• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

Dalam dokumen J00830 (Halaman 75-87)

ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN OTONOMI GURU

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data yang terkumpul melalui penelitian dengan menggunakan instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, pada bab ini disajikan temuan penelitian. Melalui temuan penelitian ini dapat diperoleh jawaban atas rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan. Temuan penelitian ini akan didahului melalui hasil analisis deskripsi yang sekaligus pemaknaan data semua variable penelitian.

Analisis Deskriptif

Sesuai dengan namanya hasil analisis deskriptif member gambaran atau informasi tentang data masing-masing veriabel yang dikaji. Hasil analisis deskriptif yang disajikan meliputi variabel Otonomi Guru dan Gaya Kepemimpinan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui instrumen penelitian dapat disusun distribusi frekuensi sebagai berikut:

Otonomi Guru

Otonomi guru berdasarkan jawaban yang diberikan oleh para guru dari hasil analisis frekuensi diperoleh skor minimal 30 dan skor maksimal 77, sebagai ukuran atau tingkatan otonomi guru bergerak antara 30 sampai 77, nilai rata-rata hitung (mean) sebesar 54,94 dan simpangan baku sebesar 7.34. pernyataan yang berkaitan dengan otonomi guru terdiri dari 4 item pernyataan, jawaban dari masing-masing item pernyataan memiliki skor antara 1 - 4 dengan kategori jawaban sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah. Selanjutnya dari masing-masing item pernyataan dijumlahkan untuk mendapatkan akumulasi skor. Berdasarkan hasil penelitian pada Otonomi Guru Sekolah Dasar Kota Salatiga memiliki skor terendah sampai tertinggi

yaitu 30 - 77 dengan memperhatikan lebar interval (P). Rumus yang digunakan yaitu

Untuk melihat Otonomi Guru Sekolah Dasar Kota Salatiga dapat dilihat pada tabel 4. = P (77-30) = 47 = 12. 4 4 = P (77-30) = 47 = 12. 4 4 = P (77-30) = 47 = 12. 4 4

Tabel 4. Otonomi Guru Sekolah Dasar Kota Salatiga

Nilai Interval Kategori Jumlah Prosentase

69 – 81 Sangat Tinggi 6 2,94

56 – 68 Tinggi 88 43,14

43 – 55 Cukup 101 49,51

30 – 42 Rendah 9 4,41

Jumlah 204 100

Nilai Interval Kategori Jumlah Prosentase

69 – 81 Sangat Tinggi 6 2,94

56 – 68 Tinggi 88 43,14

43 – 55 Cukup 101 49,51

30 – 42 Rendah 9 4,41

Jumlah 204 100

Nilai Interval Kategori Jumlah Prosentase

69 – 81 Sangat Tinggi 6 2,94

56 – 68 Tinggi 88 43,14

43 – 55 Cukup 101 49,51

30 – 42 Rendah 9 4,41

Jumlah 204 100

Berdasarkan hasil analisis frekwensi Otonomi Guru Sekolah Dasar kota Salatiga diperoleh mean skor sebesar 59,94 sedangkan berdasarkan kategorisasi seperti terlihat pada tabel 4 di atas menunjukkan bahwa Otonomi Guru Sekolah Dasar kota Salatiga sebagian besar pada interval 43 - 55, jumlah 101 responden, prosentase 49,51. Dari hasil analisis deskriptif ini dapat disimpulkan bahwa Otonomi Guru Sekolah Dasar Kota Salatiga dalam klasifikasi cukup. Secara lebih jelas deskripsi skor Otonomi Guru Sekolah Dasar Kota Salatiga dapat divisualisasi dalam gambar 2 berikut ini,

Gambar 2. Otonomi Guru Sekolah Dasar Kota Salatiga

Std. Dev = 7.34 Mean = 54.9 N = 204.00 60 Otonomi Guru Otonomi Guru F re q u e n cy 50 40 30 30 10 0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0 55.0 60.0 65.0 70.0 75.0

Tabel 5. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Kota Salatiga

Berdasarkan hasil analisis frekwensi Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

Dasar Kota Salatiga diperoleh mean skor sebesar 143,31 sedangkan

berdasarkan kategorisasi seperti terlihat pada tabel 14 di atas menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Kota Salatiga sebagian besar pada interval 66 - 81, jumlah 105 responden, prosentase 51,47. Dari hasil analisis deskriptif ini dapat disimpulkan bahwa Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Kota Salatiga dalam klasifikasi tinggi. Secara lebih jelas deskripsi skor Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Kota Salatiga dapat divisualisasi dalam gambar 3 berikut ini.

Gaya kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Kota Salatiga berdasarkan jawaban yang diberikan oleh para guru dari hasil analisis frekwensi diperoleh skor minimal 34 dan skor maksimal 94, sebagai ukuran atau tingkatan Gaya Kepemimpinan bergerak antara 34 sampai 94, nilai rata-rata hitung (mean) sebesar 71.64 dan simpangan baku sebesar 12,176. Pernyataan yang berkaitan dengan Gaya Kepemimpinan terdiri dari 4 item pernyataan, jawaban dari masing-masing item pernyataan memiliki skor antara 1 - 4 dengan kategori jawaban selalu, sering, jarang, tidak pernah. Selanjutnya dari masing-masing item pernyataan dijumlahkan untuk mendapatkan akumulasi skor. Berdasarkan hasil penelitian pada Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar.

Kota Salatiga memiliki skor terendah sampai tertinggi yaitu 34-94 dengan memperhatikan lebar interval (P). Rumus yang digunakan

=(94 - 34) 4 = 60/4 = 15 P =(94 - 34) 4 = 60/4 = 15 P =(94 - 34) 4 = 60/4 = 15 P

Untuk melihat Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Kota Salatiga dapat dilihat pada tabel 5

Nilai Interval Kategori Jumlah Prosentase

82 – 97 Sangat Tinggi 45 22,06

66 – 81 Tinggi 105 51,47

50 – 65 Cukup 39 19,12

34 – 49 Kurang 15 7,35

Analisis Korelasi

Tabel 6 adalah rangkuman koefisien korelasi Spearman' rho gaya kepemimpinan dan otonomi guru SD di Kota Salatiga dengan analisis statistik melalui SPSS for Windows Version 10 yang hasilnya sebagai berikut.

Tabel 6. Korelasi antara Skor Gaya Kepemimpinan dan Otonomi Guru SD di Kota Salatiga

Gambar 3. Gaya Kepemimpinan

Kepala Sekolah Dasar Kota Salatiga

Tabel 6 di atas menunjukkan hubungan antara gaya kepemimpinan dengan

otonomi guru menghasilkan koefisien korelasi sebesar rxy = 0.724

Disimpulkan ada korelasi positif sangat signifikan antara gaya kepemimpinan dengan otonomi guru. Dengan kata lain makin kuat skor gaya kepemimpinan, makin kuat pula skor otonomi guru.

NTILES of VA R00025

NTILES of VA R00045 Kendall ’s tau_b NTILES of VA R00025 Correlation Coefficient 1.000 .662**

S ig. (2.talled) . .000

N 204 204

NTILES of VA R00045 Correlation Coefficient .662** 1.000 S i g. (2.talled) .000 .

N 204 204

S pearm an’s rho NTILES of VA R00025 Correlation Coefficient 1.000 .724** S ig. (2.talled) . .000

N 204 204

NTILES of VA R00045 Correlation Coefficient .724** 1.000 S i g. (2.talled) .000 . N 204 204 NTILES of VA R00025 NTILES of VA R00045 Kendall ’s tau_b NTILES of VA R00025 Correlation Coefficient 1.000 .662**

S ig. (2.talled) . .000

N 204 204

NTILES of VA R00045 Correlation Coefficient .662** 1.000 S i g. (2.talled) .000 .

N 204 204

S pearm an’s rho NTILES of VA R00025 Correlation Coefficient 1.000 .724** S ig. (2.talled) . .000

N 204 204

NTILES of VA R00045 Correlation Coefficient .724** 1.000 S i g. (2.talled) .000 . N 204 204 NTILES of VA R00025 NTILES of VA R00045 Kendall ’s tau_b NTILES of VA R00025 Correlation Coefficient 1.000 .662**

S ig. (2.talled) . .000

N 204 204

NTILES of VA R00045 Correlation Coefficient .662** 1.000 S i g. (2.talled) .000 .

N 204 204

S pearm an’s rho NTILES of VA R00025 Correlation Coefficient 1.000 .724** S ig. (2.talled) . .000

N 204 204

NTILES of VA R00045 Correlation Coefficient .724** 1.000 S i g. (2.talled) .000 . N 204 204 NTILES of VA R00025 NTILES of VA R00045 Kendall ’s tau_b NTILES of VA R00025 Correlation Coefficient 1.000 .662**

S ig. (2.talled) . .000

N 204 204

NTILES of VA R00045 Correlation Coefficient .662** 1.000 S i g. (2.talled) .000 .

N 204 204

S pearm an’s rho NTILES of VA R00025 Correlation Coefficient 1.000 .724** S ig. (2.talled) . .000

N 204 204

NTILES of VA R00045 Correlation Coefficient .724** 1.000 S i g. (2.talled) .000 .

Uji Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Ada korelasi signifikan antara gaya kepemimpinan dengan otonomi guru SD di Kota Salatiga. Hasil analisis dari data yang dikumpulkan ditemukan: ada hubungan yang positif sangat signifikan antara gaya kepemimpinan dengan otonomi guru, sehingga hipotesis yang telah dirumuskan dapat diterima.

Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil analisis menyatakan ada hubungan positif dan sangat signifikan antara gaya kepemimpinan dengan otonomi guru SD di Kota Salatiga. Dari hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa otonomi guru SD Kota Salatiga menunjukkan pada kategori cukup (49,1%). Angka ini menunjukkan bahwa posisi keotonomian guru masih berada pada tingkat yang belum memenuhi harapan. Hal ini dapat dipahami karena kehidupan guru masih ada dalam masa transisi di antara belenggu pengekangan dan pemberian kebebasan dalam menjalankan profesinya. Kebebasan pedagogik dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik yang dalam kurun waktu lama tidak dapat dinikmati para guru dikarenakan manajemen yang sentralistik, maka keraguan, kecanggungan dan takut salah masih membayangi para guru dalam merespon desentralisasi pendidikan. Berbagai perubahan dalam dunia pendidikan seperti inovasi pembelajaran, manajemen berbasis sekolah, kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam implementasinya masih membutuhkan waktu dan perjalanan panjang. Di kalangan guru banyak di antara mereka yang tidak tahu menahu bahkan tidak merasakan makna perubahan dari sistem sentralisasi ke desentralisasi, mereka masih melaksanakan kebiasaan-kebiasaan lama. Para pejabat atau pemimpin pendidikan dan guru senior pada umumnya bertahan dengan melakukan kegiatan yang sentralistis. Paradigma baru perubahan manajemen sentralistik ke manajemen desentralisasi adalah "kemerdekaan" yang harus direspon secara positif disertai kemauan untuk berubah ke arah profesionalisme. Selain itu desentralisasi pendidikan menyebabkan guru kebingungan karena mereka harus betul-betul mengoptimalkan perannya secara menyeluruh, peran yang selama ini belum pernah mereka lakukan. Dari hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa gaya kepemimpinan kepala Sekolah Dasar Kota Salatiga sebagian besar menunjukkan pada angka prosentase sebesar 51,47 persen atau sebanyak 105 orang dengan kategori tinggi. Kepemimpinan merupakan hal yang sangat menarik dan penting, karena seorang pemimpin akan membawa pengaruh kepada sekitarnya,

entah itu pengaruh positif atau negatif. Setiap kondisi yang ada dalam berbagai area kehidupan baik dalam dunia bisnis, dunia politik, kehidupan keluarga, dan lain-lain sangat bergantung dari kepemimpinan yang ditunjukkan oleh sang pemimpin. Tantangan kepemimpinan merupakan kondisi bagaimana seorang pemimpin melakukan banyak hal yang luar biasa dalam suatu organisasi yang dipimpinnya, di dalam kondisi yang sulit sekalipun. Untuk itu diperlukan kemampuan mendasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar mereka dapat berjalan dan membimbing or- ang lain untuk mencapai puncak keberhasilan.

Kepala sekolah adalah pemimpin yang siap membuka diri dan memberi peluang untuk mengembangkan nilai-nilai kepemimpinan. Sikap seperti ini harus dimiliki oleh pemimpin pendidikan karena ia mempunyai tugas sebagai penggerak organisasi melalui penanganan perubahan. Keberadaan pemimpin bukan hanya sebagai simbol yang ada atau tidaknya menjadi masalah tetapi keberadaannya memberi dampak positif bagi perkembangan organisasi.

Keberadaan pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di sekolah dengan

menetapkan tujuan secara utuh (firm and purposeful), mendayagunakan

bawahan melalui pendekatan partisipatif (a partisipale approach), dan didasari oleh kemampuan pemimpin secara professional (the leading pro- fessional) menjadi indikator pemimpin sekolah efektif (Komariah, 2004:40).

Dalam fungsi gaya kepemimpinan variabel lain yang member sumbangan dapat kita telusuri dari kajian pustaka maupun hasil hasil penelitian yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan. Yukl mengemukakan variabel yang relevan untuk memahami efektivitas kepemimpinan adalah: karakteristik pemimpin, karakteristik pengikut, karakter situasi. Gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh teori sifat. Suatu pendekatan kepemimpinan yang dikembangkan di awal 1900-an adalah teori Sifat (Bass,1990, Yukl, 1981). Teori sifat menggunakan karakteristik fisik atau psikologis dari seorang pemimpin individu untuk mempelajari dan menerangkan cara kepemimpinan (Hoy & Miskel, 1996). Sifat-sifat pemimpin yang diperiksa selama studi-studi ini termasuk karakter fisik seorang pemimpin seperti tinggi, penampilan dan tingkat energi: karakter pribadi seperti harga diri, dominan dan kestabilan emosi; dan sifat-sifat kemampuan yang meliputi pengetahuan umum, kefasihan berbicara, keaslian dan pandangan sosial (Yukl, 1981).

Pendekatan Behavioral menambah suatu dimensi baru pada

laku apa yang membantu perkembangan pribadi dan perkembangan pekerja. Para peneliti menilai macam-macam tingkah laku yang digunakan dalam situasi kepemimpinan untuk menggambarkan tingkah laku kepemimpinan yang efektif.

Pendekatan kemungkinan pada kepemimpinan adalah pendekatan pertama yang memadukan tingkah laku kepemimpinan dengan situasi yang berubah-ubah (Bass,1990). Dalam Teori kemungkinan Fiedler (1967), pemimpin berusaha memuaskan baik kebutuhan pribadi dan kebutuhan organisasional. Fiedler menyatakan bahwa situasi mem-pengaruhi tingkah laku pemimpin dan tidak ada sifat pribadi tertentu atau tingkah laku pemimpin tertentu yang menjamin adanya ke-pemimpinan yang baik dalam semua situasi. "Seseorang mungkin menjadi pemimpin yang sangat efektif pada suatu situasi tertentu tapi tidak efektif pada situasi lainnya" (Fiedler & Chemers: 1974, p. 73). Fiedler dan Chemers (1974) mengakui bahwa situasi sering mempengaruhi bagai-mana pemimpin akan bertindak. Komponen model kemungkinan dari Fedler yaitu: cara kepemimpinan ditentukan oleh motivasi pemimpin, atmosfer grup, tugas-tugas, struktur dan kekuasaan yang menentukan control situasional dan cara pemimpin yaitu: kontrol situasi yang menentukan keefektifan suatu grup (Hoy & Miskel, 1996).

Pendekatan kekuasaan dan pengaruh pada kepemimpinan dikembangkan pada akhir 1950-an. Kepemimpinan dianggap sebagai suatu istilah kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, tipe-tipe kekuasaan dan cara kekuasaan itu digunakan. Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi bawahan, rekan sejawat, atasan dan orang-orang di luar organisasi (Yukl, 1981).

Dua tema yang jelas pada teori kekuasaan yaitu kekuasaan sosial dan perubahan sosial. Kekuasaan Sosial ditentukan oleh pemimpin yang mempengaruhi pengikutnya dan perubahan sosial menekankan pada hubungan antara pemimpin dan pengikutnya. Lima dasar kekuasaan sosial yang diidentifikasi oleh Bensimon, adalah: kekuasaan yang sah, kekuasaan yang dihadiahkan, kekuasaan yang dipaksakan, dihubungkan dengan posisi kepemimpinan, sedangkan kekuasaan ahli dan kekuasaan yang diserahkan diketahui sebagai kekuasaan pribadi. Kelima dasar kekuasaan dapat digunakan oleh pemimpin-pemimpin dengan dua cara dasar (Yukl, 1981). Kekuasaan dapat digunakan untuk mendominasi dan menaklukkan bawahan atau kekuasaan mungkin digunakan untuk membantu dan meningkatkan kualitas pekerja (Yukl, 1981).

Teori Perubahan sosial menjelaskan adanya hubungan yang saling melengkapi dimana pemimpin menyediakan layanan-layanan yang

ditukar dengan sifat tunduk dan tingkah laku grup yang selalu menyetujui (Yukl, 1981). Pemimpin-pemimpin mengumpulkan kekuasaan melalui posisi dan kepribadian. Kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan Transformasional timbul dari teori perubahan sosial (Yukl, 1981). Pemimpin Transaksional menyeimbangkan tuntutan suatu organisasi atau institusi dengan keperluan-keperluan orang-orang di dalam institusi (Gardner,1990).

Kepemimpinan Transformasional berusaha untuk meningkatkan kesadaran pengikutnya dengan motivasi dan tingkat moralitas baru (Gardner,1990; Yukl, 1981). Pemimpin dan pengikutnya berbagi visi yang sama. Pemimpin Transformasional menghargai keadilan dan persamaan dan nilai-nilai yang memberikan pemberdayaan bagi pengikutnya. PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil perhitungan korelasi didapat hasil bahwa antara gaya kepemimpinan dengan otonomi guru menghasilkan koefisien korelasi sebesar rxy = 0.724. Disimpulkan ada korelasi positif sangat signifikan antara gaya kepemimpinan dengan otonomi guru. Dengan kata lain makin kuat skor gaya kepemimpinan, makin kuat pula skor otonomi guru.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan sebagaimana telah dipaparkan dalam penelitian ini, rekomendasi yang perlu diberikan kepada berbagai pihak di antaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, bagi para guru. Otonomi guru yang identik dengan profesionalisme guru adalah urusan guru itu sendiri. Perkembangan menjadi guru otonom atau professional tak dapat dipertaruhkan pada pihak lain tetapi lebih kepada diri sendiri. Melalui Undang-Undang Guru dan Dosen peluang bagi guru untuk menjadi otonom telah dibuka. Tugas utama guru adalah mengajar atau membelajarkan. Keberhasilan menjalankan tugas ini tentu tak dapat dilepaskan dari kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh guru itu sendiri. Oleh karena itu belajar adalah jalan harus dilalui, dan setiap ada peluang perubahan harus dimanfaatkan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dengan prinsip pengem-bangan kurikulum: a). berpusat pada potensi, perkembangan kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, b). beragam dan terpadu, c). tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, d). relevan dengan kebutuhan kehidupan, e). menyeluruh dan berkesinambungan, f). belajar sepanjang hayat,

g). seimbang antara kepentingan nasional dan daerah, menandakan bahwa kurikulum ini memberi peluang bagi guru untuk bebas menentukan apa yang terbaik bagi pengembangan kurikulum. Inovasi pembelajaran, manajemen berbasis sekolah, dan hal-hal lain bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan tentu harus disambut dengan baik. Kebiasaan menunggu instruksi harus mulai ditinggalkan, inisiatif, kreativitas untuk mencobakan sesuatu yang baru atau melakukan eksperimen sudah saatnya dimulai. Dalam Wawasan Kependidikan Guru (Raka Joni, 1984:14) menyebutkan hakekat guru meliputi: a) agen pembaharuan, b) pemimpin dan pendukung nilai, c) fasilitator belajar, d) bertanggungjawab terhadap hasil belajar subyek didik, e) professional meningkatkan kemampuannya, f) menjunjung tinggi kode etik profesional. Untuk dapat mewujudkan hakekat seperti yang dikemukakan Raka Joni sangat diperlukan adanya guru yang otonom. Guru itu sendiri harus dapat menciptakan budaya sekolah, komitmen, gaya kepemimpinan sebagai pemimpin pembelajaran, dan iklim belajar yang berorientasi pada mutu, kebebasan/kemandirian, manusiawi, menyenangkan, inovatif, kreatif, keteladanan, kooperatif, kesetaraan dan bertanggungjawab.

Kedua, Kepala Sekolah dan para pemimpin kependidikan yang lain sudah saatnya meninggalkan gaya kepemimpinan yang birokratis. Gaya kepemimpinan yang demokratis, partisipatif, dan transformatif akan membuahkan budaya sekolah, dan iklim organisasi yang berpengaruh pada pengembangan otonomi guru. Tumbuhnya otonomi guru perlu dukungan gaya kepemimpinan yang member pengaruh terhadap tingkah laku guru dan karyawan di sekolah.

Implikasi pada Penelitian Selanjutnya

Berdasarkan temuan penelitian, pembahasan dan kesimpulan implikasi terhadap penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut.

Pertama, peneliti selanjutnya agar mengadakan penelitian dengan pendekatan kualitatif atau riset pengembangan (research & development) mengingat penelitian mengenai otonomi guru masih belum banyak dilakukan. Melalui research & development akan dapat diungkap lebih mendalam hal- hal yang berkaitan dengan budaya sekolah, komitmen kepemimpinan, gaya kepemimpinan, budaya sekolah, iklim kerja, terhadap otonomi guru.

Kedua, bagi para peneliti atau yang berminat dapat melakukan penelitian yang serupa (kuantitatif) untuk mengungkap variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap otonomi guru. Melalui penemuan variabel lain yang berpengaruh terhadap otonomi guru maka akan dapat digunakan sebagai kebijakan pengembangan otonomi guru secara lebih profesional.

Ketiga, perlu dilakukan penelitian evaluatif terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen) No. 22 dan 23, tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar SD/MI. Lewat Permen ini pemerintah telah menyerahkan sepenuhnya kewenangan untuk menyusun kurikulum pada masing-masing unit pendidikan (sekolah). Hal ini mengisyaratkan perlu adanya otonomi sekolah dan otonomi guru. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberi peran bagi guru sebagai inisiator, programer, dan perencana, serta pemikir pembelajaran. Di samping KTSP hal hal yang perlu mendapatkan penelitian evaluatif adalah Manajemen Berbasis Sekolah sebagai terobosan baru desentralisasi pendidikan sampai dalam kelas. Inovasi pembelajaran seperti PAKEM apakah betul sudah diimplementasikan oleh para guru karena sudah didukung oleh sistem yang memadai.

Keempat, perlu dilakukan penelitian studi kasus (case studi) pada sekolah yang sebagian besar gurunya telah menjalan tugas profesinya secara otonom agar temuan ini dapat digunakan sebagai model pengembangan otonomi guru.

DAFTAR PUSTAKA

Bass, B.M. 1981. Stogdill's Hands Book of Leadership. New York: The Free Press.

Buchori, Mochtar. 2001. Pendidikan Antisipatonis. Yogyakarta: Kanisius. Fielder, F.E., & Chemers, M.M. 1967. Leadership and Effective Management.

Glenview, IL: Scott, Foresman and company.

Gardner, J.W. 1990. On Leadership. New York. NY: The Free Press.

Holec. Autonomy and Complexity. http://www.veramenezes.com/autonomy.htm. Hoy, W.K., & Miskel, C.G. 1996, Educational Administration: Theory, Research and

Practice (5th ed.). New York: McGraw-Hill.

Jean A Bruce. The Development of professional Identity. http://www.care.edu.au/ 95pap/jeanb95115.

Komariah Aan, Triatna Cepi. 2006. Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Ridwan, 2003. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Gramedia

Singer Clayton, Lacoe. Decomposing teacher autonomy: A Study Investigating Types of Teacher Autonomy and How Current Public School Climate Af- fects Teacher Autonomy. http://wwwlib.umi,com/dissetations/preview-all/ 3209987.

Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Suparno Paul, at al, 2002. Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Jogjakarta: Kanisius.

Wiratchai Nongklak. Reforming Process for Learning Quality Development. http:/ /www.thailearn.org/schoolreform/4023.pdf.

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH RASIO

Dalam dokumen J00830 (Halaman 75-87)

Dokumen terkait