• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil dan Pembahasan

EVALUASI PENERAPAN PENILAIAN OTENTIK ASPEK SIKAP PADA SMK PAKET KEAHLIAN AKUNTANSI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

3. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan Hasil Analisis diketahui bahwa penerapan penilaian otentik aspek sikap pada SMK Paket Keahlian Akuntansi di Daerah Istimewa Yogyakarta tergolong dalan kategori baik dengan perolehan skor 2.08. Skor tersebut merupakan skor rerata dari dua dimensi penerapan penilaian otentik, yaitu perencanaan dengan skor 2.23 (baik) dan pelaksanaan dengan skor 1.93 (Baik). Berikut rincian skor penerapan penilaian otentik pada SMK Paket Keahlian Akuntansi di Daerah Istimewa Yogyakarta:

Tabel 2: Hasil Analisis Penerapan Penilaian Otentik

Sekolah Perencanaan Pelaksanaan Skor

SMK N 1 WONOSARI 2.13 1.99 2.06

SMK N 1 PENGASIH 2.00 1.85 1.93

SMK N 1 BANTUL 2.56 1.95 2.26

Skor 2.23 1.93 2.08

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa perencanaan penilaian otentik aspek sikap paling baik dilakukan oleh SMK N 1 Bantuk dengan skor mencapai 2.56, sedangkan untuk pelaksanaan penilaian aspek sikap dijuarai oleh SMK N 1 Wonosari dngan skor 1.99. Secara keseluruhan SMK N 1 Bantul merupakan SMK terbaik dalam penerapan penilaian otentik aspek sikap pada pada SMK Paket Keahlian Akuntansi di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan skor 2.26 atau tergolong sangat baik. Berikut ini pembahasan untuk masing-masing dimensi:

3.1 Perencanaan Penilaian Otentik

Perencanaan penilaian otentik dibangun atas 2 indikator, yaitu kejelasan kompetensi yang diukur dan teknik dan perangkat penilaian yang digunakan. Indikator pertama tentang kejelasan kompetensi yang diukut meliputi 4 dskriptor, yaitu ketercakupan (1) kompetensi inti sikap spiritual dan sosial, (2) kompetensi dasar ranah sikap, (3) indikator sikap spiritual, dan (4) indikator sikap sosial. Indikator kedua berkaitan dengan teknik dan instrument yang digunakan meliputi 4 deskriptor, yaitu kesesuaian (1) teknik penilaian sikap spiritual, (2) teknik penilaian sikap sosial, (3) instrument penilaian sikap spiritual, dan (4) instrument penilaian sikap sosial.

Secara keseluruhan perencanaan penilaian otentik memperoleh skor mencapai 2.35 atau tergolong sangat baik. Skor tersebut merupakan rerata skor dari dua indikator. Indikator pertama memperoleh skor 2.23 (baik) sedangkan indikator kedua memperoleh skor 2.00 (baik). Meskipun tergolong baik, masih terdapat kesenjangan sebesar 0.65 dari skor sempurna. Kesenjangan tersebut diketahui berasal dari ketidakmunculan deskriptor- deskriptor yang menyusun masing-masing indikator. Berikut ini grafik frekuensi kemunculan masing-masing deskriptor:

Gambar 1: Persentase Kemunculan Deskriptor

Dari grafik tersebut diketahui bahwa penyebab utama kesenjangan sebesar 0,65 adalah ketidak munculan deskriptor ketiga pada indikator 1 dan deskriptor pertama dan ketiga pada indikator 2. Artinya mayoritas RPP yang ditelaah tidak memiliki indikator pencapaian

Des_01 Des_02 Des_03 Des_04

Indikator 01 100 100 54,5 75,8

kompetensi sikap spiritual yang jelas. Ketidakjelasan insikator pencapaian sikap spiritual menyebabkan guru kebingungan dalam memilih teknik penilaian yang tepat dan menyusun instrument yang sesuai.

3.2 Pelaksanaan Penilaian Otentik

Data tentang Pelaksnaan penilaian otentik dikumpulkan melalui kuesioner siswa dimana 2 butir pernyataan merupakan bagian dari indikator pelaksanaan penilaian sikap spiritual dan 5 butir pernyataan merupakan bagian dari indikator pelaksnaan penilaian sikap sosial. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pelaksanaan penilaian otentik secara keseluruhan memperoleh skor 1.93 atau tergolong baik. Skor tersebut merupakan rerata dari skor indikator pelaksanaan penilaian sikap spiritual 1.87 (baik) dan pelaksanaan penilaian sikap sosial 1.99 (baik). Lebih lanjut diketahui bahwa mayoritas siswa (62.2%) menyatakan bahwa guru sering melakukan penilaian sikap spiritual dan 66.7% siswa menyatakan guru sering melakukan penilaian sikap sosial. Melalui wawancara diketahui bahwa seluruh guru menggunakan teknik penilaian observasi hanya 2 guru yang mengkombinasikannya dengan penilaian sejawat, 1 guru dengan penilaian diri dan 1 guru dengan jurnal. Diketahui pula bahwa seluruh guru yang diteliti menggunakan perangkat yang sama untuk mengukur sikap spiritual dan sikap sosial. Meskipun telah tergolong baik, masing terdapat kendala terkait pelaksanaan penilaian sikap sosial berdasarkan hasil wawancara, yaitu (1) Guru mengaku kesulitan menentukan kapan harus memberi nilai 1, 2, 3, atau empat pada sikap spiritual siswa, karena tidak ada yang menjamin menundukan kepala itu berdoa, (2) penilaian sikap dengan pengamatan yang harus diakukan terus-menerus setiap pertemuan dirasa memecah konsentrasi guru dalam mengajar, (3) penilaian diri dan teman sejawat memakan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk proses pembelajaran. Kendala-kendala tersebut disikapi dengan berbagai macam cara oleh guru, antara lain:

a. Salah satu guru mengungkapkan bahwa: “Pada pertemuan pertama saya telah menjelaskan bahwa sistem penilaian sikap yang saya gunakan dengan memberikan seluruh anak skor yang sama, yaitu 80 dengan asumsi bahwa semua anak adalah baik. Skor tersebut dapat berkurang 1 poin setiap siswa beperilaku kurang baik dan

bertambah 1 poin setiap siswa berperilaku baik.”

b. Guru yang berbeda menyikapinya dengan mencermati siswa-siswa yang menonjol saja, baik yang menonjol secara positif maupun negatif untuk diberi nilai tinggi dan rendah, sedangkan sisanya mendapat nilai rata-rata.

c. Guru lain bahkan mengungkapkan hanya melakukan rekapitulasi setiap akhir semester.

4. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis diketahui dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Penerapan penilaian otentik pada SMK Paket Keahlian Akuntansi di Daerah Istimewa Yogyakarta memperoleh skor mencapai 2.08 atau tergolong baik.

2. Dimensi perencanaan penilaian otentik yang merupakan salah satu dimensi penyusun variabel penerapan penilaian otentik memperoleh skor 2.23 atau tergolong baik. Kesenjangan sebesar 0.77 dari skor sempurna disebabkan oleh seringnya deskriptor indikator pancapaian sikap spiritual, teknik penilaian sikap spiritual dan instrument sikap spiritual tidak muncul dalam rancangan penilaian yang dibuat guru.

3. Dimensi pelaksanaan penilaian otentik memperoleh skor 1.93 (baik) atau 1.07 lebih rendah dibandingkan skor maksimal 3.00. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kendala, yaitu (1) kebingungan guru dalam memberikan nilai 1,2,3, atau 4 , (2) guru kesulitan melakukan penilaian secara terus-menerus sembari menyampaikan materi, (3) alokasi waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penilaian sikap cukup banyak.

5. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat dilakukan berdasarkan evaluasi tersebut diatas adalah:

1. Guru hendaknya memperhatikan dan memasukkan indikator sikap spiritual dalam pedoman observasi yang digunakan.

2. Perlu dilakukan diskusi untuk menentukan rubrik penilaian untuk masing-masing aaspek yang diamat agar nilai yang diberikan dapat dipertanggung jawabkan. 3. Perlu adanya pembimbingan bagi guru untuk merumuskan kompetensi dasar

dan indikator pencapaian yang jelas dan sesuai dengan materi pelajaran.

Garis besar

Dokumen terkait