• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…

B. Pembahasan…

1. Keadaan Responden

Berdasarkan rencana penelitian bahwa jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 50 orang dari 400 orang penutur Bahasa Bugis di tengah lingkungan penutur bahasa Makassar di Kabupaten Bantaeng namun jumlah kuesioner yang dikembalikan dan terisi dengan baik sebanyak 40 kuesioner, sehingga jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 respondenyang terdiri atas 15 orang laki-laki dan 25 orang perempuan. Respondendalam penelitian ini dikelompokkan menjadi empat kategori umur yangselanjutnya disebut sebagai generasi, responden yang berumur diatas 50tahun sebagai generasi pertama, umur 28-29 tahun sebagai generasikedua, umur 16-27 tahun sebagai generasi ketiga, dan umur 11-15 tahunsebagai generasi

keempat. Berikut tabel responden berdasar kategorijenis kelamin dan umur.

Tabel 1

Tabel Keadaan Responden Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

11-15 4 6 10

16-27 5 5 10

28-49 2 8 10

> 50 4 6 10

Jumlah 40

Selain itu, keadaan responden juga dikategorikan berdasarkantingkat pendidikannya yang terdiri atas, tingkat pendidikan TTSD/SD,SMP, dan PT. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2

Tabel keadaan responden berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat

Pendidikan

Responden

1 TTSD/SD 6

2 SMP 15

3 SMA 15

4 PT 4

Jumlah 40

Selanjutnya, keadaan responden juga dikategorikan berdasarkanjenis pekerjaannya yang terdiri atas petani, pedagang/ jual beli, pelajar,PNS, URT, lain-lain, dan tidak bekerja.

2. Situasi Kebahasaan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa umumnyamasyarakat Bantaeng berdwibahasa, adapun kedwibahasaan padamasyarakat Bantaeng bersifat substraktif, atau dengan kata lainfungsi-fungsi sosiolinguistik dari bahasa Bugis digantikan olehbahasa Bantaeng Berdasarkan data dan informasi lain yang diperoleh olehpenulis, umumnya masyarakat Bugis beralih dari pengguna ataupenutur bahasa Bugis menjadi pengguna atau penutur bahasa Bantaeng. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama seoranginforman bapak Kamal (50 tahun), dia mengatakan bahwa,kebudayaan Bantaeng, termasuk bahasa yang ada didalamnya mulaidipengaruhi oleh kebudayaan dari luar sejak 1970-an, yaitu sejakmasyarakat Bantaeng melakukan kawin campur dengan masyarakatyang berasal dari luar Bantaeng, selain itu perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi juga diduga ikut memengaruhi pergeseranbahasa Bugis di Bantaeng.

3.Kedwibahasaan

Berdasarkan situasi kedwibahasaan responden, ada tiga polakedwibahasaan yang digunakan yakni BBB+BS (bahasa Bugis dan bahasa Bantaeng), BS+BI (bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia), dan

BB+BS+BI (bahasa Bugis, bahasa Bantaeng, dan bahasaIndonesia).Ada beberapa jeniskedwibahasaan yang biasanya terjadi pada suatu masyarakat tutur(responden), yaitu kedwibahasaan berdasarkan bentuk dan jenisnya.Berdasarkan bentuk dan jenisnya, kedwibahasaan ini dapat dibedakanberdasarkan cara terjadinya, berdasarkan tingkatannya, berdasarkankemampuannya, berdasarkan perkembangannya, dan berdasarkanpengaruhnya terhadap bahasa pertama.

Berdasarkan cara terjadinya, kedwibahasaan digolongkan menjadi dua yaitu kedwibahasaan primer dan kedwibahasaan sekunder.Kedwibahasaan primer ialah pemerolehan bahasa kedua melaluilingkungan masyarakat karena desakan atau keperluan terhadap bahasa

kedua tersebut, sedangkan kedwibahasaan sekunder ialahkedwibahasaan yang diperoleh melalui atau berdasarkan prosespendidikan.Dari hasil penelitian yang dilakukan, responden yang memerolehbahasa Bantaeng secara primer (lingkungan masyarakat) sebanyak 93,1%,dan responden memeroleh bahasa Bantaeng secara sekunder (pendidikan)sebanyak 6,9%. Sementara itu, responden memeroleh bahasa Indonesiasecara sekunder (pendidikan) sebanyak 77,8 % dan memeroleh BahasaIndonesia primer (di lingkungan masyarakat) sebanyak 22,2 %.Berdasarkan data tersebut, telahmenjadi bahasa sehari-hari di wilayahEreng-Ereng.Kecamatan tompobulu Kabupatn Bantaeng.bahasaBantaeng sangat berpotensimenggeser bahasa Bugis sebab pemerolehan bahasa

Bantaeng tersebut diperoleh melalui pergaulan sehari-hari dalam lingkunganmasyarakat. Hal tersebut menandakan bahwa bahasa BantaengBahasa Indonesiatidak terlalu memiliki pengaruh yang besar dalam menggeser bahasa Bugis karena umumnya masyarakat (responden) memerolehbahasa Indonesia hanya melalui lingkungan pendidikan (sekolah) atau

dengan kata lain bahasa indonesia tidak digunakan sebagai bahasautama, melainkan hanya sebagai bahasa pelengkap yang digunakan pada

saat dan situasi tertentu saja.

Kedwibahasaan berdasarkan kemampuannya dibedakan ataskedwibahasaan aktif-produktif dan pasif-reseptif. Kedwibahasaan aktifproduktifialah kedwibahasaan yang memiliki kemampuan berbicara danmenulis dengan lancar, sedangkan kedwibahasaan pasif-reseptif ialahkedwibahasaan yang hanya bisa mengerti dan kurang bisa berbicara dengan menggunakan bahasa tersebut.Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 95,8% responden memilikikemampuan kedwibahasaan aktif-produktif terhadap bahasa Bantaeng dan4,2% responden yang memiliki kedwibahasaan pasif-reseptif terhadapbahasa Bantaeng. Sementara itu, responden yang memiliki kemampuankedwibahasaan aktif-produktif terhadap bahasa Indonesia sebanyak65,3%, dan responden yang memiliki kedwibahasaan pasif-reseptifterhadap bahasa Indonesia sebanyak 34,7%.Semua jenis kedwibahasaan di atas jika dihubungkan denganpergeseran bahasa Bugis, maka terlihat jelas bahwa bahasa

Bantaeng mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menggeserbahasa Bugis. Hal ini disebabkan oleh sebanyak 95,8%responden memiliki kemampuan bahasa Bantaeng secara aktif-produktif.

Hal ini berarti bahwa masyarakat pengguna bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng sudah sejak lamamenguasai dan menggunakan bahasa Bantaeng sebagai bahasakomunikasi sehari-hari mereka.Selanjutnya, kedwibahasaan berdasarkan tingkatannya dibagimenjadi dua yaitu kedwibahasaan maksimalis dan kedwibahasaanminimalis, namun jenis kedwibahasaan ini sebenarnya sama saja dengankedwibahasaan aktif-produktif dan kedwibhasaan pasif-reseptif.Kedwibahasaan berikutnya adalah kedwibahasaan berdasarkantingkat perkembangannya, kedwibahasaan ini terdiri atas kedwibahasaandini, kedwibahasaan menengah dan kedwibahasaan lambat.Jeniskedwibahasaan ini dapat dibedakan berdasarkan pemerolehan bahasakedua.Pemerolehan yang dimaksud adalah pemerolehan bahasa padamasa pertumbuhan atau pada masa perkembangan dan masa lanjut. Dari

data yang diperoleh kedwibahasaan dini responden terhadap bahasa Bantaeng adalah sebanyak 69,4%, kedwibahasaan tengah (masa sekolah)adalah 31,4%. Sementara itu kedwibahasaan dini responden terhadapbahasa Indonesia adalah sebanyak 4,2%, kedwibahasaan tengah 84,7%,sedangkan kedwibahasaa lambat sebanyak 11,1%.Data tersebut

menunjukkan bahwa pada umumnya responden ataumasyarakat penutur bahasa Bugis memeroleh bahasa Bantaeng sejak atau pada masa anak-anak (dini), atau dengan kata lain bahasa Bantaeng sudah diajarkan oleh orang tua mereka sejak mereka masih kecil. Sedangkan pemerolehan bahasa Indonesia umumnya diperoleh padatahap tengah atau masa sekolah (lingkungan pendidikan).Kedwibahasaan selanjutnya adalah kedwibahasaan berdasarkan pengaruhnya terhadap bahasa Bugis (B1).

Berdasarkan data,hasil wawancara, dan observasi yang dilakukan oleh penulis, diperolehinformasi bahwa penggunaan bahasa Bantaeng bersifat substraktif terhadapbahasa Bugis atau dengan kata lain bahasa Bantaeng tersebutbukan berfungsi sebagai bahasa komplementer pada masyarakat pengguna bahasa bugis, namun lebih sebagai bahasa yang mengganti fungsi-fungsidan peran bahasa Bugis. Hal tersebut dapat dilihat padatingginya persentase penggunaan bahasa Bantaeng dibandingkan denganpersentase penggunaan bahasa Bugis pada hampir semua ranahpenggunaan bahasa.

Berdasarkan jenis dan tingkatan kedwibahasaan yang telahdijelaskan di atas, maka bila dilihat dari cara terjadinya, masyarakat pengguna bahasa Bugis (responden) pada umumnya memeroleh bahasa Bantaeng dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat (non formal),sedangkan untuk pemerolehan bahasa Indonesia umumnya diperoleh dilingkungan sekolah (formal). Jika dihubungkan dengan pergeseranbahasa, maka semua jenis kedwibahasaan memiliki pengaruh

yangsangat besar terhadap pergeseran bahasa Bugis. Hal tersebutdisebabkan oleh pemerolehan bahasa Bantaeng yang sejak masa anak-anakdi lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat, atau dengankata lain bahwa bahasa Bantaeng ini sudah digunakan sebagai bahasapergaulan sehari-hari baik dalam lingkungan rumah tangga (keluarga),maupun dalam lingkungan masyarakat pengguna Bahasa Bugis. Hal tersebut tentu saja menyebabkan penguasaan dan penggunaan bahasa

Bugis pada masyarakat Kabupaten Bantaeng menjadi sangat kurang.

4. Gambaran Umum Penetrasi Bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng

Bahasa Bugis adalah salah satu bahasa daerah yang dipelihara dengan baik olehmasyarakat penuturnya, yakni masyarakat Bugis yang bermukim di wilayah kabupaten Bantaeng dan sudah ada sejak dulu serta dipakaisecara terbuka sebagai alat komunikasi dalam berbagai kehidupan di wilayah penutur Bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng, seperti dalamrumah tangga, tempat-tempat umum, masyarakat.

Kondisi real bahasa Bugis di wilayah kabupaten Bantaeng dalam kenyataannyatidak bisa lepas dari kondisi masyarakat Bantaeng itu sendiri.Artinya ragam dialek bahasaBugis menjadi sebuah cerminan etika ke-Bugis-an manusia Bugis-Makassar dalam sosial kemasyarakatannya.Sehingga bahasa Bugis bukan dominasi masyarakat Bantaeng.Bahasa Bugis di wilayah Kabupaten Bantaeng dalam sepanjang

perjalanannya sejak zaman sejarah, kemudian mulaiabad ke delapan, hingga memasuki abad ke-21 saat ini,telah bergaul dengan berbagai bahasa seperti dari bahasa Indonesia.Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat dominan digunakan dalam masyarakat Bantaeng karena bahasa Indonesialah yang mampu menyatukan antara yang tidak memahami bahasa Bugis dengan yang tidak memahami bahasa daerah Makassar. Begitu pun bahasa daerah Makassar sebagai sebagai ragam tutur terbanyak di Kabupaten Bantaeng menjadi sebuah ancaman bagi pewaris penutur bahasa Bugis yang menduduki beberapa daerah di Kabupaten Bantaeng

5. Penunjang dan Penghambat Penetrasi Bahasa Bugis di Tengah Penutur Bahasa Makassar di Kabupaten Bantaeng

Pemertahanan bahasa Bugis dalam konteks perubahan sosial di tengah arus globalisasidewasa ini, dipetakan dengan mengacu pada tinjauan kekuatan dan peluang sertakelemahan dan ancaman terhadap perkembangan bahasa Bugis di wilayah Kabupaten Bantaeng ke depan.

Hal inimenunjukkan bahwa perubahan sosial sebagai fakta yang tidak terlepas dari kehidupanbermasyarakat, berpengaruh terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancamanterhadap masyarakat yang mengalami perubahan.Tinjauan berdasarkan beberapa aspek tersebut di atas dikenal dengan sebutan analisisSWOT.Analisis SWOT umumnya sebuah strategi yang diterapkan dalam perusahaan.Perusahaan menggunakan analisis tersebut untuk memecahkan masalah dari dalam.

Diagram analisis SWOT Berbagai Peluang:

-Media Tradisional-Media Cetak -Media Elektronik

Kelemahan Internal: Kekuatan Internal:

-Tuntutan Ekonomi -Keluarga - SDM -Agama

-Individualisme –Budayamaupun dari luar, serta menganalisis kekuatan, kelemahan dan membacapeluang yang akan datang.Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untukmerumuskan strategi.Analisis ini didasarkan pada logika yang dapatmemaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secarabersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).Bertitik tolak pada pemahaman di depan, analisis SWOT dalam penetrasi bahasa Bugis mengarah pada lingkungan internal masyarakat Bantaeng yaitu kekuatan(Strengths) dan kelemahan (Weaknesses), serta lingkungan eksternal yaitu peluang(Opportunities) dan ancaman (Threats). Analisis SWOT membandingkan antara factor eksternal yaitu peluang dan ancaman, dan faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahanpemertahanan bahasa Bugis dalam masyarakat multikultural di Kota Bantaeng.

Proses analisis SWOT dalam penetrasi bahasa Bugis dalam masyarakatmultikultural di KabupatenBantaeng dapat dilihat pada wacana berikut.

Diagram analisis SWOT Berbagai Peluang:

-Media Tradisional -Media Cetak -Media Elektronik

Kelemahan Internal: III I Kekuatan Internal:

-Tuntutan Ekonomi -Keluarga - SDM -Agama

-Individualisme -Budaya Berbagai ancaman:

-Globalisasi -Pariwisata

-Teknologi komunikasi

Diagram analisis SWOT penetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat multicultural di Kabupaten Bantaeng, dapat dijelaskan seperti berikut.

Kuadran I, merupakan situasi yangsangat menunjang penetrasi bahasa Bugis, karena memiliki peluang dan kekuataninternal masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng.Peluang tersebut adalah

mediatradisional, media cetak dan media elektronik.Kekuatan internal seperti keluarga, agamadan budaya.Media tradisional merupakan pemeliharaan kearifan lokal yang diwariskan pada penutur sebelumnya.Seperti pada penggunaan kegiatan pelaksaan upacara adat dan keagamaan. Media cetak dan media elektronik merupakan sarana yang sangat penting dalam pengembangan bahasa, seperti munculnya kata atau istilah baru yang digunakan oleh penutur akan muncul lebih awal dari media cetak ataupun media elektronik.Pada kekuatan Internal, seperti keluarga.Keluarga sangat berperan penting dalam pemertahanan bahasa entah bahasa daerah bugis ataupun bahasa daerah lainnya.Keluarga dapat mengajarkan sopan santun dalam berbicara, menuntun anak-anak menggunakan kata-kata yang benar, menjadi penuntun dalam menunjukkan contoh berbicara yang baik dan benar.Terlebih lagi dengan aspek agama, ini menjadi penuntun utama dalam kehidupan manusia.Dalam agama, mengajarkan seluruh adab-adab dalam kehidupan sehari-hari manusia. Baik dalam hal bersikap begitupun dalam berbahasa, baik dari cara bertuturnya maupun dalam tuturannya. Begitu pun aspek budaya yang juga menjadi pemerhati dalam pemertahanan bahasa.Melalui budaya, media tradisional dapat menciptakan kearifan lokaldalam penggunaan bahasa daerah setempat.Kearifan lokal yang sering dilakukan di tengah masyarakat dapat menciptakan terwujudnya kecintaan masyarakat terhadap bahasa daerah yang digunakannya. Masyarakat penutur akan lebih senang, santai dalam penggunaan bahasa daerahnya.

Tidak adanya faktor gensi dalam penggunaannya. Hal ini terbukti bahwa faktor prestise dan loyalitas masyarakat penutur di tengah masyarakat heterogen lebih didominankan

Kuadran II, menunjukkan bahwa penetrasi bahasa Bugis dalam masyarakatmultikultural di Kabupaten Bantaeng menghadapi berbagai ancaman, seperti globalisasi,pariwisata, dan teknologi komunikasi.Ketiga faktor ini sangat menjadi ancaman pemertahanan bahasaBugis di Bantaeng.Melihat perkembangan di berbagai sektor yang terjadi di Kabupaten Bantaeng utamanya di sektor pariwisata, hal ini terjadi akibat arus globalisasi dan perkembangan teknologi komunikasi.Namun masih ada kekuatan internal untukmenghadapi ancaman tersebut.Dengan demikian, eksistensi bahasa Bugis masih dapatdipertahankan dengan menggunakan langkah strategis untuk menghadapi ancaman yangada.

Kuadran III, penetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng memiliki peluang yang besar. Namun hal ini berbenturan dengan kelemahaninternal masyarakat itu sendiri, seperti tuntutan ekonomi yang sangat tinggi, sumber dayamanusia yang belum memadai, dan individualisme yang mengental dalam cara pandangserta sikap sosial masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng.

Perkembangan alur pemerintahan di Kabupaten Bantaeng saat ini yang sangat signifikan, yang dapat dijadikan aspek dalam pemertahanan bahasa daerah, namun melihat ada beberapa aspek internal yang menjadi kelemahan yang sangat berbenturan dalam pemertahanan bahasa yang

ssekali waktu dapat menggeser bahasa daerah yang digunakannya.

Tuntutan ekonomi yang sangat tinggi namun tingkat sumber daya manusia yang belum memadai, mengharuskan sumber daya yang ada dalam masyarakat Bantaeng mengharuskan untuk keluar daerah dalam memenuhi mata pencaharian mereka. Hal ini sangat berpengaruh dapat menggeser bahasa daerah yang digunakan beralih menggunakan bahasa yang sering digunakan dalam komunitas penutur yang ditinggalinya.

Kuadran IV, penetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng menghadapi ancaman dan kelemahan internal.

Situasi seperti ini sangat tidakmendukung upaya pemertahanan bahasa Bugis dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng.Kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman terhadap penetrasi bahasaBugis dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng.Dalam masyarakat multikultural, merupakan salah satu faktor yang menjadi ancaman dalam pemertahan bahasa daerah. Banyaknya kultur yang menempati dalam suatu daerah tempat tinggal penutur akan saling pengaruh mempengaruhi, dimana masyarakat akan meniru dan mengikuti pengguna bahasa yang lebih dominan dan dianggap lebih komunikatif dan bergengsi.

Menggunakan kekuatanuntuk menghadapi ancamanMeminimalkan kelemahanyang ada serta menghindariancaman.

Penyelesain Kuadran I, menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Hal ini berarti bahwapenetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat

multikultural di Kabupaten Bantaeng dapatdijalankan dengan cara menggunakan kekuatan yang ada dalam masyarakat sepertikeluarga, agama dan budaya untuk memanfaatkan peluang yaitu media tradisional, mediacetak dan media elektronik.

Penyelesain KuadranII,, memanfaatkan peluang untuk meminimalkan kelemahan. Hal ini berartibahwa dalam penetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaengmemanfaatkan media tradisional, media cetakdan media elektronik untuk meminimalkan kelemahan seperti tuntutan ekonomi, SDMdan individualisme yang ada dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng.

PenyelesainKuadranIII, menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman. Kekuatan yang adadalam masyarakat dapat digunakan untuk menhadapi berbagai ancaman terhadappenetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng, sepertiglobalisasi, pariwisata dan teknologi komunikasi.

PenyelesainKuadran IV, meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Hal inimerupakan salah satu strategi untuk menghindari berbagai ancaman denganmeminimalkan kelemahan yang ada dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng.

6. Dampak Penetrasi Bahasa Bugis di Tengah Penutur Bahasa Makassar

Dampak penetrasi bahasaakan punah jika tidak mendapat dukungan dari penuturnya. Oleh sebab itu kebanggaan atas bahasa yang dimiliki yang merupakan identitas suatu masyarakat bahasa harus selalu ditanamkan. Melalui contoh 40 responden tadi, memberikan gambaran mengenai perlu adanya sejumlah “nasionalitas” kecil yang ingin mempertahankan bahasa daerahnya, dan hal itu memang dijamin di dalam UUD. Dengan kata lain, terdapat kebanggaan berbahasa (linguistic pride) yang dilakukan oleh penduduk yang bermukim di wilayah yang dominan menggunakan bahasa Makassar, di samping kesadaran akan norma (awareness of norm) dan loyalitas bahasa (language loyality) dan hal ini merupakan faktor yang amat penting bagi keberhasilan usaha pemertahanan sebuah bahasa dalam menghadapi tekanan eksternal dari pemilik bahasa yang lebih dominan, yaitu bahasa Makassar.

Pesatnya perkembangan zaman, semakin menuntut masyarakat baik yang berada di kota maupun di desa untuk mengikuti trend hasil adopsi dari kebudayaan luar daerah yang berkembang di masyarakat.

Trend-trend inilah salah satu yang menjadi dampak penetrasi bahasa.Kebudayaan Barat utamanya, menjadi salah satu kebudayaan yang trend diikuti oleh masyarakat. Penutur usia remaja terkadang tidak mengenal lagi bahasa daerahnya. Bahasa Bugis yang menjadi yang menjadi bahasa ibu perlahan–lahan sudah mulai dilupakan karena bahasa ibu atau bahasa daerah dianggap gengsi. Berarti, loyalitas dan kebanggaan dari bahasa daerahnya sudah mulai punah.

Generasi muda khususnya pelajar yang merupakan ujung tombak suatu bangsa seakan-akan sangat muda terinfeksi oleh perkembangan zaman. Pada usia mereka yang masih rentan, terlalu sulit untuk memilah trend yang dapat dipedomani dan yang tidak dapat dipedomani. Sebagai bangsa yang menganut budaya timur, tentu saja kita diikat oleh norma-norma yang kental dan menjunjung tinggi adat istiadat kita khususnya bagi masyarakat Bugis.

Bahasa Bugis akan menjadi identitas akhir orang Bugis karena bahasa merupakan ciri terdepan suatu budaya. Meski orang Bugis memiliki budaya yang kaya, namun warisan tersebut hanya dijadikan aksi seremonial dan pelengkap identitas pelakunya, karena pada hakekatnya mereka jauh dari keluhuran-keluhuran nilai-nilai lokal tersebut. Memang selama orang Bugis masih ada dalam kehidupan ini, kemungkinan bahasa Bugis akan tetap ada. Namun, tidak ada sebuah garansi, bahasa Bugis akan tetap bertahan, terus dipakai, dan dipelihara masyarakatnya seiring perubahan zaman yang begitu cepat dan sikap dari penuturnya sendiri.

Sewaktu, suku bangsa ini mulai membelakangi bahasa ini, maka hilanglah identitas dan orang Bugis itu sendiri, tinggal kita menunggu waktu.Oleh karena itu, kami tidak mau, kekhawatiran dan mimpi buruk di atas menjadi kenyataan, bahasa Bugis akan menjadi bahasa klasik di negeri sendiri dan generasi kita mendatang tidak tahu sama sekali prihal bahasa Bugis, mereka hanya menemukan beberapa lembar kertas usang di museum.

Bahasa Bugis adalah bahasa kita bersama yakni kebudayaan yang mempunyai makna bagi kita masyarakat Bugis. Kalau bukan kita lalu siapa lagi yang akan menjaga dan melestarikannya. Seharusnya sebagai masyarakat Bugis kita patut bangga dengan kekayaan budaya. Hal ini sebenarnya akan menimbulkan rasa tanggung jawab untuk meleestarikan bahasa dan kebudayaan tersebut. Kapan kebudayaan-kebudayaan darin luar tidak tersaring lagi, yakin bahasa daerah Bugis yang selama ini dibangga-banggakan akan punah.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan penjelasan yang telah dikemukakanpada bab sebelumnya, disimpulkan bahwa:

1. Penetrasi pada situasi kebahasaan padamasyarakat pengguna bahasa Bugis sebagian telah beralih menggunakan Bahasa Makassar dialek Bantaeng atau dengan kata lain bahasa Makassar dialek Bantaeng sudah menjadi bahasa utamamereka. Selain itu kedwibahasaanpada responden atau masyarakat pengguna bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng juga bersifat substraktifatau dengan kata lain bahasa Bantaeng mendominasi pada setiap ranahpenggunaan bahasa dan menggantikan peran-peran sosiolinguistikbahasa Bugis.

2. Penunjangpenetrasi Bahasa Bugis di tengah penutur bahasa Makassar tersebut adalah media tradisional, media cetak dan media elektronik. Kekuatan internal seperti keluarga, agama dan budaya.

Penghambat dan ancaman terhadap perkembangan bahasa Bugis di wilayah Kabupaten Bantaeng adalah perubahan sosial sebagai fakta yang tidak terlepas dari kehidupan bermasyarakat, berpengaruh terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap masyarakat Tingkat pergeseran bahasa Bugis terjadi pada semuaranah penggunaan bahasa atau dengan kata lain persentase penggunaanbahasa Bantaeng menempati posisi yang paling tinggi dibandingkan denganpenggunaan bahasa Bantaeng pada semua ranah penggunaan.

3. Dampak penetrasi Bahasa bugis di tengah penutur Bahasa Makassar, tentang tingkatan dalam kepunahan bahasa serta dengan melihatfenomena kebahasaan yang ada di Bantaeng, disimpulkan bahwastatus bahasa Bugis telah berada di ambang kepunahan (nearlyextinct) yang penuturnya hanya menyisakan sebagian atau beberapaorang tua saja. Tetapi melalui analisis SWOT dapat ditemukan kelemahan dan penyelesaian terhadapa ancaman kepunahan bahasa Bugis di wilayah Bantaeng.

B. Saran-Saran

1. Situasi kebahasaan di Bantaeng sangat tidak stabil, dengan katalain tidak ada keseimbangan penggunaan bahasa Bugis dengan bahasa

Bantaeng, serta bahasa Indonesia. Agar bahasa Bugis tetap terjaga dan tidak punah perlu diciptakan ataudilakukan penggunaan bahasa yaang seimbang, sehingga fungsifungsibahasa pertama dan bahasa kedua tidak saling menggesersatu-sama lain. Salah satu langkah penting yang harus dilakukanadalah parakeluarga didorong agar tetap menggunakan bahasa daerah (B1)mereka sebagai bahasa pertama khususnya bagi anak-anak.

2. Kondisi bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng sudah mendekati kepunahan (nearlyextinct), yang menyisakan beberapa penutur yang berusia tua, olehkarena itu perlu dilakukan dokumentasi terhadap bahasa Bugis tersebut. Selain itu, pemerintah daerah juga perlumendukung dan menfasilitasi upaya pemeliharaan, pelestarian danpengembangan bahasa daerah dengan beberapa cara, seperti lomba

membaca pidato dengan menggunakan bahasa Bugis lombabercerita, lomba menyanyi dan serta mendokumentasi bahasa daerahtersebut.

3. Melihat sikap bahasa masyarakat Bugis di kabupaten Bantaeng yang positif terhadapbahasa daerah mereka, maka sudah seharusnya pihak-pihak terkaitmelakukan upaya dan tindakan guna menyeimbangkan sikap bahasadengan realitas pemakaian bahasa mereka dalam kehidupan sehari-haritanpa harus meninggalkan salah

satu bahasa. Dengan demikian,selain memperkaya budaya, mereka juga tetap dapat menjaga danmelestarikan budaya mereka sendiri.

satu bahasa. Dengan demikian,selain memperkaya budaya, mereka juga tetap dapat menjaga danmelestarikan budaya mereka sendiri.

Dokumen terkait