• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Belajar

Menurut Gagne dalam Rifa’i & Anni (2011: 84), belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang kait-mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Beberapa unsur yang dimaksud adalah siswa, rangsangan (stimulus), memori, dan respon. Kegiatan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara stimulus dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari waktu sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Apabila terjadi perubahan perilaku maka perubahan perilaku itu menjadi indikator bahwa peserta didik telah melakukan kegiatan belajar.

2.1.1.1 Teori Vigotsky

Ada tiga konsep yang dikembangkan dalam teori Vigotsky (Rifa’i & Anni, 2011: 34) yaitu (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan menstranformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural. Teori Vigotsky mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan

diantara orang dan lingkungan yang mencakup obyek, artifak, alat buku, dan komunitas tempat orang berinteraksi dengan orang lain.

Dengan demikian, keterkaitan penelitian ini dengan pendekatan teori Vygotsky adalah interaksi sosial di mana siswa melakukan pekerjaan dengan membentuk kelompok kecil agar dapat merangsang siswa untuk aktif dalam mencari informasi dan berdiskusi.

2.1.1.2 Teori Piaget

Piaget dalam Rifa’i & Anni (2011: 207) mengemukakan tiga prinsip utama dalam pembelajaran yaitu:

(1) Belajar aktif

Proses pembelajaran merupakan proses aktif karena pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar, sehingga untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak dapat belajar sendiri misalnya melakukan percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan menjawab sendiri, membandingkan penemuannya sendiri dengan penemuan temannya.

(2) Belajar lewat interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadi interaksi di antara subjek belajar. Dengan interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah ke banyak pandangan, artinya khasanah kognitif anak akan diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alternatif tindakan.

(3) Belajar lewat pengalaman sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Dengan demikian, teori Piaget yang penting dalam penelitian ini adalah keterlibatan dan keaktifan siswa dalam pelaksanaan model TSTS dengan strategi REACT. Selain itu, siswa juga dapat menemukan pengetahuannya sendiri melalui belajar aktif. 2.1.1.3 Teori Belajar Ausubel

D.P. Ausubel dalam Hudojo (1988: 61) mengemukakan bahwa belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful) bila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa itu sehingga siswa itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Dengan belajar bermakna ini siswa menjadi kuat ingatannya dan transfer belajar mudah dicapai.

Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan yaitu (1) materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu siswa; (2) diberikan dalam situasi belajar yang bermakna. Dalam hal ini faktor motivasional memegang peranan penting sebab siswa tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya.

Berdasarkan uraian di atas maka belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana siswa dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dalam pembelajaran bermakna diperlukan dua hal yaitu pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.

Dengan demikian, penelitian ini memiliki keterkaitan dengan teori Ausubel yaitu adanya aspek relating yang terdapat pada strategi REACT. Aspek relating tersebut dapat melatih siswa mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan konteks pengalaman kehidupan nyata atau pengetahuan sebelumnya. Dalam model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT ini siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan dimana untuk menyelesaikan permasalahan tersebut siswa harus mampu menghubungkan antar konsep matematika, menghubungkan antara konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari, dan menghubungkan antara konsep matematika dengan disiplin ilmu lain, sehingga siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah tersebut serta dapat berinteraksi secara langsung di lapangan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih bermakna.

2.1.1.4 Teori Thorndike

Di dalam teori belajar Thorndike, terdapat tiga macam hukum belajar. Ketiga macam hukum itu di antaranya (1) hukum kesiapan (the law of readiness), (2) hukum latihan (the law of exercise), dan (3) hukum akibat (the law of effect). Menurut Rifa’i (2011: 117), di dalam hukum akibat (the law of effect), apabila

sesuatu memberikan hasil yang menyenangkan atau memuaskan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi semakin kuat. Sebaliknya, apabila hasilnya tidak menyenangkan, maka kekuatan hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi menurun. Dengan kata lain, apabila stimulus menimbulkan respon yang membawa hadiah (reward), maka hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi kuat dan demikian pula sebaliknya.

Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Dari teori belajar ini, didapatkan bahwa belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang. Rasa senang ini timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau penghargaan lainnya.

Dalam penelitian ini, teori belajar Thorndike berhubungan erat ketika siswa telah menyelesaikan tugasnya dengan baik kemudian guru memberikan pujian atau penghargaan. Pemberian penghargaan terlihat pada model pembelajaran TSTS, di mana guru memberikan penghargaan berupa tepuk tangan dan nilai tambah kepada kelompok terbaik.

2.1.2 Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)

Model pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Menurut Lie (2004: 61-62), pembelajaran kooperatif model TSTS merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan dengan cara saling bertamu antar kelompok

untuk berbagi informasi, dimana dalam satu kelompok terdiri dari tiga sampai empat siswa yang nantinya dua siswa bertugas sebagai pemberi informasi kepada tamunya dan sisanya lagi bertugas sebagai tamu yang harus mencari informasi ke kelompok lain. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dimungkinkan terjadi transfer ilmu antar siswa sehingga siswa menjadi aktif mengikuti proses pembelajaran.

Model pembelajaran memiliki lima unsur dasar ( Joyce & Weil, 1980: 15). Lima unsur dasar tersebut adalah (1) sintaks (syntax), (2) sistem sosial (the social system), (3) prinsip reaksi (principles of reaction), (4) sistem pendukung (support system), dan (5) dampak pengajaran dan dampak pengiring (instructional and nurturant effects). Sebagai suatu model pembelajaran, TSTS juga memiliki unsur-unsur tersebut.

2.1.2.1 Sintaks Model TSTS

Sintaks model pembelajaran TSTS dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran TSTS

Tahap-tahap TSTS Kegiatan

Tahap 1. Persiapan

Guru membagi siswa dalam satu kelas menjadi beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 3-4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen dalam hal jenis kelamin dan prestasi akademik siswa.

Tahap 2. Presentasi Guru

Guru menjelaskan dan mengkaji materi dengan memberikan serangkaian pertanyaan yang dapat merangsang siswa mengkaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari.

Tahap 3. Kegiatan Kelompok

1. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok. 2. Setiap kelompok berdiskusi untuk mengerjakan LKS. 3. Dua dari empat anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu

ke kelompok yang lain secara terpisah, sedangkan sisanya tetap tinggal dalam kelompok untuk membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

4. Setelah memperoleh informasi dari anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing untuk melaporkan temuannya dari kelompok lain tadi serta mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Tahap 4. Formalisasi

1. Salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan di depan kelas.

2. Guru memberikan kuis individu kepada siswa.

3. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik.

2.1.2.2 Sistem Sosial Model TSTS

Sistem sosial mendeskripsikan peranan siswa, guru, dan hubungan, serta norma dalam pembelajaran dengan kata lain struktur derajat dalam lingkungan pembelajaran. Pada model TSTS, pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa harus aktif dalam pembelajaran dan bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri. Guru berperan sebagai fasilitator dan membimbing proses pembelajaran. Berikut merupakan sistem sosial dari model TSTS.

Tabel 2.2 Sistem Sosial Model TSTS Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Tahap 1.

Persiapan

Guru membagi siswa dalam kelas menjadi beberapa kelompok secara heterogen yang masing-masing-masing kelompok terdiri dari 3-4 orang.

Siswa mengkondisikan diri untuk berkumpul dengan kelompoknya sesuai dengan daftar anggota kelompok yang telah diatur oleh guru.

Tahap 2. Presentasi guru

Guru mengkaji materi melalui serangkaian pertanyaan dapat merangsang siswa

mengkaitkan materi yang

Siswa berusaha menjawab pertanyaan dari guru dengan mengingat kembali konsep dan menentukan konsep manakah yang sudah pernah

sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari.

dipelajari dan berhubungan dengan materi yang sedang dikaji.

Tahap 3. Kegiatan kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok untuk didiskusikan bersama kelompoknya, kemudian guru membimbing kelompok yang kesulitan.

Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menemukan konsep dan mencari hubungan antar ide-ide matematika yang berkaitan dengan permasalahan yang ada pada LKS agar dapat menyelesaikan

permasalahan tersebut. Guru meminta dua orang

dari setiap kelompok untuk meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah, sedangkan sisanya diminta tetap tinggal dalam kelompok untuk membagikan informasi kepada tamu yang datang.

Siswa sebagai tamu

berkunjung ke kelompok lain untuk mencari informasi dan memahami keterkaitan antara informasi yang dimiliki kelompoknya dengan informasi yang dimiliki kelompok lain. Sedangkan siswa sebagai tuan rumah mejelaskan informasi kepada tamu yang datang.

Guru meminta tamu kembali ke kelompok masing-masing untuk melaporkan informasi yang diperoleh dari kelompok lain.

Siswa sebagai tamu kembali ke kelompoknya semula. Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk dapat memahami keterkaitan antara informasi yang diperoleh dengan permasalahan yang ada pada LKS, serta

mempertimbangkan jawaban manakah yang paling tepat. Tahap 4.

Formalisasi

Guru meminta salah satu kelompok untuk

mempresentasikan hasil kerja.

Siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil kerja. Sedangkan kelompok yang lain menanggapi,

menyanggah, dan memberi saran terhadap hasil kerja yang dipresentasikan oleh

kelompok yang maju. Guru memberi kuis

individu kepada siswa untuk mengetahui dan menganalisis seberapa jauh tingkat pemahaman mereka.

Siswa mencari keterkaitan antar ide-ide matematika yang berhubungan dengan permasalahan yang ada pada soal kuis dan berusaha menggunakan ide-ide matematika tersebut untuk memecahkan permasalahan tersebut.

Guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik

Siswa bertepuk tangan dan mengucapkan selamat kepada kelompok yang mendapat penghargaan.

2.1.2.3 Prinsip Reaksi Model TSTS

Prinsip reaksi menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang siswa atau bagaimana guru merespon apa yang dilakukan siswa. Berikut ini merupakan prinsip reaksi model TSTS.

Tabel 2.3 Prinsip Reaksi Model TSTS

Tahap Kegiatan Siswa Respon Guru

Tahap 1. Persiapan

Berkumpul dengan kelompoknya masing-masing

Mengarahkan siswa untuk segera berkumpul dengan kelompoknya Tahap 2.

Presentasi guru

Bertanya kepada guru apabila belum dapat memahami keterkaitan antara materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari.

Memberikan pertanyaan, contoh, dan perumpamaan yang dapat mendorong dan mempermudah siswa mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap 3. Kegiatan kelompok (1)Berdiskusi dengan kelompoknya untuk mengerjakan LKS

(2)Bertanya kepada guru apabila kesulitan dalam

(1) Mendorong setiap siswa untuk aktif dalam diskusi kelompok. (2) Membimbing kelompok dalam

mengerjakan LKS matematika dalam proses pemecahan masalah yang ada pada LKS melalui serangkaian pertanyaan, contoh, dan perumpamaan.

Tahap 4. Formalisasi

(1) Salah satu kelompok mempresentasi-kan hasil kerja

(2) Siswa menanggapi hasil kerja yang dipresentasikan oleh kelompok yang maju

(1) Menciptakan situasi yang kondusif untuk menyimak presentasi.

(2) Menciptakan suasana yang mendukung siswa untuk menanggapi hasil kerja

kelompok yang

dipresentasikan dan memberi penguatan terhadap jawaban dan hasil kerja yang dipresentasikan.

2.1.2.4 Sistem Pendukung Model TSTS

Sistem pendukung meliputi sarana, bahan, alat, atau lingkungan pembelajaran yang dibutuhkan untuk keterlaksanaan model. Sistem pendukung yang digunakan pada penelitian ini adalah buku paket matematika kelas VII dan lembar kegiatan siswa (LKS). LKS berfungsi untuk membantu siswa menemukan konsep dari materi yang diajarkan dan melatih kemampuan siswa mengkoneksikan antar ide-ide matematika dalam proses penyelesaian permasalahan yang ada pada LKS.

2.1.2.5 Dampak Model Pembelajaran TSTS

Dampak dari model dikategorikan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak pengajaran merupakan apa yang dicapai secara langsung berdasarkan tujuan yang dituju. Sedangkan dampak pengiring adalah apa yang dicapai di luar tujuan sebagai akibat dari aktivitas pembelajaran. Pada pelaksanaan model TSTS, dampak pengajarannya adalah siswa dapat bertukar ide

atau informasi dan mengkoneksikan antar ide-ide matematika tersebut untuk mengkonstruk pemahamannnya sendiri, serta menggunakan koneksi antar ide-ide tersebut secara tepat dalam menyelesaikan suatu permasalahan sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa. Sedangkan dampak pengiringnya adalah siswa dapat mengevaluasi diri-sendiri seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber.

Dokumen terkait