• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…

A. Hasil Penelitian

Ada tiga unsur sehingga bahasa mengalami penetrasi.Pertama, penambahan dan penyesuaian fonem dalam suatu bahasa atau dialek berdasarkan penuturan bahasa tersebut. Kedua, terjadi peminjaman fonem atau morfem dan digunakan secara meluas oleh penutur bahasa tetapi menggeser unsur lama.Ketiga, menetapnya suatu fonem atau morfem pada posisi tertentu dalam suatu bahasa dengan menggantikan posisi fonem atau morfem bahasa penerima. Sesuai dengan temuan di lapangan, bahwa bahasa Bugis tidak mampu menangkal bahasa lain yang hidup berdampingan dengan bahasa bugis. Bahasa bugis dominan digunakan dalam lingkup keluarga.Pemakaian pada masing-masing komunitas atau keluarga makin minim atau tersubtitusi dengan bahasa daerah alain atau bahasa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa trnsformasi bahasa Indonesia sangat dominan, simultan dan kontinyu, namun tidak berbanding lurus dengan sosialisasi bahasa daerah pada setiap person.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, wajarlah bila selalu dapat peristiwa pengubahan. Terutama pengubahan bentuk kata.Pada umumnya, pengubahan bentuk kata itu disebabkan oleh adanya pengubahan beberapa kata asli karena pertumbuhan dalam

bahasa itu sendiri, atau karena memang adanya pengubahan bentuk dari kata-kata pinjaman.

2. Fonologi Bahasa Bugis

Identitas fonem sebagai pembeda dalam penyebutan antara kata yang terdapat dalam bahasa daerah Bugis, bahasa daerah Makassar dan bahasa Indonesia. Namun, perbedaan fonem dari ketiga bahasa tersebut, yakni BB, BS dan BI menunjukkan makna yang sama. Beberapa contoh kata yang mengalami proses fonemik antara bahasa Bugis, Bahasa Bantaeng dan Bahasa Indonesia

Bahasa Bugis Bahasa Bantaeng Bahasa Indonesia

Janci Janji Janji

Akhera’ Akhira’ Akhirat

Emma’ Amma’ Mama

Wija Bija Keluarga

Bedda Tappung Bedak

Aga Apa Mengapa

Camming Carammeng Cermin

Genrang Ganrang Gendang

Yawa Rawa Bawah

Assikolang Passikolang Sekolah

Dari beberapa contoh kata yang mengalami proses morfofonemik, dari bahasa Bugis mengalami perubahan fonem ketika beralih ke bahasa

Bantaeng dan begitu juga ketika beralih ke bahasa Indonesia. Dari contoh pertama, kata janci dari bahasa Bugis mengalami perubahan fonem dalam bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia, yakni ‘janji’.Dari fonem /c/

menjadi /j/. Kata ‘akhera’’ mengalami perubahan fonem ‘akhira’’ dan bahasa Indonesia ‘akhirat’. Dari ketiga bahasa ini terjadi dua pergeseran fonem yakni /e/, /i/, /’/,/’/,/t/.Kata ‘emma’’ mengalami peerubahan fonem /a/

amma, dan pergeseran fonem /m/ menjadi fonem awal pada kata dalam bahasa Indonesia yakni ‘mama’. Kata ‘wija’ dari fonem /w/ menjadi /b/

dalam bahasa Bantaeng, dan mengalami perubahan bunyi kosakata dalam bahasa Indonesia yakni ‘keluarga’. Kata ‘Bedda’ dalam bahasa Bugis mengalami pergeseran kosakata dalam bahasa Bantaeng, yakni

‘tappung’ dan perubahan fonem dalam bahasa Indonesia yaitu fonem, /’/

menjadi fonem /k/ bedak. Kata ‘aga’ dalam bahasa Bugis mengalami perubahan fonem pada fonem kedua dalam bahasa Bantaeng yaitu fonem /p/apa. Dan ketika beralih dalam bahasa Indonesia mengalami banyak penambahan fonem yaitu fonem /m/,/e/,/n/,/g/, menjadi kata ‘mengapa’.

Dalam bahasa Bugis kata ‘kata camming’ mengalami penambahan fonem dalam bahasa Bantaeng yaitu fonem /r/,/a/ dan mengalami perubahan pada fonem /e/ menjadi ‘carammeng’. Dalam bahasa Indonesia mengalami perubahan pada fonem kedua yaitu /e/ dan peleburan pada fonem akhir dari bahasa Bugis dan bahasa Bantaeng yaitu fonem /g/

menjadi kata ‘cermin’ dalam bahasa Indonesia. Kata ‘Genrang’ dalam bahasa Bugis mengalami perubahan fonem dalam bahasa Bantaeng pada

fonem kedua, menjadi /a/, dalam bahasa Indonesia mengalami perubahan pada fonem, dari fonem /r/ menjadi /d/ yakni ‘gendang’. Kata ‘yawa’ dalam bahasa Bugis mengalami perubahan pada bahasa Bantaeng pada fonem awal yaitu fonem /r/ menjadi kata ‘rawa’. Dalam bahasa Indonesia mengalami perubahan yaitu fonem /b/ dan penambahan fonem pada pada huruf akhir yaitu fonem /h/ menjadi ‘bawah’. Kata ‘assikolang’ dalam bahasa Bugis mengalami penambahan fonem /p/ dalam bahasa Bantaeng menjadi ‘passikolang’ sedangkan dalam bahasa Indonesia mengalami peleburan dalam beberapa fonem, yaitu /p/,/a/,/s/,/n/,/g/, perubahan fonem /i/ menjadi /e/ dan penambahan fonem /h/ pada huruf akhir, yaitu ‘sekolah’.

3. Morfologi Bahasa Bugis

Morfologi sebagai ilmu yang membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk menjadi kata , yakni

‘morfen’ dengan segala bentuk dan jenisnya. Diantaranya adalah morfem dasar dan morfem afiks. Dalam penetrasi bahasa Bugis banyak mengalami proses morfofonemik antara bahasa Bugis beralih ke bahasa Banteang dan bahasa Indonesia. Beberapa kata yang mengalami penetrasi bahasa dalam proses morfofonemik, baik ketika berada dalam bahasa daerah Bugis, bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia.

Bahasa Bugis Bahasa Bantaeng Bahasa Indonesia

Anrikku Andikku Adikku

Pammulanna Pakaramulanna Berawal

Mawari Anu bari Sudah basi

Massumpajeng Assumbayang Bersembayang

Mabbusa Abbusa Berbusa

Makecce Dingin Dingin

Makkaritutu Sanna tutuna Hati-hati Maccule-cule Akkare-karena Bermain-main

Annasuang Pappaluang Dapur

Massulara’i Assaloarai Pakai celana

Dari beberapa contoh kata yang disajikan, mengalami proses morfofonemik. Terjadi morfem bebas dan morfem terikat.Kata ‘anrikku’

dalam bahasa bugis.Jika kata ini dipenggal menjadi an-rik-ku maka tidak bermakna.Pemisahan morfen yang tepat adalah ‘anrik’ dan ‘-ku’.Anrik yang merupakan morfem bebas dan –ku merupakan morfem terikat, nanti akan bermakna jika dilekatkan dengan morfem bebas seperti pada kata

‘anrikku’. Begitu pula dengan kata ‘andikku’ dalam bahasa Bantaeng dan

‘adikku’ dalam bahasa Indonesia.Posisi morfem terikat dari masing-masing kata berposisi sebagai sufiks dalam proses afiksasi.

Kata ‘pammulanna’ terdiri dari morfem bebas` dan morfem terikat.‘pammula’ adalah morfem bebas dan ‘–nna’ adalah morfem terikat.

Begitu pula dengan kata dalam bahasa Bantaeng ‘pakaramulanna’, pemenggalannya ‘pakaramula–nna’. Dalam bahasa Bugis dan bahasa Bantaeng morfem terikat berada pada akhiran, sedangkan dalam bahasa Indonesia ‘berawal’ pemenggalannya ‘ber-awal’. Ber- merupakan morfem terikat dan ‘awal’ merupakan morfem bebas. Morfem terikatnya berposisi sebagai prefiks dalam proses afiksasi.

Kata ‘mawari’ dalam dalam bahasa Bugis dibentuk dalam dua morfem, yaitu morfem terikat dan morfem bebas yakni ‘ma-wari’.‘ma-‘

menunjukkan morfem terikat dan ‘wari’ merupakan morfem bebas. Dalam bahasa Bantaeng terdiri dari dua kata yaitu ‘anu’ dan ‘bari’. Namun ketika kata ‘anu’ berdiri sendiri tidak bermakna.Jadi terbentuk sebagai morfem terikat dan ‘bari’ adalah morfem bebas. Dalam bahasa Indonesia, terbentuk menjadi satu frasa, tetapi hanya dibentuk dalam satu morfem yaitu morfem bebas, yaitu kata ‘sudah’ dan ‘basi’. Walaupun tidak dilekatkan pada satu kata dasar tetap mempunyai makna.

Kata ‘massumpajeng’ dalam bahasa bugis dibentuk dalam dua morfem, yaitu morfem terikat dan morfem bebas, ‘mas’ sebagai morfem terikat dan ‘sumpajeng, sebagai morfem bebas. Dalam bahasa daerah Bantaeng ‘assumbayang’ dibentuk dalam dua morfem yaitu morfem terikat dan morfem bebas ‘as’ sebagai morfem terikat dan ‘sumbayang’ sebagai morfem bebas. Dalam bahasa Indonesia, kata ‘bersembahyang’ terdiri dari dua morfem yaitu ‘ber-‘ dan ‘sembahyang’. Dari ketiga kata, antara bahasa

Bugis, bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia, posisi morfem terikat masing-masing sebagai prefiks dalan proses afiksasi.

Dari masing-masing kata dari bahasa bugis, bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia, yaitu ‘mabbusa’, ‘abbusa’, berbusa’. Dari ketiga kata ini sama-sama dibentuk dalam dua morfem yaitu morfem terikat dan morfem bebas. Posisi morfem terikat masing-masing sebagai prefiks dalam bentuk afiksasi.

Kata ‘makecce’ dalam bahasa Bugis terdiri dari dua morfem yaitu morfem terikat dan morfem bebas.Pemenggalannya yaitu ‘ma’ sebagai morfem terikat dan ‘kecce’’ sebagai morfem bebas. Dalam bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia yaitu kata ‘dingin’ hanya berdiri sebagai morfem bebas.

Kata ‘makkarititu’ dalam bahasa Bugis terdiri dari dua morfem yaitu morfem terikat dan morfem bebas, morfem terikat berposisi sebagai prefiksdan infiksdalam afiksasi dengan pemenggalan ‘mak-kari-‘

sedangkan morfem bebas dengan kata dasar ‘tutu’. Dalam bahasa Bantaeng dibahasakan ‘ sanna tutu’. Kata ini dibentuk dalam satu morfem yaitu morfem bebas, karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai makna, kata ‘sanna’ dan ‘tutu’. Dalam bahasa Indonesia yaitu kata ‘hati-hati’. Kata ini dibentuk dalam morfem bebas dengan proses reduflikasi, yaitu pengulangan kata secara dwilingga. Walaupun mempunyai dua kata tetapi hanya mempunyai satu makna, dan ketika pemenggalannya

‘hatidan ‘hati’ maka hilang maknanya,.Jadi, harus dipadukan menjadi kata

‘hati-hati’.

Kata ‘maccule-cule’ dalam bahasa bugis dibentuk dalam dua morfem, yaitu morfem terikat dan morfem bebas. Dengan pemenggalan

‘mac-‘ sebagai morfem terikat dan ‘cule-cule’ sebagai morfem bebas. Kata

‘maccule-cule juga dibentuk melalui proses reduflikasi dwipurwa yaitu pengulangan secara sebahagian. Dalam bahasa Bantaeng kata ‘akkare-karena’. Juga mengalami proses morfologi yang sama dengan kata

‘accule-cule’ dari bahasa bugis. Begitupun dalam bahasa Indonesia kata

‘bermain-main’ selain terdiri dari dua morfem yaitu morfem terikat dan morfem bebas juga diproses melalui reduflikasi dwipurwa.

Kata ‘annasuang’ dalam bahasa Bugis dibentuk dalam dua morfem yaitu morfem terikat dan morfem bebas, sekaligus juga mengalami proses konfiks dalam afiksasi yaitu ‘an-ang’, sedangkan kata ‘nasu’ adalah morfem bebas. Begitu pun dalam bahasa Bantaeng, kata ‘pappalluang’

dengan pemenggalan ‘pap-pallu-ang’.Konfiks ‘pap-ang’ sebagai morfem terikat dan ‘pallu’ sebagai morfem bebas.Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata ‘dapur’ berdiri sendiri yaitu dibentuk dalam morfem bebas karena tidak ada morfem yang melekat pada kata dasar tersebut.

4. Sintaksis Bahasa Bugis

Manusia dalam bertutur sapa, berkisah, atau segala sesuatu yang dapat dikatakan sebagai berbahasa, selalu memunculkan

kalimat-kalimat yang dirangkai, dijalin sedemikian rupa, sehingga berfungsi optimal bagi si penutur dalam upaya mengembangkan akal budinya dan memelihara kerjasamanya dengan orang lain. Dalam sintaksis bidang yang menjadi lahannyaadalah unit bahasa yang berupa wacana,kalimat, klausa, frase dan kata. Berikut contoh sintaksis dalam unit kalimat bahasa daerah Bugis, bahasa daerah Bantaeng dan bahasa Indonesia.

1. Melo’ka mancaji persideng.

Ero’a anjari persideng.

Saya ingin menjadi presiden.

2. Cemmeka nappa manre Anrioa nampa nganre Saya mandi lalu makan

3. Tabe, ala’ka bajukku ki lamarie!

Tabe, Alleangnga bajungku ri lamaria!

Tolong ambilkan baju di lemariku!

4. Angkani tau pole, na de’pa nasiap angreangnge

Niami tau battua, na anreppa nasiap kanre-kanreannnga Para tamu sudah datang, sedangkan makanan belum siap saji

5. Iga maqbola akkoro ? Inai a’bayu balla konjo ?

Siapa yang membuat rumah disitu ?

Pada contoh kalimat (1) menunjukkan kalimat berita , yaitu memberitakan sesuatu kepada pendengar atau pembaca. Dalam bahasa lisan, kalimat berita ditandai dengan nada menurun, sedangkan pada pada bahasa tulis ditandai pada bagian akhir kalimatnya dengan tanda titik.Kalimat berita mempunyai berbagai tujuan berdasarkan penggunaannya, yaitu sebagai pemberitahuan, laporan, pengharapan, permohonan, perkenalan, undangan dan sebagainya.Kalimat “Melo’ka mancaji persideng” pada contoh sintaksis bahasa bugis, merupakan kalimat berita yang tujuannya bersifat pemberitahuan, baik itu kepada masyarakat penutur secara langsung ataupun dalam bentuk tertulis yang disampaikan kepada pembaca.Jabatan kalimat yang mengikuti pada contoh, yaitu S-P-O.Kata ‘melo’ka, ero’a dan saya’ berfungsi sebagai subjek, kata ‘mancaji, anjari, dan ingin menjadi’ berfungsi sebagai predikat, dan kata ‘presideng, presideng, dan presiden’ berfungsi sebagai objek.

Pada contoh kalimat (2) menunjukkan kalimat majemuk setara, yang ditandai dengan kata penghubung lalu, dan , kemudian. Dari ketiga contoh kalimat, masing-masing dari bahasa bugis, bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia. Kalimat setara dari bahasa Indonesia menggunakan kata penghubung ‘lalu’ kalimat setara dari bahasa Bugis dan Bantaeng yaitu kata penghubung ‘nappa, nampa’, maknanya sama dengan kata penghubung ‘lalu’. Jabatan kalimat yang mengikuti adalah

(S-P).kata‘saya’ merupakan subjek dan ‘mandi lalu makan’ merupakan predikat.

Pada contoh kalimat (3) menunjukkan kalimat berjenis perintah, yaitu memberikan perintah untuk melakukan sesuatu.Dalam bahasa lisan ditandai dengan naiknya nada pada akhir kalimat, sedangkan dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda seru (!) pada akhir kalimat.

Jabatan kalimat yang mengikuti( Pel-P-O-Kt)

Pada contoh kalimat (4) menunjukkan kalimat yang berjenis kalimat majemuk bertingkat, dimana salah satu unsurnya ada yang menduduki induk kalimat, sedangkan unsur lainnya menduduki anak kalimat.“Angkani tau pole, Niami tau battue, Para tamu sudah datang”

Ketiga kalimat tersebut menduduki sebagai induk kalimat. Sedangkan yang menduduki anak kalimat adalah “na de’pa nasiap angreangnge, na anreppa nasiap kanre-kanreannnga, sedangkan makanan belum disiapkan”.Jabatan kalimat yang mengikuti pada kalimat bahasa Indonesia adalah( S-P-O-Kw-Pel ). Sedangkan antara kalimat bahasa Bugis dan bahasa Bantaeng jika ingin dilekatkan dengan jabatan kalimat, maka terjadi pergeseran struktur jabatan kalimatnya “Angkani tau pole, na de’pa nasiap angreangnge. Niami tau battua, na anreppa nasiap kanre-kanreannga. Jabatan yang mengikutinya( P-S-P-O).

Pada contoh kalimat (5) menunjukkan kalimat tanya. Dalam bentuk lisan kalimat tanya ditandai dengan nada naik pada akhir kalimat.

Sedangkan pada kalimat tanya dalam bentuk tertulis ditandai dengan tanda tanya (?). Jabatan kalimat yang mengikuti ( S-P-O-K ). Kata “iga, inai, siapa” merupakan subjek.Kata “maq, a’bayu, yang membuat”

merupakan predikat.Kata “bola, balla, rumah” merupakan objek. Kata akkoro, konjo , di situ” menunjuk keterangan tempat.

Dokumen terkait