• Tidak ada hasil yang ditemukan

(IPC TPK) KOTA PONTIANAK Ira Purnasari, Paulina dan Salbiah Kastari

HASIL Masa Kerja

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak Tahun 2016

No Masa Kerja Frekuensi (%)

1. ≥ 10 Tahun 37 67,3

2. < 10 Tahun 18 32,7

Jumlah 55 100

Sumber: Data Primer Tahun 2016

Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil bahwa responden pada kelompok masa kerja ≥10 Tahun di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak mempunyai proporsi terbanyak yaitu sebesar 67,3%.

Kebiasaan Merokok

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak Tahun 2016 No Kebiasaan Merokok Frekuensi (%) 1. Merokok Berat 33 60,0 2. Merokok Ringan 22 40,0 Jumlah 55 100

Ira, dkk, Faktor-Faktor yang Berhubungan... 323

Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil bahwa responden pada kelompok merokok berat di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak mempunyai proporsi terbanyak yaitu sebesar 60,0%.

Kebugaran Jasmani

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kebugaran Jasmani Responden di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak Tahun 2016 No Kebugaran Jasmani Frekuensi (%) 1. Tidak 47 85,5 2. Ya 8 14,5 Jumlah 55 100

Sumber: Data Primer Tahun 2015

Berdasarkan tabel 3 diperoleh hasil bahwa responden pada kelompok kebugaran jasmani yang tidak di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak mempunyai proporsi terbanyak yaitu sebesar 85,5%.

Status Gizi

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Status Gizi Responden di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak Tahun 2016

No Status Gizi Frekuensi (%)

1. Tidak Normal 8 14,5

2. Normal 47 85,5

Jumlah 55 100

Sumber: Data Primer Tahun 2016

Berdasarkan tabel 4 diperoleh hasil bahwa responden pada kelompok status gizi normal di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak mempunyai proporsi terbanyak yaitu sebesar 85,5%.

Nyeri Punggung Bawah (LBP)

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Nyeri Punggung Bawah (LBP) Responden di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak Tahun 2016

No. Nyeri Punggung Bawah (LBP) Frekuensi (%) 1. Nyeri 39 70,9 2. Tidak Nyeri 16 29,1 Jumlah 55 100

Sumber: Data Primer Tahun 2016

Berdasarkan tabel 5 diperoleh hasil bahwa responden pada kelompok yang mengalami nyeri punggung bawah (LBP) di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak mempunyai proporsi terbanyak yaitu sebesar 70,9%.

Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan p value yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah (Low Back Pain) pada pekerja buruh di Indonesia Port Corparation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak adalah masa kerja (p value= 0,039) dan kebiasaan merokok (p value= 0,002).

PEMBAHASAN

Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (LBP)

Menurut Dermawan (2015) masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya kerja tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Massa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang kerja tersebut.

Hasil analisa uji statistik Chi Square pada hubungan antara masa kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah (LBP) menunjukkan signifikansi p value = 0,039 yang berarti lebih kecil dari α (0,05), sehingga secara statistik ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah (LBP) pada pekerja angkat angkut di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak. Responden yang memiliki masa kerja ≥10 tahun mempunyai resiko mengalami keluhan nyeri punggung bawah (LBP) 4.286 kali lebih besar dibandingkan masa kerja ≥10 tahun.

324 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.320 - 327

Dari hasil uji korelasi didapatkan p value = 0,018 karena p <0,05 sehingga dalam penelitian ini faktor masa kerja responden memiliki hubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan masa kerja ≥10 tahun memiliki kecenderungan menderita nyeri punggung bawah (LBP) lebih tinggi (67,3%) dibandingkan dengan responden yang lama kerjanya <10 Tahun (32,7%). Sebuah studi yang dilakukan Suharto (2005), seseorang yang bekerja lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko terjadinya LBP dibandingkan kurang dari 10 tahun, dimana paparan mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen dan juga mengakibatkan degenerasi tulang belakang yang akan menyebabkan nyeri punggung bawah kronis.

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Umami (2013) yang menyebutkan bahwa pekerja yang memiliki keluhan LBP paling banyak dirasakan oleh pekerja yang memiliki masa kerja >10 tahun dibandingkan dengan mereka dengan masa kerja <10 tahun ataupun 5-10) tahun. LBP sebagai penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk menimbulkan gejala. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin lama pekerja terkena faktor risiko maka semakin besar timbulnya risiko untuk mengalami LBP. Bagi pekerja angkat angkut di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas Kota Pontianak diharapkan memperbanyak waktu istirahat dan melakukan peregangan otot untuk memenimalisir kejadian nyeri punggung bagian bawah (LBP).

Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (LBP)

Menurut Siswanto dalam Prasetya (2012), kebiasaan merokok merupakan faktor penting, karena asap rokok dapat mempengaruhi koordinasi gerakan silia, bahkan mungkin gerak silia menjadi lumpuh sehingga dapat menimbulkan obstruksi serta dapat menyebabkan bronchitis dan dalam pemeriksaan akan mempengaruhi pernafasan seseorang. Kebiasaan ini mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani seseorang yang juga akan mempengaruhi terhadap kesehatan paru-paru.

Hasil analisa uji statistik Chi Square pada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan nyeri punggung bawah (LBP)

menunjukkan signifikansi p value = 0,002 yang berarti lebih kecil dari α (0,05), sehingga secara statistik ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah (LBP) pada pekerja angkat angkut di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak. Responden yang memiliki kebiasaan merokok berat mempunyai resiko mengalami keluhan nyeri punggung bawah (LBP) 8,700 kali lebih besar dibandingkan kebiasaan merokok ringan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Soleha (2009) yang menemukan ada hubungan yang signifikan antar kebiasaan merokok dengan keluhan otot punggung, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Hal ini kemungkinan disebabkan sebaran data kebiasaan merokok dengan keluhan low back pain yang tidak merata. Selain itu, faktor kebiasaan olahraga juga berpengaruh, pekerja yang mempunyai kebiasaan merokok sebagian besar juga memiliki kebiasaan olahraga, sehingga kemungkinan terserang keluhan low back pain dapat diminimalisir.

Hasil penelitian terhadap 55 responden menunjukkan bahwa responden yang kebiasaan merokoknya berat memiliki kecenderungan menderita nyeri punggung bawah (LBP) lebih tinggi (87,9%) dibandingkan dengan responden yang kebiasaan merokoknya ringan (45,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tana L (2011) yang menyebutkan dalam penelitiannya bahwa responden yang memiliki riwayat merokok lebih banyak menderita LBP dibandingkan dengan yang tidak merokok sama sekali. Merokok dikatakan memiliki hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot punggung, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, Hal ini disebabkan karena nikotin yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang.

Menurut Tveito (2004), merokok dapat menyebabkan penurunan perfusi dan kekurangan gizi otot dan tulang akibat kurangannya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok juga dapat menyebabkan jaringan tidak efisien untuk merespon stress mekanik

Ira, dkk, Faktor-Faktor yang Berhubungan... 325

yang dapat menyebabkan keluhan nyeri punggung. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Sebaiknya pekerja angkat angkut di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas Kota Pontianak mulai membiasakan untuk tidak merokok saat bekerja karena selain dapat meyebabkan terjadinya keluhan nyeri punggung bawah (low back pain), merokok juga dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Memperbanyak kegiatan olahraga untuk pencegahan terhadap keluhan nyeri punggung bawah (LBP).

Hubungan Kebugaran Jasmani dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (LBP)

Menurut Nita (2012), kurangnya kebugaran jasmani merupakan faktor resiko nyeri punggung bawah. Karyawan yang tidak memiliki kebiasaan olah raga beresiko sebesar 2,94 kali lebih besar dari karyawan yang sering berolah raga secara teratur. Namun kebiasaan merokok dan keadaan gizi yang tidak normal juga dapat faktor pemicu untuk terjadinya keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja, karena asap rokok dapat mempengaruhi koordinasi gerakan silia, bahkan mungkin gerak silia menjadi lumpuh sehingga dapat menimbulkan obstruksi serta dapat menyebabkan bronchitis dan dalam pemeriksaan akan mempengaruhi pernafasan seseorang ditambah kurangnya berolahraga dan status gizi yang tidak normal.

Hasil analisa uji statistik Chi Square pada hubungan antara kebugaran jasmani dengan keluhan nyeri punggung bawah (LBP) menunjukkan signifikansi p value = 0,678 yang berarti lebih besar dari α (0,05), sehingga secara statistik tidak ada hubungan antara kebugaran jasmani dengan keluhan nyeri punggung bawah (LBP) pada pekerja angkat angkut di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak. Responden yang tidak memiiliki kebugaran jasmani mempunyai resiko mengalami keluhan nyeri punggung bawah (LBP) 1,569 kali lebih besar dibandingkan responden yang memiliki kebugaran jasmani.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahmat (2007) yang

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian low back pain dengan kebiasaan olahraga dengan P value 0,029. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebaran data yang tidak merata antara kebiasan olahraga dengan keluhan low back pain. Pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga lebih banyak yang mengalami keluhan low back pain, hal ini dimungkinkan karena posisi mengangkat barang yang kurang baik, sehingga lebih besar peluang untuk mengalami keluhan. Demikian juga dari kebiasaan merokok, pekerja yang sering berolahraga juga lebih banyak yang mempunyai kebiasaan merokok.

Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani. Berdasarkan laporan dari NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady et al (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1 % tingkat kesegaran jasmani yang sedang risiko terjadinya gangguan otot rangka adalah 3,2 % dan tingkat kesegaran jasmani yang tinggi maka risiko untuk terjadinya keluhan otot rangka 0,8%.

Menurut Munir (2012), dengan meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot punggung, beban akan terdistribusi secara merata dan mengurangi beban hanya pada tulang belakang. Selain sebagai upaya preventif misalnya dengan peregangan, olahraga ternyata dapat juga mengurangi gejala nyeri bila sudah terjadi gangguan nyeri punggung bawah. Hubungan Status Gizi dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (LBP)

Menurut Permenkes, no.41 (2014), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status kesehatan dan nutrisi atau keadaan gizi berhubungan erat satu sama lainnya dan berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi. Apabila kekurangan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif kapasitas kerja akan terganggu. Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan indikator status gizi untuk memantau berat badan normal orang dewasa bukan untuk menentukan overweight dan obesitas pada anak-anak dan remaja. Namun bukan berarti hanya pekerja yang memiliki status gizi yang tidak normal yang dapat menderita keluhan nyeri punggung bawah. Pekerja yang memiliki status gizi

326 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.320 - 327

normal, tetapi mempunyai kebiasaan merokok yang berat dan jarang melakukan olahraga juga menjadi faktor pendukung terjadinya keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja.

Hasil analisa uji statistik Chi Square pada hubungan antara status gizi dengan keluhan nyeri punggung bawah (LBP) menunjukkan signifikansi p value = 0,884 yang berarti lebih besar dari α (0,05), sehingga secara statistik tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan nyeri punggung bawah (LBP) pada pekerja angkat angkut di Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak. Responden yang status gizinya tidak normal mempunyai resiko mengalami keluhan nyeri punggung bawah (LBP) 0,637 kali lebih besar dibandingkan responden dengan status gizi normal.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurzannah (2015) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian low back pain pada pekerja bongkar muat di Pelabuhan Belawan Medan (p value = 0,05). Tidak adanya hubungan antara obesitas dengan keluhan low back pain kemungkinan disebabkan karena sebaran data yang tidak merata antara keluhan low back pain dengan status gizi.

Menurut Purnamasari (2010), ketika seseorang kelebihan berat biasanya kelebihan berat badan akan disalurkan pada daerah perut yang berarti menambah kerja tulang lumbal. Ketika berat badan bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban tersebut sehingga mengakibatkan kerusakan dan bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek dari overweight adalah vertebra lumbal.

Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari et al (2001) bahwa seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP

dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Deyo dan Weinstein (2001) yakni faktor risiko LBP meningkat pada seseorang yang over weight. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat menyimpulkan sebagai berikut:

Ada hubungan antaramasa kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) pada Pekerja Buruh di Indonesia Port Corparation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak(p value = 0,039).

Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) pada Pekerja Buruh di Indonesia Port Corparation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak (p value = 0,002).

Tidak ada hubungan antara kebugaran jasmani dengan keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) pada Pekerja Buruh di Indonesia Port Corparation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak (p value = 0,678).

Tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) pada Pekerja Buruh di Indonesia Port Corparation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak (p value = 0,678).

Pengelola Indonesia Port Corporation Terminal Peti Kemas (IPC TPK) Kota Pontianak diharapkan mengadakan kegiatan olahraga secara rutin kepada seluruh pekerja buruh bongkar muat dalam meningkatkan kebugaran jasmani. Mengadakan kerja sama dengan pihak ketiga untuk memberikan pendidikan dan pelatihan tentang tata cara teknik angkat angkut barang yang baik dan benar. Mengadakan kerja sama dengan instansi kesehatan untuk melakukan pengecekan kesehatan pekerja secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 2014. Metodelogi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Bina pura Aksara Publisher. Tangerang Selatan.

Budiono, Sugeng. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Universitas Diponegoro.

Bull, E, Archard, G. 2007. Nyeri Punggung. Erlangga. Jakarta.

Dermawan, M, I,Arif. 2015. faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja meubel di Kota Pontianak 2015. Fakultas Kesehatan Lingkungan Politeknik kesehatan. Pontianak

Nur, Fina H. 2015. Hubungan Lama Duduk Saat Jam Kerja Dan Aktivitas Fisik Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah

Ira, dkk, Faktor-Faktor yang Berhubungan... 327

(Low Back Pain) Pada Karyawan Kantor Terpadu Pontianak Tahun 2014. Universitas Kedokteran Tanjung Pura. Pontianak

Suma’mur P.K. 2014. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV. Haji Masagung. Jakarta

328

PEMANFAATAN KULIT BUAH PISANG KEPOK