• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF : COPING STRESS PADA ISTRI BEKERJA DENGAN SUAMI PENDERITA STROKE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF : COPING STRESS PADA ISTRI BEKERJA DENGAN SUAMI PENDERITA STROKE"

Copied!
338
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF : COPING STRESS

PADA ISTRI BEKERJA

DENGAN SUAMI PENDERITA STROKE

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Elis Widiyawati NIM. 049114065

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

- Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah

dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan

dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal,

akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus

(Filipi 4 : 6-7)

- I can do everythings through Him who gives me strength

( Philippians 4 : 13)

- Tidak ada orang yang mendapatkan sesuatu dengan mudah. Selalu ada kisah

dibalik kisah

( Andrew Matthews)

- Jika kita ingin mengubah beban berat menjadi berkat, balajarlah memuji Tuhan

dalam setiap cobaan

( My 2nd brother)

- Lakukan yang terbaik apa yang bisa dilakukan tanpa takut gagal dan menyerah

pada apapun juga sebelum kita mencobanya

(My Self)

- Jangan melihat dengan penuh kepedihan pada masa lalu. Ia tidak akan kembali

lagi. Kembangkan masa kini dengan bijaksana. Itu untuk anda. Pergilah untuk

menemukan masa depan tanpa takut dan dengan hati gagah

(Henry Wadsworth Longfellow)

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk :

á Jesus Christ, Bapa terbaik, sumber sukacita, kekuatan, dan

pengharapanku.

á Bapak dan Ibu tercinta atas segala doa, kesabaran, kasih sayang, dan

dukungan yang selalu ada menyertai setiap langkahku.

á Kakak-kakakku terkasih (Mas Py, Mbak Thithuk, Mas Tri “Djenggot”,

Mbak Antin, dan Mas Pipin) untuk doa dan dukungan kalian.

á Willy Wilther Hutagalung, thanks for your pray, love, kindness, and

support.

(6)
(7)

ABSTRAK

STUDI DESKRIPTIF: COPING STRESS PADA ISTRI BEKERJA DENGAN SUAMI PENDERITA STROKE

Elis Widiyawati NIM : 049114065

Penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk coping stress apa saja yang digunakan oleh istri bekerja yang telah melakukan proses perawatan pada suami yang menderita stroke. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai metode tambahan pada tiga orang istri bekerja yang telah melakukan proses perawatan terhadap suami selama 1 tahun, 2 tahun, dan 1, 5 tahun. Wawancara dilakukan secara mendalam sedangkan observasi informal dilakukan secara terbuka dan fleksibel pada saat wawancara berlangsung. Penentuan subjek penelitian menggunakan sampling dengan tipe purposif berdasarkan kriteria tertentu.

Kredibilitas hasil penelitian dicapai dengan dua cara, yaitu konfirmasi data dengan subjek dan triangulasi yang meliputi triangulasi data (mengambil sumber-sumber data yang berbeda sebagai data pendamping) dan triangulasi metode (dipakainya dua metode yang berbeda untuk meneliti hal yang sama).

Hasil menunjukkan bahwa coping stress yang dilakukan ketiga subjek bervariasi dan berlangsung sepanjang waktu yang memiliki persamaan dan perbedaan diantara ketiganya. Coping stress yang dialami oleh ketiga subjek yang tergolong dalam problem-focused coping adalah active coping, planning, suppression of competing activities, dan seeking social support for instrumental reasons dan emotion-focused coping yaitu seeking social support for emotional reason, focusing on and venting emotions dan turning to religion. Masing-masing subjek penelitian mempunyai kekhasan dalam pemilihan coping stress. Subjek 1 melakukan emotion focused of coping yaitu denial, behavioral disengangement, dan mental disengangement. Berbeda dengan subjek 1, subjek 2 dan 3 menggunakan focusing on and venting emotion untuk mengendalikan emosi negatif. Selain itu subjek 1 dan 2 juga melalui sebuah proses pemaknaan sehingga bisa menerima peristiwa tersebut (acceptance). Pemilihan coping stress dipengaruhi oleh penilaian terhadap stressor dan sumber daya coping yang dimiliki. Sumber daya coping yang memberikan kontribusi yaitu sumber materi, relasi dengan pasangan, dukungan sosial, karakteristik personal dan locus of control.

Kata kunci : stressor, sumber daya coping, coping stress

(8)

Elis Widiyawati NIM : 049114065

This study is a descriptive study intends to know the coping stress type which is used by working wives who have done nursing to their husband suffers from stroke. The main method which is used is interview and observation as the additional method. The objectives of this study are three wives who have done nursing to their husband for a year, 2 years and 1,5 years. Open and flexible informal observation is done in the deep interview. The subject determining uses purposive type sampling based on certain criteria.

The result credibility of this study is attained in two ways; data confirmation with subject and triangulation includes data triangulation (taking data resources which are different as the additional data) and triangulation method (using of two different methods to examine the same case).

The result of this study show that coping stress which is done by the three subjects have variation and it is continuously which have similarities and differences. Coping stress which is experienced by the three subjects are active coping, planning, suppression of competing activities, and seeking social support for instrumental reasons which are problem-focused coping and emotion-focused coping that are seeking social support for emotional reasons, focusing on and venting emotions and turning to religion. Each subject has its characteristic in choosing coping stress. The first subject intends to do denial, behavioral disengagement, and mental disengagement. Different with the first subject, the second and the third subject use focusing on and venting emotion to restrain their negative emotion. Besides the first and the second subject also experience a significant process with the result that they can accept their condition (acceptance). The choosing coping stress is influenced by the evaluation to the stressor and the coping resource which is had. Coping resources that contribute are subject matter resources, the relationship with the partner, social support, personal characteristic and locus of control.

The key words: stressor, coping resource, coping stress.

(9)
(10)

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, kasih, dan anugrahNya penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

dengan baik. Tugas Akhir yang berjudul “ Studi Deskriptif : Coping Stress Pada

Istri Bekerja Dengan Suami Penderita Stroke” ini disusun sebagai salah satu syarat

dalam menyelesaikan Studi Program Strata I pada Program Studi Psikologi,

Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama penulisan Tugas Akhir ini, penyusun menyadari akan bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak baik itu berupa doa, saran dan kritik, sarana,

maupun prasarana untuk penyelesaian Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, dengan

segala ketulusan dan keikhlasan hati penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

- Bapak Paulus Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

- Ibu Sylvia C.M.Y.M, S.Psi., M.Si, selaku Ketua Program Studi Psikologi,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

- Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi

yang dengan tekun telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat bahkan

menjadi tempat membagi keluh kesah penyusun sehingga penulisan Tugas

Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

- Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik

atas segala kemudahan selama proses belajar ini.

(11)

- Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si selaku dosen seminar yang telah

memberikan saran dan masukan kepada penyusun.

- Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

terimakasih telah membagi pengetahuan dan mengajarkan banyak hal kepada

penyusun.

- Subjek-subjek penelitian, terima kasih atas segala kerelaan dan kesabaran

telah bersedia membagikan cerita-ceritanya kepada penyusun.

- Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak “Gie”, dan Mas Doni, terima kasih atas

pelayanan dan kemudahannya selama ini.

- Keluargaku yang selalu mendoakan dan mendukung untuk segera

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

- Papa dan Mama Hutagalung, terima kasih atas sarana, wejangan, dan

doa-doanya sehingga Tugas Akhir ini dapat selesai dengan baik.

- Yesaya Putra Giventta…Keceriaanmu membangkitkan semangat tante..

- Teman-teman seperjuangan 2004. Thanks for the support….SEMANGAT!

- Ciput dan Nino, sahabat dan teman setia yang selalu berbagi cerita bersama.

Thanks atas ide-ide, saran, kebersamaan, serta doa kalian.

- Bertha Devi Aryani atas sharing dan masukannya.

- Marcellina Galuh…Thanks atas bantuannya.

- Teman-teman persekutuan BBC dan KOMPAREM atas doa-doanya.

- Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga Tugas Akhir ini dapat

terselesaikan.

(12)

yang bersifat membangun dari semua pihak.

Penyusun berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah

pengetahuan bagi para pembaca.

Yogyakarta, 19 Maret 2009

Penyusun

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR SKEMA... xvii

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Rumusan Masalah ….………. 5

C. Tujuan Penelitian …….……… 6

D. Manfaat Penelitian ……… 6

(14)

1. Pengertian Stres...……….. 8

2. Penyebab Stres ……….... 9

3. Jenis Stres...………... 10

B. Coping Stress ………... 10

1. Pengertian Coping Stress………... 10

2. Karakteristik Coping Stress………... 12

3. Fungsi Coping Stress...……….. 13

4. Bentuk-Bentuk Coping Stress....………... 15

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Coping Stress ...………... 19

C. Istri Bekerja……….... 22

D. Penderita Stroke………... 24

1. Penderita Stroke...………... 24

2. Kedudukan Suami Dalam Keluarga…...………... 26

E. Coping Stress Pada Istri Bekerja Dengan Suami Penderita Stroke...…...……... 27

F. Pertanyaan Penelitian... 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian………... 31

B. Variabel Penelitian……….. 32

(15)

C. Batasan Istilah …...….……… 32

D. Subjek Penelitian …….……….. 32

E. Metode Pengumpulan Data……… 33

F. Metode Analisis Data…..………... 35

G. Pemeriksaan Kesahihan dan Keabsahan Data……… 38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian………... 39

B. Pelaksanaan Penelitian ……… 40

C. Pembentukan Rapport...………. 40

D. Waktu dan Tempat Penelitian……… 41

E. Hasil Penelitian……..…..……….. 43

1. Identitas Subyek Penelitian……….. 43

2. Analisa Data………. 44

a) Deskripsi Stressor Pada Subjek 1………. 44

b) Deskripsi Sumber Daya Coping Pada Subjek1…….. 48

c) Deskripsi Coping Stress Pada Istri Bekerja dengan Suami Penderita Stroke Pada Subjek1……... 52

d) Dinamika Coping Stress Pada Istri Bekerja dengan Suami Penderita Stroke Pada Subjek 1…….. 59

e) Deskripsi Stressor Pada Subjek 2…………... 67

f) Deskripsi Sumber Daya Coping Pada Subjek 2……... 69

g) Deskripsi Coping Stress Pada Istri Bekerja

(16)

dengan Suami Penderita Stroke Pada Subjek 2……... 81

i) Deskripsi Stressor Pada Subjek 3…………... 92

j) Deskripsi Sumber Daya Coping Pada Subjek3……….…. 97

k) Deskripsi Coping Stress Pada Istri Bekerja

dengan Suami Penderita Stroke Pada Subjek 3…………...100

l) Dinamika Coping Stress Pada Istri Bekerja

dengan Suami Penderita Stroke Pada SubJek 3…………..107

3. Pembahasan.……….118

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………..………... 135

B. Keterbatasan Penelitian………. 136

C. Saran ………..……… 137

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(17)

DAFTAR SKEMA

Gambar 4.1 Skema Dinamika Subjek 1………. 66

Gambar 4.2 Skema Dinamika Subjek 2………. 91

Gambar 4.3 Skema Dinamika Subjek 3……….116

Gambar 4.4 Skema Dinamika Ketiga Subjek………117

(18)

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara……… 34

Tabel 4.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data……….. 41

Tabel 4.2 Data Demografis Subjek……… 43

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara……… 142

Lampiran 2 Pengkodingan Wawancara……… 148

Lampiran 3 Data Verbatim Wawancara Subjek 1……….. 153

Lampiran 4 Data Verbatim Wawancara Subjek 2 ……… 196

Lampiran 5 Data Verbatim Wawancara Subjek 3……… 223

Lampiran 6 Konfirmasi data Subjek 1…..……… 259

Lampiran 7 Konfirmasi data Subjek 2…..……… 275

Lampiran 8 Konfirmasi data Subjek 3………. 288

Lampiran 9 Wawancara Pendamping Subjek 1……….. 297

Lampiran 10 Wawancara Pendamping Subjek 2..……… 306

Lampiran 11 Wawancara Pendamping Subjek 3……… 309

Lampiran 12 Hasil Observasi Subjek 1.……… 313

Lampiran 13 Hasil Observasi Subjek 2……… 316

Lampiran 14 Hasil Observasi Subjek 3……… 318

(20)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Peran dan fungsi anggota keluarga dalam budaya patriarki

ditentukan dengan tegas. Suami sebagai kepala keluarga bertanggung

jawab mencari nafkah untuk menopang kehidupan keluarga. Sementara

tugas utama istri adalah merawat, memelihara, dan melayani kebutuhan

keluarga (Dagun, 1990). Akibatnya, istri menjadi sangat tergantung

kepada suami khususnya secara ekonomi. Keluarga yang menganut

budaya demikian akan mengalami perubahan fungsi dalam keluarga ketika

suami tidak mampu menjalankan fungsinya karena suatu penyakit tertentu,

salah satunya stroke. Istri harus melakukan dua peran sekaligus dalam

keluarganya, yaitu bekerja, memelihara keluarga, dan merawat suami.

Stroke merupakan salah satu penyakit akut yang merupakan

penyebab kecacatan fisik maupun mental pertama, serta merupakan

penyebab kematian ketiga sedunia setelah penyakit jantung dan kanker

(Harsono, dalam Seminar Stroke X, 2005). Penyakit tersebut akan

membawa beberapa trauma pasca serangan akut yang dinamakan gejala

sisa (sequaelae) dari serangan akut (Seminar Stroke II, 2004). Gejala

tersebut meliputi ketidakmampuan fisik, penurunan kognitif, gangguan

memori dan perhatian, serta gangguan emosional seperti depresi.

(21)

2

Perkembangan penyakit ini semakin pesat terjadi di negara

berkembang, artinya jumlah penderita stroke semakin bertambah dari

tahun ke tahun. Data dari bagian neurologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia/ RSCM Jakarta menunjukkan bahwa pada tahun

1999, kasus stroke yang dirawat sejumlah 562 kasus, tahun 2000 sejumlah

641 kasus, dan tahun 2001 sejumlah 722 kasus (Lumbantobing, 2003).

Beberapa fenomena menunjukkan bahwa kasus stroke yang terjadi di

Indonesia kebanyakan dialami oleh kaum pria berusia diatas 40 tahun,

walaupun tidak sedikit juga wanita dan usia remaja yang mengalaminya

(Kompas, 24 Juni 2005).

Meningkatnya pasien penderita stroke sayangnya belum diimbangi

oleh kepedulian masyarakat sekitar terhadap stroke, baik pencegahan

maupun perawatannya. Dr Sugianto, S.pS, M.Kes, PhD (Seminar Stroke

X, 2005) menyatakan bahwa peran keluarga sangat membantu dalam

proses penyembuhan dan perawatan pasien pasca stroke dengan

kelumpuhan, khususnya bagi pasangan hidup baik suami maupun istri.

Penyakit stroke banyak dialami oleh kaum pria atau suami namun

tidak sedikit pula wanita yang mengalaminya. Apabila penyakit stroke

dialami oleh seorang suami, maka peran istri sangat penting dan

mendukung dalam proses tersebut. Suami yang mengalami stroke akan

menderita kelumpuhan secara fisik dan membutuhkan pelayanan total dari

istri sehingga suami akan sangat tergantung pada istri, baik ketergantungan

(22)

Perawatan penderita pasca stroke untuk mencapai kesembuhan

membutuhkan waktu yang tidak singkat dan biaya yang cukup banyak.

Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola hidup bagi sebuah

keluarga, khususnya dalam budaya patriarki. Peran suami digantikan oleh

istri baik sebagai kepala keluarga yang harus bertanggung jawab

menopang kehidupan ekonomi keluarga, dan melindungi keluarga dari

ancaman luar (Dagun, 1990) yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh

istri. Istri mempunyai peran ganda yaitu bekerja untuk mencukupi

kebutuhan keluarga termasuk biaya perawatan pasca stroke dan istri

sebagai pendamping suami yang merawat dan melindungi keluarga dengan

penuh kesabaran. Istri juga harus memenuhi tuntutan pekerjaan yang

sebagian waktunya dihabiskan untuk bekerja.

Setelah bekerja, istri harus melayani suami yang mengalami

kelumpuhan pasca stroke dengan tegas dan penuh kesabaran, mengingat

penderita pasca stroke mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi baik

secara fisik maupun emosional sehingga waktu istirahat juga sangat

berkurang. Istri harus melayani kebutuhan suami, seperti kebutuhan

makan, minum, toilet training, melatih fungsi motorik, dan pemenuhan

kebutuhan kasih sayang. Kelelahan secara fisik ini juga ditambah dengan

kelelahan secara psikologis, dimana seorang istri harus menghadapi

seorang suami yang lumpuh dengan sensitifitas emosional, seperti

kecemasan, kemarahan, ketakutan dan ketergantungan yang cukup tinggi.

(23)

4

cukup banyak dikeluarkan untuk biaya perawatan. Tuntutan keadaan yang

sangat berbeda dengan kebiasaan sebelumnya menyebabkan seorang istri

harus melakukan penyesuaian diri. Bagaimana seorang istri yang bekerja

mengatasi situasi yang penuh dengan permasalahan dan harus

menyesuaikan dengan pola kehidupan yang baru?

Keadaan menekan menyebabkan seseorang mengalami suatu

kondisi stres, yaitu suatu keadaan dimana individu tidak mampu

menghadapi tekanan baik secara fisik, psikis maupun sosial (William

Kickers dalam Familia, Juni 2002). Kejadian yang dialami oleh individu

yaitu seorang istri bekerja dengan suami yang menderita stroke merupakan

suatu stressor yang merupakan penyebab terjadinya stres. Masing-masing

individu mempunyai tingkat toleransi stres yang berbeda-beda, tidak ada

suatu kriteria yang bisa mengukur situasi yang penuh dengan stres, kecuali

pengalaman individual. Untuk mencapai kesejahteraan psikologis, seorang

individu harus mampu mengatasi kondisi stres tersebut dengan suatu

strategi yang biasa disebut dengan coping stress. Coping stress adalah

suatu upaya penyelesaian yang dilakukan oleh individu dalam

mengahadapi situasi kehidupan yang penuh dengan stres dan

menyesuaikan diri terhadap pola kehidupan yang baru agar dapat

beradaptasi dan melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Strategi untuk

mengatasi berbagai situasi yang penuh dengan stres untuk masing-masing

(24)

Penelitian-penelitian sebelumnya hanya mengungkap tentang stres

pada penderita stroke dan masih sedikit yang melakukan penelitian

terhadap pihak keluarga yang merawatnya. Kasus terhadap pihak keluarga

yang merawat terakhir diteliti pada tahun 1989 yaitu Survey tentang

Pengalaman Coping Pada Perawat Stroke oleh Melody S. Casas dari

Asosiasi Rehabilitasi Nasional. Dengan mencermati gejala dari fenomena

tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana seorang istri yang

bekerja menghadapi situasi kehidupan (life event) merawat suami yang

mengalami stroke dan menentukan coping stress dalam kondisi yang

penuh dengan stressor.

Penelitian ini bermanfaat memberikan sebuah wacana bagaimana

seseorang dengan kasus serupa harus berjuang dan beradaptasi

menghadapi situasi stres serta menentukan strategi yang lebih tepat

berdasarkan pengalaman orang lain. Penelitian ini juga mampu

memberikan gambaran mengenai peran dan fungsi dari masing-masing

anggota keluarga jika dihadapkan pada sebuah non normative life event.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bentuk-bentuk

coping stress apakah yang digunakan oleh istri bekerja yang telah

(25)

6

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan stressor yang

dialami dan mengetahui bentuk-bentuk coping stress pada istri bekerja

yang telah melakukan proses perawatan pada suami yang menderita

stroke.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan mempunyai manfaat baik secara teoritis

maupun praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan secara teoritis dalam bidang psikologi,

khususnya dalam psikologi perkembangan, klinis, dan sosial yaitu

sebagai wacana untuk memberikan pengetahuan dan wawasan

mengenai bentuk-bentuk coping stress yang digunakan oleh seorang

istri dengan suami penderita stroke untuk mengatasi stressor yang

dialami. Penelitian kualitatif menggambarkan dengan lebih bebas dan

nyata mengenai stressor yang dihadapi dan bentuk-bentuk coping

stress yang digunakan. Hasil dari penelitian ini diharapkan lebih

mendalam dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dan mampu

menunjukkan kesesuaian antara teori dan aplikasi.

2. Manfaat Praktis

Dalam ranah praktis, penelitian ini memberikan sumbangan bagi

(26)

a. Istri penderita stroke

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi dan informasi bagi istri yang mengalami kasus serupa

untuk menentukan upaya penyelesaian yang lebih baik dengan

situasi yang dihadapinya.

b. Pendamping (konselor)

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan

bahan referensi untuk keperluan konseling dan pendampingan

psikologis bagi istri yang mengalami kasus serupa.

c. Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana untuk

memberikan gambaran dan wawasan kepada masyarakat mengenai

stressor yang dialami dan coping stress yang digunakan oleh istri

bekerja dengan suami penderita stroke. Melalui gambaran yang

dipaparkan, diharapkan masyarakat menyediakan diri untuk

(27)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. STRES

1. Pengertian Stres

Secara umum stres dapat diartikan sebagai suatu keadaan

tertekan atau suatu keadaan dimana individu mengalami

ketegangan jiwa yang disebabkan oleh faktor eksternal dari

lingkungan dan faktor internal dari individu itu sendiri. Menurut

Selye (dalam Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000), stres merupakan

suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap beberapa tuntutan

yang ada. Organisme akan terangsang dan termotivasi ketika

organisme tersebut merasakan adanya suatu ancaman (Canon,

dalam Smet, 1994).

Stres yang dialami oleh individu tidak dapat dihindari

dalam proses kehidupan manusia. Oleh karena itu permasalahan

mengenai stres akan selalu menjadi pembahasan yang tidak pernah

berhenti. Gerig dan Zimbardo (2008) juga mengemukakan bahwa

stres adalah pola respon organisme terhadap stimulus yang

mengganggu keseimbangan dan memerlukan kemampuan untuk

mengatasinya.

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para

ahli, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan

(28)

dimana individu mengalami ketidakseimbangan antara tuntutan

dan keinginan yang dirasakan dengan kemampuan yang dimiliki

untuk menjalani tuntutan tersebut.

2. Penyebab Stres

Menurut Paser & Smith (2004), penyebab stres atau

stressor merupakan suatu jenis stimulus tertentu, baik bersifat fisik

atau psikologis, yang mengakibatkan suatu tuntutan yang

mengancam kesejahteraan dan menuntut kita untuk beradaptasi

dengan cara tertentu. Karakteristik stressor yang menjadikan suatu

peristiwa dapat menimbulkan stres adalah intensitas, lama atau

jangka waktu kejadian, terduga atau tidak, besar atau kecilnya

kontrol seseorang, serta lamanya dampak peristiwa tersebut

dirasakan oleh seseorang. Van Praag dan Zautra (dalam Paser &

Smith, 2004) membagi macam-macam stressor berdasarkan

intensitasnya, yaitu :

a. Microstressor

Berupa masalah sehari-hari dan gangguan sepele yang

dihadapi dalam keseharian kita.

b. Major Negatif Event

Peristiwa-peristiwa negatif besar yang sangat membebani dan

(29)

10

c. Catastrophic Events

Peristiwa yang terjadi secara tak terduga dan berpengaruh

terhadap sejumlah besar masyarakat.

Misalnya : Perang atau terorisme

3. Jenis Stres

Semua perubahan dalam hidup individu dapat menyebabkan stres. Stres dapat dibagi menjadi 2 yaitu stres yang positif yang

memberi motivasi dan semangat bagi kehidupan seseorang

(eustress) dan stres yang justru melemahkan individu yang disebut

dengan distress (Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000).

B. COPING STRESS

1. Pengertian Coping Stress

Secara harfiah, kata coping berasal dari kata dasar cope yang

berarti menanggulangi, mengatasi, dan menguasai (Chaplin, 2004).

Istilah coping stress menjadi salah satu istilah yang sudah sangat

umum dipakai oleh individu dewasa ini karena dengan teknologi

yang semakin maju, semakin banyak pula individu yang mengalami

stres dan berusaha untuk mengatasi situasi tersebut.

Beberapa ahli telah mendefinisikan arti kata coping stress

dalam berbagai buku. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Huffman,

Vernoy & Vernoy, 2000), coping stress adalah usaha kognitif dan

(30)

individu untuk mengatur berbagai tuntutan spesifik baik eksternal

maupun internal yang dinilai mengganggu atau melampaui

kemampuan yang dimiliki individu. Selain untuk mengatur stres,

menurut Lavine coping stress juga mempunyai fungsi lain yaitu

suatu usaha penyesuaian diri terhadap kondisi stres (dalam

Setyaningsih, 2003).

Cohen & lazarus (dalam Cohen, 1987) mengemukakan bahwa

coping stress merupakan usaha yang berupa perilaku dan pikiran

yang digunakan individu untuk mengatur tuntutan dan lingkungan.

Senada dengan hal tersebut Lazarus & Launier (dalam Taylor, 1999)

menjelaskan bahwa coping stress sebagai suatu usaha kognitif dan

behavioral yang dilakukan seseorang untuk mengatur tuntutan

internal dan eksternal yang timbul dari hubungan individu dan

lingkungan, yang dinilai mengganggu atau di luar batas kemampuan

yang dimiliki individu. Usaha tersebut meliputi usaha untuk

menguasai, menghadapi, menurunkan, meminimalisasi, dan

menahan. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa coping stress merupakan suatu usaha yang

berupa pikiran, perilaku atau tindakan yang digunakan oleh individu

dalam menghadapi situasi yang mengancam untuk mengatasi,

(31)

12

2. Karakteristik Coping Stress

Coping stress memiliki beberapa karakteristik yang perlu

diperhatikan sebelum seorang individu menggunakannya. Menurut

Folkman dan Lazarus (Taylor, 1999), terdapat tiga karakteristk

coping, yaitu :

a. Coping merupakan suatu proses yang dinamis. Coping adalah

sebuah rangkaian yang terdiri atas interaksi antara individu,

dengan segala kemampuan, nilai, dan komitmen) dan

lingkungan beserta sumber-sumber, tuntutan, dan paksaan.

Dalam pengertian tersebut, coping bukanlah suatu proses sesaat

namun merupakan serangkaian respon yang berlangsung

sepanjang waktu dimana individu dan lingkungan akan saling

berinteraksi dan mempengaruhi.

b. Coping menggambarkan adanya keluasan cakupan, artinya

proses coping meliputi seluruh tindakan dan reaksi terhadap

situasi stressfull. Proses coping yang dilakukan bukan hanya

berupa tindakan tetapi juga merupakan reaksi emosional

individu. Jadi reaksi emosional individu dapat dikatakan

sebagai bagian dari proses coping yang terjadi.

c. Coping berkaitan erat dengan penilaian yang dilakukan

individu terhadap situasi yang dialami. Proses coping meliputi

penilaian individu untuk menilai situasi yang mengancam,

(32)

serta mengetahui cara menghadapi atau sebaliknya, menghindar

dari situasi tersebut.

3. Fungsi Coping Stress

Secara umum, coping mempunyai 2 macam fungsi. Menurut

Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1994), coping dibagi kedalam

2 fungsi utama yaitu emotion-focused coping dimana coping

berfungsi sebagai suatu usaha untuk mengatur dan menahan emosi

yang ditimbulkan oleh adanya situasi yang penuh stres serta

problem-focused coping yang berfungsi sebagai suatu usaha untuk

memecahkan masalah. Serupa dengan pendapat tersebut, Hamburg,

Coelho, dan Adams (dalam Cohen, 1987) juga mengemukakan hal

yang sama yaitu membagi fungsi coping menjadi 2 fungsi dasar yaitu

problem-focused coping dan emotion-focused coping.

Kedua fungsi coping ini menjadi sebuah konseptualisasi yang

paling berpengaruh dalam dunia ilmu pengetahuan serta mempunyai

perbedaan-perbedaan yang sangat jelas. Problem-focused coping

digunakan untuk mengontrol hubungan yang terjadi antara individu

dengan lingkungannya melalui suatu pemecahan masalah,

pembuatan keputusan atau tindakan langsung, sedangkan

emotion-focused coping diarahkan pada pengontrolan terhadap emosi-emosi

yang tidak menyenangkan (Folkman dan Lazarus, dalam Sarafino,

1994). Senada dengan pernyataan tersebut, Taylor (1999)

(33)

14

tindakan yang konstruktif dalam menghadapi situasi yang dianggap

berbahaya dan mengancam. Berbeda dengan emotion-focused coping

yang juga dikatakan sebagai pengontrolan terhadap emosi yang tidak

menyenangkan sehingga orang dapat mengatur respon emosionalnya

melalui pendekatan kognitif dan perilaku. Misalnya, penggunaan

alkohol atau obat-obatan terlarang, dan mencari dukungan sosial dari

teman.

Emotional-focused coping efektif digunakan pada situasi yang

cenderung sulit diubah, seperti kematian keluarga terdekat.

Bentuk-bentuk dari emotion-focused coping ini memungkinkan individu

untuk mencari hal-hal yang baik dari masalah yang dihadapi,

memperoleh simpati, dan pengertian dari orang lain, agama, bahkan

melupakan semua masalah. Sedangkan problem-focused coping akan

lebih efektif jika diterapkan pada situasi yang cenderung dapat

diubah (Vitalino et al, dalam Taylor et al, 2000), misalnya seorang

istri yang tertekan karena tuntutan situasi yang harus bekerja

mencukupi kebutuhan keluarganya dan merawat suami yang

menderita stroke dengan kelumpuhan. Kedua fungsi tersebut

mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing jika diterapkan

pada situasi yang berbeda sehingga dapat digunakan bersama-sama

(34)

Folkman dan Lazarus (Taylor, 1999) mengemukakan beberapa

tujuan penggunaan strategi untuk menyelesaikan suatu keadaan

stressfull yang digunakan oleh individu, yaitu :

a. Mengurangi hal-hal yang membahayakan dari situasi dan

kondisi lingkungan.

b. Menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian negatif yang

dijumpai dalam kehidupan nyata.

c. Mempertahankan citra diri positif.

d. Mempertahankan keseimbangan emosional.

e. Meneruskan menjalin relasi yang memuaskan dari orang lain.

4. Bentuk-Bentuk Coping Stress

Beberapa ahli berusaha untuk membagi dan mengorganisasi

bentuk-bentuk coping stress untuk memperjelas penggolongannya.

Oleh karena itu, terdapat beberapa penggolongan bentuk coping

stress, namun penyusun menggunakan pembagian bentuk-bentuk

coping stress menurut Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) karena

penggolongannya cukup jelas dan mampu membedakan

masing-masing strategi berdasarkan fungsi coping itu sendiri. Carver,

Scheier, dan Weintraub (1989) membagi macam-macam coping

stress menjadi 13 bentuk yang terdiri dari 5 bentuk yang termasuk ke

dalam problem-focused of coping dan 8 bentuk tergolong ke dalam

emotion-focused of coping. Adapun bentuk-bentuk coping stress

(35)

16

a. Problem Focused of Coping (PFC)

1) Active Coping atau Coping Aktif

Merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan

adanya langkah nyata yang dilakukan oleh individu untuk

menyelesaikan atau menghadapi masalah serta adanya

keputusan untuk mengambil langkah yang bijaksana sebagai

pemecahan masalah.

2) Planning atau Membuat Perencanaan

Adalah coping yang ditandai dengan adanya usaha untuk

memikirkan cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi

stressor atau dapat juga berupa usaha untuk membuat

rencana penyelesaian masalah.

3) Suppression of Competing Activities atau Menekan Aktifitas

Lain

Yaitu salah satu bentuk coping yang ditandai dengan adanya

usaha individu untuk mengurangi perhatian dari aktivitas lain

sehingga individu dapat lebih memfokuskan diri pada

permasalahan yang sedang dihadapi.

4) Restraint Coping atau Mengendalikan Tindakan

Merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan

usaha individu untuk menunggu waktu dan kesempatan yang

tepat untuk bertindak. Individu berusaha untuk menahan diri

(36)

5) Seeking Social Support for Instrumental Reasons atau

Mencari Dukungan Sosial untuk Alasan Instrumental

Yaitu salah satu bentuk coping yang terwujud dalam usaha

individu untuk mencari saran, bantuan, dan informasi dari

orang lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

masalah.

b. Emotion Focused of Coping (EFC)

1) Seeking Social Support for Emotional Reasons atau Mencari

Dukungan Sosial untuk Alasan Emosional

Adalah salah satu bentuk coping yang ditandai dengan

adanya usaha individu untuk mencari dukungan moral,

simpati, dan pemahaman dari orang lain. Dukungan, simpati,

dan perhatian dari orang lain ini diharapkan dapat menjadi

kekuatan bagi individu dalam mengahadapi masalahnya.

2) Positive Reinterpretation atau Memaknai Kembali Secara

Positif

Strategi coping ini ditandai dengan adanya usaha untuk

memaknai semua kejadian yang dialami sebagai sesuatu hal

yang positif dan bermanfaat bagi perkembangan diri.

3) Acceptance atau Penerimaan

Diartikan sebagai adanya sikap untuk menerima kejadian dan

(37)

18

4) Denial atau Penyangkalan

Merupakan usaha individu untuk menolak atau menyangkal

kejadian sebagai sebuah kenyataan yang harus dihadapi.

5) Turning to Religion atau Kembali pada Agama

Adalah salah satu bentuk coping yang ditandai oleh adanya

usaha untuk mencari kenyamanan dan rasa aman dengan cara

kembali pada agama. Biasanya diwujudkan dalam doa,

meminta bantuan pada Tuhan, serta adanya sikap pasrah pada

Tuhan.

6) Focusing on and Venting Emotions atau Berfokus pada

Emosi dan Penyaluran Emosi

Merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan

usaha untuk meningkatkan kesadaran akan adanya tekanan

emosional dan secara bersamaan melakukan upaya untuk

menyalurkan atau meluapkan perasaan-perasaan tersebut.

7) Behavioral Disengagement atau Pelepasan Perilaku

Adalah salah satu bentuk coping yang ditandai dengan

adanya penurunan usaha untuk menghadapi stressor

(menyerah terhadap situasi yang dialami). Bentuk coping ini

juga dikenal dengan istilah putus asa. Bentuk nyata dari rasa

putus asa dapat mengarah pada tindakan individu untuk

mabuk-mabukan atau minum-minuman keras sebagai cara

(38)

8) Mental Disengagement atau Pelepasan Secara Mental

Yaitu usaha individu untuk mengalihkan perhatian dari

permasalahan yang dialami dengan melakukan aktivitas lain

seperti berkhayal atau tidur.

Coping stress memberikan dampak baik secara psikologis,

sosial, dan fisiologis. Hasil penggunaan coping secara psikologis

meliputi reaksi emosional, seperti depresi dan kecemasan,

kesejahteraan, dan performansi kerja. Sedangkan secara sosial,

proses coping berdampak pada perubahan hubungan interpersonal

dan kemampuan untuk memenuhi peranan sosial. Hasil secara

fisiologis meliputi reaksi fisiologis jangka pendek, seperti gangguan

sistem saraf autonomic, hormonal dan reaksi fisiologis jangka

panjang, misalnya perkembangan penyakit jantung coronaer (Cohen,

1987). Hasil akhir dari penggunaan proses coping dapat dilihat dari

kemampuan individu untuk melanjutkan kehidupan.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pemilihan Coping Stress. Kemampuan individu untuk melakukan coping stress

berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya

penyebab stres itu sendiri yang meliputi kompleksitas, intensitas, dan

lamanya peristiwa tersebut terjadi. Lazarus dan Folkman (1984,

dalam Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000) mengemukakan beberapa

sumberdaya coping yang dimiliki oleh individu yang dapat

(39)

20

a) Kesehatan dan Energi

Kesehatan individu secara signifikan mempengaruhi

kemampuan individu untuk melakukan coping stress. Semakin

kuat dan sehat seseorang, semakin baik coping stress dilakukan

dan semakin lama individu memiliki kemampuan untuk

bertahan dalam kondisi tersebut tanpa merasa lelah.

b) Kepercayaan Positif

Penelitian menunjukkan bahwa peristiwa yang secara temporal

meningkatkan harga diri dapat mengurangi tingkat kecemasan

yang disebabkan oleh kejadian yang penuh dengan stres

(Greenberg et al., 1989 dalam Huffman, Vernoy & Vernoy,

2000). Beberapa kepercayaan positif yang dapat mempengaruhi

individu untuk melakukan pemilihan coping stress yaitu

gambar diri dan perilaku positif, penghargaan diri, serta emosi

positif, misalnya tertawa (Cousins, 1979 dalam Huffman,

Vernoy & Vernoy, 2000).

c) Locus of Control Internal

Penelitian yang dilakukan oleh Strickland (1978, dalam

Huffman, Vernoy & Vernoy, 2000) menunjukkan bahwa

individu yang memiliki locus of control internal lebih berhasil

melakukan coping daripada individu yang tidak mempunyai

kontrol. Senada dengan ungkapan Cohen dan Edwards (1989,

(40)

control internal adalah satu-satunya penahan stres yang dapat

dipercaya. Individu yang mempunyai locus of control eksternal

merasa bahwa dirinya tidak dibantu dan lemah untuk merubah

keadaan.

d) Kemampuan Sosial

Individu yang mempunyai kemampuan sosial, memiliki tingkat

kecemasan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan orang

yang tidak mempunyai kemampuan sosial. Kemampuan sosial

yang seharusnya dimiliki oleh individu, misalnya melakukan

tindakan yang tepat pada situasi tertentu, memulai

pembicaraan, dan berekspresi dengan baik. Kemampuan sosial

yang efektif tidak hanya membantu individu untuk berinteraksi

dengan orang lain, namun juga membantu mengkomunikasikan

kebutuhan dan keinginan individu, membantu ketika individu

membutuhkan dan menurunkan permusuhan dalam situasi yang

penuh dengan ketegangan.

e) Dukungan Sosial

Winnubst, Buunk, dan Marcelissen (1988, dalam Huffman,

Vernoy & Vernoy, 2000) mengemukakan bahwa dukungan

sosial dapat menahan pengaruh keadaan stres dari perceraian,

kehilangan orang yang dicintai, penyakit kronis, kehamilan,

(41)

22

Dukungan sosial dapat berupa saran dan perhatian dari teman

dan keluarga serta dukungan kelompok.

f) Sumber material

Uang dapat meningkatkan jumlah pilihan untuk menghilangkan

sumber stres atau mengurangi pengaruh stres, misalnya makan

bergizi, mengikuti program olahraga, diet sehat, bantuan medis

dan psikologis, serta berhenti bekerja dan beristirahat. Menurut

Lazarus dan Folkman (1984, dalam Huffman, Vernoy &

Vernoy, 2000), orang yang mempunyai uang memiliki keahlian

untuk menggunakan uang lebih baik dan memiliki pengalaman

stres yang lebih sedikit daripada daripada orang yang tidak

mempunyai uang.

C. ISTRI BEKERJA

Fenomena wanita bekerja menjadi sebuah perilaku umum di jaman

modern yang mulai meninggalkan tradisionalisme budaya dan masyarakat.

Perilaku ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan yang masih

memegang teguh prinsip paternalistik yang meyakini bahwa yang

bertanggung jawab mencukupi kebutuhan finansial dan melindungi

keluarga adalah laki-laki atau suami jika berada dalam unit keluarga.

Menurut konsep tradisional, peranan wanita selalu dikaitkan dengan

rumah, dapur, dan anak. Wanita menempati posisi sebagai ‘konco

(42)

Wanita di dalam keluarga yang menganut faham patriarki, berperan

merawat dan melayani suami serta anak-anak dengan penuh kesabaran dan

kasih sayang, tanpa harus memikirkan kebutuhan finansial keluarga yang

notabene adalah tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga. Namun

jika suami tidak mampu lagi melakukan tugasnya karena sakit, apakah

keberlangsungan hidup keluarga akan berhenti? Untuk mengatasi

permasalahan tersebut, istri harus menggantikan posisi dan tanggung

jawab suami yaitu bekerja untuk mencukupi kebutuhan dan melindungi

keluarga dari ancaman luar. Selain menggantikan tugas suami, istri juga

memiliki peran ganda yaitu merawat dan memelihara suami serta

anak-anak. Istri dengan budaya patriarki merasakan banyak perubahan tugas

sehingga lebih sulit melakukan penyesuaian diri dibanding istri yang

menganut faham kesetaraan.

Faktor utama yang memotivasi istri bekerja adalah untuk

memenuhi kebutuhan finansial keluarga selain pemenuhan kebutuhan

sosial-relasional dan aktualisasi diri (team e-psikologi, 2002), terutama

bagi keluarga golongan ekonomi menengah ke bawah. Seorang istri tidak

mempunyai pilihan lain untuk melakukan dua tanggung jawab sekaligus

karena salah satu fungsi keluarga tidak dapat menjalankan tugasnya

(43)

24

D. PENDERITA STROKE

1. Penyakit Stroke

Stroke merupakan salah satu contoh penyakit akut yang

membutuhkan perawatan dalam jangka waktu lama dan biaya yang

cukup besar. Secara medis, penyakit stroke adalah suatu sindrom klinis

dengan gejala berupa gangguan otak secara lokal atau global, yang

dapat menimbulkan kematian atau kelainan menetap lebih dari 24 jam,

tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskuler (WHO, 1982 dalam

Seminar Stroke X, 2005). Stroke dipandang sebagai sebuah bencana

atau gangguan peredaran darah di otak yang disebut juga

cerebro-vaskular accident (Lumbantobing, 2003). Beberapa faktor risiko dari

stroke terdiri dari: umur, gender, hipertensi, arterial fibrilasi, penyakit

coronaer, diabetes, hypercholesterolemia, dan merokok (Benson &

Sacco, 2000, dalam Seminar Stroke X, 2005). Akibat dari stroke dapat

mempengaruhi beberapa fungsi, yaitu fungsi motor dan sensori, sistem

saraf autonomic, keseimbangan, ambulasi, speech, persepsi, kognisi,

dan mood. Broeks, dkk (1999, dalam Seminar Stroke X, 2005)

mengemukakan bahwa sebagian besar dari perbaikan fungsi

didapatkan selama 16 minggu setelah stroke dan setengah dari

penderita gagal mengembalikan fungsi dari kelumpuhan tangannya

setelah 4 tahun. Anggota badan yang terkena akan menyebabkan

kecacadan berat bila disertai dengan kehilangan sensosik dan

(44)

Stroke selain menimbulkan beberapa gangguan fisik juga

mengakibatkan gangguan emosional dan perilaku, misalnya depresi

dan apathy, kecemasan berlebihan, perilaku sering menangis atau

tertawa. Beberapa gejala fisik dan psikologis dari penderita depresi

pasca stroke yaitu :

a Perasaan lambat atau gelisah dan tidak bisa duduk tenang.

b Merasa tidak berharga atau bersalah.

c Peningkatan atau penurunan nafsu makan atau berat badan.

d Masalah konsentrasi berpikir, daya ingat atau pengambilan

keputusan.

e Gangguan tidur atau tidur berlebihan.

f Kehilangan energi atau merasa lelah sepanjang hari.

g Sakit kepala.

h Gangguan pencernaan.

i Masalah seksual.

j Perasaan pesimis atau tidak ada harapan.

k Rasa cemas atau takut.

l Berpikir untuk bunuh diri

Depresi post stroke berhubungan dengan ketergantungan fungsional

dan wanita, umur muda, dan gangguan sosial.

Penyakit stroke juga mempunyai pengaruh terhadap kualitas

hidup individu jangka panjang dan kesejahteraan keluarga. Beberapa

(45)

26

kepuasan hidup, ketergantungan yang tinggi, kelumpuhan secara fisik,

dan menurunnya fungsi sosial. Menurunnya fungsi sosial disebabkan

karena frekuensi kontak sosial yang menurun, misalnya teman-teman

berhenti mengunjungi sehingga menyebabkan adanya isolasi sosial.

Disamping itu, kelumpuhan secara fisik menimbulkan adanya

ketergantungan pada anggota keluarga dalam fungsi sosial maupun

fungsi biologisnya, misalnya makan, mandi, dan masalah pengeluaran

(BAB dan BAK) yang harus selalu dilayani oleh keluarga (Anderson,

dkk dalam Seminar Stroke X, 2005) sehingga berdampak pada

kesejahteraan keluarga.

2. Kedudukan Suami dalam Keluarga

Kedudukan suami didalam unit terkecil, yaitu keluarga

mempunyai peran cukup besar yaitu sebagai kepala keluarga yang

memimpin dan mengarahkan kehidupan keluarga. Dagun (1990)

mengemukakan tentang beberapa peran pria dalam keluarga, yaitu :

a. Pria bertugas menopang kehidupan ekonomi keluarga. Seorang

pria diharuskan bekerja untuk membiayai kebutuhan pokok

keluarga yang meliputi sandang, pangan, dan papan.

b. Pria bertugas melindungi keluarga terhadap situasi-situasi tidak

aman diluar rumah. Seorang pria biasanya berpikir mengenai

cara untuk menjaga dan melindungi keluarga dengan tetap

(46)

c. Pria bertugas sebagai pengatur dalam keluarga, ia mengepalai

keluarga dan menjaga segala sesuatu yang berlangsung dalam

kehidupan keluarga melalui kebijakan-kebijakan yang diambil

bersama istri dalam menyelenggarakan keluarga.

E. COPING STRESS PADA ISTRI BEKERJA DENGAN SUAMI

PENDERITA STROKE

Berdasarkan uraian beberapa teori diatas, maka diperoleh suatu

konsep mengenai penelitian ini. Istri yang bertugas untuk merawat dan

memelihara keluarga yaitu suami dan anak dalam budaya paternalistik,

mengalami sebuah peristiwa yang disebut dengan non normative life event

yaitu harus menggantikan peran suami karena suami menderita penyakit

stroke.

Beberapa akibat dari penyakit stroke adalah adanya gangguan baik

secara fisik maupun emosional, seperti depresi dan sensitifitas emosional.

Penderita pasca stroke mengalami penurunan kualitas hidup yang nantinya

akan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga. Penderita stroke

memiliki ketergantungan kepada keluarganya yaitu ketergantungan secara

biologis, misalnya kebutuhan makan, mandi, fungsi pengeluaran dan

ketergantungan secara sosial yaitu menurunnya kualitas dan fungsi sosial

sehingga mengakibatkan terjadinya isolasi sosial. Ketergantungan ini

menyebabkan konflik dalam keluarga dimana dapat merongrong peran

(47)

28

Kedudukan suami didalam keluarga yang menganut prinsip

patriarki adalah sebagai pengatur, pelindung, dan berperan mencukupi

kebutuhan keluarga. Sebuah keluarga dimana seorang suami menderita

penyakit stroke dan mengalami kelumpuhan, menyebabkan peran suami

tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Perubahan peran dalam keluarga,

perilaku non supportive, dan reaksi emosional mengakibatkan adanya

disfungsi keluarga dan perubahan pola hidup dalam keluarga.

Peran suami harus digantikan oleh istri jika ingin keberlangsungan

keluarga tetap berjalan. Seorang istri yang semula hanya melayani

keluarga, harus bekerja mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga dan

melindungi keluarga dari ancaman. Peran ganda istri ini menimbulkan

kelelahan baik secara fisik maupun psikologis karena harus melakukan

proses penyesuian diri yang lebih, jika dibandingkan dengan istri yang

sudah bekerja sebelumnya. Seorang istri harus memenuhi tuntutan

pekerjaan dan menghabiskan waktunya untuk bekerja. Setelah itu istri

harus merawat dan melayani suaminya yang mengalami kelumpuhan,

seperti melayani kebutuhan fisik, melatih berjalan atau terapi sehingga

tidak ada waktu untuk istirahat. Selain itu, istri juga harus memikirkan

kondisi keuangan keluarga yang meliputi biaya perawatan penderita

stroke.

Kondisi-kondisi inilah yang memicu munculnya situasi stres. Stres

dapat dibagi menjadi stres yang positif (eustress) dan stres yang

(48)

stressor atau tuntutan. Karakteristik stressor yang menjadikan suatu

peristiwa dapat menimbulkan stres adalah intensitas, lama atau jangka

waktu kejadian, terduga atau tidak, besar atau kecilnya kontrol seseorang,

serta lamanya dampak peristiwa itu dirasakan oleh seseorang. Penyebab

stres yang dialami oleh individu berdasarkan intensitasnya meliputi

microstressor, major negatif event, dan catastrophic event Hal tersebut

mempengaruhi hubungan seorang istri baik dengan suami, anak, maupun

hubungannya dengan lingkungan. Peristiwa negatif yang sangat

membebani individu menuntut individu untuk mengatasinya melalui

sebuah strategi coping yang dibagi menjadi 2 fungsi besar, yaitu problem

focused of coping (active coping, planning, suppression of competing

activities, restraint coping, seeking social support for instrumental

reasons) dan emotion focused of coping (seeking social support for

emotional reasons, positive reinterpretation, acceptance, denial, turning

to religion, focusing on and venting emotions, behavioral disengagement,

dan mental disengagement). Usaha individu ini digunakan untuk

membantu seorang istri menyesuaikan diri terhadap perubahan pola dan

fungsi keluarga sehingga seorang istri mampu menjaga agar kehidupan

keluarga tetap berlangsung.

F. PERTANYAAN PENELITIAN 1. Pertanyaan Inti

(49)

30

Bentuk-bentuk coping stress apakah yang digunakan oleh istri bekerja

yang telah melakukan proses perawatan pada suami yang menderita

stroke?

2. Sub Pertanyaan

Pertanyaan-pertanyaan lanjutan dalam penelitian ini adalah:

a) Apa saja stressor yang dialami oleh istri bekerja dengan suami

penderita stroke?

b) Sumber daya coping apakah yang dimiliki oleh istri yang

mempengaruhi pemilihan coping stress yang digunakan?

c) Apa hasil dari penggunaan coping stress terhadap kelangsungan

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS DAN METODE PENELITIAN

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif yaitu penelitian dengan konteks alamiah yang lebih berfokus

pada variasi pengalaman subjek penelitian (Danim, 2002) yang merupakan

suatu penelitian studi deskriptif (descriptive study). Penelitian studi

deskriptif berusaha menggambarkan, menjelaskan, menafsirkan, dan

menganalisa data sedekat mungkin sesuai dengan bentuk aslinya. Dengan

metode ini diharapkan diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang objek

dan dapat melukiskan berdasarkan fakta yang ada.

Penelitian dengan metode kualitatif tidak mementingkan hasilnya,

tetapi memberikan penekanan pada dinamika dan prosesnya. Menurut

Moleong (2002), penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna

sehingga fokus penelitian terpaut langsung dengan masalah kehidupan

manusia. Senada dengan hal tersebut, penelitian kualitatif bertujuan untuk

memberikan makna atas fenomena secara holistik sehingga peneliti harus

memerankan dirinya secara aktif dalam keseluruhan proses studi (Danim,

2002).

(51)

32

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah coping stress

pada istri bekerja dengan suami penderita stroke.

C. BATASAN ISTILAH

Batasan istilah dalam penelitian ini, yaitu coping stress merupakan

suatu usaha yang berupa pikiran, perilaku atau tindakan yang digunakan

oleh individu dalam menghadapi situasi yang mengancam untuk

mengatasi, mengurangi bahkan beradaptasi terhadap situasi tersebut.

D. SUBJEK PENELITIAN

Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif tidak

menekankan pada upaya untuk menggeneralisasi melalui perolehan sampel

acak, melainkan merupakan suatu upaya untuk memahami sudut pandang

dan konteks penelitian secara mendalam. Oleh karena itu, subjek

penelitian ditentukan menggunakan teknik purposif sampling didasarkan

pada kriteria-kriteria tertentu yang sesuai dengan konsep penelitian.

Beberapa kriteria subjek dalam penelitian ini adalah :

1. Subjek memiliki suami yang mengalami dan sedang menderita

kelumpuhan akibat penyakit stroke. Peristiwa tersebut terjadi kira-kira

1 sampai 2 tahun dengan pertimbangan bahwa semakin lama subyek

menjalani proses tersebut, maka subyek akan lebih adaptif dalam

(52)

2. Subjek adalah seorang istri bekerja yang merawat suami.

Penyusun tidak membatasi usia subjek karena peneliti ingin mendapatkan

data yang bervariasi sehingga akan menambah kekayaan data penelitian

ini.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara

dan observasi, dimana wawancara digunakan sebagai metode utama dan

observasi sebagai metode tambahan dalam pengambilan data.

1. Wawancara

Metode wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara

mendalam yang berusaha untuk mengungkap mengenai data mendalam

yang sangat personal dan sensitif bagi subjek (Poerwandari, 2005).

Wawancara yang dilakukan terjadi ketika subjek mengetahui atau

menyadari bahwa mereka sedang dalam proses wawancara dan

memahami tujuan dari wawancara tersebut yang disebut wawancara

terbuka (Moleong, 2000), dimana penyusun membutuhkan adanya

panduan untuk melakukan wawancara. Panduan wawancara (general

question) yang dibuat masih memungkinkan dilakukan improvisasi

pada saat wawancara sesuai dengan kebutuhan. Adapun pedoman

(53)

34

Tabel 3.1

PEDOMAN WAWANCARA

No Hal yang Diungkap

Latar belakang subjek yang meliputi:

pekerjaan dan kegiatan, sifat dan perilaku,

serta pandangan subjek mengenai dirinya

sendiri, dan hubungannya dengan lingkungan

Latar belakang suami yang meliputi:

pekerjaan, sifat, perilaku dan kebiasaan yang

dilakukan oleh suami 1 Riwayat kehidupan

subjek dan suami

Hubungan suami dan istri selama menjalani

kehidupan berumahtangga, usia pernikahan,

dan hubungan masing-masing dan keduanya

dengan anak.

Stressor yang dialami oleh istri bekerja

an suami penderita stroke yang berkaitan

an jangka waktu antara peristiwa dengan

anya proses perawatan yang dilakukan

oleh istri. deng

deng

lam

Sumber daya coping yang dimiliki istri untuk

melakukan coping stress

Coping stress yang dilakukan oleh istri untuk

mengatasi permasalahan yang muncul 2 Coping stress yang

dilakukan istri

bekerja dengan

suami penderita

stroke

Hasil dari penggunaan cara tersebut, meliputi

pikiran, perasaan, dan sikap

Pedoman wawancara menggunakan metode pedoman umum

(54)

mengenai hal-hal yang harus dibahas, sekaligus sebagai daftar

pengecek mengenai hal-hal relevan tersebut telah dibahas atau

ditanyakan. Penyusun merekam proses wawancara dengan alat

perekam yang kemudian dituliskan dalam bentuk teks kata per kata

atau verbatim. Adapun pedoman wawancara secara lengkap yang

digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada halaman lampiran

(Lampiran 1).

2. Observasi

Metode observasi dalam penelitian ini adalah observasi

informal yang merupakan metode tambahan yang sifatnya terbuka dan

fleksibel artinya observasi dilakukan terhadap perilaku subjek pada

saat wawancara berlangsung. Pencatatan yang dilakukan menggunakan

model pencatatan naratif yaitu pencatatan yang bersifat anekdot dan

mencakup apa saja yang perlu untuk diperhatikan, serta tidak

membutuhkan ketentuan waktu dan sistem koding tertentu dalam

analisisnya.

F. METODE ANALISIS DATA

Metode analaisis data yang dilakukan mengikuti analisis data yang

dilakukan dalam metode penelitian kualitatif yang melalui beberapa

(55)

36

1. Organisasi Data

Data kualitatif merupakan data yang sangat beragam dan

banyak. Oleh karena itu diperlukan pengorganisasian data secara rapi,

sistematis dan selengkap mungkin yang berupa data mentah, data yang

sudah diproses sebagian yaitu transkripsi wawancara, dan catatan

obsevasi. Hal ini memungkinkan penyusun untuk memperoleh kualitas

data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, serta

menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian

penelitian.

2. Koding dan Analisis

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis baris

per baris, per kalimat, dan per paragraf yang disebut dengan istilah

open koding. Koding dimaksudkan untuk mengorganisasi dan

mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data

dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengkodean adalah :

a) Penyusun membuat transkrip verbatim (kata demi kata)

b) Penyusun secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada

baris-baris transkrip dan catatan lapangan.

c) Penyusun memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan

kode tertentu.

Keempat wawancara yang dilakukan oleh penyusun dalam

(56)

a) WSX adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek

pertama.

b) WSY adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek

kedua.

c) WSZ adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek

ketiga.

d) WSK adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek pada

saat konfirmasi data.

e) WSP adalah kode untuk verbatim wawancara dengan subjek

pendamping.

3. Interpretasi

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

tematik yaitu analisis dimana memungkinkan peneliti untuk

menemukan pola atau tema, mengklarifikasi dan meng’encode’ pola

tersebut dengan membeli label, definisi, atau deskripsi (Byatzis, dalam

Poerwandari, 2005). Menurut Poerwandari (2005), analisis tematik

merupakan proses mengkode informasi yang dapat menghasilkan

daftar tema yang muncul berkaitan dengan relasi dengan suami, anak,

lingkungan dan coping stress, model tema atau indikator yang

kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema tersebut yang

dapat mendeskripsikan dan menginterpretasi fenomena. Selain itu, juga

(57)

38

koding serta hasil data verbatim dan pengkodean terlampir (Lampiran

2 dan lampiran 3-11).

G. PEMERIKSAAN KESAHIHAN DAN KEABSAHAN DATA

Kredibilitas penelitian dalam penelitian ini dicapai melalui cara:

1. Validitas Komunikatif

Validasi dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan

analisisnya kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini,

penyusun melakukan cross-chek verbatim dari hasil wawancara

kepada subjek penelitian setiap wawancara dilakukan

(Poerwandari, 2005)

2. Triangulasi

Triangulasi yang dilakukan oleh penyusun adalah triangulasi data

dan triangulasi metode. Triangulasi data yaitu mengambil

sumber-sumber data yang berbeda sebagai data pendamping. Dalam

penelitian ini, data-data yang diperoleh dari subjek akan

dicocokkan dengan data-data baik dari anak maupun dari orang

lain yang dekat dengan subjek. Triangulasi metode adalah

dipakainya dua metode yang berbeda untuk meneliti hal yang sama

dalam hal ini metode wawancara sebagai metode utama dan

observasi sebagai metode tambahan (Patton, 1990 dalam

(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, penyusun melakukan beberapa

persiapan untuk memperlancar penelitian yang dilakukan. Adapun

persiapan penelitian yang dilakukan yaitu :

1. Penyusun mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan digunakan

dalam wawancara mengingat wawancara merupakan metode

pengumpulan data utama dalam penelitian ini.

2. Penyusun mencari subjek penelitian berdasarkan kriteria yang

sesuai dengan konsep penelitian.

3. Penyusun meminta kesediaan untuk menjadi subjek penelitian.

Bersamaan dengan itu, penyusun menjelaskan tentang tujuan

penelitian dan bagaimana proses penelitian berlangsung, misalnya

proses wawancara akan diadakan beberapa kali sampai data yang

diperoleh lengkap.

4. Penyusun dan subjek penelitian menentukan waktu dan tempat

wawancara untuk kenyamanan pelaksanaan wawancara.

5. Penyusun menyiapkan beberapa peralatan yang akan digunakan

pada saat penelitian dilakukan, misalnya tape recorder, daftar

pertanyaan, serta kertas dan alat tulis untuk mencatat hasil

observasi pada saat wawancara berlangsung.

(59)

40

B. Pelaksanaan Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 3 orang sesuai

dengan kriteria yang telah ditentukan. Penelitian dilakukan

menggunakan 2 metode pengumpulan data yaitu wawancara sebagai

metode utama dan observasi sebagai metode pendamping. Pelaksanaan

wawancara dan observasi dilakukan di rumah subjek karena subjek

merasa lebih nyaman jika penelitian dilakukan di rumah dan waktu

wawancara berkisar antara satu sampai dua setengah jam tergantung

kebutuhan, kondisi subjek dan situasi wawancara saat itu. Intensitas

pelaksanaan penelitian berbeda-beda untuk masing-masing subjek

bergantung pada kelengkapan data yang telah didapatkan oleh

penyusun.

C. Pembentukan Rapport

Pembentukan rapport perlu dilakukan agar subjek merasa

nyaman mengungkapkan perasaan-perasaannya kepada penyusun

sehingga subjek tidak merasa malu dan percaya kepada penyusun.

Sebelum melakukan wawancara, penyusun melakukan rapport pada

awal wawancara dan di akhir proses wawancara. Hal ini dilakukan

agar penyusun mendapatkan kepercayaan dari subjek penelitian

sehingga subjek mengungkapkan cerita sebenarnya dan tidak menutupi

(60)

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan waktu dan tempat penelitian berbeda untuk

masing-masing subjek penelitian. Adapun penelitian yang sudah

dilakukan adalah :

Tabel 4.1. Waktu dan Tempat Pengambilan Data

Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3

Wawancara

dan

Observasi 1

Rabu, 21 Mei 2008

14.30-16.10

Rumah Subjek

Kamis,5 Juni 2008

15.30-17.00

Rumah Subjek

Sabtu, 7 Juni 2008

18.30-21.00

Rumah Subjek

Wawancara

dan

Observasi 2

Sabtu,24 Mei 2008

15.00-17.10

Rumah Subjek - -

Wawancara

Kroscek

dan

Observasi

Rabu, 28 Mei 2008

15.00-17.15

Rumah Subjek

Senin, 9 Juni 2008

15.30-16.30

Rumah Subjek

Rabu,10 Juni2008

19.00-20.05

Rumah Subjek

Wawancara

Subyek

Pendamping

Jumat,31 Mei 2008

10.00-11.00

Rumah Subjek

Senin,16 Juni 2008

11.00-12.00

Rumah Kakak

Subjek

Rabu,18 Juni2008

15.00-16.00

(61)

42

Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu

yaitu tape recorder dan alat tulis untuk mencatat keseluruhan aktivitas

yang dilakukan oleh subjek dan suami sebagai hasil observasi. Alat

bantu tersebut digunakan atas izin dan persetujuan dari subjek

penelitian.

Kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

melakukan konfirmasi data dengan subjek penelitian yang disebut

dengan ‘member checks’. Member checking dilakukan untuk

mendapatkan umpan balik dari subjek penelitian atas kesimpulan yang

telah dibuat oleh penyusun untuk menilai keakuratan kesimpulan yang

dibuat (Merriam, 1988; Miles & Huberman, 1984 dalam Creswell,

1994). Selain itu, untuk meningkatkan kredibilitas penelitian,

penyusun menggunakan triangulasi. Triangulasi yang dilakukan adalah

triangulasi data dan metode. Triangulasi data dilakukan dengan

mengambil data yang berbeda sebagai data pendamping, misalnya data

dari subjek pendamping. Triangulasi metode adalah dipakainya 2

metode yang berbeda yaitu wawancara mendalam dan observasi

(Patton, 1990 dalam Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini,

penyusun tidak menggunakan triangulasi peneliti karena subjek

penelitian tidak menginginkan adanya peneliti lain dalam proses

observasi. Hasil konfirmasi dan triangulasi data serta metode dapat

(62)

E. Hasil Penelitian

1. Identitas Subjek Penelitian

Tabel 4.2. Data Demografis Setiap Subjek

Identitas Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3

Nama X Y Z

Pekerjaan Guru SD Guru SD Guru SMA

Usia 60 tahun 58 tahun 56 tahun

Lulusan

Subjek

SPG (setingkat

SMA)

D2 SPG (Setingkat

SMA)

Suami Daryanto Sukamto, BA Mulyadi, SH

Pekerjaan Pensiunan Guru

Swasta

Pensiunan

Penilik Sekolah

Pensiunan

Kepala Sekolah

Usia 62 tahun 68 tahun 63 tahun

Alamat Gataktuan,

Kalikotes,

Klaten

Pule, Pasung,

Wedi, Klaten

Perum Glodogan

Indah, Klaten

Jumlah anak 2 2 4

Usia

Pernikahan

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 4.1. Waktu dan Tempat Pengambilan Data
Tabel 4.2. Data Demografis Setiap Subjek

Referensi

Dokumen terkait

Tantangan dalam menyeimbangkan kepentingan pekerjaan dan keluarga pada keluarga dengan suami istri bekerja, baik di sektor formal maupun informal serta alokasi

Dalam penelitian ini akan dilihat serangan stroke pada suami dan pengaruhnya terhadap penilaian istri terhadap perkawinannya dimana suaminya terserang stroke yang menghambat

Hubungan Antara Resolusi Konflik dan Kepuasan Pernikahan pada Pasangan Suami Istri Bekerja pada Masa Awal Pernikahan.. Fakultas Psikologi Universitas

Istri dapat member situasi yang mampu mendorong suami untuk memiliki motif.. berprestasi dalam

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasangan suami istri yang bekerja mempunyai kepuasan pernikahan yang baik, namun sewaktu-waktu bisa saja

Menjadi istri prajurit TNI-AD harus siap ditinggal kapanpun selama suami menjalani panggilan tugas. Hal ini tidaklah mudah bagi seorang istri yang masih memiliki usia

Hasil penelitian pemenuhan tugas dasar pada keluarga dengan suami istri bekerja pada aspek papan menunjukkan hasil yang lebih tinggi, dimana istri baik dengan

Dalam menghadapi peran ganda istri, penting bagi suami dan istri untuk memahami bahwa kesetaraan gender bukanlah tentang siapa yang lebih unggul atau memiliki peran yang lebih penting,