• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Kemampuan Koneksi Matematis

Hasil tes kemampuan koneksi matematis siswa diukur menggunakan hasil posttest. Hasil pengujian terhadap hipotesis I menunjukkan hasil yang signifikan untuk ketuntasan klasikal. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran menggunakan model TSTS dengan strategi REACT mampu menghantarkan siswa mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.

Keberhasilan sebuah proses pembelajaran pada mata pelajaran matematika sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor penting yang mendukung keberhasilan pembelajaran adalah aktivitas guru dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran. Kreativitas guru sangat diperlukan mengingat

guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya siswa dalam belajar

Berdasarkan Permendiknas No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional. Standar penilaian pendidikan merupakan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar siswa. Penilaian hasil belajar siswa memiliki batas ketuntasan minimal atau yang sering disebut dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria ketuntasan minimal (KKM) merupakan kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan.

Faktanya keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran antara lain ditandai oleh tingkat pencapaian ketuntasan belajar, baik secara individual maupun secara klasikal. Penentuan tingkat ketuntasan belajar sepenuhnya menjadi wewenang tingkat satuan pendidikan yang disesuaikan dengan berbagai hal yang dimiliki sekolah sebagai faktor pendukungnya, seperti komponen input, sarana prasarana, kondisi lingkungan fisik dan psikis sekolah dan sebagainya. Kemampuan koneksi matematis merupakan indikator tingkat keefektifan penggunaan model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT dalam penelitian ini. Dengan demikian pencapaian tingkat ketuntasan belajar juga dilihat dari tingkat kemampuan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan matematika.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT telah mencapai tingkat ketuntasan klasikal. Dari jumlah

siswa 31 orang, diperoleh 25 siswa telah mencapai ketuntasan dan 6 siswa belum mencapai ketuntasan. Jadi lebih dari 75% jumlah keseluruhan siswa dalam kelas yang mendapat model TSTS dengan strategi REACT dapat dikatakan tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematis pada kelas yang mendapat model TSTS dengan strategi REACT mencapai hasil yang diinginkan. Berdasarkan temuan pada pengerjaan soal, semua indikator dari kemampuan koneksi matematis di kelas yang mendapat model TSTS dengan strategi REACT telah terpenuhi. Hal ini dapat diamati pada Gambar 4.1 dan 4.2 berikut ini

Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa siswa sudah memenuhi indikator ke 1, 3, 4, dan 5 dari kemampuan koneksi matematis. Untuk indikator pertama yaitu mencari dan memahami hubungan antara representasi konsep dapat terlihat dari Gambar 4.1 Hasil pekerjaan siswa di kelas yang mendapat model TSTS dengan strategi

kemampuan siswa dalam menuliskan sebuah persamaan yang dibangun dari beberapa representasi konsep unsur-unsur pada balok, contohnya sebagai berikut “ ”. Untuk indikator ketiga yaitu memahami representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama dapat terlihat dari kemampuan siswa dalam mencari bentuk lain dari suatu konsep tanpa mengubah makna dari suatu konsep tersebut, misalnya siswa menuliskan bentuk lain dari 15,6 dm menjadi 156 cm.. Untuk indikator keempat yaitu mencari koneksi antara satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen dapat terlihat dari kemampuan siswa dalam menuliskan langkah-langkah menentukan penyelesaian persamaan linier satu variabel menggunakan persamaan-persamaan yang ekuivalen secara runtut dan benar. Untuk indikator kelima yaitu menggunakan koneksi antar topik matematika dapat terlihat dari kemampuan siswa menggunakan koneksi antara topik aljabar dengan topik geometri, misalnya menggunakan hasil penyelesaian dari suatu persamaan linier satu variabel untuk menemukan volume balok. Sedangkan untuk indikator kedua yaitu menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Hasil pekerjaan siswa di kelas yang mendapat model TSTS dengan strategi REACT untuk soal nomor 2

Pada Gambar 4.2 tersebut siswa mampu menuliskan permasalahan yang terjadi di kehidupan nyata ke dalam model matematika, misalnya siswa mampu mengubah kalimat dari soal cerita seperti “Ada 3 mobil dan yang naik sepeda 6 orang” menjadi “3 ”. Keberhasilan tersebut dapat terjadi karena beberapa hal antara lain siswa merasa antusias dalam mengikuti pelajaran. Selama mengikuti proses pembelajaran, mereka menyelesaikan permasalahan yang diberikan dengan cara berdiskusi. Melalui ide-ide yang mereka temukan sendiri itu akan lebih diingat oleh siswa daripada saat guru menjelaskannya karena mereka berpikir secara mandiri dan diungkapkan dengan bahasa mereka sendiri. Secara garis besar pelaksananan model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT pada penelitian ini memberikan kesempatan siswa untuk berpikir secara maksimal dan bertukar informasi antar kelompok agar dapat memecahkan masalah. Hasil penelitian ini sekaligus mendukung temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Muslika (2014) yang secara garis besar menyimpulkan bahwa penerapan REACT dapat meningkatkan ketuntasan belajar dalam pembelajaran matematika.

Hasil pengujian terhadap hipotesis II menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelas yang mendapat model TSTS dengan strategi REACT dan kelas yang mendapat model konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan, diskusi, artinya kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat model TSTS dengan strategi REACT lebih baik dari kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat model konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 berikut ini.

Gambar 4.3 Pekerjaan siswa di kelas yang mendapat model TSTS dengan strategi REACT untuk soal nomor 3

Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa siswa di kelas yang mendapat model TSTS dengan strategi REACT sudah mencapai indikator ke 1, 3, 4, dan 5 pada kemampuan koneksi matematis. Untuk indikator pertama yaitu mencari dan memahami hubungan antara representasi konsep dapat terlihat dari kemampuan siswa dalam menuliskan sebuah persamaan linier satu variabel yang dibangun dari beberapa representasi konsep sudut dalam bentuk aljabar yang diketahui pada soal, misalnya “ ”. Untuk indikator ketiga yaitu memahami representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama dapat terlihat dari kemampuan siswa dalam menuliskan suatu hubungan antar sudut berdasarkan gambar pada soal, misalnya “sudut AOB + sudut BOC + sudut COD = 180“. Untuk indikator keempat yaitu mencari koneksi antara satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen dapat terlihat dari kemampuan siswa dalam menuliskan langkah-langkah menentukan penyelesaian persamaan linier satu variabel menggunakan persamaan-persamaan yang ekuivalen secara runtut Gambar 4.4 Pekerjaan siswa di kelas yang mendapat model konvensional dengan

dan benar. Untuk indikator kelima yaitu menggunakan koneksi antar topik matematika dapat terlihat dari kemampuan siswa menggunakan koneksi antara topik aljabar dengan topik geometri, misalnya menggunakan penyelesaian persamaan linier satu variabel untuk mencari besar sudut COD. Sedangkan Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa siswa di kelas yang mendapat model konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan, diskusi belum sepenuhnya mencapai keempat indikator kemampuan koneksi matematis tersebut.

Pada Gambar 4.4 siswa sudah dapat mencapai indikator ke 1, 3, dan 4. Akan tetapi siswa belum bisa mencapai indikator ke 5. Hal tersebut dapat terlihat karena siswa belum dapat menemukan besar sudut COD yang ditanyakan dengan benar. Hal itu juga memperlihatkan bahwa siswa belum bisa menggunakan koneksi antar topik matematika.

Melalui olah data statistik membuktikan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh model TSTS dengan strategi REACT lebih baik dari kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh model konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Hal itu dapat terjadi karena

(1) Pembelajaran menggunakan model TSTS dilakukan secara berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-4 orang dan masing-masing kelompok diberi LKS untuk didiskusikan, kemudian antar kelompok dipersilahkan untuk bertukar informasi sehingga setiap kelompok akan memperoleh pengetahuan baru dari kelompok lain. Hal ini menyebabkan siswa dapat lebih memahami materi dan lebih ingat dengan materi yang telah dipelajari karena

mendiskusikannya dengan teman sejawat. Sedangkan kegiatan belajar di kelas yang mendapat model konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan, diskusi, siswa hanya mengandalkan penjelasan dari guru, pengetahuan yang diterima oleh siswa tidak bertahan lama dalam memori otak dan cenderung cepat lupa.

(2) Pembelajaran dengan strategi REACT lebih menekankan pada aspek relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring. Melalui aspek relating, siswa dilatih untuk dapat mengkaitkan materi yang sudah dipelajari sebelumnya dengan materi yang sedang dikaji. Melalui aspek experiencing, siswa dilatih untuk dapat mengkonstruk pemahamannya sendiri. Melalui aspek applying, siswa dilatih untuk dapat menerapkan ilmu matematika ke dalam kehidupan sehari-hari. Melalui aspek cooperating, siswa dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran. Melalui aspek transferring, siswa dilatih untuk dapat menggunakan ilmu matematika ke dalam bidang ilmu lain. Sedangkan kegiatan belajar di kelas yang mendapat model konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan, diskusi lebih didominasi oleh peran guru daripada peran siswa. Guru lebih banyak menyampaikan informasi kepada siswa sehingga siswa tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengasah kemampuan koneksi matematisnya.

Hasil ini membuktikan bahwa penggunaan model TSTS dengan strategi REACT merancang siswa membangun pengetahuannya sendiri sesuai dengan teori Piaget yang mengatakan bahwa pandangan kognitif anak akan menjadi lebih berarti apabila siswa secara aktif terlibat dalam mendapatkan informasi dan

mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Dalam pelaksanaan model TSTS dengan strategi REACT, siswa dihadapkan pada suatu aktivitas pemecahan masalah dengan tujuan siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah agar mendapat pemahaman yang lebih bermakna, hal tersebut sesuai dengan teori Ausubel yang mengungkapkan bahwa belajar dikatakan bermakna apabila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Selain itu, hasil dari penelitian ini juga membuktikan bahwa model TSTS dengan strategi REACT yang dilakukan secara berkelompok dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dan dapat bertukar informasi, hal tersebut sesuai dengan teori Vygotsky yang mengungkapkan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh situasi dan bersifat kolaboratif. Oleh karena itu, kemampuan koneksi matematis siswa di kelas yang mendapat model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT lebih baik dibandingkan kemampuan koneksi matematis siswa di kelas yang mendapat model konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi.

Hasil penelitian ini mendukung temuan penelitian yang dilakukan oleh Yuniawatika (2011: 118), Muslika (2014: 184), dan Kusuma (2014: 366) yang intinya mengatakan bahwa hasil belajar matematika menggunakan model TSTS dan strategi REACT lebih baik dari pada model konvensional.

Dokumen terkait