Implementasi Work-Life Balance sebagai Upaya Optimalisasi Proses Regenerasi Tenaga Kerja Muda di Industri Pertambangan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Kesehatan Mental di Industri Pertambangan Industri pertambangan adalah salah satu industri dengan profesi yang menuntut kekuatan fisik, khususnya karena industri ini memiliki jenis pekerjaan yang berat dan berbahaya. Profesi di industri pertambangan kerap kali menjadi sebuah tantangan bukan hanya bagi tubuh, namun bagi pikiran dan mental para tenaga kerja. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, maka akan timbul masalah kesehatan mental yang bukan hanya mengganggu para tenaga kerja, namun juga akan menjadi masalah besar bagi perusahaan.
Kesehatan mental merupakan topik yang kompleks, terutama karena gangguan kesehatan mental dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan kesehatan mental bagi seorang pekerja adalah lingkungan kerjanya. Hal ini utamanya dikarenakan para pekerja menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja, sehingga lingkungan kerja menjadi pengaruh besar bagi kehidupan seorang pekerja.
Sebagai industri yang didominasi dengan tenaga kerja laki-laki, industri pertambangan sering kali dicirikan dengan budaya maskulin dan adanya stigma seputar penyakit mental yang menjadi penghalang bagi industri untuk memberikan fokusnya terhadap isu kesehatan mental (Tynan dkk., 2018).
Diantara faktor yang banyak ditemui di industri pertambangan yang berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan pekerjanya termasuk dengan: jam kerja yang panjang, pembagian kerja dengan sistem shift, tempat kerja yang memiliki jarak cukup jauh dari rumah, tuntutan untuk meninggalkan keluarga, serta lokasi kerja di daerah terpencil yang memiliki layanan profesional terbatas (Tynan dkk., 2018).
Analisis deskriptif yang dilakukan oleh Keown (2005) mengindikasikan bahwa 28,5% pria dan 18,6% wanita di industri pertambangan didiagnosis mengalami depresi, kecemasan, dan/atau stres. Hampir 1 dari 6 orang dengan persentase sebesar 17,4% menderita depresi, kecemasan atau stres. Selain itu, 1 dari 20 menderita kombinasi keduanya dengan persentase sebesar 5,1% atau ketiganya dengan
persentase sebesar 4,3%. Sedangkan studi yang dilakukan Harris dkk., (2021) mengindikasikan bahwa penambang di Amerika mengalami beberapa gangguan kesehatan mental di tempat kerja. 37,4% pekerja mengidentifikasikan diri dan melaporkan gejala depresi mayor yang konsisten, termasuk 11,4% diantaranya memiliki suicidal thoughts atau ide untuk bunuh diri yang aktif. Selain itu, 38,9% pekerja memiliki kecemasan yang signifikan dan 26,2% lainnya memiliki gejala Post-traumatic Stress Disorder (PSTD).
Kondisi Worker Shortage
Salah satu aspek yang selalu menjadi yang tersulit bagi industri pertambangan adalah mengelola dan mempertahankan tenaga kerja yang terampil. Sementara itu, dalam industri pertambangan, sumber daya manusia dan dampak langsungnya sangat berimplikasi terhadap laba (Caterpillar Global Mining, n.d.).
Penambang di Australia pun menghadapi tantangan kurangnya pekerja dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan turunnya jumlah produksi dan pengiriman karena bersaing dengan industri lain dalam memperoleh talenta baru (Matsumoto & Masuda, 2021). Perusahaan-perusahaan pertambangan di Australia telah memperingatkan bahwa terdapat worker shortage yang berimplikasi pada tertahannya investasi di sektor pertambangan. Kepala eksekutif Association of Mining and Exploration Companies (AMEC), Warren Pearce, mengatakan worker shortage menjadi semakin parah dan perusahaan pengeboran serta operator laboratorium tidak dapat menemukan pekerja untuk melakukan pekerjaan tersebut. Kim Wallis dari Wallis Drilling mengatakan bahwa perusahaan telah mengiklankan informasi pekerjaan dalam jumlah besar, namun tidak ada tanggapan. Wallis menekankan bahwa industri pengeboran tidak memiliki cukup pekerja untuk memenuhi permintaan dari perusahaan eksplorasi (Thompson, 2021).
Tambang batubara Amerika juga kehabisan tenaga kerja ketika permintaan sedang booming. Tepat ketika dunia menuntut lebih banyak batubara, pemasok di Amerika menghadapi kekurangan tenaga kerja penambang (Wade, 2021). Di masa depan, akan terus tercipta persaingan untuk sumber daya mineral dan kemungkinan akan meningkatkan permintaan. Namun, tidak ada pekerja tambang yang cukup terampil untuk memenuhi permintaan ini selama 20 tahun ke depan (Society for Mining, Metallurgy & Exploration, 2014).
Jumlah penambang batu bara di Amerika telah merosot selama bertahun-tahun, dan turun sekitar 8,6% dari sebelum pandemi. Pekerja muda menjadi lebih waspada untuk mengambil pekerjaan di industri pertambangan. Bahkan dengan harga batu bara yang melonjak di seluruh dunia, kekurangan tenaga kerja akan menyebabkan adanya kesulitan untuk menopang cadangan energi. Perusahaan di Amerika kini mencoba mengisi sekitar 300 posisi penambangan. Namun menarik penambang telah menjadi persoalan yang sulit.
(Wade, 2021).
4
Di Canada sendiri, meskipun jika sektor pertambangan tidak mengalami pertumbuhan, Canada membutuhkan 87.000 pekerja baru selama 10 tahun ke depan. Minerals Council of Australia mengatakan bahwa pada tahun 2015 Australia membutuhkan 70.000 pekerja tambahan dari 120.000 pekerja yang ada saat ini, untuk dapat memenuhi permintaan.
Diperkirakan 75.000 pekerja dibutuhkan untuk bekerja di sektor pertambangan di negara-negara Amerika Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, permintaan akan tenaga kerja terampil di industri pertambangan akan terus ada (Caterpillar Global Mining, n.d.).
Berdasarkan data Basic Life Support (BLS) yang dimodelkan oleh EIA, industri pertambangan AS diproyeksikan akan terus tumbuh setidaknya dalam sepuluh tahun ke depan. Meski begitu, pensiun di industri ini akan menciptakan kebutuhan tenaga kerja yang signifikan dan mendesak (Society for Mining, Metallurgy & Exploration, 2014). Saat ini, usia rata-rata pekerja produksi di pertambangan mendekati 50 tahun yang mana akan memasuki usia pensiun (Caterpillar Global Mining, n.d.). Energy Information Administration (EIA) memperkirakan bahwa pada tahun 2019 terdapat pertumbuhan pekerja di industri pertambangan, dengan jumlah sekitar 50.000 pekerja. Meski begitu, industri akan membutuhkan tambahan 78.000 pekerja pengganti karena adanya pensiun, dengan total 128.000 posisi baru pada 2019. Pada 2029, lebih dari setengah tenaga kerja saat ini, akan pensiun dan digantikan, dengan jumlah sekitar 221.000 pekerja. Hal ini menciptakan kesenjangan keterampilan dan pengetahuan yang menjadi tantangan bagi industri untuk dapat mengakomodasinya.
Ernie Thrasher, chief executive officer Xcoal Energy &
Resources LLC, memperkirakan bahwa beberapa perusahaan pertambangan menaikkan gaji 10% hingga 12% pada 2019.
Dengan lembur, seorang penambang saat ini dapat menghasilkan hampir $100.000 setahun, atau setara dengan sekitar Rp1,4 milyar. Thrasher sebagai CEO di perusahaan yang menjual batubara, bekerja sama dengan berbagai pemasok dan ia menyampaikan bahwa pemasoknya mengalami kesulitan berupa penurunan sekitar 200 pekerja dari sebelum pandemi dan belum dapat memikat kembali para pekerja baru meski telah meningkatkan gaji (Wade, 2021).
Selain karena pensiunnya baby-boomer dengan banyak pengetahuan yang belum diturunkan ke generasi muda di industri pertambangan, kekurangan tenaga kerja juga disebabkan oleh industri lain dan para pekerja yang kini menunjukkan minat lebih pada karir yang menawarkan work-life balance yang lebih baik (Caterpillar Global Mining, n.d.). Penyebab lainnya dari kelangkaan ini meliputi lokasi terpencil dari operasi penambangan serta kekhawatiran dalam mengelola gaya hidup yang sulit dari industri pertambangan (Wade, 2021).
Implementasi Work-Life Balance di Industri Pertambangan
Guna berinvestasi dalam menangani masalah kesehatan mental bagi tenaga kerja di dalamnya, industri pertambangangan di Indonesia dapat mengimplementasikan rencana komprehensif terkait bagaimana cara untuk meningkatkan kesehatan mental, termasuk dengan menganalisis dan mengidentifikasi masalah terkait kesehatan mental pada pekerja dan mengimplementasikan solusi yang ditemukan, yaitu dengan mengupayakan praktik work-life balance (WLB) di tempat kerja. Implementasi work-life balance (WLB) yang dapat dilakukan sebagai optimalisasi proses regenerasi tenaga kerja muda di industri pertambangan antara lain menerapkan jam kerja yang fleksibel, melakukan sistem kerja telecommuting, kerja paruh waktu dengan sistem yang baik, pembagian pekerjaan yang baik, serta sistem cuti yang baik.
Waktu fleksibel memungkinkan karyawan untuk menentukan (atau terlibat dalam menentukan) waktu mulai dan akhir hari kerja mereka, asalkan sejumlah jam kerja tertentu. Ini dapat memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pribadi (memungkinkan karyawan untuk merespon keadaan yang dapat diprediksi dan tidak dapat diprediksi) atau untuk mengurangi waktu perjalanan mereka dengan memulai dan mengakhiri pekerjaan sebelum atau sesudah jam sibuk (Lazar et al., 2010).
Telecommuting menjadi semakin umum bagi orang untuk melakukan setidaknya beberapa pekerjaan rutin mereka dari rumah daripada pergi ke kantor. Telecommuting dapat menguntungkan bagi karyawan dengan memungkinkan mereka mengatur hari kerja mereka sesuai dengan kebutuhan pribadi dan keluarga mereka untuk mengurangi biaya terkait pekerjaan, untuk mengurangi waktu perjalanan, dan untuk bekerja di lingkungan yang tidak terlalu membuat stres dan mengganggu. Ini juga dapat membantu untuk mengakomodasi karyawan yang mengalami cacat tertentu dan tidak dapat meninggalkan rumah. Fakta bahwa karyawan yang bekerja jarak jauh dapat menggunakan fleksibilitas tambahan ini untuk memanfaatkan periode produktivitas puncak pribadi mereka juga dapat mempengaruhi keuntungan perusahaan. Terlepas dari manfaat ini dan perhatian yang telah ditarik oleh telecommuting di media, sangat sedikit kesepakatan bersama yang memuat ketentuan telework.
Pekerjaan paruh waktu juga dapat memungkinkan orang dengan masalah kesehatan, penyandang disabilitas, atau waktu luang yang terbatas untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja, mengembangkan keterampilan mereka, dan memperoleh pengalaman kerja. Dari sudut pandang pemberi kerja, penggunaan pekerja paruh waktu, jika memungkinkan, dapat membantu memaksimalkan penggunaan sumber daya manusia dan meningkatkan fleksibilitas operasional, dengan menyediakan cakupan tambahan selama periode puncak.
Pekerjaan paruh waktu juga dapat dipertimbangkan tidak memuaskan bagi karyawan yang lebih suka bekerja lebih lama 5
untuk meningkatkan pendapatan mereka, sehingga memastikan standar hidup yang lebih tinggi untuk keluarga mereka. Survei Kondisi Kerja Eropa menemukan bahwa 85%
dari mereka yang bekerja kurang dari 30 jam per minggu merasa puas dengan keseimbangan kehidupan kerja mereka.
Pekerjaan paruh waktu adalah salah satu strategi yang sering digunakan oleh pekerja yang ingin lebih menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan keluarga mereka. Pekerjaan paruh waktu harus dipromosikan di lebih banyak pekerjaan tingkat yang lebih tinggi, misalnya, Daimler Chrysler di Jerman mempromosikan pekerjaan paruh waktu di posisi terdepan di perusahaan (Lazar et al., 2010).
Pembagian pekerjaan adalah pengaturan yang memungkinkan dua (atau lebih) karyawan untuk bersama-sama mengisi satu pekerjaan penuh waktu, dengan tanggung jawab dan waktu kerja dibagi di antara mereka.
Berbagi pekerjaan mungkin tepat jika peluang untuk pekerjaan paruh waktu atau pengaturan lain terbatas. Terlepas dari keuntungan yang jelas dari memberikan karyawan lebih banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pribadinya, berbagi pekerjaan juga memfasilitasi pengembangan kemitraan, di mana pembagian kerja dapat belajar dari satu sama lain sambil memberikan dukungan timbal balik. Ini dapat menguntungkan pemberi kerja juga dengan meningkatkan retensi staf, meningkatkan produktivitas dan menggabungkan lebih banyak keterampilan dan pengalaman dalam satu pekerjaan. Dalam beberapa kasus, pengaturan seperti itu juga dapat memberikan pertanggungan tambahan selama periode sibuk, sambil memastikan kontinuitas pertanggungan ketika salah satu pasangan sedang cuti sakit atau hari libur (Lazar et al., 2010).
Sistem cuti yang baik dapat dilakukan dengan memberikan opsi pemadatan minggu kerja kepada karyawan sehingga karyawan bekerja lebih lama dengan imbalan pengurangan jumlah hari kerja dalam siklus kerja mereka (misalnya setiap minggu atau dua mingguan). Hal ini dapat bermanfaat bagi karyawan dalam hal hari libur tambahan (misalnya akhir pekan yang lebih panjang yang memungkinkan “liburan mini”) dan mengurangi waktu perjalanan, sedangkan pemberi kerja dapat memperpanjang jam operasional harian mereka, dengan lebih sedikit perlu menggunakan waktu lembur. Pengaturan pemadatan minggu kerja mungkin sangat berguna bagi karyawan yang ingin mengurangi jumlah hari per minggu yang dihabiskan di tempat kerja, tetapi tidak mampu secara finansial untuk mengurangi jam kerja mereka (Lazar et al., 2010).
Faktor kontekstual yang mempengaruhi keberhasilan pengaturan kerja tersebut adalah dukungan manajemen dan budaya organisasi yang mendukung adanya praktik manajemen sumber daya manusia formal mengenai pengaturan kerja dan bantuan dalam pelaksanaan pengaturan tersebut.
4. KESIMPULAN
Pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi tidak hanya menghambat kemampuan tenaga kerja untuk menyelaraskan pekerjaan dan kehidupan diluar pekerjaan, tetapi juga terkait dengan risiko kesehatan mental. Data menunjukkan bahwa tenaga kerja di industri pertambangan rentan mengalami depresi, kecemasan, dan/atau stres. Persoalan tersebut tidak dapat diabaikan mengingat profesi di industri pertambangan memiliki tantangan tersendiri bagi pikiran dan mental para pekerja. Mengelola dan mempertahankan tenaga kerja yang terampil pun merupakan aspek yang selalu menjadi yang tersulit bagi industri pertambangan. Persoalan tersebut menimbulkan adanya worker shortage yang juga didukung oleh pensiunnya baby-boomer serta industri lain dan para pekerja yang kini menunjukkan minat lebih pada karir yang menawarkan work-life balance yang lebih baik.
Maka, agar suatu organisasi dapat berhasil, dibutuhkan keterlibatan, komitmen, serta kepuasan tenaga kerja di dalamnya. Implementasi work-life balance (WLB) dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, menerapkan jam kerja yang fleksibel sehingga pekerja dapat menentukan waktu mulai dan akhir hari kerja. Yang kedua, menerapkan sistem kerja telecommuting, dimana karyawan memperoleh fleksibilitas bekerja dari segi tempat dan waktu kerja dengan bantuan teknologi telekomunikasi. Yang ketiga, menerapkan kerja paruh waktu dengan sistem yang baik sehingga membantu memaksimalkan penggunaan SDM dan meningkatkan fleksibilitas operasional. Yang keempat, menerapkan pembagian pekerjaan yang baik yaitu pengaturan yang memungkinkan dua (atau lebih) karyawan untuk bersama-sama mengisi satu pekerjaan penuh waktu, dengan tanggung jawab dan waktu kerja dibagi di antara mereka.
Terakhir, menerapkan sistem cuti yang baik seperti memberikan opsi pemadatan minggu kerja kepada karyawan.
Berdasarkan data-data yang telah dihimpun, dapat disimpulkan bahwa perubahan dalam manajemen sumber daya manusia di industri pertambangan terutama pada waktu kerja, fleksibilitas lokasi kerja, sistem cuti yang baik, serta pembagian pekerjaan yang adil dapat berkontribusi pada peningkatan keseimbangan kehidupan kerja. Penerapan work-life balance pada industri pertambangan telah terbukti memiliki dampak yang positif pada karyawan dalam hal rekrutmen, pergantian karyawan, komitmen dan kepuasan, pengurangan ketidakhadiran, produktivitas dan pengurangan tingkat kecelakaan. Dengan diterapkannya work-life balance pada industri pertambangan, perusahaan menyadari bahwa kesejahteraan karyawan akan mempengaruhi bisnis perusahaan. Oleh karenanya, implementasi dari work-life balance merupakan keuntungan bagi kedua belah pihak baik itu perusahaan maupun karyawan, dimana tujuan organisasi akan tercapai dan terpenuhi dengan sukses bersamaan dengan kebutuhan pribadi karyawan. Hal ini juga turut mendukung industri pertambangan untuk berkompetisi dengan sektor 6
lainnya terutama dalam proses regenerasi tenaga kerja untuk dapat mewujudkan ketahanan energi nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Andiri, I., & Surjanti, J. (2017). JURNAL ILMU MANAJEMEN (JIM). PENGARUH WORK-LIFE BALANCE DAN KOMITMEN AFEKTIF TERHADAP KEPUASAN KARIR PADA PT. SINAR KARYA DUTA
ABADI, 5(3), 3.
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jim/artic le/view/20965/19231
Cambridge University Press. (2021). Definition of work-life balance. Cambridge Dictionary. Retrieved November
5, 2021, from
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/wor k-life-balance
Caterpillar Global Mining. (n.d.). Mining industry employs creative solutions to solve skills shortage: Workforce development is critical focus for many companies.
viewpoint. Retrieved November 19, 2021, from http://viewpointmining.com/article/mining-industry-em ploys-creative-solutions-to-solve-skills-shortage DVV Media International. (2021). WORK-LIFE BALANCE.
Personnel Today. Retrieved November 5, 2021, from https://www.personneltoday.com/hr-practice/work-life-balance/
Lazar, I., Osoian, C., & Ratiu, P. (2010). European Research Studies. The Role of Work-Life Balance Practices in Order to Improve Organizational Performance, 8(1), 6.
https://www.ersj.eu/repec/ers/papers/10_1_p14.pdf Matsumoto, F., & Masuda, H. (2021, Juli 19). Australian
mining industry digs deep for labor shortage answers.
Nikkei Asia. Retrieved November 19, 2021, from https://asia.nikkei.com/Business/Markets/Commodities /Australian-mining-industry-digs-deep-for-labor-shorta ge-answers
Meenakshi, S., C. V., V. S., & Ravichandran, K. (2013, Desember). The Importance of Work-Life-Balance.
Journal of Business and Management, 14(3), 31-35.
IOSR. Retrieved November 5, 2021, from https://www.iosrjournals.org/iosr-jbm/papers/Vol14-iss ue3/F01433135.pdf
Mercer. (2019, Januari 11). American Mining Companies and The Aging Workforce. Retrieved November 6, 2021, from
https://www.imercer.com/articleinsights/american-mini ng-companies-and-the-agingcater-workforce
Society for Mining, Metallurgy & Exploration. (2014, Februari 19). Workforce Trends in the U.S. Mining Industry. SME. Retrieved November 19, 2021, from https://www.smenet.org/What-We-Do/Technical-Briefi ngs/Workforce-Trends-in-the-US-Mining-Industry Thompson, B. (2021, Juli 8). Worker shortage hits mining
exploration. The Australian Financial Review.
Retrieved November 19, 2021, from
https://www.afr.com/companies/mining/worker-shortag e-hits-mining-exploration-20210708-p587z8
Vella, H. (2019, Juni 5). What is motivating mining jobseekers? Mining Technology. Retrieved November
6, 2021, from
https://www.mining-technology.com/features/mining-j obs-salary/
Wade, W. (2021, Oktober 6). U.S. Coal Mines Are Running Out of Miners Just as Demand Booms. The Bloomberg Green. Retrieved November 19, 2021, from https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-10-06/
coal-producers-in-u-s-lack-miners-to-meet-surging-glo bal-demand
Working Families. (2005). Is less more? Productivity, flexible working and Management. Granfield University School of Management.
7
1
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
K3 dan Lingkungan Pertambangan