• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Tujuan Penelitian

Tujuanyangingin dicapai dalam penelitian iniadalah:

1. Untuk mengetahui penetrasi bahasa Bugis di tengah penutur bahasa Makassar ditinjau dari aspek fonologi, morfologi dan sintaksis ?.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penunjang dan penghambat penetrasi bahasa Bugis di tengah penutur bahasa Makassar.

3. Untuk mengetahui dampak penetrasi bahasa Bugis di tengah penutur bahasa Makassar.

D. Manfaat HasilPenelitian

Hasil penelitian penetrasi bahasaBugis di tengah penutur bahasa Makassar di Kabupaten Bantaeng ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis seperti di bawah ini:

1. ManfaatTeoretis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan bagi pengembangan khazanah keilmuan khususnya dalam bidang bahasa daerah. Di samping itu, melalui penelitian ini diharapkan mampu menumbuhkan minat kalangan akademisi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang bahasa daerah di Sulawesi Selatan.

2. ManfaatPraktis

a. Secara praktis hasil penelitiani nidiharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat, kelompok masyarakat yang peduli akan bahasa daerah Bugis-Makassar agar lebih gigih memperjuangkan bahasa tersebut yang saat ini keberadaannya mengalami keguncangan oleh arus globalisasi.

b. Hasil penelitianini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah, atau kepada penentu kebijakan dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh bahasa daerah seperti pada dewasa ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKADAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Bertahan atau bergesernya sebuah bahasa, baik pada kelompok minoritas maupun pada kelompok imigran transmigran dapat disebabkan oleh banyak faktor. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor industrialisasi dan urbanisasi/

transmigrasi merupakan faktor-faktor utama. Fishman (1972) menyebutkan bahwa salah satu faktor penting pemertahanan sebuah bahasa adalah adanya loyalitas masyarakat pendukungnya.

Dengan loyalitas itu, pendukung suatu bahasa akan tetap mewariskan bahasanya dari generasi ke generasi. Selain itu, faktor konsentrasi wilayah permukiman oleh Sumarsono (2002:27) disebutkan pula sebagai salah satu faktor yang dapat mendukung kelestarian sebuah bahasa.

Konsentrasi wilayah permukiman merupakan faktor penting dibandingkan dengan jumlah penduduk yang besar. Kelompok yang kecil jumlahnya pun dapat lebih kuat mempertahankan bahasanya, jika konsentrasi wilayah permukiman dapat dipertahankan, sehingga terdapat keterpisahan secara fisik, ekonomi, dan sosial budaya.

Faktor-faktor lain yang dapat mendukung pemertahanan bahasa adalah digunakannya bahasa itu sebagai bahasa pengantar di

sekolah-sekolah, dalam penerbitan buku-buku agama, dan dijadikannya sebagai bahasa pengantar dalam upacara-upacara keagamaan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh LukmanGusnawaty dariUniversitas Hasanuddin mengungkapkan laju pergeseran bahasa daerah (Bugis) di Sulawesi Selatan. Hasil analisis data sudah membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran bahasa pada dua wilayah utama yang dijadikan fokus dalam peneltian ini, yaitu wilayah desa dan kota. Pada keempat wilayah ini terbukti adanya tingakat perbedaan yang sangat signifikan dengan angka persentase secara umum pada wilayah kota 52% dan desa 19,15%.

Meskipun terdapat perbedaan yang bervariasi antara empat wilayah, secara umum angka tersebut memberikan makna yang sangat signifikan terhadap persoalan pergeseran bahasa pada suatu tempat atau wilayah. Makna yang terkandung dalam data tersebut adalah bahwa laju pergeseran bahasa (BB, Bm, BT, dan BE) di Sulsel sudah waktunya untuk mendapat perhatian khusus.

Sebab kalau tidak keadaannya akan menjadi semakin parah dan akan susah lagi mengatasinya.

Ririen Ekoyanantiasih, dari Universitas Indonesia Penelitian yang dilakukan mengenai pemertahanan Bahasa Daerah Jawa telah dilakukan di Kelurahan Depok Jaya. Tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh variabel-variabel di luar bahasa berpengaruh pada

proses pemertahanan Bahasa Daerah Jawa. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara, serta pengamatan langsung terhadap lima puluh orang sampel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan analitis secara kuantitatif dengan memperhitungkan frekuensi distribusi pemakaian bahasa.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bahasa Daerah Jawa terutama sekali banyak digunakan di antara anggota keluarga.Sehingga dapat dikatakan bahwa pemertahanan Bahasa Daerah Jawa lebih dominan di dalam lingkungan keluarga. Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa besar kecilnya derajat pemertahanan Bahasa Daerah Jawa dipengaruhi oleh faktor usia, pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin, dan mobilitas penduduk.

2. Pengertian Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa bunyi suara atau tanda/isyarat atau lambang yang dikeluarkan oleh manusia untuk menyampaikan isi hatinya kepada manusia lain (Soekono, 1984:1).Menurut pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah bunyi suara berupa lambang atau tanda yang dikeluarkan oleh manusia untuk menyampaikan informasi.

Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi ujaran, yang dihasilkan oleh alat ucap

manusia (Keraf, 1991:1).Menurut pedapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang merupakan alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa bentuk dan makna.

Chaer dan Agustina (2004:1) berpendapat bahwa bahasa adalah alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia.Menurut pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan suatu sistem yang berupa lambang dan bunyi bersifat arbitrer sebagai alat komunikasi.

Berdasarkan pendapat tersebut pada dasarnya menyatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang hanya dimiliki makhluk hidup yang disebut manusia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa makhluk hidup yang lain tidak memiliki bahasa sebagai alat komunikasi.

3. Hakikat Bahasa

a. Bahasa Itu Sistematik,

Sistematik artinya beraturan atau berpola. Bahasa memiliki sistem bunyi dan sistem makna yang beraturan. Dalam hal bunyi, tidak sembarangan bunyi bisa dipakai sebagai suatu simbol dari suatu rujukan (referent) dalam berbahasa. Bunyi mesti diatur sedemikian rupa sehingga terucapkan.Kata pnglln tidak mungkin muncul secara alamiah, karena tidak ada vokal di dalamnya. Kalimat pagi ini Faris pergi ke kampus, bisa

dimengarti karena polanya sistematis, tetapi kalau diubah menjadi Pagi pergi ini kampus ke Faris tidak bisa dimengerti karena melanggar sistem. (Sudaryanto. 1989:51).

Bukti lain, dalam struktur morfologis bahasa Indonesia, prefiks me- bisa berkombinasi dengan dengan sufiks –kan dan –i seperti pada kata membetulkan dan menangisi.Akan tetapi, tidak bisa berkombinasi dengan ter-.Tidak bisa dibentuk kata mentertawa, yang ada adalah menertawakan atau tertawa.

Mengapa demikian ?Karena bahasa itu beraturan dan berpola.

b. Bahasa Itu Manasuka (Arbitrer)

Manasuka atau arbiter adalah acak, bisa muncul tanpa alasan. Kata-kata (sebagai simbol) dalam bahasa bisa muncul tanpa hubungan logis dengan yang disimbolkannya. Mengapa makanan khas yang berasal dari Garut itu disebut dodol bukan dedel atau dudul ? Mengapa binatang panjang kecil berlendir itu kita sebut cacing ? Mengapa tumbuhan kecil itu disebut rumput, tetapi mengapa dalam bahasa Sunda disebut jukut, lalu dalam bahasa Bugis dinamai suket ? Tidak adanya alasan kuat untuk menbugis pertanyaan-pertanyaan di atas atau yang sejenis dengan pertanyaan tersebut. (Moeliono, 1989:27).

Bukti-bukti di atas menjadi bukti bahwa bahasa memiliki sifat arbitrer, mana suka, atau acak semaunya.Pemilihan bunyi dan kata dalam hal ini benar-benar sangat bergantung pada

konvensi atau kesepakatan pemakai bahasanya.Orang Sunda menamai suatu jenis buah dengan sebutan cau, itu terserah komunitas orang Sunda, biarlah orang Bugis menamakannya gedang, atau orang Betawi menyebutnya pisang.

Ada memang kata-kata tertentu yang bisa dihubungkan secara logis dengan benda yang dirujuknya seperti kata berkokok untuk bunyi ayam, menggelegar untuk menamai bunyi halilintar, atau mencicit untuk bunyi tikus. Akan tetapi, fenomena seperti itu hanya sebagian kecil dari keselurahan kosakata dalam suatu bahasa.

c. Bahasa Itu Vokal

Vokal dalam hal ini berarti bunyi.Bahasa wujud dalam bentuk bunyi.Kemajuan teknologi dan perkembangan kecerdasan manusia memang telah melahirkan bahasa dalam wujud tulis, tetapi sistem tulis tidak bisa menggantikan ciri bunyi dalam bahasa. Sistem penulisan hanyalah alat untuk menggambarkan arti di atas kertas, atau media keras lain. Lebih jauh lagi, tulisan berfungsi sebagai pelestari ujaran. Lebih jauh lagi dari itu, tulisan menjadi pelestari kebudayaan manusia. Kebudayaan manusia purba dan manusia terdahulu lainnya bisa kita prediksi karena mereka meninggalkan sesuatu untuk dipelajari. Sesuatu itu antara lain berbentuk tulisan. Realitas yang menunjukkan bahwa bahasa itu vokal mengakibatkan telaah tentang bahasa

(linguistik) memiliki cabang kajian telaah bunyi yang disebut dengan istilah fonetik dan fonologi. (Sudaryanto. 1989:52).

d. Bahasa Itu Simbol

Simbol adalah lambang sesuatu, bahasa juga adalah lambang sesuatu.Titik-titik air yang jatuh dari langit diberi simbol dengan bahasa dengan bunyi tertentu.Bunyi tersebut jika ditulis adalah hujan. Hujan adalah simbol linguistik yang bisa disebut kata untuk melambangkan titik-titik air yang jatuh dari langit itu.

Simbol bisa berupa bunyi, tetapi bisa berupa goresan tinta berupa gambar di atas kertas. Gambar adalah bentuk lain dari simbol. Potensi yang begitu tinggi yang dimiliki bahasa untuk menyimbolkan sesuatu menjadikannya alat yang sangat berharga bagi kehidupan manusia. Tidak terbayangkan bagaimana jadinya jika manusia tidak memiliki bahasa, betapa sulit mengingat dan mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain. (Sasangka. 2000:51).

e. Bahasa Itu Mengacu pada Dirinya

Sesuatu disebut bahasa jika ia mampu dipakai untuk menganalisis bahasa itu sendiri. Binatang mempunyai bunyi sendiri ketika bersama dengan sesamanya, tetapi bunyi-bunyi yang mereka gunakan tidak bisa digunakan untuk mempelajari bunyi mereka sendiri.Berbeda dengan halnya bunyi-bunyi yang digunakan oleh manusia ketika

berkomunikasi.Bunyi-bunyi yang digunakan manusia bisa digunakan untuk menganalisis bunyi itu sendiri.Dalam istilah linguistik, kondisi seperti itu disebut dengan metalanguage, yaitu bahasa dapat dipakai untuk membicarakan bahasa itu sendiri.Linguistik menggunakan bahasa untuk menelaah bahasa secara ilmiah. (Sudaryanto. 1989:54).

f. Bahasa Itu Manusiawi

Bahasa itu manusiawi dalam arti bahwa bahwa itu adalah kekayaan yang hanya dimiliki umat manusia. Manusialah yang berbahasa sedangkan hewan dan tumbuhan tidak.Para ahli biologi telah membuktikan bahwa berdasarkan sejarah evolusi, sistem komunikasi binatang berbeda dengan sistem komunikasi manusia, sistem komunikasi binatang tidak mengenal ciri bahaya manusia sebagai sistem bunyi dan makna. Perbedaan itu kemudian menjadi pembenaran menamai manusia sebagai homo loquens atau binatang yang mempunyai kemampuan berbahasa. Karena sistem bunyi yang digunakan dalam bahasa manusia itu berpola manusia pun disebut homo grammaticus, atau hewan yang bertata bahasa. (Sudaryanto. 1989:56).

g. Bahasa Itu Komunikasi

Fungsi terpenting dan paling terasa dari bahasa adalah bahasa sebagai alat komunikasi dan interakasi. Bahasa berfungsisebagai alat mempererat antarmanusia dalam

komunitasnya, dari komunitas kecil seperti keluarga, sampai komunitas besar seperti negara. Tanpa bahasa tidak mungkin terjadi interaksi harmonis antar manusia, tidak terbayangkan bagaimana bentuk kegiatan sosial antarmanusia tanpa bahasa.

Komunikasi mencakup makna mengungkapkan dan menerima pesan, caranya bisa dengan berbicara, mendengar, menulis, atau membaca.Komunikasi itu bisa berlangsung dua arah, bisa pula searah. Komunikasi tidak hanya berlangsung antarmanusia yang hidup pada satu zaman, komunikasi itu dapat dilakukan antarmanusia yang hidup pada zaman yang berbeda, tentu saja meskipun hanya satu arah. Nabi Muhammad saw, telah meninggal pada masa silam, tetapi ajaran-ajarannya telah berhasil dikomunikasikan kepada umat manusia pada masa sekarang. Melalui buku, para pemikir sekarang bisa mengomunikasikan pikirannya kepada para penerusnya yang akan lahir di masa datang. Itulah bukti bahwa bahasa menjadi jembatan komunikasi antarmanusia.

4. Hakikat Fonologi

Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa disebut fonologi, yang secara etimologis, terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Menurut Jahmi (2006:16), satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan

fonemik. Secara umum fonetik biasa dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.

Untuk lebih jelasnya kalau diperhatikan baik-baik ternyata bunyi yang terdapat pada kata-kata intan, angin, dan batik adalah tidak sama. Ketidaksamaan bunyi[i] dan bunyi [p] pada deretan kata-kata itulah sebagai salah satu contoh objek atau sasaran studi fonetik. Dalam kajiannya fonetik, akan berusaha mendeskripsikan perbedaan bunyi-bunyi itu serta menjelaskan sebab-sebabnya. Sebaliknya, perbedaan bunyi /p/dan /b/ yang terdapat misalnya pada kata [paru] dan [baru] adalah menjadi contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan bunyi lpl dan lbl itu menyebabkan berbedanya makna kata [paru] dan [baru] itu.

a. Fonetik

Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.

Kemudian menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan adanya tiga jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris.

1) Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.

2) Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis fonetik ini yang paling berurusan dengan ilmu linguistik adalah fonetik artikulatoris sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris lebih berkenaan dengan bidang kedokteran.

b. Fonemik

Identitas fonem sebagai identitas pembeda. Dasar bukti identitas fonem adalah apa yang dapat kita sebut “fungsi pembeda” sebagai sifat khas fonem itu. Seperti contoh tentang rupa dan lupa.Satu-satunya perbedaan diantara kedua kata itu ialah menyangkut bunyi pertama, /r/ dan /i/. Oleh karena semua yang lain dalam pasangan kedua kata ini adalah sama, maka pasangan tersebut disebut “pasangan minimal”, perbedaan di dalam pasangan itu adalah “minimal”. Dengan perkataan lain,

perbedaan antara /i/ dan /r/ adalah apa yang membedakan dari sudut analisis bunyi rupa dan lupa. Maka dari itu, /i/ dan /r/

dalam bahasa Indonesia merupakan fonem-fonem yang berbeda identitasnya.

Objek penelitian fonemik adalah fonem yakni bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.

Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, harus dicari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka berarti bunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu.

5. Hakikat Morfologi

Secara etimologis kata morfologi berasal dari kata “morf”

yang berarti bentuk dan kata “logi” yang berarti ilmu.Jadi, secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentuk-bentukan kata; sedangkan di dalam kajian biologi morfologiberarti ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup.

Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata,maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen atau unsur pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afik, dengan berbagai alat proses pembenktukan kata itu, yaitu afiks dalam proses pembentuklan kata melalui proses afiksasi,reduplikasi, ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui proses komposisi dan sebagainya. Jadi, ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan keperluan dalam satu tindak pertuturan.

Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari satu proses morfologi sesuai dengan yang diperlukan dalam pertuturan, maka bentuknya dapat dikatakan berterima, tetapi jika tidak sesuai dengan yang diperlukan, maka bentuk itu dikatakan tidak berterima. Dalam kajian morfologi, alasan sosial itu disingkirkan dulu.

Morfologi atau tata kata adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata Morfologi

mengkaji seluk-beluk morfem, bagaimana mengenali sebuah morfem, dan bagaimana morfem berproses membentuk kata.

Morfem adalah bentuk bahasa yang dapat dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi begitu seterusnya sampai ke bentuk yang jika dipotong lagi tidak mempunyai makna. Morfem yang dapat berdiri sendiri dinamakan morfem bebas, sedangkan morfem yang melekat pada bentuk lain dinamakan morfem terikat.

Alomorf adalah bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama. Morf adalah sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya. Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, harus dibandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain.

Morfem utuh yaitu morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Morfem terbagi yaitu morfem yang merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi karena disisipi oleh morfem lain.

Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil.Kata dapat berwujud dasar yaitu terdiri atas satu morfem dan ada kata yang berafiks. Kata secara umum dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu verba, adjektiva, averbia, nomina, dan kata tugas.

Dalam bahasa Indonesia kita kenal ada proses morfologis; afiksasi, reduplikasi, komposisi, abreviasi, metanalisis, dan derivasi balik. Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Di dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang dapat diklasifikasikan menjadi prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks, dan kombinasi afiks.

Reduplikasi merupakan pengulangan bentuk.Ada 3 macam jenis reduplikasi, yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi morfemis, dan reduplikasi sintaktis. Reduplikasi juga dapat dibagi atas: dwipurwa, dwilingga, dwilingga salin swara, dwiwasana, dan trilingga.

Pemajemukan atau komposisi adalah proses penghubungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata.

Secara empiris ciri-ciri pembeda kata majemuk dari frasa adalah ketaktersisipan, ketakterluasan, dan ketakterbalikan.Abreviasi adalah proses penggalangan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Istilah lain untuk abreviasi ialah pemendekan, sedangkan hasil prosesnya disebut kependekan. Bentuk kependekan itu dapat dibagi atas singkatan, penggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf.

Derivasi balik adalah proses pembentukan kata berdasarkan pola-pola yang ada tanpa mengenal unsur-unsurnya.

6. Hakikat Kedwibahasaan

Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebutjuga kedwibahasaan.Dariistilahnya secara harfiahsudahdapatdipahami apayang dimaksud dengan bilingualism itu,yaituberkenaandenganpenggunaan dua bahasa ataudua kode bahasa. Secara sosiolinguistik,bilingualisme diartikan sebagaipenggunaanduabahasaolehseorang penuturdalampergaulannyadengan

oranglainsecarabergantian(Mackey dalam

Aslinda,2007:24).Gunarwan (

2002:36)mengatakankedwibahasaanadalahpenggunaanduabah asa ataulebiholeh seseorang atau olehsuatu masyarakat.Jadi,

dapat diambil kesimpulan bahwa

kedwibahasaanberhubunganeratdenganpemakaianduabahasaa taulebih oleh seorangatau masyarakatdwibahasawan secarabergantian.

Dalammembicarakan masalah kedwibahasaan,tidak

mungkin terpisahkan adanya peristiwa

kontakbahasa.Suwito(1985:40)mengatakanbahwa

kedwibahasaan sebagai wujud dalam peristiwa kontak bahasa.Seorang

dwibahasawansangatmungkinsebagaiawalterjadinyainterferensi dalambahasa, sehinggaantarakontak bahasadan dwibahasawansangat erat hubungannya.

Masyarakat Indonesia mengenal bahasa daerah atau bahasa ibu sebagai B1.Mereka menggunakan B1 sebagai bahasa pengantar dalam berkomunikasi, sebelum mengenal dan menguasai BI sebagai bahasa kedua.Keadaan seperti ini oleh para sosiolinguis lazim disebut dengan masyarakat yang bilingual atau masyarakat yang berdwibahasa.Istilah kedwibahasaan mula-mula diperkenalkan oleh Bloomfield pada permulaan abad ke-20.“Kedwibahasaan sebagai penguasaan dua bahasa seperti penutur aslinya” (Bloomfield dalam Mustakim, dkk 1994: 10).Selain itu, “kedwibahasaan diartikan sebagai pengetahuan dua bahasa (knowledge of twolanguages)” (Haugen dalam Suwito, 1985: 49).Dalam kedwibahasaan seorang dwibahasawan tidak harus menguasai secara aktif dua bahasa, tetapi cukuplah mengetahui secara positif dua bahasa. Kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua bahasa, yaitu BI dan B2.Nababan (1987:7) berpendapat bahwa kedwibahasaan adalah

kemampuan memakai dua bahasa atau lebih dan pemakaian bahasa itu secara bergantian.

Seorang dwibahasawan dapat berganti dari satu bahasa ke bahasa lain. Misalnya, seseorang sedang menggunakan bahasa A tetapi unsur yang dipakai ialah struktur atau unsur bahasa B atau sebaliknya, Kejadian seperti ini disebut dengan istilah interferensi. “Interferensi dapat dikatakan sebagai pengacauan apabila kemampuan dan kebiasaan seseorang dalam bahasa utama (bahasa sumber) berpengaruh atas penggunaannya dari bahasa kedua (bahasa sasaran)”

(Nababan, 1993: 32).“Kedwibahasaan selalu berkembang cenderung meluas karena istilah kedwibahasaan itu bersifat nisbi (relatif)” (Suwito, 1988:48). Jarang sekali orang benar-benar dapat menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya.

Selanjutnya batasan pengertian kedwibahasaan dikemukakan oleh Nababan Et.al bahwa satu daerah atau masyarakat tempat dua bahasa berada disebut daerah atau masyarakat yang berdwibahasa.Orang yang menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan.

Dari beberapa pendapat pakar bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwakedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian, baik secara lisan maupun tertulis oleh satu individu atau kelompok masyarakat.Kedwibahasaan

dapat terjadi apabila ada dua bahasa atau lebih dalam

dapat terjadi apabila ada dua bahasa atau lebih dalam

Dokumen terkait