• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

7.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pada tanggal 1 Januari 1983 sesuai gagasan Menteri sosial RI berdirilah panti jompo di Magetan dengan penghuni berjumlah 10 lansia dengan alamat di Balai Desa Milangasri dengan sumber dana dari kantor wilayah Departemen Sosial Propinsi Jawa Timur. Pada tanggal 1 September 1983, lokasi pelayanan kesejahteraan lanjut usia di pindah ke jalan raya Panekan Selosari dengan jumlah daya tamping 40 lansia. Pada tanggal 5 September 1984 Panti Werdha tersebut diresmikan oleh Direktur Kesejahteraan Anak dan lanjut usia Depsos RI dan diberi nama Sasana Tresna werdha “Bahagia” yang berada dibawa naungan Kanwil Depsos Propinsi Jawa Timur, dengan alokasi biaya dari anggaran rutin berdasarkan keputusan Menteri Sosial RI

No. 14/HUK/1994 yang berisi tentang perubahan status Sasana Tresna Werdha “bahagia” menjadi Panti Sosial tresna Werdha “Bahagia” Magetan.

Pada tahun 1999 Departemen Sosial dibubarkan sehingga PSTW “Bahagia” di kelola oleh Bada Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN) dan pada tahun 2001 berada dibawa naungan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur dengan dasar PERDA No.12 tahun 2000 yang telah diubah dengan PERDA No.14 tahun 2001 dan Keputusan Gubernur No.41 tahun 2001 yanga diubah dengan Keputusan Gubernur No.51 tahun 2003 tentang uraian tugas dan fungsi Unit Pelaksana Teknik Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Pada tahun 2008 sesuai Pergub N0. 119/2008 diubah namanya menjadi Unit Pelaksana Teknik Pelayanan Sosial Lanjut Usia Magetan (UPT PSLU Magetan) dan memiliki cabang di Ponorogo.

Fasilitas tempat tinggal yang dimiliki UPT PSLU Magetan bangunan yang memadai dengan sanitasi lingkungan berlantaikan keramik, terdiri dari 8 wisma yang dipakai untuk lansia mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar berupa wisma berisikan kamar-kamar, dapur, kamar tamu, ruang makan, kamar mandi, masing-masing kamar terdiri 2 orang, dan 1 wisma yaitu wisma yang berbentuk zaal terdiri dari 12 tempat tidur dipergunakan untuk lansia yang tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Penghuni UPT PSLU berjumlah 87 lansia. Laki-laki berjumlah 33 lansia dan perempuan berjumlah 54 lansia.

Fasilitas lain yang di UPT PSLU Magetan antara lain klinik kesehatan dengan fasilitas medis yang memadai dengan tenaga paramedis lulusan D3 sebanyak 3 orang, dapur umum menyediakan makan dan minum bergizi 3 kali dalam sehari ditambah

snack, aula, masjid, kebun, kolam, makam. Semua biaya pelayanan tanpa dipungut biaya dan sumber dana berasal dari APBD Pemerintah propinsi Jawa Timur dan dari donator baik dari lembaga pemerintah dan swasta.

Kegiatan yang dilakukan di UPT PSLU Magetan adalah bimbingan mental agama tiap hari, olah raga senam tiap selasa senam otak dan kamis senam tera, pemeriksaan kesehatan dan bimbingan kreatif tiap hari rabu, bimbingan ketrampilan tiap hari selasa, kamis dan jumat, bimbingan yasinan dan ceramah agama tiap hari kamis, bimbingann kelompok kerja bakti tiap hari jumat dan untuk sabtu dan minggu digunakan untuk kegiatan individu.

Jenis kegiatan yang sudah dilakukan di UPT PSLU Magetan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur lansia antara lain senam terra 1 minggu sekali.

7.1.2 Data umum

1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin lansia di UPT PSLU Magetan, tanggal 25 November 2014 sampai dengan 20 Desember 2014

Jenis Kelamin Perlakuan Kelompok Kontrol

n % n %

Laki-laki 4 44 4 40

perempuan 6 60 6 60

Total 10 100 10 100

Dari Tabel 5.1 dari data di atas didapatkan sebagaian besar baik kelompok perlakuan dan kontrol berjenis kelamin perempuan sebanyak 60% dan hampir setengahnya sebanyak 40% berjenis kelamin laki-laki.

2. Distribusi responden berdasarkan umur

Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan lama tinggal di UPT PSLU Magetan, tanggal 25 November 2014 sampai dengan 20 Desember 2014

Umur Responden Perlakuan Kelompok Kontrol

n % n %

60-65 Tahun 3 30 3 30

66-70 Tahun 2 20 2 20

71-75 Tahun 5 50 5 50

Jumlah 10 100 10 100

Dari tabel 5.2 di atas didapatkan hampir setengah responden kelompok perlakuan berumur 71-75 tahun dan dan sebagaian kecil berusia 66-70 tahun. Pada kelompok kontrol hampir setengah responden berusia 71-75 tahun dan sebagaian kecil berusia 66-70 tahun.

3. Distribusi responden berdasarkan lama tinggal di panti

Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan lama tinggal di UPT PSLU Magetan, tanggal 25 November 2014 sampai dengan 20 Desember 2014

Lama Tinggal Perlakuan Kelompok Kontrol

n % n % < 1 Tahun 2 20 2 20 1-5 Tahun 6 60 6 60 5-10 Tahun 1 10 2 20 >10 Tahun 1 10 0 0 Jumlah 10 100 10 100

Dari tabel 5.3 di atas didapatkan sebagian besar responden kelompok perlakuan lama tinggal di UPT PSLU Magetan yaitu 5-10 tahun dan sedikit di

atas 10 tahun, sedangkan kelompok kontrol hampir setengahnya lama tinggal 1-5 tahun dan siasanya lama tinggal 1-1-5 tahun.

4. Distribusi responden berdasarkan riwayat pekerjaan dahulu

Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan riwayat pekerjaan dahulu di UPT PSLU Magetan, tanggal 25 November 2014 sampai dengan 20 Desember 2014 Riwayat Pekerjaan Kelompok Perlakuan Kontrol n % n % Tidak bekerja 4 40 4 40 PNS 0 0 0 0 Wiraswasta 6 60 6 60 Jumlah 10 100 10 100

Dari tabel 5.4 di atas didapatkan setengah responden perlakuan mempunyai riwayat pekerjaan sebagai wiraswasta dan hampir setengah dulunya tidak bekerja sedangkan kelompok responden kelompok kontrol sebagaian besar riwayat pekerjaan sebagai swasta dan hampir setengahnya tidak bekerja.

5. Distribusi responden berdasarkan riwayat perkawinan

Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan riwayat perkawinan dahulu lansia di UPT PSLU Magetan, tanggal 25 November 2014 sampai dengan 20 Desember 2014 Status Perkawianan Kelompok Perlakuan Kontrol n % n % Tidak Kawin 0 0 1 10 Kawin 0 0 0 0 Duda/Janda 10 100 9 90 Jumlah 10 100 10 100

Berdasarkan tabel 5.1 di atas pada responden kelompok perlakuan seluruhnya berstatus duda/janda sedangkan pada kelompok kontrol hampir seluruhnya berstatus duda/janda dan sebagaian kecil berstatus tidak pernah menikah.

6. Distribusi responden berdasarkan agama

Tabel 5.6 Karakteristik responden berdasarkan agama di UPT PSLU Magetan, tanggal 25 November 2014 sampai dengan 20 Desember 2014

Agama Perlakuan Kelompok Kontrol

n % n % Islam 10 100 10 100 Kristen 0 0 0 0 Hindu 0 0 0 0 Budha 0 0 0 0 Jumlah 10 100 10 100

Dari tabel 5.6 di atas didapatkan seluruh responden baik perlakuan dan kontrol beragama islam.

7.1.3 Data Khusus

1. Pengaruh program rutin exercise aerobik dan pemberian latihan relaksasi otot progresif terhadap latensi tidur lansia di UPT PSLU Magetan

Tabel 5.7 Tabel Latensi Tidur Pada Kelompok Perlakuan Dan Kontrol Sebelum Dan Sesudah Melakukan Intervensi Program Rutin Exercise Aerobik Dan Pemberian Latihan Relaksasi Otot Progresif Di UPT PSLU Magetan, tanggal 25 November 2014 sampai dengan 20 Desember 2014

No Responden

Waktu mulai tidur/latensi (menit)

Perlakuan kontrol Perlakuan Kontrol

pre post ∆ pre post ∆ post post

1 60 40 -20 55 60 +5 40 60 2 60 40 -20 70 70 0 40 70 3 60 35 -25 60 55 -5 35 55 4 50 30 -20 50 45 -5 30 45 5 60 30 -30 60 60 0 30 60 6 75 40 -35 60 60 0 40 60 7 60 30 -30 55 55 0 30 55 8 50 25 -25 60 60 0 25 60 9 50 20 -30 60 60 0 20 60 10 60 40 -20 50 60 10 40 60 Mean 58.5 33.00 58 58.5 33.00 58.5 SD 7.472 7.149 5.869 6.258 7.149 6.258 p=0.000 p=0.726 p=0,000 Paired t Test Paired t

Test Independent t-Test

Tabel 5.7 di atas menggambarkan latensi sebelum (pre test) dan sesudah (post test) pada kelompok perlakuan yang diberikan program rutin exercise aerobik selama 3 minggu dan pemberian latihan relaksasi otot progresif selama 2 minggu. Pada tabel di atas menunjukkan adanya penurunan latensi tidur pada kelompok perlakuan setelah dilakukan intervensi dan pada kelompok kontrol tanpa intervensi. Sebelum dilakukan intervensi latensi tidur rata-rata 58,5 menit. Setelah program rutin exercise aerobik selama 3 minggu dan pemberian latihan relaksasi otot progresif selama 2 minggu.

Setelah diberikan intervensi terjadi penurunan latensi tidur menjadi 33 menit. Setelah dilakukan uji statistik paired t test dengan signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,000 berarti ada pengaruh yang signifikan program rutin exercise aerobik selama 3 minggu dan pemberian latihan relaksasi otot progresif selama 2 minggu terhadap latensi tidur.

Tabel 5.7 menunjukkan perubahan latensi pada kelompok kontrol. Dari hasil

pre-test didapatkan latensi tidur rerata responden 58 menit. Setelah 3 minggu dilakukan post-test terdapat perubahan latensi tidur menjadi lama yaitu 58,5 menit. Setelah dilakukan uji statistik paired t test dengan signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,726 yang berarti tidak ada pengaruh perubahan latensi tidur pada kelompok kontrol.

Tabel 5.7 di atas menggambarkan latensi tidur pada kelompok yang diberikan perlakuan berupa program rutin exercise aerobik selama 3 minggu dan pemberian latihan relaksasi otot progresif selama 2 minggu dan kelompok kontrol. Dari tabel diatas menunjukkan terjadi adanya perubahan latensi tidur pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan setelah dilakukan intervensi terjadi penurunan latensi tidur menjadi 33 menit sedangkan pada kelompok kotrol setelah 3 minggu dilakukan post test latensi tidur menjadi 58,5 menit. Setelah dilakukan uji statistik dengan independent t-test signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,000 ada pengaruh yang signifikan program rutin exercise aerobik selama 3 minggu dan pemberian latihan relaksasi otot progresif selama 2 minggu terhadap latensi tidur pada lansia di UPT PSLU di Magetan.

2. Pengaruh program rutin exercise aerobik dan pemberian latihan relaksasi otot progresif terhadap durasi tidur lansia di UPT PSLU Magetan

Tabel 5.8 Tabel Durasi Tidur Pada Kelompok Perlakuan Dan Kontrol Sebelum Dan Sesudah Melakukan Intervensi Program Rutin Exercise Aerobik Dan Pemberian Latihan Relaksasi Otot Progresif Di UPT PSLU Magetan, tanggal 25 November 2014 sampai dengan 20 Desember 2014

No Responden

Lama tidur/durasi (jam)

Perlakuan kontrol Perlakuan Kontrol

pre post ∆ pre post ∆ post post

1 4 5 1 4 4 0 5 4 2 4 6 2 4 4 0 6 4 3 3 5 2 3 3 0 5 3 4 4 5 1 4 4 0 5 5 5 3 5 2 3 4 1 5 4 6 4 5 1 3 3 0 5 3 7 4 6 2 4 3 -1 6 3 8 4 5 1 4 4 0 5 4 9 4 6 2 4 4 0 6 4 10 3 5 2 4 4 0 5 4 Mean 3.70 5.30 3.70 3.70 5.30 3.70 SD 0.483 0.483 0.483 0.483 0.483 0.483 p=0.000 p=1,000 p=0.000 Paired t Test Paired t

Test Independent t Test

Tabel 5.8 di atas menggambarkan durasi sebelum (pre test) dan sesudah (post test) pada kelompok perlakuan yang diberikan program rutin exercise aerobik selama 3 minggu dan pemberian latihan relaksasi otot progresif selama 2 minggu dan pada kelompok kontrol tanpa intervensi. Pada tabel di atas menunjukkan adanya peningkatan durasi tidur pada kelompok perlakuan setelah dilakukan intervensi. Sebelum dilakukan intervensi durasi tidur rata-rata 3,7 jam. Setelah program rutin

selama 2 minggu. Setelah dilakukan intervensi terjadi peningkatan durasi menjadi 5,30 jam. Setelah dilakukan uji statistik paired t-test dengan signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,000 berarti ada pengaruh yang signifikan program rutin exercise

aerobik selama 3 minggu dan pemberian latihan relaksasi otot progresif selama 2 minggu terhadap durasi tidur pada lansia di UPT PSLU di Magetan.

Tabel 5.8 juga menunjukkan perubahan durasi pada kelompok kontrol. Dari hasil pre-test didapatkan durasi rerata responden 3,7 jam. Setelah 3 minggu dilakukan

post test tidak terjadi perubahan rerata durasi tetap 3,7 jam. Setelah dilakukan uji statistik paired t-test dengan signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,591 yang berarti tidak ada pengaruh perubahan latensi tidur pada kelompok kontrol.

Tabel 5.8 di atas menggambarkan durasi tidur pada kelompok yang diberikan perlakuan berupa program rutin exercise aerobik selama 3 minggu dan pemberian latihan relaksasi otot progresif selama 2 minggu dan kelompok kontrol. Dari tabel diatas menunjukkan terjadi adanya perubahan durasi tidur pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan setelah dilakukan intervensi terjadi peningkatan durasi tidur menjadi 5,30 jam sedangkan pada kelompok kontrol durasi tidur tetap 3,7 jam. Setelah dilakukan uji statistik dengan independent t-test

signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,000 ada pengaruh yang signifikan setelah diberikan program rutin exercise aerobik selama 3 minggu dan pemberian latihanrelaksasi otot progresif selama 2 minggu terhadap durasi tidur pada lansia di UPT PSLU di Magetan.

7.2 Pembahasan

Secara umum dari hasil penelitian didapatkan ada pengaruh program rutin exercise aerobik dan pemberian relaksasi otot progresif terhadap latensi dan durasi tidur lansia di UPT PSLU Magetan. Penelitian ini memiliki hasil yang bervariatif dalam setiap variabelnya, sehingga perlu diadakan pembahasan kenapa hal ini bisa terjadi.

7.2.1 Latensi tidur sebelum dan sesudah program rutin exercise aerobik dan pemberian latihan relaksasi otot progresif lansia di UPT PSLU Magetan Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak lansia yang mengalami gangguan tidur berupa latensi. Berdasar hasil penelitian yang ditunjukan pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagaian besar responden mengalami gangguan latensi tidur. Responden memulai tidur umumnya jam 20.30 sampai dengan jam 21.00 baik sebelum dilakukan intervensi atau sesudah dilakukan intervensi. Sebelum dilakukan intervensi program rutin exercise aerobik dan pemberian relaksasi otot progresif, dari 10 responden kelompok perlakuan semua harus menunggu 60 menit atau lebih untuk dapat memulai tidur. Setelah 3 minggu diberikan intervensi program rutin exercise aerobik berupa senam 3 kali seminggu dan relaksasi otot progresif selama 2 minggu berturut-turut sebagaian besar dengan skor penilaian senam baik dengan skor ≥ 17 poin dan relaksasi otot progresif semua responden berada pada skoring baik yaitu ≥ 15 poin, terjadi perubahan latensi tidur pada responden kelompok perlakuan, seluruh responden yang memiliki latensi tidur yang buruk menjadi 5 orang meningkat dari buruk menjadi kurang dan 5 responden meningkat dari buruk menjadi cukup.

Rata-rata terjadi penurunan latensi tidur 20 sampai dengan 30 menit, satu responden nomer 5 mengalami penurunan latensi tidur lebih banyak yaitu 35 menit dibandingkan responden yang lain, hal ini dikarenakan responden mempunyai aktifitas yang banyak di siang hari dibandingkan dengan responden yang lain dan untuk nilai senam adalah baik yaitu 20 poin dan relaksasi otot progresif 17 poin sehingga hal ini dapat mempercepat memulai tidur. Jika responden cepat memulai tidur maka lama tidur akan bertambah meskipun pada tengah malam responden terbangun 2 sampai 3 kali ke kamar mandi, namun responden dapat tidur kembali secara mudah saat kembali ketempat tidur.

Sedangkan pada kelompok kontrol dari 10 responden semua mempunyai latensi tidur yang buruk tidak ada penurunan latensi tidur baik pre atau post test. Pada kelompok kontrol 2 responden mengalami kenaikan latensi tidur 5 sampai dengan 10 menit hal ini disebabkan karena mereka lama tidur di siang hari dan 2 responden mengalami penurunan latensi tidur 5 menit dikarenakan aktifitas yang banyak di siang hari dan hujan di malam hari sehingga menyebabkan responden lebih cepat memulai tidur dibandingkan dengan pre test. Hal ini membuktikan bahwa pemberian program rutin exercise aerobik dan pemberian relaksasi otot progresif dapat menurunkan latensi tidur lansia. Hal ini di perkuat dengan hasil uji statistik paired t-test pada kelompok perlakuan dengan signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,000 dan pada kelompok kontrol p=0,726. Hasil uji independent-test pada kelompok perlakuan dan kontrol post intervensi dengan signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,000.

Proses degeneratif yang muncul pada lansia dapat mengakibatkan penurunan waktu tidur serta munculnya gangguan yang menurunkan kualitas tidur. Seorang lanjut usia akan membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur (berbaring lama di tempat tidur sebelum tertidur) dan mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya (Darmojo & Martono, 2010). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur lansia dapat dilihat dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat bermula dari penyakit fisik, stres emosional, depresi, aktifitas fisik dan gaya hidup. Faktor eksternal meliputi penggunaan medikasi, kondisi lingkungan, asupan makanan, dan hormon (Potter & Perry, 2005). Kebiasaan lansia yang minum kopi dan merokok dapat mempengaruhi lansia untuk jatuh tertidur. Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia adalah kondisi lingkungan dan kebiasaan sebelum tidur yang tidak sehat seperti: makan dan minum, merokok, mengonsumsi alkohol akan mengganggu tidur seseorang yang bisa berdampak pada meningkatnya latensi tidur pada lansia (Chayatin, 2007)

7.2.2 Durasi tidur sebelum dan sesudah program rutin exercise aerobik dan pemberian latihan relaksasi otot progresif lansia di UPT PSLU Magetan Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak lansia yang mengalami gangguan tidur berupa durasi. Berdasar hasil penelitian yang ditunjukan pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa sebagaian besar responden mengalami gangguan durasi tidur. Sebelum dilakukan intervensi program rutin exercise aerobik dan pemberian relaksasi otot progresif, dari 10 responden kelompok perlakuan semua mengalami gangguan durasi tidur buruk yaitu semua responden memiliki durasi tidur 3 dan 4 jam. Setelah 3 minggu diberikan intervensi program rutin exercise aerobik berupa senam 3 kali

seminggu dan relaksasi otot progresif selama 2 minggu berturut-turut sebelum tidur terjadi perubahan durasi tidur pada responden kelompok perlakuan, seluruh responden yang memiliki durasi tidur yang buruk 7 orang meningkat dari buruk menjadi cukup dan 3 responden meningkat dari buruk menjadi baik. Skor senam dan skor relaksasi responden rata - rata berada pada level baik yaitu senam dengan skor ≥ 17 poin dan relaksasi otot progresif semua responden berada pada skoring baik yaitu ≥ 15 poin, hal ini juga menjadi pengaruh meningkatnya durasi tidur pada lansia yang mendapat perlakuan.

Pada kelompok kontrol dari 10 responden 1 orang yang mengalami penurunan durasi tidur sebanyak 1 jam, hal ini dikarenakan kebiasaan lansia sering bak dan susah untuk mulai tidur sehingga mengurangi durasi tidur dan 1 responden mengalami kenaikan durasi tidur, hal ini di karenakan responden tersebut banyak melakukan aktifitas di siang hari dan kondisi musim hujan dimalam hari sehingga waktu tidur menjadi lebih lama. Jadi kelompok kontrol baik pre atau post test durasi tidur dalam posisi buruk. Hal ini membuktikan bahwa pemberian program rutin

exercise aerobik dan pemberian relaksasi otot progresif dapat menaikkan durasi tidur lansia. Hal ini di perkuat dengan hasil uji statistik paired t test pada kelompok perlakuan dengan signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,000 dan pada kelompok kontrol p=1,000. Hasil uji independent t-test pada kelompok perlakuan dan kontrol

post intervensi dengan signifikan p≤0,05 menunjukkan p=0,000.

Berkurangnya tingkat kualitas tidur pada lansia yang diakibatkan oleh beberapa keluhan di atas sesuai dengan pernyataan Potter dan Perry (2005) bahwa lansia terdapat ciri khas yakni tidak tidur sepanjang malam yang disebabkan oleh

pemendekan siklus tidur; akibat pengosongan kandung kemih yang sering, nyeri dan gangguan psikologis; dan medikasi yang mempengaruhi siklus bangun-tidur. Lansia memiliki waktu pendek pada tidur yang dalam (delta sleep), dan lebih panjang waktunya pada stadium tidur I dan II (Darmojo, 2009). Gangguan-gangguan yang sering muncul ketika malam hari ini membuat terhambatnya siklus tidur. Lansia akan kesulitan masuk ke dalam stadium III hingga fase REM ketika mendadak terbangun, sehingga ketika tertidur kembali harus mengulang ke stadium awal terlebih dahulu. 7.2.3 Pengaruh program rutin exercise aerobik dan pemberian latihan relaksasi otot

progresif terhadap latensi dan durasi tidur lansia di UPT PSLU Magetan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa responden baik perlakuan atau kontrol berjenis kelamin perempuan (60%)

Jenis kelamin merupakan gender dari seseorang yaitu laki dan perempuan. Menurut (Rawlins, 2001) wanita secara psikologis memiliki mekanisme koping yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dalam mengatasi masalah. Dengan adanya gangguann fisik dan psikologis wanita akan mengalami kecemasan, jika kecemasan lanjut seseorang tersebut akan mengalami kejadian gangguan tidur dibanding laki-laki. Sehingga dari teori tersebut dapat disimpulkan kenapa gangguan tidur berupa latensi dan durasi lebih bayak terjadi perempuan.

Tabel 5.2 menunjukkan setengah dari responden perlakuan dan kontrol berumur 71-75 tahun (50%) dan sebagian kecil berusia 66-70 tahun (20%).

Latensi dan durasi tidur sering ditemukan pada lansia. Seringkali lansia mengatakan dirinya kesulitan untuk memulai tidur, sering terjaga tidurnya Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan yaitu tidur REM mulai memendek.

Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan 4 dan hampir tidak memiliki tahap 4. Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur (Saryono &Widianti, 2010). Seorang lanjut usia akan membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur (berbaring lama di tempat tidur sebelum tertidur) dan mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya (Darmojo & Martono, 2010).

Tabel 5.3 menunjukkan sebagaian besar baik kelompok perlakuan atau kontrol lama tinggal dipanti adalah 1-5 tahun (60%) dan sebagaian sedikit 5-10 tahun (10%).

Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada lansia antara lain penyakit, stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, motivasi, gaya hidup dan latihan (Saryono & Widianti, 2010). Lama tinggal dipanti bisa menjadi stressor tambahan yang bisa mempengaruhi latensi dan durasi tidur. Lansia harus beradaptasi dengan teman sekamar, penghuni lain, petugas, peraturan yang berlaku di panti dan lingkungan fisik panti. Dari sini dapat dilihat tentang lama tinggal di panti masing-masing lansia sangat berpengaruh. Semakin lama tinggal di panti, maka lansia semakin lama beradaptasi dengan lingkungan.

Tabel 5.4 sebagaian besar koresponden perlakuan dan kontrol dulunya bekerja menjadi wiraswasta (60%)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur lansia dapat dilihat dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat bermula dari penyakit fisik, stres emosional, depresi, aktifitas fisik dan gaya hidup. Faktor eksternal meliputi penggunaan medikasi, kondisi lingkungan, asupan makanan, dan hormon (Potter & Perry, 2005). Bila di masa siang hari sibuk dan produktif sepanjang

hari, ketika malam hari gangguan tidur akan minimal. Hal sebaliknya jika lansia di siang hari tidak ada aktifitas dan cenderung tidak aktif, ketika malam akan sulit untuk tidur dengan baik. Aktifitas maupun pekerjaan yang cukup pada jam produktif dapat membantu mengurangi waktu tidur di siang hari. Namun karena sudah menurunnya kemampuan fisik, lansia sudah masuk masa pensiun dan kebanyakan tidak melakukan aktifitas produktif. Perubahan aktifitas sebelum dan setelah tinggal di panti dapat mempengaruhi latensi dan durasi tidur lansia.

Tabel 5.5 hampir semua lansia yang menjadi koresponden adalah duda/janda (90%) dan sisanya belum menikah (10%)

Menurut Nugroho (2010) depresi pada lansia dapat dipengaruhi oleh kemiskinan, usia, jenis kelamin, penyakit fisik yang tak kunjung sembuh, perceraian atau kematian pasangan. Dengan ketidak beradaan pasangan di hari tua pada lansia menyebabkan kecemasan sehingga mempengaruhi gangguan tidur berupa latensi dan durasi lansia.

Pada tabel 5.6 didapatkan semua lansia yang mengalami gangguan tidur adalah beragama islam (100%)

Penghuni lansia di UPT PSLU semua beragama islam. Salah satu aktifitas yang tidak bisa di kendalikan peneliti adalah aktifitas harian responden, beberapa lansia yang beragama islam memiliki kebiasaan menjalankan ibadah setiap tengah malam seperti solat tahajud, dzikir dan membaca Al Quran dan lain-lainnya . Hal ini menyebabkan lama tidur lansia berkurang 1 sampai 1,5 jam perhari.

Setelah dilakukan intervensi berupa program rutin exercise aerobik selama 3 minggu dan relaksasi otot progresif selama 2 minggu didapatkan data penurunan

Dokumen terkait