• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Lapang

Profil Peternak

Sapi Aceh umumnya ditangani oleh masyarakat pedesaan dengan sistem tradisional, yaitu peran alam masih dominan, skala usaha kecil, pengadaan bibit, pemberian pakan, pemeliharaan dan perkandangan masih mengikuti cara-cara lama secara turun-temurun. Pengobatan ternak sakit dilakukan sendiri kecuali jika sapi sakit berlanjut, maka akan diupah tenaga kesehatan hewan untuk mengobatinya. Kandang sederhana beratap rumbia dengan dinding dari bahan kayu atau daun kelapa umumnya dibangun di dalam pekarangan rumah atau kebun milik peternak. Pada saat menjelang malam tiba, peternak membuat perapian sampai mengeluarkan asap di dalam kandang sapi untuk mengusir nyamuk dan memberi kehangatan bagi ternak sapinya. Sebelum diberlakukan Operasi Jaring Merah di Aceh pada tahun 1990, apabila dilakukan perjalanan darat di malam hari dari Banda Aceh melalui bagian timur Aceh menuju perbatasan dengan Sumatera Utara, maka akan ditemui sapi Aceh beristirahat sepanjang jalan negara lintas Sumatera (karena kondisi badan jalan beraspal yang hangat dipanasi sinar matahari pada siang hari). Pemeliharaan sapi masih merupakan usaha sampingan selain sebagai petani sawah dan ada juga peternak merangkap pedagang atau tukang dalam jumlah kecil. Tenaga kerja untuk memelihara sapi berasal dari keluarga. Walaupun demikian, dari pemeliharaan sapi tersebut (low input) telah menambah pendapatan bagi peternak untuk biaya sekolah anak dan kesehatan. Bahkan beberapa peternak dapat membangun rumah serta menunaikan ibadah haji dari hasil beternak sapi Aceh. Selain sebagai sumber pendapatan dan tabungan keluarga, motivasi beternak dilakukan juga sebagai sumber tenaga kerja untuk mengolah lahan pertanian (menarik bajak) dan alat transportasi (pedati) untuk mengangkut barang material. Namun sekarang, tujuan pemeliharaan sapi Aceh sebagai tenaga kerja semakin jarang dijumpai karena semakin banyak tenaga sapi digantikan dengan menggunakan tenaga mesin.

Kepemilikan sapi di Aceh umumnya merupakan warisan keluarga secara turun-temurun, pembelian atau milik orang lain. Ada aturan bagi hasil dalam usaha pemeliharaan sapi di Aceh. Apabila sapi yang dipelihara merupakan sapi betina milik orang lain untuk menghasilkan anak, maka anak sapi yang lahir

pertama dihargakan satu bagian (0,25%) bagi pemilik modal dan tiga bagian (0,75%) untuk pemelihara sapi, dan anak yang lahir berikutnya dibagi dua bagian dengan perbandingan 1:1. Apabila sapi jantan milik orang lain yang dipelihara untuk digemukkan, maka perjanjian dari hasil penjualan sapi, labanya dibagi dua bagian yang sama yaitu, separuh (50%) untuk pemilik modal dan separuhnya lagi (50%) untuk pemelihara sapi.

Masyarakat peternak yang memelihara sapi Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai kisaran umur 23-59 tahun dengan pengalaman beternak antara 3-35 tahun. Pendidikan para peternak adalah 43,7% setingkat Sekolah Dasar, 28,5% setingkat Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama, 18,5% setingkat Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas dan 9,3% sarjana (Tabel 2).

Tabel 2 Profil peternak sapi Aceh

Karakteristik Peternak sapi Aceh

Umur rata-rata (tahun) 23-59

Pengalaman beternak (tahun) 3-35

Jenis kelamin (%) - Laki-laki 95 - Perempuan 5 Pendidikan peternak (%) - SD 43,70 - SLTP 28,50 - SLTA 18,50 - Sarjana 9,30

Jumlah sapi peliharaan (%) 5,00

-≤2 ekor 50,00 - Antara 3-5 ekor 46,25 - > 5 ekor 3,75 Pemelihara sapi (%) - Betina 51,25 - Jantan 28,75

- Jantan dan betina 20,00

Jumlah sapi yang dipelihara peternak di Aceh, terbanyak yaitu memelihara dua ekor sapi (50%) dan ada pula yang memelihara 3-5 ekor atau lebih dengan persentase yang semakin kecil. Peternak yang memelihara sapi Aceh betina merupakan jumlah yang terbanyak dijumpai yaitu sebesar 51,25%, dan yang memelihara sapi jantan ialah 28,75% serta peternak yang memelihara sapi jantan dan betina ialah 20%.

Pemeliharaan sapi di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh, umumnya dilakukan dengan cara mengikat sapi di lapangan rumput atau lahan

sawah dan ditemui juga sapi-sapi yang digembalakan. Para peternak di daerah Seulimum, Jantho dan sekitarnya yang bertempat tinggal dekat bukit, mengembalakan sapi-sapinya sampai ke kaki pegunungan bukit barisan. Namun, sapi jantan umumnya digemukkan dalam kandang secara semi-intensif

(kereman), yaitu dilakukan pemeliharaan sapi di dalam kandang dalam jangka

waktu tertentu (beberapa bulan atau tahunan) terus-menerus sesuai keinginan peternak, pemilik modal atau permintaan pasar. Sapi diberikan pakan rumput lapangan, rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput raja (Pennisetum

purpupoides) serta batang pisang. Kadang-kadang diberikan garam dapur untuk

menambah nafsu makan. Pada saat-saat tertentu (2-4 minggu sekali) sapi dikeluarkan dari kandangnya untuk dimandikan serta olah raga. Sapi yang dimasukkan ke kandang penggemukan biasanya telah berumur minimal 1 tahun (telah berganti gigi seri satu pasang) atau ukuran tubuh dan taksiran bobot badan sapi sesuai dengan keinginan peternak. Sapi untuk penggemukan dapat berasal dari pembesaran anak sapi jantan yang dilahirkan sapi induk peliharaannya, sapi bakalan yang dibeli dari luar atau titipan orang lain melalui perjanjian bagi hasil. Permintaan terhadap sapi jantan yang telah digemukkan cenderung meningkat menjelang hari raya keagamaan di Aceh. Umumnya, peternak menjual sapi hasil penggemukan kepada pedagang pengumpul ternak (bahasa Aceh mugéé) atau ke pasar hewan. Hasil yang diterima dari usaha penggemukan sapi jantan relatif lebih cepat dan lebih tinggi harganya dibanding dengan pemeliharaan sapi betina. Jumlah keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan sapi yang digemukkan bergantung pada ukuran dan taksiran pertambahan bobot badan yang dicapai dalam proses penggemukan, lama penggemukan, harga daging serta penampilan tubuh sapi (warna, bentuk dan kondisi tubuh serta tebal tipisnya penumpukan daging). Disamping itu, dalam usaha penggemukan sapi, peternak mendapat keuntungan tambahan dari hasil penjualan pupuk kandang kepada pengusaha tanaman hias dan petani hortikultura.

Pada sistem penggemukan sapi di Aceh, ada rutinitas pemeliharaan sapi yang dilakukan menyangkut pemberian pakan berkualitas, membersihkan kandang, pengawasan, pengobatan dan penyediaan bakalan baru dengan segera apabila sapi hasil penggemukan sudah terjual. Umumnya, keadaan kandang untuk sapi penggemukan tertutup rapat dan lebih baik dibanding dengan kandang bagi pemeliharaan sapi betina.

Pemeliharaan sapi di Kabupaten Pidie dan Aceh Utara, hampir seluruh sapi dilepas pada pagi hari ke lapangan-lapangan rumput atau sawah-sawah yang baru dipanen dan sapi-sapi tersebut membentuk beberapa kelompok. Pemberian pakan untuk sapi Aceh pada saat musim tanam dan musim kemarau hanya mengandalkan jerami padi dan sangat sedikit diberikan rumput segar bahkan rumput kering. Setiap peternak memiliki gubuk tempat penyimpanan jerami padi (bahasa Acehbeurandang jumpung) di dekat rumahnya.

Penggemukan sapi Aceh jantan terintegrasi dengan kebun sawit dilakukan oleh peternak di Cót Girek, Kabupaten Aceh Utara. Sapi-sapi dilepas digembalakan sepanjang hari dalam areal kebun sawit yang luas. Kandang- kandang sapi dibangun dekat pemukiman penduduk. Pada sore hari, sapi peliharaan kembali ke kandang dan mendapat tambahan pakan rumput gajah

(Pennisetum purpureum) yang telah disediakan pemiliknya di kandang masing-

masing. Penampilan sapi-sapi penggemukan tersebut cukup baik dan dalam waktu singkat sangat bernilai ekonomis untuk dijual.

Ukuran-ukuran Tubuh

Rataan ukuran tubuh sapi Aceh yang diukur meliputi lingkar dada, lebar dada, dalam dada, tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang badan, lingkar paha, panjang ekor, lebar ekor, panjang kepala, lebar kepala, panjang tanduk dan penimbangan bobot badan yang dikelompokkan menurut umur dan jenis kelamin berbeda, tertera dalam Tabel 3 dan Tabel 4.

Nilai taksiran bobot badan sapi Aceh diperoleh dari rumus lingkar dada dan panjang badan (bagian metodologi). Rataan bobot badan sapi Aceh dewasa jantan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan sapi Aceh dewasa betina yaitu masing-masing sebesar 176,05 kg dan 158,26 kg. Pertambahan umur sapi, meningkatkan bobot badan secara sangat nyata (P<0,01) (Tabel 3 dan 4).

Rataan lingkar dada sapi dewasa jantan (135,25 cm) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan sapi betina (128,52 cm). Demikian juga lebar dada sapi dewasa jantan (27,00 cm) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan sapi betina (24,21 cm). Dalam dada sapi dewasa jantan (48,10 cm) berbeda nyata (P<0,05) dengan sapi betina (45,25 cm). Bertambah umur sapi, lingkar dada, lebar dada dan dalam dada meningkat secara sangat nyata (P<0,01).

Tabel 3 Ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi Aceh jantan dengan menggunakan rumus lingkar dada dan panjang badan Kelompok umur (tahun)

1 2 3 4 No. Ukuran Tubuh n x s KK (%) n x s KK (%) n x s KK (%) n x s KK (%) 1 Li_Da 85 118,65 8,30 7,00 23 128,30 8,25 6,43 14 133,29 6,00 4,50 8 138,69 2,28 1,64 2 Pa_Ba 86 93,42 8,03 8,59 23 99,76 5,98 5,99 14 101,29 5,18 5,11 8 107,69 5,68 5,27 3 BB 85 123,34 25,38 20,58 23 153,17 25,58 16,70 14 167,06 19,72 11,80 8 191,78 12,18 6,35 4 Le_Da 86 23,26 5,42 23,32 23 24,59 3,00 12,18 14 26,29 3,79 14,42 8 28,25 2,65 9,37 5 Da_Da 86 41,20 7,36 17,85 23 44,41 3,33 7,50 14 47,29 4,03 8,52 8 49,50 3,08 6,22 6 Ti_Pu 86 93,77 5,82 6,21 23 97,83 4,96 5,07 14 99,18 5,04 5,08 8 105,56 4,76 4,51 7 Ti_Pi 86 97,70 6,31 6,46 23 103,07 6,87 6,67 14 105,86 4,06 3,84 8 110,25 4,42 4,01 8 Le_Pi 86 25,22 5,93 23,51 23 26,67 5,42 20,32 14 29,75 4,31 14,49 8 32,06 3,16 9,86 9 Li_Pa 84 42,97 5,32 12,38 23 47,35 6,70 14,15 14 46,89 6,98 14,89 8 52,88 8,49 16,06 10 Pa_Ek 84 66,60 9,18 13,78 22 70,05 5,21 7,44 14 74,79 6,60 8,82 8 80,31 5,30 6,60 11 Le_Ek 85 5,09 0,68 13,44 23 5,71 0,69 12,14 14 5,30 0,77 14,58 8 5,81 0,76 13,14 12 Pa_Ke 85 35,97 3,37 9,36 23 38,63 2,31 5,97 14 39,57 1,54 3,90 8 40,63 1,79 4,40 13 Le_Ke 85 17,57 1,54 8,74 23 18,22 1,10 6,02 14 18,61 1,15 6,16 8 19,75 1,36 6,90 14 Pa_Ta 86 4,69 3,52 75,00 23 7,63 4,58 60,00 14 10,36 4,70 45,37 8 15,19 5,78 38,05

Keterangan : BB = bobot badan (kg), Li_Da = lingkar dada (cm), Le_Da = lebar dada (cm), Da_Da = dalam dada (cm), Ti_Pu = tinggi pundak (cm), Ti_Pi = tinggi pinggul (cm), Le_Pi = lebar pinggul (cm), Pa_Ba = panjang badan (cm), Li_Pa = lingkar paha (cm), Pa_Ek = panjang ekor (cm),

Le_Ek = lebar ekor (cm), Pa_Ke = panjang kepala (cm), Le_Ke = lebar kepala (cm), Pa_Ta = panjang tanduk (cm); n = jumlah sampel; x=

Tabel 4 Ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi Aceh betina dengan menggunakan rumus lingkar dada dan panjang badan Kelompok umur (tahun)

1 2 3 4 No. Ukuran Tubuh n x s KK (%) n x s KK (%) n x s KK (%) n x s KK (%) 1 Pa_Ba 61 92,01 7,61 8,27 34 98,59 6,10 6,19 37 99,04 6,33 6,39 137 103,95 6,98 6,71 2 Li_Da 59 116,19 8,94 7,69 34 124,69 6,47 5,19 37 126,41 8,12 6,42 137 129,09 6,62 5,13 3 BB 59 116,70 25,83 22,13 34 142,54 19,56 13,72 37 147,42 22,9 15,53 137 161,19 23,28 14,44 4 Le_Da 61 20,66 3,80 18,42 34 22,68 4,36 19,24 37 23,18 3,24 13,99 137 24,49 3,99 16,28 5 Da_Da 61 39,48 6,89 17,46 34 42,46 5,90 13,90 37 43,68 5,79 13,26 137 45,68 5,90 12,91 6 Ti_Pu 61 92,78 6,51 7,01 34 96,10 4,23 4,40 37 98,69 4,13 4,18 137 99,32 4,59 4,62 7 Ti_Pi 61 96,78 6,38 6,59 34 101,66 3,45 3,39 37 103,14 4,54 4,40 137 103,85 4,25 4,09 8 Le_Pi 61 24,82 3,85 15,49 34 27,12 3,98 14,67 37 28,41 4,06 14,30 137 30,07 3,84 12,78 9 Li_Pa 59 42,48 6,96 16,38 32 45,02 6,17 13,71 33 45,83 6,55 14,29 130 46,00 5,98 13,00 10 Pa_Ek 60 64,93 4,80 7,40 34 68,46 5,25 7,66 36 71,11 7,75 10,90 134 73,96 6,76 9,14 11 Le_Ek 61 4,95 0,62 12,42 34 5,16 0,62 11,93 36 5,31 0,60 11,23 136 5,42 0,59 10,81 12 Pa_Ke 60 35,09 3,21 9,16 34 37,16 1,73 4,66 37 38,61 1,99 5,15 137 38,89 2,44 6,27 13 Le_Ke 60 16,46 1,45 8,83 34 17,04 1,52 8,91 37 17,32 1,73 10,00 137 18,10 1,57 8,67 14 Pa_Ta 60 2,46 2,60 105,82 34 4,97 3,92 78,82 37 9,30 6,80 73,12 137 12,41 6,98 56,25

Keterangan : BB = bobot badan (kg), Li_Da = lingkar dada (cm), Le_Da = lebar dada (cm), Da_Da = dalam dada (cm), Ti_Pu = tinggi pundak (cm), Ti_Pi = tinggi pinggul (cm), Le_Pi = lebar pinggul (cm), Pa_Ba = panjang badan (cm), Li_Pa = lingkar paha (cm), Pa_Ek = panjang ekor (cm),

Le_Ek = lebar ekor (cm), Pa_Ke = panjang kepala (cm), Le_Ke = lebar kepala (cm), Pa_Ta = panjang tanduk (cm); n = jumlah sampel; x =

Rataan Tinggi pundak sapi Aceh dewasa jantan lebih tinggi (P<0,05) dibanding sapi dewasa betina, masing-masing 101,50 cm dan 99,19 cm, dan rataan tinggi pinggul sapi dewasa jantan (107,45 cm) nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding sapi betina dewasa (103,70 cm). Tinggi pundak dan tinggi pinggul meningkat sangat nyata dengan meningkatnya umur. Namun, rataan lebar pinggul sapi dewasa jantan (30,60 cm) relatif sama (P>0,05) dengan sapi betina (29,72 cm).

Rataan panjang badan sapi dewasa jantan (103,61 cm) hampir sama (P>0,05) dibanding sapi dewasa betina (102,91 cm). Pertambahan umur sapi, meningkatkan panjang badan sangat nyata (P<0,01).

Rataan lingkar paha sapi dewasa jantan (49,07 cm) lebih besar (P<0,05) dibanding dengan lingkar paha sapi dewasa betina (45,97 cm). Lingkar paha meningkat sangat nyata (P<0,01) dengan bertambahnya umur sapi.

Rataan panjang ekor sapi dewasa jantan (76,80 cm) berbeda nyata (P<0,05) dengan sapi betina (73,36 cm), tetapi lebar ekor sapi jantan (5,49 cm) relatif sama dengan sapi betina (5,39 cm).

Rataan panjang kepala sapi dewasa jantan relatif sama dengan sapi betina (39,96 cm dan 38,83 cm). Demikian juga rataan panjang tanduk sapi dewasa jantan (12,11 cm) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan sapi betina (11,75 cm). Namun demikian, lebar kepala sapi dewasa jantan (19,02 cm) lebih besar (P<0,05) dibandingkan dengan sapi betina (17,93 cm).

Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan Merkens pada tahun 1926, yaitu sapi Aceh jantan (n= 3 ekor) mempunyai rataan tinggi pundak 115,5 cm; tinggi pinggul 115,0 cm; panjang badan 126,0 cm; lebar dada 35,5 cm; lebar pinggul 42,2 cm; dalam dada 62,8 cm; dan lingkar dada 160,8 cm. Nilai taksiran rataan bobot badan (dengan menggunakan rumus lingkar dada dan panjang badan) sapi Aceh dari data tersebut di atas yaitu 301,55 kg. Jika dibandingkan hasil penelitian ini dengan laporan tersebut, maka sapi Aceh telah mengalami penurunan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh (Gambar 7). Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan. Pertama, bekerjanya seleksi alam terhadap gen-gen pada sapi Aceh dalam merespons perubahan kondisi lingkungan. Tekanan penduduk dan industri yang semakin besar terhadap lahan produktif sehingga menggeser ternak sapi dari lahan tersebut ke lahan yang kurang produktif bahkan ke lahan kritis. Dugaan ini telah dibuktikan melalui pemodelan kelenturan fenotipik pada hewan percobaan mencit (Mus musculus)

oleh Abdullahet al. (2005) bahwa, mencit liar yang telah teradaptasi lingkungan dengan segala perubahan yang ada mempunyai gen pengatur daya produksi dan reproduksi yang lebih unggul terhadap stres lingkungan dibanding mencit laboratorium. Diduga gen ini juga dimiliki oleh ternak ruminansia besar termasuk sapi. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Ti_Pu Ti_Pi Pa_Ba Le_ Da Da_Da Le_ Pi Li_Da

(c m ) Ukuran tubuh 192 6* 200 8

Gambar 7 Perbedaan ukuran-ukuran tubuh sapi Aceh pada tahun berbeda (Sumber: *Merkens 1926)

Kemungkinan kedua yaitu diduga telah terjadi seleksi negatif dalam populasi sapi ini. Sapi-sapi berukuran besar terkuras melalui pemotongan dan pengeluaran tanpa ada usaha pencegahan mempertahankan sapi-sapi tersebut, sehingga hanya sapi-sapi berukuran kecil yang tetap berada dalam populasi dan mendapat kesempatan berkembang biak. Kemungkinan ketiga, telah terjadi erosi genetik sapi Aceh disebabkan oleh eksploitasi yang tidak terstruktur yang dilakukan belakangan ini, yaitu menyilang-nyilangkan ternak tanpa undang- undang, biosekuriti, identifikasi, monitoring, evaluasi dan kontrol. Hal tersebut telah menyebabkan banyak peternak yang tertarik menyilangkan ternak sapinya, sehingga populasi sapi Aceh semakin berkurang yang pada gilirannya peternak sapi Aceh semakin sulit mendapatkan pejantan Aceh murni. Dengan demikian, terjadilahinbreedingakibat terbatasnya pejantan berukuran besar yang berakibat pada turunannya yang kerdil dan dijumpai kasus sapi Aceh yang sulit beranak.

Apabila dibandingkan dengan sapi-sapi lokal lain berdasarkan literatur terdahulu, maka sapi Aceh termasuk tipe sapi berukuran kecil. Namun, secara umum bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi Aceh cenderung lebih tinggi dibanding bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi Pesisir di Sumatera Barat,

terutama untuk sapi-sapi Aceh di bagian Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Pidie dan Aceh Utara. Bobot badan sapi-sapi Aceh pada semua tingkat umur lebih rendah daripada bobot badan sapi-sapi Bali, Madura dan PO pada tingkat umur yang sama. Demikian juga dengan semua ukuran tubuh sapi Aceh lebih rendah dari ukuran-ukuran tubuh sapi-sapi lokal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa, secara fenotipik terdapat perbedaan antara sapi Aceh terhadap sapi Bali, Madura dan PO (Tabel 5).

Berdasarkan ukuran tubuh, Otsuka et al. (1980) menyatakan bahwa sapi Madura betina agak lebih besar dibanding dengan sapi Aceh dan Padang (sapi Sumatera), namun lebih kecil dibanding dengan sapi Bali. Berdasarkan sifat karakteristik kepalanya, Hayashi et al. (1980) menyimpulkan bahwa derajat uniformitas bagian-bagian tulang tengkorak (lebar, tinggi dan panjang) sapi Aceh secara signifikan lebih rendah dibanding sapi Bali. Sapi Madura, menunjukkan karakteristik bagian-bagian tengkorak yang berada di antara sapi Aceh dan sapi Bali dengan derajat uniformitas yang rendah seperti sapi Aceh.

Tabel 5 Ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi-sapi jantan lokal pada umur dewasa

Bangsa sapi

Sifat Aceh Bali1

Madura1 PO1 Pesisir2 Lingkar dada, cm 138,69 176,71 154,56 160,37 131,43 Lebar dada, cm 28,25 44,27 41,61 44,28 25,76 Dalam dada, cm 49,50 66,45 56,71 59,15 49,56 Tinggi pundak, cm 105,56 122,35 116,59 127,46 103,46 Tinggi pinggul, cm 110,25 122,14 116,83 129,82 108,37 Lebar pinggul, cm 32,06 37,62 32,95 35,96 33,73 Panjang badan, cm 107,69 120,67 114,54 120,15 115,56 Panjang kepala, cm 40,63 44,30* - - 37,1 Lebar kepala, cm 19,75 18,20* - - 16,9 Bobot badan, kg 191,78 337-494** 300# 225-420## 177,6

Sumber: Sapi Aceh kelompok umur 4 tahun hasil penelitian; *) Otsukaet al. (1980),1)

Surjoatmodjo (1993);2) Sarbaini (2004); **) Pane (1991);#) Wijono dan Setiadi

(2004);##) Astuti (2004)

Bentuk Tubuh

Umumnya sapi Aceh bertemperamen nervusdan pada sapi jantan dewasa memiliki sifat menyerang. Sifat tersebut akan berkurang jika digunakan cincin hidung dan sering diusap-usap pada tubuhnya oleh peternak. Sapi Aceh jantan yang dipelihara secarakeremanakan dijumpai keadaan yang sangatnervusdan menggosok-gosokkan tanduk pada bagian-bagian kandang, bahkan akan berusaha menanduk apa saja yang ditemuinya jika sewaktu-waktu dikeluarkan

dari kandang. Sifatnervus yang dimiliki sapi Aceh merupakan keunikan tingkah laku yang tidak dimiliki oleh sapi Bali, Madura, PO dan Pesisir. Sifat tersebut merupakan satu keuntungan dalam pemeliharaan sapi Aceh yaitu untuk menghindari dirinya dari hewan buas pemangsa apabila sapi ini digembalanan di hutan dan di samping itu juga tidak mudah dicuri.

Keadaan tubuh sapi Aceh jantan lebih besar dibanding betina. Tubuh bagian depan lebih rendah dibanding bagian belakang baik pada jantan maupun betina. Sapi betina bergumba kecil dan bergumba jelas pada jantan serta bergelambir baik pada jantan maupun betina dengan tampilan lebih tebal dan lebih berat pada jantan. Gelambir pada sapi Aceh jantan dan betina dijumpai mulai bawah kerongkongan sampai bawah dada antara dua kaki depan. Pada sapi Aceh jantan memiliki selaput penis (preputium) yang pendek.

Keadaan tubuh pada sapi Aceh umumnya dimiliki oleh keempat bangsa sapi lokal lainnya. Sapi PO mempunyai gumba yang besar dan merupakan turunan zebu (Hardjosubroto 2004), bergelambir lebar danpreputiumnya panjang menggantung. Menurut Setiadi dan Diwyanto (1997), sapi Madura mempunyai gumba yang kecil danpreputium yang pendek, sedangkan sapi Bali mempunyai punggung yang lurus tanpa gumba, tetapi juga mempunyai gelambir kecil.

Hampir seluruh populasi sapi Aceh yang diamati mempunyai garis muka yang cekung. Namun demikian, ada sebagian (4,5%) yang memiliki garis muka yang lurus. Garis muka yang cekung pada sapi Aceh kemungkinan juga terdapat pada sifat sapi Pesisir, sedangkan garis muka sapi Madura menurut Setiadi dan Diwyanto (1997), umumnya lurus.

Garis punggung dapat menunjukkan bentuk tubuh yang ideal pada seekor ternak (Setiadi dan Diwyanto 1997). Pada umumnya sapi Aceh mempunyai garis punggung yang cekung (89,25%), sebagian mempunyai garis punggung cembung (6,25%) dan sebagian kecil mempunyai garis punggung lurus (4,5%). Garis punggung yang cekung pada sapi Aceh, merupakan sifat yang dimiliki sapi PO. Menurut Handiwirawan dan Subandriyo (2004), sapi Bali memiliki garis punggung yang lurus dan merupakan tipe bangsa turunan Bos sondaicusatau

Bos banteng. Selanjutnya hasil penelitian Setiadi dan Dwiyanto (1997), sapi

Madura mempunyai garis punggung yang lurus, tetapi ditemukan juga sapi yang mempunyai garis punggung cekung (34,7%) dan sebagian kecil (6,1%) mempunyai garis punggung yang cembung.

Warna dan Pola Warna Tubuh

Populasi sapi Aceh yang teramati menunjukkan warna beragam. Warna tubuh dominan sapi Aceh adalah merah bata dan cokelat muda. Disamping itu terdapat sapi yang berwarna cokelat, cokelat kehitaman, hitam, putih kemerahan, putih dan putih keabuan (Gambar 8).

Warna-warna yang diidentifikasi secara umum dikelompokkan ke dalam warna merah bata, cokelat, hitam, putih, dan kombinasi yang mengarah ke warna terang dan gelap. Warna terang pada sapi Aceh didominasi oleh cokelat muda (31%), putih kemerahan (9,75%), putih (4,75%), dan putih keabuan (0,75%). Warna gelap didominasi merah bata (33,7%), cokelat (9%), hitam (5,75%), dan cokelat kehitaman (5,25%). Jika dikelompokkan sapi yang berwarna gelap dan terang, maka persentase sapi yang berwarna gelap relatif lebih besar yaitu 53,75% (Tabel 6).

Tabel 6 Warna-warna tubuh sapi Aceh

Kelompok warna Warna tubuh Proporsi (%) Jumlah (%)

1. Gelap Merah bata 33,75 53,75

Cokelat 9,00

Hitam 5,75

Cokelat kehitaman 5,25

2. Terang Cokelat muda 31,00 46,25

Putih kemerahan 9,75

Putih 4,75

Putih keabuan 0,75

Warna putih atau putih keabuan pada sapi Aceh merupakan warna-warna yang mirip dan dimiliki sapi Tharparkar, Guzerat, Ongole dan Nellore di India. Warna cokelat kehitaman, merupakan warna yang mirip sapi Kankrey juga dari India, sedangkan warna kelompok gelap yang dominan merah bata dengan garis hitam tipis di sepanjang tengah punggung pada sapi Aceh menyerupai warna yang dimiliki sapi Bali betina dewasa.

Kecuali sapi berwarna putih, umumnya sapi Aceh mempunyai warna yang lebih muda pada kaki bagian bawah, sekitar dada, perut sampai bagian antara kedua pasang kaki belakang, bagian dalam telinga dan pinggiran bibir atas. Pola warna demikian cenderung menyerupai warna umum pada sapi Bali. Menurut Payne dan Rollinson (1973); NRC (1983); Handiwirawan dan Subandriyo (2004), sapi Bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami

Putih Putih keabuan

Putih kemerahan Cokelat muda

Merah bata Cokelat

Cokelat kehitaman Hitam

Keterangan: *) warna terang terbanyak dalam populasi; **) warna gelap terbanyak dalam populasi Gambar 8 Warna-warna tubuh sapi Aceh

**

perubahan kecil dibandingkan dengan moyangnya (Banteng). Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian paha belakang (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga dan pada bagian bibir atas.

Sapi Aceh yang jantan masih dijumpai warna yang lebih gelap pada leher sampai kepala seperti yang dikemukakan Otsuka et al. (1980). Warna sapi demikian digolongkan warna tubuh tipe liar seperti dinyatakan Fries dan Ruvinsky (1999) bahwa, warna tubuh tipe liar antara lain memiliki sifat pigmentasi yang solid, cenderung memiliki warna lebih gelap pada kepala dan leher. Variasi warna tubuh tipe liar ini termasuk warna merah dan hitam. Keadaan yang serupa juga pernah dilaporkan Merkens (1926) bahwa, kepala sapi Aceh berwarna antara cokelat merah sampai cokelat abu-abu, bahkan di Aceh Utara dan Aceh Timur ditemukan sapi berwarna kepala lebih gelap sampai hitam.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar warna moncong dari populasi sapi Aceh yang diamati adalah hitam (99%) dan sebagian mempunyai warna kecokelatan. Semua kuku sapi Aceh yang diamati berwarna hitam. Tidak seperti halnya pada warna moncong dan warna kuku, tanduk sapi Aceh umumnya berwarna hitam kecokelatan (99%) dan sebagian kecil berwarna hitam. Tanduk berwarna abu-abu yang lebih terang sering dijumpai pada sapi yang masih muda dan baru tumbuh tanduk. Semakin meningkat umur sapi, warna tanduk beralih menjadi hitam kecokelatan bahkan hitam pada seperempat bagian ujungnya. Menurut Setiadi dan Dwiyanto (1997), warna moncong dan kuku yang hitam umum didapati pada sapi Bali dan sapi Peranakan Ongole.

Sapi berwarna putih atau putih keabuan kurang disenangi peternak dan konsumen di Aceh. Hal ini kemungkinan karena ada anggapan bahwa sapi dengan warna demikian merupakan sapi albino (bahasa Aceh gapi). Warna tubuh sapi yang paling disukai di Aceh adalah merah bata dan cokelat.

Warna tubuh sapi Aceh yang beragam tidak ditemukan pada bangsa sapi Bali, Madura dan PO. Namun, warna yang beragam tersebut relatif menyerupai warna-warna pada sapi Pesisir di Sumatera Barat seperti dikemukakan Otsukaet al. (1980) dan Sarbaini (2004).

Dari pola dan macam warna hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Namikawa et al. (1982a) pada sapi Aceh dan sapi Madura yang menyatakan bahwa, sapi sumatera (Aceh dan Pesisir) memiliki macam warna hitam, cokelat kehitaman, cokelat kuning, dan abu-abu putih yang didominasi

oleh warna cokelat kuning, dan sapi Madura memiliki tiga warna yang sama dengan sapi Sumatera, yaitu hitam, cokelat kekuningan dan abu-abu putih

Dokumen terkait