suatu
peristiwa dapat menimbulkan stres adalah intensitas, lama atau jangka
waktu kejadian, terduga atau tidak, besar atau kecilnya kontrol seseorang,
serta lamanya dampak peristiwa itu dirasakan oleh seseorang. Penyebab
stres yang dialami oleh individu berdasarkan intensitasnya meliputi
microstressor, major negatif event, dan catastrophic event Hal tersebut
mempengaruhi hubungan seorang istri baik dengan suami, anak, maupun
hubungannya dengan lingkungan. Peristiwa negatif yang sangat
membebani individu menuntut individu untuk mengatasinya melalui
sebuah strategi coping yang dibagi menjadi 2 fungsi besar, yaitu problem
focused of coping (active coping, planning, suppression of competing
activities, restraint coping, seeking social support for instrumental
reasons) dan emotion focused of coping (seeking social support for
emotional reasons, positive reinterpretation, acceptance, denial, turning
to religion, focusing on and venting emotions, behavioral disengagement,
dan mental disengagement). Usaha individu ini digunakan untuk
membantu seorang istri menyesuaikan diri terhadap perubahan pola dan
fungsi keluarga sehingga seorang istri mampu menjaga agar kehidupan
keluarga tetap berlangsung.
F. PERTANYAAN PENELITIAN 1. Pertanyaan Inti
30
Bentuk-bentuk coping stress apakah yang digunakan oleh istri bekerja
yang telah melakukan proses perawatan pada suami yang menderita
stroke?
2. Sub Pertanyaan
Pertanyaan-pertanyaan lanjutan dalam penelitian ini adalah:
a) Apa saja stressor yang dialami oleh istri bekerja dengan suami
penderita stroke?
b) Sumber daya coping apakah yang dimiliki oleh istri yang
mempengaruhi pemilihan coping stress yang digunakan?
c) Apa hasil dari penggunaan coping stress terhadap kelangsungan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS DAN METODE PENELITIAN
Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif yaitu penelitian dengan konteks alamiah yang lebih berfokus
pada variasi pengalaman subjek penelitian (Danim, 2002) yang merupakan
suatu penelitian studi deskriptif (descriptive study). Penelitian studi
deskriptif berusaha menggambarkan, menjelaskan, menafsirkan, dan
menganalisa data sedekat mungkin sesuai dengan bentuk aslinya. Dengan
metode ini diharapkan diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang objek
dan dapat melukiskan berdasarkan fakta yang ada.
Penelitian dengan metode kualitatif tidak mementingkan hasilnya,
tetapi memberikan penekanan pada dinamika dan prosesnya. Menurut
Moleong (2002), penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna
sehingga fokus penelitian terpaut langsung dengan masalah kehidupan
manusia. Senada dengan hal tersebut, penelitian kualitatif bertujuan untuk
memberikan makna atas fenomena secara holistik sehingga peneliti harus
memerankan dirinya secara aktif dalam keseluruhan proses studi (Danim,
2002).
32
B. VARIABEL PENELITIAN
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah coping stress
pada istri bekerja dengan suami penderita stroke.
C. BATASAN ISTILAH
Batasan istilah dalam penelitian ini, yaitu coping stress merupakan
suatu usaha yang berupa pikiran, perilaku atau tindakan yang digunakan
oleh individu dalam menghadapi situasi yang mengancam untuk
mengatasi, mengurangi bahkan beradaptasi terhadap situasi tersebut.
D. SUBJEK PENELITIAN
Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif tidak
menekankan pada upaya untuk menggeneralisasi melalui perolehan sampel
acak, melainkan merupakan suatu upaya untuk memahami sudut pandang
dan konteks penelitian secara mendalam. Oleh karena itu, subjek
penelitian ditentukan menggunakan teknik purposif sampling didasarkan
pada kriteria-kriteria tertentu yang sesuai dengan konsep penelitian.
Beberapa kriteria subjek dalam penelitian ini adalah :
1. Subjek memiliki suami yang mengalami dan sedang menderita
kelumpuhan akibat penyakit stroke. Peristiwa tersebut terjadi kira-kira
1 sampai 2 tahun dengan pertimbangan bahwa semakin lama subyek
menjalani proses tersebut, maka subyek akan lebih adaptif dalam
2. Subjek adalah seorang istri bekerja yang merawat suami.
Penyusun tidak membatasi usia subjek karena peneliti ingin mendapatkan
data yang bervariasi sehingga akan menambah kekayaan data penelitian
ini.
E. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara
dan observasi, dimana wawancara digunakan sebagai metode utama dan
observasi sebagai metode tambahan dalam pengambilan data.
1. Wawancara
Metode wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara
mendalam yang berusaha untuk mengungkap mengenai data mendalam
yang sangat personal dan sensitif bagi subjek (Poerwandari, 2005).
Wawancara yang dilakukan terjadi ketika subjek mengetahui atau
menyadari bahwa mereka sedang dalam proses wawancara dan
memahami tujuan dari wawancara tersebut yang disebut wawancara
terbuka (Moleong, 2000), dimana penyusun membutuhkan adanya
panduan untuk melakukan wawancara. Panduan wawancara (general
question) yang dibuat masih memungkinkan dilakukan improvisasi
pada saat wawancara sesuai dengan kebutuhan. Adapun pedoman
34
Tabel 3.1
PEDOMAN WAWANCARA
No Hal yang Diungkap
Latar belakang subjek yang meliputi:
pekerjaan dan kegiatan, sifat dan perilaku,
serta pandangan subjek mengenai dirinya
sendiri, dan hubungannya dengan lingkungan
Latar belakang suami yang meliputi:
pekerjaan, sifat, perilaku dan kebiasaan yang
dilakukan oleh suami 1 Riwayat kehidupan
subjek dan suami
Hubungan suami dan istri selama menjalani
kehidupan berumahtangga, usia pernikahan,
dan hubungan masing-masing dan keduanya
dengan anak.
Stressor yang dialami oleh istri bekerja
an suami penderita stroke yang berkaitan
an jangka waktu antara peristiwa dengan
anya proses perawatan yang dilakukan
oleh istri. deng
deng
lam
Sumber daya coping yang dimiliki istri untuk
melakukan coping stress
Coping stress yang dilakukan oleh istri untuk
mengatasi permasalahan yang muncul 2 Coping stress yang
dilakukan istri
bekerja dengan
suami penderita
stroke
Hasil dari penggunaan cara tersebut, meliputi
pikiran, perasaan, dan sikap
Pedoman wawancara menggunakan metode pedoman umum
mengenai hal-hal yang harus dibahas, sekaligus sebagai daftar
pengecek mengenai hal-hal relevan tersebut telah dibahas atau
ditanyakan. Penyusun merekam proses wawancara dengan alat
perekam yang kemudian dituliskan dalam bentuk teks kata per kata
atau verbatim. Adapun pedoman wawancara secara lengkap yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada halaman lampiran
(Lampiran 1).
2. Observasi
Metode observasi dalam penelitian ini adalah observasi
informal yang merupakan metode tambahan yang sifatnya terbuka dan
fleksibel artinya observasi dilakukan terhadap perilaku subjek pada
saat wawancara berlangsung. Pencatatan yang dilakukan menggunakan
model pencatatan naratif yaitu pencatatan yang bersifat anekdot dan
mencakup apa saja yang perlu untuk diperhatikan, serta tidak
membutuhkan ketentuan waktu dan sistem koding tertentu dalam
analisisnya.
F. METODE ANALISIS DATA
Metode analaisis data yang dilakukan mengikuti analisis data yang
dilakukan dalam metode penelitian kualitatif yang melalui beberapa
36
1. Organisasi Data
Data kualitatif merupakan data yang sangat beragam dan
banyak. Oleh karena itu diperlukan pengorganisasian data secara rapi,
sistematis dan selengkap mungkin yang berupa data mentah, data yang
sudah diproses sebagian yaitu transkripsi wawancara, dan catatan
obsevasi. Hal ini memungkinkan penyusun untuk memperoleh kualitas
data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, serta
menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian
penelitian.
2. Koding dan Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis baris
per baris, per kalimat, dan per paragraf yang disebut dengan istilah
open koding. Koding dimaksudkan untuk mengorganisasi dan
mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data
dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengkodean adalah :
a) Penyusun membuat transkrip verbatim (kata demi kata)
b) Penyusun secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada
baris-baris transkrip dan catatan lapangan.
c) Penyusun memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan
kode tertentu.
Keempat wawancara yang dilakukan oleh penyusun dalam
a) WSX adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek
pertama.
b) WSY adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek
kedua.
c) WSZ adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek
ketiga.
d) WSK adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek pada
saat konfirmasi data.
e) WSP adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek
pendamping.
3. Interpretasi
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
tematik yaitu analisis dimana memungkinkan peneliti untuk
menemukan pola atau tema, mengklarifikasi dan meng’encode’ pola
tersebut dengan membeli label, definisi, atau deskripsi (Byatzis, dalam
Poerwandari, 2005). Menurut Poerwandari (2005), analisis tematik
merupakan proses mengkode informasi yang dapat menghasilkan
daftar tema yang muncul berkaitan dengan relasi dengan suami, anak,
lingkungan dan coping stress, model tema atau indikator yang
kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema tersebut yang
dapat mendeskripsikan dan menginterpretasi fenomena. Selain itu, juga
38
koding serta hasil data verbatim dan pengkodean terlampir (Lampiran
2 dan lampiran 3-11).
G. PEMERIKSAAN KESAHIHAN DAN KEABSAHAN DATA
Kredibilitas penelitian dalam penelitian ini dicapai melalui cara:
1. Validitas Komunikatif
Validasi dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan
analisisnya kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini,
penyusun melakukan cross-chek verbatim dari hasil wawancara
kepada subjek penelitian setiap wawancara dilakukan
(Poerwandari, 2005)
2. Triangulasi
Triangulasi yang dilakukan oleh penyusun adalah triangulasi data
dan triangulasi metode. Triangulasi data yaitu mengambil
sumber-sumber data yang berbeda sebagai data pendamping. Dalam
penelitian ini, data-data yang diperoleh dari subjek akan
dicocokkan dengan data-data baik dari anak maupun dari orang
lain yang dekat dengan subjek. Triangulasi metode adalah
dipakainya dua metode yang berbeda untuk meneliti hal yang sama
dalam hal ini metode wawancara sebagai metode utama dan
observasi sebagai metode tambahan (Patton, 1990 dalam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, penyusun melakukan beberapa
persiapan untuk memperlancar penelitian yang dilakukan. Adapun
persiapan penelitian yang dilakukan yaitu :
1. Penyusun mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan digunakan
dalam wawancara mengingat wawancara merupakan metode
pengumpulan data utama dalam penelitian ini.
2. Penyusun mencari subjek penelitian berdasarkan kriteria yang
sesuai dengan konsep penelitian.
3. Penyusun meminta kesediaan untuk menjadi subjek penelitian.
Bersamaan dengan itu, penyusun menjelaskan tentang tujuan
penelitian dan bagaimana proses penelitian berlangsung, misalnya
proses wawancara akan diadakan beberapa kali sampai data yang
diperoleh lengkap.
4. Penyusun dan subjek penelitian menentukan waktu dan tempat
wawancara untuk kenyamanan pelaksanaan wawancara.
5. Penyusun menyiapkan beberapa peralatan yang akan digunakan
pada saat penelitian dilakukan, misalnya tape recorder, daftar
pertanyaan, serta kertas dan alat tulis untuk mencatat hasil
observasi pada saat wawancara berlangsung.
40
B. Pelaksanaan Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 3 orang sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Penelitian dilakukan
menggunakan 2 metode pengumpulan data yaitu wawancara sebagai
metode utama dan observasi sebagai metode pendamping. Pelaksanaan
wawancara dan observasi dilakukan di rumah subjek karena subjek
merasa lebih nyaman jika penelitian dilakukan di rumah dan waktu
wawancara berkisar antara satu sampai dua setengah jam tergantung
kebutuhan, kondisi subjek dan situasi wawancara saat itu. Intensitas
pelaksanaan penelitian berbeda-beda untuk masing-masing subjek
bergantung pada kelengkapan data yang telah didapatkan oleh
penyusun.
C. Pembentukan Rapport
Pembentukan rapport perlu dilakukan agar subjek merasa
nyaman mengungkapkan perasaan-perasaannya kepada penyusun
sehingga subjek tidak merasa malu dan percaya kepada penyusun.
Sebelum melakukan wawancara, penyusun melakukan rapport pada
awal wawancara dan di akhir proses wawancara. Hal ini dilakukan
agar penyusun mendapatkan kepercayaan dari subjek penelitian
sehingga subjek mengungkapkan cerita sebenarnya dan tidak menutupi
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan waktu dan tempat penelitian berbeda untuk
masing-masing subjek penelitian. Adapun penelitian yang sudah
dilakukan adalah :
Tabel 4.1. Waktu dan Tempat Pengambilan Data
Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3
Wawancara
dan
Observasi 1
Rabu, 21 Mei 2008
14.30-16.10
Rumah Subjek
Kamis,5 Juni 2008
15.30-17.00
Rumah Subjek
Sabtu, 7 Juni 2008
18.30-21.00
Rumah Subjek
Wawancara
dan
Observasi 2
Sabtu,24 Mei 2008
15.00-17.10
Rumah Subjek - -
Wawancara
Kroscek
dan
Observasi
Rabu, 28 Mei 2008
15.00-17.15
Rumah Subjek
Senin, 9 Juni 2008
15.30-16.30
Rumah Subjek
Rabu,10 Juni2008
19.00-20.05
Rumah Subjek
Wawancara
Subyek
Pendamping
Jumat,31 Mei 2008
10.00-11.00
Rumah Subjek
Senin,16 Juni 2008
11.00-12.00
Rumah Kakak
Subjek
Rabu,18 Juni2008
15.00-16.00
42
Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu
yaitu tape recorder dan alat tulis untuk mencatat keseluruhan aktivitas
yang dilakukan oleh subjek dan suami sebagai hasil observasi. Alat
bantu tersebut digunakan atas izin dan persetujuan dari subjek
penelitian.
Kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
melakukan konfirmasi data dengan subjek penelitian yang disebut
dengan ‘member checks’. Member checking dilakukan untuk
mendapatkan umpan balik dari subjek penelitian atas kesimpulan yang
telah dibuat oleh penyusun untuk menilai keakuratan kesimpulan yang
dibuat (Merriam, 1988; Miles & Huberman, 1984 dalam Creswell,
1994). Selain itu, untuk meningkatkan kredibilitas penelitian,
penyusun menggunakan triangulasi. Triangulasi yang dilakukan adalah
triangulasi data dan metode. Triangulasi data dilakukan dengan
mengambil data yang berbeda sebagai data pendamping, misalnya data
dari subjek pendamping. Triangulasi metode adalah dipakainya 2
metode yang berbeda yaitu wawancara mendalam dan observasi
(Patton, 1990 dalam Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini,
penyusun tidak menggunakan triangulasi peneliti karena subjek
penelitian tidak menginginkan adanya peneliti lain dalam proses
observasi. Hasil konfirmasi dan triangulasi data serta metode dapat
E. Hasil Penelitian
1. Identitas Subjek Penelitian
Tabel 4.2. Data Demografis Setiap Subjek
Identitas Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3
Nama X Y Z
Pekerjaan Guru SD Guru SD Guru SMA
Usia 60 tahun 58 tahun 56 tahun
Lulusan
Subjek
SPG (setingkat
SMA)
D2 SPG (Setingkat
SMA)
Suami Daryanto Sukamto, BA Mulyadi, SH
Pekerjaan Pensiunan Guru
Swasta
Pensiunan
Penilik Sekolah
Pensiunan
Kepala Sekolah
Usia 62 tahun 68 tahun 63 tahun
Alamat Gataktuan,
Kalikotes,
Klaten
Pule, Pasung,
Wedi, Klaten
Perum Glodogan
Indah, Klaten
Jumlah anak 2 2 4
Usia
Pernikahan