• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Hasil

1. Pertumbuhan Rata – rata Berat Ikan Selama 2 Minggu

Peningkatan berat ikan patin selama 5 bulan pemeliharaan menunjukkan bahwa pakan yang diberikan mengandung cukup energi dan memenuhi kebutuhan ikan untuk tumbuh (Sugianto, 2007).Dengan kebutuhan nutrisi yang tercukupi, maka kebutuhan energi untuk kegiatan metabolisme ikan juga terpenuhi.Dari hasil penelitian yang telah dilakukanmengenai pengaruh perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong terhadap pertumbuhan berat tubuh ikan patin, diperoleh hasil sebagaimana disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pertumbuhan berat ikan patin

Keterangan : P1 = Tepung onggok singkong fermentasi 1 hari P2 = Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari P3 = Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari K (-) = Tepung onggok singkong tanpa fermentasi

0 50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 b er at t u b u h i k an r at a-ra ta ( g ) minggu

ke-Pertumbahan berat ikan patin (g)

K -P1 P2 P3 K +

K (+) = Pelet komersial (MLP3)

Perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan berat ikan patin.Gambar 4.1.menunjukkan bahwa pertumbuhan berat ikan patin pada perlakuan K(-) (tepung onggok singkong tanpa fermentasi) menghasilkan berat ikan terendah sedangkan perlakuan P2 (tepung ongok singkong fermentasi 3 hari) memberikan berat ikan patin tertinggi dibandingkan perlakuan P1, P3, dan K (-). Namun pertumbuhan berat ikan pada perlakuan P2 lebih rendah dari perlakuan kontrol positif atau pelet komersial (MLP3).

Setelah dilakukan uji statistik dengan uji Anova (Tabel 4.1), perlakuan perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong pada pakan ikan berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pertumbuhan ikan patindengan nilai Fobserved = 1.195lebih kecil dari nilai Sig = 0,326 , atau dengan kata lain, tidak signifikan. Jadi keempat perlakuan tersebut meningkatkan pertumbuhan berat ikan patin, namun rata-rata pertambahan berat ikan patin antar perlakuan tidak berbeda secara nyata.

Tabel 4.1 Hasil Uji Anova Pertumbuhan Berat Ikan Patin.

Beratikan LSD (I) perlak uan (J) perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound K- P1 -3.755 22.502 .868 -49.08 41.57 P2 -26.010 22.502 .254 -71.33 19.31 P3 -9.686 22.502 .669 -55.01 35.64 K+ -41.780 22.502 .070 -87.10 3.54 P1 K- 3.755 22.502 .868 -41.57 49.08 P2 -22.255 22.502 .328 -67.58 23.07 P3 -5.931 22.502 .793 -51.25 39.39 K+ -38.025 22.502 .098 -83.35 7.30 P2 K- 26.010 22.502 .254 -19.31 71.33 P1 22.255 22.502 .328 -23.07 67.58 P3 16.324 22.502 .472 -29.00 61.65 K+ -15.770 22.502 .487 -61.09 29.55 P3 K- 9.686 22.502 .669 -35.64 55.01 P1 5.931 22.502 .793 -39.39 51.25 P2 16.324 22.502 .472 -61.65 29.00 K+ -32.094 22.502 .161 -77.42 13.23 K+ K- 41.780 22.502 .070 -3.54 87.10 P1 38.025 22.502 .098 -7.30 83.35 P2 15.770 22.502 .487 -29.55 61.09 P3 32.094 22.502 .161 -13.23 77.42 ANOVA Beratikan

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 12103.120 4 3025.780 1.195 .326

Within Groups 113927.520 45 2531.723 Total 126030.640 49

2. Kelangsungan Hidup/ Sintasan

Penggunaan tepung onggok singkong yang difermentasi dalam waktu yang berbeda tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap kelangsungan hidup benih ikan patin.Kelangsungan hidup ikan patin dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain pemeliharaan, kualitas air, penyakit dan makanan yang diberikan. Dari hasil pengamatan dan pengukuran selama penelitian diperoleh hasil sebagai berikut:

88% 90% 92% 94% 96% 98% 100% 102% K - P1 P2 P3 K + K el an g su n g a n H id u p Perlakuan

Kelangsungan Hidup Ikan Patin

K -P1 P2 P3 K +

Gambar 4.2 Kelangsungan Hidup Ikan Patin

Keterangan : P1 = Tepung onggok singkong fermentasi 1 hari P2 = Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari P3 = Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari K(-) = Tepung onggok singkong tanpa fermentasi K(+) = Pelet komersial (MLP3)

Uji Survival Rate (SR)menunjukkan bahwa masing-masing uji pada tiap perlakuan memberikan kelangsungan hidup yang berbeda. Kelangsungan hidup pada perlakuan K(-), P1 dan K(+) mencapai 100% kemudian disusul perlakuan P2 dengan kelangsungan hidup 95%, dan P3 dengan kelangsungan hidup 92,5%. Menurut Suyanto (2005), angka mortalitas (kematian) yang mencapai 30 – 50% masih dianggap normal.

Berdasarkan analisis uji normalitas, hasil yang diperoleh pada (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa nilai sig > 0,05 yang berarti bahwa data berat ikan yang didapatkan berdistribusi normal. Sedangkan analisis uji homogenitas varians yang dihasilkan dengan nilai levene statistic 0,688 dan nilai sig 0,604 pada level probabilitas yang berarti bahwa perlakuan setiap perbedaan lama waktu fermentasi tepung onggok singkong pada pakan ikan terhadap pertumbuhan ikan patin memiliki varians yang sama (homogen).

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Tests of Normality

Perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

3. Kualitas Air

Air merupakan media penting bagi kehidupan ikan. Kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Parameter air diamati untuk menentukan kualitas perairan diantaranya adalah suhu, derajat keasaman (pH) dan kandungan oksigen terlarut (DO). Data dari suhu, pH, dan DO selama penelitian dapat dilihat dari gambarberikut :

ikan P2 .108 10 .200* .964 10 .834

P3 .091 10 .200* .977 10 .948

P4 .090 10 .200* .975 10 .933

K .084 10 .200* .982 10 .974

Test of Homogeneity of Variances Berat Ikan

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Gambar 4.3 Pengukuran suhu selama pemeliharaan ikan patin

Gambar 4.4 Pengukuran pH selama pemeliharaan ikan patin

25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5 29 29,5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K is a ra n s u h u Pengukuran ke-Suhu Air K -P1 P2 P3 K + 6,4 6,6 6,8 7 7,2 7,4 7,6 7,8 8 8,2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K is a ra n p H Pengukuran ke-pH Air K -P1 P2 P3 K +

Gambar 4.5 Pengukuran DO selama pemeliharaan ikan patin Keterangan : P1 = Tepung onggok singkong fermentasi 1 hari P2 = Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari P3 = Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari K (-) = Tepung onggok singkong tanpa fermentasi K (+) = Pelet komersial (MLP3)

Hasil pengukuran kualitas air yang meliputi parameter fisika dan kimia air disajikan pada Gambar 4.3, Gambar 4.4, Gambar 4.5. Kualitas air selama pemeliharaan dalam kisaran normal untuk budidaya ikan. Pada gambar 4.3 mengenai pengukuran suhu selama pemeliharan ikan patin dalam kisaran normal yaitu 27 – 29,10C.Sedangkan untuk Gambar 4.4 (pH) dan Gambar 4.5 (DO) juga berada dalam kisaran normal. Untuk pH di antara 7,0 – 8,0 dan DO di antara 3,4 – 5,2 mg/L.

Kualitas air selama pemeliharaan, diuji dengan menggunakan uji statistik dengan uji Variabilitas (ketersebaran) untuk menunjukkan data yang diperoleh diantara 3 perlakuan dan 2 kontrol lebih serupa atau sangat berbeda dapat dilihat pada tabel berikut :

0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K is a ra n D O Pengukuran ke-DO Air

Tabel 4.3 Kualitas Air Selama Pemeliharaan Ikan Patin Perlakuan Ph Suhu DO K (-) 7,28 ± 0,21 28,15 ± 0,54 4,67 ± 0,37 P2 7,33 ± 0,20 28,15 ± 0,61 4,67 ± 0,40 P3 7,38 ± 0,22 28,15 ± 0,56 4,67 ± 0,43 P4 7,34 ± 0,24 28,15 ± 0,50 4,67 ± 0,38 K (+) 7,30 ± 0,23 28,15 ± 0,60 4,67 ± 0,43

Keterangan : P1 = Tepung onggok singkong fermentasi 1 hari P2 = Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari P3 = Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari K(-) = Tepung onggok singkong tanpa fermentasi

K(+) = Pelet komersial (MLP3)

Dari hasil uji Variabilitas kualitas air, Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan pada setiap perlakuan lebih serupa atau tidak jauh berbeda.

B. PEMBAHASAN

Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup, pemberiannya tepat waktu dan bernilai gizi baik, merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan usaha budidaya ikan (Sahwan, 2004).Afrianto, (2005) menambahkan bahwa pemberian pakan tambahan (pelet) bagi ikan budidaya sangat penting, terutama pada lokasi yang kandungan pakan alaminya tidak mencukupi kebutuhan.Jumlah dan kualitas pakan tambahan tersebut juga perlu diperhatikan karena sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ikan.

Dalam penelitian ini, komposisi pakan buatan terdiri dari tepung ikan, tepung onggok singkong, tepung kanji, dedak, daun singkong dan minyak jelantah.Pembuatan pakan buatan ini dengan menggunakan bahan pokok tepung onggok singkong yang difermentasi dalam waktu yang berbeda. Menurut Supriyati et al. (1998), tepung onggok singkong yang digunakan mengandung nutrisi karbohidrat 51,8%, protein 2,2%, serat kasar 31,6%, dan abu 2,4%. Tingginya serat kasar yang terdapat pada tepung onggok singkong akan sulit dicerna oleh tubuh ikan sehingga perlu pendegradasian serat kasar atau penurunan serat kasar pada tepung onggok singkong. Begitu juga dengan rendahnya kandungan protein akan menghambat pertumbuhan ikan patin. Protein merupakan unsur yang paling penting karena kualitas pakan ditentukan oleh kandungan proteinnya. Ikan cenderung memilih protein sebagai sumber energi yang utama (Asmawi, 1986). Secara garis besar, fungsi utama protein dalam tubuh ikan adalah sebagai sumber energi, berperan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh, mengganti jaringan tubuh yang rusak, berperan dalam pembentukan gonad (reproduksi), komponen utama pembentukan enzim dan hormon serta berperan dalam proses metabolisme dalam tubuh ikan (Rukmana, 2001).

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kandungan nutrisi dalam bahan baku pembuatan pakan diperlukan suatu proses yang dapat meningkatkan kandungan nutrisi tepung onggok singkong tersebut yaitu dengan menggunakan bantuan kapang Rhizopus oryzae, karena kapang ini dapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat merombak senyawa kompleks protein menjadi senyawa yang lebih sederhana dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas produk, yaitu

sebagai sumber protein yang memiliki nilai cerna amat tinggi (Nitis, 1994). Fermentasi dengan Rhizopus oryzae mampu meningkatkan kandungan protein dari 2% menjadi 8%dan dapat menurunkan serat kasar (Tisnadjaja, 1996).Peningkatan protein karena adanya kontribusi penambahan biomasa Rhizopus oryzae sebagai fermenter dan urea yang berperan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan biomasa Rhizopus oryzae.Fermentasi tepung onggok singkong juga menurunkan kandungan serat kasar pada onggok singkong, penurunan serat kasar ini terjadi akibat dekomposisi sel – sel substrat (Fardiaz, 1989).Hal ini sesuai pendapat Sustri (2012) bahan makanan yang telah mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari asalnya.

Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pukul 07.00 dan 16.00 selama 5 bulan pemeliharaan.Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada berat total ikan yang dipelihara yaitu sebesar 3% dari berat total ikan. Perubahan jumlah pakan yang diberikan dapat dilakukan setiap saat, tetapi sebaiknya dilakukan 1 atau 2 minggu sekali, sebab penimbangan ikan yang terlalu sering akan menimbulkan stres pada ikan yang dapat mengganggu pertumbuhan (Mudjiman, 1992). Hal ini pula yang menjadi alasan pengambilan data setiap 2 minggu sekali.

1. Pertumbuhan Rata-rata Berat Ikan Selama 2 Minggu

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran tubuh yang dapat berupa panjang atau berat suatu organisme dalam waktu tertentu (Effendie, 2003). Kimbal (1994) menambahkan bahwa pada umumnya pertumbuhan diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah dan ukuran sel. Penelitian yang dilakukan

selama 5 bulan terhadap ikan patin dengan 4 perlakuan dan 1 kontrol, menghasilkan berat tubuh ikan yang berbeda (Lampiran 3).

Selama pemeliharaan ikan patin di dalam kolam tidak lepas dengan keberadaan pakan alami.Munculnya lumut yang menempel pada sekat jaring selama pemeliharaan menunjukkan adanya pakan alami yang muncul selama pemeliharaan. Selain lumut juga ditemukan adanya keong mas dan telur keong mas yang mungkin juga dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan alami. Pakan ikan alami merupakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campur tangan manusia secara langsung. Persinggungan antara tanah dan air yang ada di kolam maka, di dalam air akan terdapat pakan alami baik dari hewan renik kecil, dan juga tanaman lumut dan paku. Bila pakan buatan tidak habis dimakan oleh ikan, maka proses pembusukan sisa pakan dan kotoran ikan didalam air dapat cepat terurai dengan bantuan dari hewan kecil yang ada di dalam air, sehingga air tidak cepat bau, dengan demikian kualitas air dapat terjaga.

Pakan alami mempunyai kandungan gizi yang lengkap, mudah dicerna dalam saluran pencernaan, tidak menyebabkan penurunan kualitas air dan dapat meningkatkan daya tahan benih ikan terhadap penyakit maupun perubahan kualitas air (Kordi, 2005). Pada awal penebaran benih ikan patin, ikan patin memerlukan waktu dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang baru sehingga energi yang diperoleh ikanjustru lebih banyak digunakan untuk pergerakan dan memulihkan organ tubuh yang rusak dibandingkan untuk pertumbuhan ikan. Menurut Asmawi (1986), bahwa kecepatan pertumbuhan sangat tergantung kepada jumlah makanan yang diberikan, ruang, suhu, kedalaman air, kandungan

oksigen dalam air, dan parameter kualitas air lainnya. Makanan yang didapat oleh ikan terutama dimanfaatkan untuk pergerakan, memulihkan organ tubuh yang rusak, setelah itu kelebihan makanan yang didapatkan digunakan untuk pertumbuhan.Maka selama pemeliharaan ikan patin, pakan alami memegang peranan besar untuk pertumbuhan ikan jika kandungan nutrisi pada pakan tambahan tidak terpenuhi.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pertumbuhan berat ikan patin selama pemeliharaan rerata berat ikan patin tertinggi pada perlakuan k (+) sebesar 224 gram dan terendah pada perlakuan K (-) sebesar 133,5 gram. Hasil analisis uji Anova (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa pengaruh perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong pada pakan ikan terhadap pertumbuahan ikan patin tidak berbeda nyata.Pemberian pakan ikan dari tepung onggok singkong terfermentasi dalam penelitian ini dapat meningkatkan pertambahan berat ikan patin.Hal ini dibuktikan dengan penambahan berat ikan patin pada setiap pengukuran selama 2 minggu sekali. Namun, pakan dari tepung onggok singkong yang difermentasi selama 3 hari menunjukkan pertambahan berat ikan yang paling tinggi dibandingkan perlakuan P1, P3, dan K(-).

Fermentasi selama 1 hari (24 jam), pertumbuhan kapang belum terlihat karena kapang masih dalam tahap adaptasi atau fase lag. Dalam fase ini pertumbuhan jumlah individu tidak secara nyata terlihat, karena padafase ini juga dinamakan sebagai fase adaptasi (penyesuaian) ataupun fase pengaturan jasad untuk suatu aktivitas didalam lingkungan yang baru sehingga grafik

selama fase ini umumnya mendatar Gambar 4.6.Meskipun pertumbuhan kapang tidak terlihat secara nyata namun, tepung onggok singkong yang difermentasi selama 1 hari dapat meningkatkan kandungan nutrisi berupa protein dengan adanya spora yang tumbuh pada tepung onggok singkong. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan berat ikan patin perlakuan P1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K(-) tepung onggok singkong tanpa fermentasi. Selain itu tumbuhnya spora dalam tepung onggok singkong mengindikasikan bahwa tepung onggok singkong mengalami kenaikan nutrisi berupa protein dengan adanya miselium pada tepung onggok.

Semakin meningkatnya waktu fermentasi sampai hari ke-3, fermentasi pertumbuhan kapang meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah spora yang tumbuh pada substrat (tepung onggok singkong).Perlakuan P2 menunjukkan berat ikan patin tertinggi di bandingkan perlakuan P1, P3 dan K-. Hal ini dikarenakan perlakuan P2 tepung onggok singkong yang difermentasi selama 3 hari berada dalam fase puncak pertumbuhan kapang Rhizopus oryzae, pada fase ini kapang tumbuh secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat dibantu oleh kondisi lingkungan yang dicapai dimana pada fase eksponensial atau logaritmik kapang memanfaatkan kandungan nutrisi yang tersedia dalam substrat sehingga pertumbuhan dan perkembangannya mencapai titik optimal dan banyak memproduksi metabolit sekunder yang salah satunya menghasilkan enzim protease yang berperan penting dalam meningkatkan protein setelah fermentasi. Hal ini sesuai dengan Narasimha, et al (2006) bahwa aktivitas enzim yang tinggi dihasilkan pada fase eksponensial.

Kenaikan protein pada tepung onggok singkong berasal dari sumbangan protein yang berasal dari miselium kapang karena semakin optimal waktu fermentasi maka pertumbuahn kapang juga semakin meningkat.Menurut Mudjiman, (1992) bahwa adanya kontribusi penambahan biomasa Rhizopus oryzae mengakibatkan peningkatan nutrien berupa protein. Jika dilihat pada Gambar 4.6, secara berangsur – angsur kenaikan jumlah populasi kapang Rhizopus oryzae meningkat tajam (fase eksponensial). Adanya sumber nitrogen yang diperoleh dari urea dapat membantu aktivitas metabolisme sehingga proses fermentasi dapat berjalan secara cepat. Oleh sebab itu, pertumbuhan berat ikan patin pada perlakuan P2 menghasilkan berat ikan paling tinggi dibandingkan perlakuan P1, P3, dan K(-).

Perlakuan P3, kapang mengalami pengurangan sumber nutrien yang terkandung di dalam jasadnya sendiri, maka pada waktu fermentasi 5 hari kapang berada dalam fase puncak aktivitas pertumbuhan kepada titik yang tidak bisa dilampaui lagi, sehingga selama fase ini gambaran grafik seakan mendatar (Gambar 4.6). Populasi kapang Rhizopus oryzae berada dalam keadaan yang maksimal stasioner yang konstan. Pertumbuhan kapang pada fase ini berjalan sangat lambat bahkan kapang bisa mati pada fase ini namun, selama pemeliharaan benih ikan perlakuan P3 menunjukkan berat ikan patin lebih baik dari perlakuan P1 dan K(-). Hal ini dapat juga disebabkan karena adanya pakan alami yang di manfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhannya, dimana kandungan nutrisi yang dibutuhkan ikan pada pakan buatan berupa pelet tersebut tidak terpenuhi.

Perlakuan K(-) tepung onggok singkong tanpa fermentasi memberikan hasil pertumbuhan berat ikan terendah dari yang lainnya. Hal ini dikarenakan tepung onggok singkong yang digunakan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi dan protein yang rendah.Tidak ada pendegradasian molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga substrat tidak mudah dicerna oleh tubuh ikan. Adanya serat kasar yang tinggi akan mengganggu proses pencernaan dan penyerapan sari makanan sehingga perlakuan K(-) menunjukkan berat ikan patin terendah dibanding semua perlakuan.

Meskipun perlakuan P2 menunjukkan pertambahan berat ikan paling tinggi di banding perlakuan P1, P3, K(-) tetapi perlakuan kontrol positif menunjukkan pertambahan berat ikan patin tertinggi diantara semua perlakuan. Hal ini

dikarenakan pelet komersial memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan, sehingga ikan patin dapat tumbuh besar dan mempunyai berat ikan tertinggi dibanding yang lainnya. Ini menandakan bahwa kandungan nurisi (protein) yang terdapat pada perlakuan P1, P2, P3 dan K(-) lebih sedikit dari kebutuhan ikan patin dan tidak sebanding dengan pelet komersial.

2. Kelangsungan Hidup/ Sintasan

Sintasan pada ikan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain pemeliharaan, kualitas air, penyakit dan makanan yang diberikan.Hasil pengamatan pada parameter kelangsungan hidup pada ikan patin selama penelitian dapat dilihat pada gambar 4.2.Dilihat dari nilai kelangsungan hidup ikan perlakuan P1, K(-) dan K(+) memiliki nilai tertinggi 100%. Tingginya nilai kelangsungan hidup karena pakan yang diberikan memiliki kandungan nutrisi yang dimanfaatkan dengan baik, sehingga terjaganya faktor lingkungan dalam media pemeliharaan yang dapat menunjang kelangsungan hidupikan patin dan mengurangi kondisi stres yang memungkinkan terjadinya kematian selama pemeliharaan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Harefa (1996), menyatakan bahwa faktor yang paling mempengaruhi kelangsungan hidup ikan patin yaitu kualitas air pada media pemeliharaan dan kualitas pakan. Faktor pertama yaitu kualitas air, kualitas air yang baik pada media pemeliharaan akan mendukung proses metabolisme dalam proses fisiologi. Faktor kedua adalah kandungan nutrisi dari pakan yang dikonsumsi. Ketidaktersediaan pakan akan menyebabkan kematian.

Hal ini disebabkan oleh semakin besar pertumbuhan ikan patin sehingga dibutuhkan pakan yang semakin banyak.Kandungan nutrisi dari pakan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme ditentukan oleh ketersediaan pakan yang sesuai dan dari faktor lingkungan itu sendiri. Pada semua perlakuan kualitas air selama pemeliharaan berada dalam kisaran normal. Namun pada perlakuan P2 dan P3 menunjukkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 95% dan 92,5%. Ikan patin yang mati pada perlakuan P2 sebanyak 2 ekor pada tanggal 15 Nov ‘15dan 29 Nov ’15 dengan kualitas air berada dalam kisaran normal, sedangkan ikan patin yang mati pada perlakuan P3 sebanyak 3 ekor pada tanggal 1 Nov ’15 (1 ekor) dan 15 Nov ’15 (2 ekor) dengan kualitas air berada dalam kisaran normal.

Parameter kualitas air menunjukkan air berada dalam kisaran normal, hal ini berarti ikan patin yang mati tidak disebabkan oleh faktor kualitas air. Ikan patin yang mati tidak mengindikasikan adanya serangan penyakit pada ikan.Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kerusakan organ secara morfologis pada tubuh ikan akibat serangan bakteri atau jamur (Gambar 4.7).Ikan patin yang mati ini diduga karena adanya persaingan antar individu ikan dalam hal memperebutkan ruang gerak dan makanan.

Menurut Effendi (2003), kepadatan yang tinggi akan terjadi pertumbuhan ikan yang beragam yang mengakibatkan persaingan dalam hal mendapatkan makanan, meskipun kebutuhan pakan ikan terpenuhi. Ikan yang berukuran lebih besar akan lebih menguasai makanan yang tersedia selain itu dengan ditunjang oleh ukuran tubuh yang lebih besar sehingga kesempatan makannya lebih tinggi

dan akan tumbuh lebih cepat. Sedangkan ikan yang berukuran lebih kecil kesempatan untuk mendapatkan makanan lebih rendah karena kalah dalam memperebutkan makanan dengan ikan yang berukuran lebih besar. Kondisi yang demikian dapat memicu terjadinya sifat kanibalisme pada ikan patin. Sifat kanibalisme pada ikan patin terjadi adanya perbedaan ukuran ikan patin dalam suatu kolam, selain itu juga dapat ditimbulkan karena adanya persaingan pada waktu berebut makanan (Nugroho, 2007).Sifat kanibalisme ikan patin dibuktikan dengan adanya gambar sebagai berikut :

Gambar 4.7 Ikan patin yang mati

Keterangan : ikan patin yang mati akibat sifat kanibalisme ikan patin. 3. Kualitas Air

Nilai kelangsungan hidup juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kualitas air. Data pengukuran kualitas air selama penelitian tersaji pada Gambar 4.3, Gambar 4.4, Gambar 4.5. Berdasarkan data kualitas air media selama penelitian pada perlakuan P1, P2, P3, K(-) dan K(+) masih dalam kisaran optimal. Selama pemeliharaan ikan, pada awal pemeliharaan berada dalam musim kemarau ke musim penghujan. Hal ini yang menyebabkan kualitas air

selama pemeliharaan naik turun, meskipun dalam pemeliharaan ikan dalam musim hujan maupun musim kemarau namun kualitas air kolam masih dalam batas normal untuk ikan patin.

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa suhu air berkisar antara 27-29,10C kisaran suhu selama penelitian ini, masih dalam batas kisaran normal untuk selera makan ikan karena menurut Susanto (2003), bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan ikan patin antara 25–300C.Kenaikan suhu mempengaruhi kelarutan oksigen.Saat suhu meningkat, laju metabolisme ikan meningkat sehingga menyebabkan respirasi ikan meningkat dan kadar oksigen di dalam air menurun secara drastis.

Selain itu jika suhu melebihi batas optimum akan menyebabkan antara lain : (1) Pergerakan ikan menjadi sangat lambat dan kurang memberikan respon terhadap stimulan dan (2) Penurunan kadar oksigen terlarut, bertambahnya CO2 terlarut dengan pH relatif tetap.

Derajat keasaman (pH) adalah logaritma negatif dari kepekatan ion – ion H yang terlepas dalam suhu cairan dan pH merupakan salah satu indikator kualitas air (Soeseno, 1983). Derajat keasaman (pH) air kolam penelitian berkisar antara 7,0 – 8,0. Kisaran ini masih dalam kondisi yang baik untuk habitat ikan patin.Dari pH yang masih dalam kisaran normal tersebut, dapat diketahui bahwa pakan buatan yang diberikan selama penelitian, tidak memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas air.Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan air.

Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam penelitian ini berkisar antara 3,4 – 5,2 mg/L. Kisaran batas minimal konsentrasi oksigen untuk kehidupan ikan yaitu 2 mg/L. Dari kondisi kolam penelitian yang optimal tersebut dapat diketahui bahwa pemberian pakan buatan tidak memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas air.

58 BAB V

IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN SEBAGAI SUMBER

Dokumen terkait