• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian yang Relelvan

Dalam dokumen INFLEKSI DAN DERIVASI BAHASA BUGIS (Halaman 21-33)

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Hasil Penelitian yang Relelvan

Pengkajian yang berhubungan dengan infleksi dan derivasi dalam bahasa pernah dilakukan oleh beberapa peneliti-peneliti dahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh (Abdullah et al., 2020; Bagiya, 2017; Ermanto, 2008; Fautgil, 2011;

Luthfan & Hadi, 2019; Purnanto, 2006; Ramsi & Kasran, 2017; Rukmana, 2017;

Wahyuni, 2015). Penelitian lain juga, dilakukan oleh (Abdullah et al., 2020) yang berjudul “Afiks Infleksi dan Derivasi Bahasa Gorontalo”. Penelitian ini membahas tentang proses infleksi dan derivasi dalam Bahasa Gorontalo. Proses infleksi dan derivasi terbagi atas dua jenis yaitu afiks formator dan afiks majemuk.

Pada Afiks formator infleksional terdiri dari prefiks {mo-, popo-, lo-, moti}

sedangkan {Infiks -il- dan sufiks -lo-} ketiga katergori itu jika digabungkan dengan verba tetap menjadi kata kerja. Sedangkan afiks mejemuk infleksional terdiri dari konfiks {po’o- dan lo-} dikategorikan menjadi salah satu afiks yang menunjang proses pembentukan infleksi dalam Bahasa Gorontalo. Selain, proses infleksi terdapat juga proses derivasi, proses derivasi terbagi dua jenis juga yaitu Afiks Formator dan Afiks majemuk. Afiks formator derivasional terdiri dari prefiks mo- jika digabungkan nomina menjadi verba, prefiks {mohi-} jika kombinasikan dengan nomina menjadi verba, prefiks {ngo-} jika dikombinasikan dengan nomina menjadi numeralia, dan sufiks jika dikombinasikan dengan nomina menjadi verba.

10

Berdasarkan hasil dari penelitian di atas mempunyai kesamaan atas menjadikan fokus penelitian terhadap infeksi dan derivasi, tetapi pada penelitian ini melakukan penelitian tentang infleksi dan dan derivasi Bahasa Bugis dan penelitian di atas mengkaji tentang infleksi dan derivasi Bahasa Gorontalo.

Penelitian (Fautgil, 2011) pada artikel yang berjudul “Proses Derivasi dalam Bahasa Biak”. Pada penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana proses derivasi dalam Bahasa Biak dan pada Bahasa Biak ketika mengalami proses derivasi mempunyai keunikan. Dimana jika proses derivasi kata kerja (verv) dan kata sifat (adjektiva) membentuk kata benda (nomina) apabila dilakukan penambahan huruf /a/ yang berbentuk reduplikasi. dan proses ini berlangsung beralaskan pada pola suku kata Bahasa Biak mulai dari kata yang bersuku satu dan bersuku dua.

Penelitian yang telah dilakukan oleh (Fautgil, 2011) mempunyai kesamaan dengan penelitian ini. Penelitiannya tentang derivasi yang mempunyai keunikan dalam Bahasa Biak tetapi dan penelitiannya berfokus pada derivasional dan Bahasa Biak. Sedangkan, penelitian dilakukan berfokus pada infleksi dan derivasi pada Bahasa Bugis Bone.

Ramsi & Kasran (2017) yang berjudul “Infleksi dalam Bahasa Kalisusu”.

Pada penelitian ini diperoleh data dari lapangan ditemukan afiks-afiks infleksi sebagai berikut: prefiks (awalan) infleksi tujuh komponen yang terdiri dari {mo-, po-, koka-, tepo-, ngko-, pinoli-, dan pompoko-}. Infiks (sisipan) infleksi hanya terdiri dari satu buah yaitu -um. Sufiks (akhiran) infleksi 4 buah yang terdiri dari {–

(K)I, -o, -(K)io, dan –(K)ako}. Konfiks hanya

terdiri dari satu buah yaitu po-no. gabungan afiks infleksi 6 buah yang terdiri dari {me-no, mo-no, mo-ako, pepe-ako, dan mengka-no}.

Penelitian yang dilakukan oleh (Ramsi & Kasran, 2017)mempunyai perbedaan. Dimana penelitian ini meneliti tentang infleksi dan derivasi pada Bahasa Bugis Bone sedangkan penelitian yang dilakukannya tentang penelitian yang meneliti infleksi dalam Bahasa kalisusu. Dari sini kita telah mengetahui dengan jelas letak perbedaanya dari segi kajian yang mengkaji infleksi saja dan bahasa yang diteliti.

Penelitian yang dilakukan oleh (Bagiya, 2017) dalam artikel pada jurnal Journal of Language Learning and Research (JOLLAR) yang berjudul “Infleksi

dan Derivasi dalam Bahasa Indonesia” penelitian ini membahas dalam temuannya menuturkan proses infleksi serta derivasi sanggup diterapkan dalam Bahasa Indonesia. Dalam penyusunan kata dalam Bahasa Indonesia dijumpai afiks infleksi meng-, di-, klitik ku-, kau-, serta reduplikasi penuh yang melaporkan pluralitas tindakan. Penyusunan kata dalam Bahasa Indonesia secara derivasi, dijumpai afiks derivasi meng-, ber-, ter-, ke- an, ber- an, ber- kan dan reduplikasi penuh serta reduplikasi dengan transformasi fonem.

penelitian yang dilakukan (Bagiya, 2017) mempunyai persamaan. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Bagiya berfokus pada infleksi dan derivasi pada Bahasa Indonesia dan dalam penelitian ini membahas proses derivasi dan infleksi tidak membahas infleksi dan derivasi dari segi infleksi formator dan infleksi majemuk. Dari situlah kita dapat melihat letak yang menjadi pembeda antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukannya.

12

Jurnal (Luthfan & Hadi, 2019) pada junal Alsina:Journal of Arabic Studies yang berjudul “Morfologi Bahasa Arab: Reformulasi Sistem Derivasi dan Infleksi”. Penelitian ini mengemukakan pada pembentukan kata derivatif Bahasa Arab dalam kategori kata benda memungkinkan nominalisasi kata kerja dan nama, dan memungkinkan untuk muncul dalam kategori kata kerja proses verbalusasu demonina maupun deverba. Oleh karenanya dari satu radikal konsonan saja dapat dibentuk kata bentukan yang sangat variatif. Dan inilah menjadi cirikhas atau keunikan dari morfologi Bahasa Arab. Selanjutnya untuk perganti yang terjadi pada infleksional di bahasa dalam oembahasan at-tashrif yang melingkupi kelas kata benda (nomina) dalam tashrif al-asma serta kelas kerja (verb) dalam tashrif al-af’al. Morfologi beserta adaptasi kategori-kategori gramatikalnya. Morfologi

Bahasa Arab memunyai delapan macam golongan gramatikal yaitu: kala, persona, diatesis, modus, jenis, jumlah, kasus, definitas. Enam golongan diaplikasikan dalam konjugasi verba. Meliputi kategori gramatikal kala, persona, diatesis, modus, jenis dan jumlah. Dan empat kategori diimplementasikan dalam deklinasi nominasi meliputi jenis, jumah, kasus, dan definitas. Penelitian ini terdapat perbedaan dengan yang akan diteliti oleh peneliti yaitu berfokus pada morfologi Bahasa Bugis.

Penelitian yang dilakukan oleh (Wahyuni, 2015) yaitu tentang “Afiks Pembentuk Verba dalam Bahasa Bugis Dialek Luwu”. Penelitian ini menghasilkan analisis data yang telah didapatkan di lapangan pembentukan kata dalam Bahasa Bugis luwu teridiri dari 14 kata. Pembentuk verba dengan prefiks ma-, mas-, mak-, mat-mak-, mal-mak-, man-mak-, mang-mak-, mappa-mak-, si-. Pembentuk kata dengan sufiks -Imak-, serta

pembentuk kata infiks ar-. Pembentuk kata dengan konfiks pa-i, mak-i, dan pa-ki.

Dari berbagai jenis Bahasa Bugis menggunakan dialek luwu masing-masing mempunyai kegunaan infleksi dan derivasi sehinggat diketahui bentuk kata yang berhubungan dengan pembentuk kata.

Dari penelitian yang telah dibuat oleh (Wahyuni, 2015) terdapat kesamaan pada penelitian ini hanya saja letak perbedaanya yaitu pada penelitian yang dilakukan Wahyuni tidak mencantukan afiks yang bersifat derivasional dan infleksional. Letak perbedaan penelitian juga terdapat pada Bahasa Bugis yang dilakukan oleh Wahyuni menggunakan Bahasa Bugis dialek Luwu sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan Bahasa Bugis dialek Bone.

Penelitian Bahasa Bugis dilakukan oleh (Rukmana, 2017) tentang “Afiks Derivasi Bahasa Bugis di Kecamatan Moramo”. Penelitiaannya mengemukakan bahwa derivasi dalam Bahasa Bugis membentuk tiga kelas kata yaitu Derivasi denomina yang merubah bentuk menjadi verba denomina, adjektiva denominal, dan numeralia denomina. Proses kontruksi nomina derivatif didasarkan dari bentuk dasar nomina dengan pembentukan afiks {ma-, ta-, -i, pa-i, dan si-}. Selain denomina ada juga derivasi deverba yang membentuk nomina deverbal, numeralia deverbal, dan adjektiva deverbal. Proses kontruksi nomina derivatif didasarkan dari bentuk dasar verba dengan pembentukan afiks {pa-, -eng, si-, ka-, dan -mi}

Dan terakhir derivasi deadjektiva yang membentuk nomina deadjektiva, dan verba deadjektiva. Proses kontruksi nomina derivatif didasarkan dari bentuk dasar adjektiva dengan pembentukan afiks {pa-i, ma- dan si-}.

14

Penelitian yang dilakukan oleh (Rukmana, 2017) membahas derivasi Bahasa Bugis hanya saja penelitian ini berbeda dengan penelitian ini karena peneltiannya menjabarkan derivasi saja sedangkan penelitian ini menjabarkan penelitian tentang infleksi dan juga derivasi dalam bahasa Bugis.

2. Morfologi

Pendapat (Chaer, 2008) kata morfologi dikategorikan berasal dari dua kata yaitu morf yang berart pembentukan kata dan kata logis yang berarti ilmu. Maka, secara harfiah morfologi merupakan ilmu mengenai perubahan bentuk kata.

(Cahyono, 1995) menyatakan bahwa morfologi ialah pengetahuan dalam mengkaji bentuk bahasa yang terdiri dari kata dan mempengaruhi fungsi maupun arti kata tersebut. Berdasarkan kedua pendapat ahli bahasa tersebut, kita dapat menganalisa bahwa kajian ilmu morfologi merupakan bagian dari subsidiplin ilmu linguistik yang mengkaji tentang kata baik itu perubahan kata, fungsi kata maupun arti kata.

Jadi bidang morfologi dalam suatu bahasa menguraikan tentang struktur kata dan bagian-bagiannya. Dalam hal ini morfologi menyelidiki bentuk dan arti gramatikal suatu kata, yakni arti yang timbul sebagai akibat adanya suatu bentuk yang melekat pada bentuk lain. Pengertian bentuk di sini adalah satuan yang paling kecil yaitu morfem, sedangkan satuan yang paling besar adalah kata.

Morfem adalah konstituen abstrak. Bentuk kongkretnya dapat dilihat pada apa yang menjadi anggota atau variasi dari morfem itu, yang dalam hal ini lazim disebut alomorf. Konstituen me- dalam kata melarang, mem- dalam kata membalas, men- dalam kata mendengar, meng- dalam kata mengurai, dan sebagainya. Jelaslah, bahwa pada Data-Data itu terdapat satu morfem saja yang beranggotakan beberapa

morf. (Kridalaksana, 2008) menyatakan bahwa morfem dapat dideskripsikan sebagai satuan terkecil yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dipecah untuk bagian bermakna yang lebih kecil. (Ramlan, 1983) setiap bentuk tunggal, termasuk unit independen dan unit pengikat, adalah morfen.. Berdasarkan pendapat-pendapat yang dipaparkan dapat diketahui bahwa morfem merupakan satuan gramatik yang terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil sebagai unsur.

Kata menurut (Kridalaksana, 2008) dalam Kamus Linguistik menjelaskan bahwa kata adalah 1) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diajukan sebagai bentuk bebas, 2) satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri atas morfem tunggal (misalnya batu, rumah, datang dan sebagainya) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, mengikuti, pancasila, mahakuasa dan sebagainya). (Hasyim, 2020; Suhardi, 2013) mengemukakan kata dipakai dalam tata bahasa karena kata merupakan persatuan makna yang tersusun menjadi bunyi tertentu. Hal tersebut menyiratkan bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah.

Pemaparan di atas dapat kita tarik kesimpulan secara singkat bahwa kata adalah merupakan persatuan makna tertentu dengan susunan bunyi tertentu yang berdiri sendiri, terdiri atas morfem tunggal atau gabungan morfem. Kata jika di pelajari secara mendalam kata terdiri dari beberapa huruf. Huruf dalam kajian linguistik di sebut fonem dan fonem merupakan subdisiplin ilmu fonologi.

16

Afiksasi menurut (Kridalaksana, 1989; Ramlan, 1983; J W M Verhaar, 2001) merupakan penambahan pada kata dasar yang mengubah laksem menjadi kata kompleks. secara gramatikal morfem adalah satuan unit terkecil yang menjadi bagian dari suatu kata. Yang menjadi pembeda pada morfen yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas ialah suatu kata yang berdiri sendiri tanpa adanya bantuan. Sedangkan, morfem terikat merupakan morfem yang tidak dapat berdiri sendiri, morfem terikat tidak dapat dikatakan kata jika tidak dirangkaikan dengan morfem lain maka morfem ini harus dirangkaikan dengan morfen lain maka akan menjadi suatu kata.

Berdasarkan hasil analisa dari pendapat di atas, maka dikatakan bahwa afiksasi merupakan pembentukan kata proses morfologis dengan tujuan menggabungkan kata dasar dengan afiks. Pengafiksasian ini dilekatkaan pada kata awal, akhir, sisipan, atau gabungan awalan dan akhiran yang bisa disebut dengan konfiks.

Morfologi Bahasa Bugis menurut (Junus & Junus, 2007) mengemukakan dalam bahasa bugis banya kosakata bahasa bugis dari berbagai bentuk, baik afiks yang berbeda jika dilekatkan pada kata dasar akan melahirkan bentuk kata yang berbeda seperti pada kata laleng dapat berubah bentuk menjadi malaleng, laleng-laleng dan rilalaleng-lalengi. Dari beberapa contoh tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Bahasa Bugis terbagi ada morfen terikat dan juga morfen bebas.

Morfen terikat merupakan morfem yang tidak dapat berdiri sendiri yaitu afiksasi.

Afiksasi bahasa bugis meliput prefiks, prefiks rangkap, sufiks, infiks dan konfiks.

3. Infleksi dan Derivasi a. Infleksi

Pengertian infleksi ialah jika pembahan afiks pada kata dasar mengubah bentuk katanya tetapi tidak dengan kelas katanya sehingga ia menghasilkan bentuk kata lain tetapi tidak dengan leksikal katanya. Yang dinamakan perubahan leksikalnya seperti pembentukan dengan istilah verba, nomina, adjektiva, adverbia, numerilia, dan sebagainya, namun menghasilkan wujud kata lain dari kata yang sama. (John W M Verhaar & Alip, 1996) mengemukakan bahwa infleksi merupakan proses morfologis yang ditetapkan pada kata sebagai unsur leksikal yang sama dengan kata dasarnya. Infleksi mengalami proses penambahan morfem terikat yang mampu menghasilkan bentuk kata yang baru, berbeda dari kata dasarnya, namun tidak mengubah kelas katanya.

Pendapat lain dituturkan oleh (Chaer, 2007), menurutnya verba yang sepadan hanya bentuknya berlainan yang disesuaikan dengan kategori gramatikalnya. Kata yang persis cuma wujudnyanya yang berbeda dan disesuaikan dengan golongan satuan bahasa yang dibedakan atas bentuk, fungsi, dan makna, seperti kelas kata, jenis, kasus, dan lain-lain. Penggunaan kata girl  girls, keduanya memiliki makna leksikal yang sama, hanya saja bentuk keduanya berbeda, untuk kata girl yang berarti perempuan (bentuk tunggal), sedangkan kata girls juga memiliki makna leksikal “perempuan” namun dalam bentuk jamak.

Wujud-wujud itu disebut sebagai paradigram infleksional dalam morfologi.

(Kridalaksana, 2008) mengungkapkan infleksi merupakan bagian yang ditambahkan pada suatu kata agar menampakkan hubungan gramatikal yang

18

mencakup deklinasi, nomina, pronomina adjektiva serta konjungsi. Infleksi menunjukkan sebuah transformasi bentuk kata yang menampakkan beragam kaitan yang sesuai dengan tata bahasa, mencakup bentuk (nomina, verba, adjektiva, pronomina, dan lain-lain) untuk menyatakan perbedaan kategori atau genus atau kasus serta menunjukkan suatu hubungan yang bersangkutan dengan ketatabahasaan.

J W M Verhaar, (2001) Mengemuakan bentuk-bentuk kata yang sama dan masuk dalam daftar paradigmatis maka itu merupakan infleksional. (Ba’dulu &

Herman, 2005) menjelaskan infleksi merupakan unsur yang mencocokkan kata-kata untuk penggunaan dalam sintaksis, tetapi tidak untuk membentuk kelas kata-kata lain dari kata dasar. Sedangkan samsuri (2008) mengatakan wujud yang menduduki pembagian yang sama dengan dasarnya maka dikatakan infleksi.

Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan bentuk yang menyatakan hubungan dan tidak memindakan kata dasar ke kelas kata lain maka itu disebut dengan infleksi (Parera, 2007).. Dalam mengidentifikasi infleksi maka tergolong dua jenis yaitu:

1) Afiks Formator Infleksional, afiks formator infleksional merupakan pengimbuhan yang terdiri dari awalan (prefiks), akhiran (sufiks), dan sisipan (infiks) yang membentuk kata dan tidka merubah kelas kata dari kata dasarnya.

2) Afiks Majemuk Infleksional, afiks majemuk derivasional ialah pengimbuhan konfiks (imbuhan gabung) yang membentuk kata dan tidak merubah kelas kata dari kata dasarnya.

b. Derivasi

Pendapat (Ba’dulu & Herman, 2005), derivasi merupakan pengimbuhan yang terjadi pada kata dasar dan membenntuk kata lain, serta menciptakan leksikal kata baru. seperti kasus-kasus yang ada bahwa derivasi membentuk suatu kata dari kata dasar yang sama tetapi terubah bentuk katanya dan juga kelas katanya. Hal tersebut menjadi hal yang terbalik dari infleksi, jika infleksi mengalami proses morfemis tanpa mengubah kelas katanya, sebaliknya derivasi mengalami proses morfemis dengan mengubah kelas katanya. Pendapat lain mengenai derivasi dituturkan oleh (J W M Verhaar, 2001) menurutnya derivasi merupakan suatu unsur yang mengubah kata menjadi unsur leksikal lain dari leksikal tertentu Contoh yang biasa ditemukan dalam Bahasa Indonesia, kata jauh  menjauh. Dari contoh dua kata tersebut memiliki makna leksikal yang berlainan dan memiliki kelas kata yang berlainan juga. Kata jauh yang memiliki arti secara leksikal panjang antaranya, atau tidak dekat, dikategorikan pada kelas kata sifat (adjektiva), sesudah dibubuhi afiks meN- berubah menjelma unsur leksikal yang lain, yaitu menjauh. Kata menjauh memunyai arti yaitu menghindar atau pergi ke arah yang sangat jauh dan kata in termasuk kelas kata verba.

Pada dasarnya kelas kata yang berbeda dari kata dasar dan mengalami proses pembentukan kata maka dikatakan dengan derivasi. (Chaer, 2007) mengemukakan derivasi merupakan sistem pengimbuhan afiks noninflektif pada kata dasar untuk menjadi kata baru. Menurut (Katamba, 2003), afiks non-inflektif merupakan afiks yang digunakan untuk membentuk suatu leksem yang baru, dengan memperbaharui makna akar kata, pengimbuhan, serta mengubah kelas

20

gramatikal yang menjadikan terjadinya perubahan makna, maupun mengubah subkelas gramatikal sebuah kata tanpa mengubahnya menjadi sebuah identitas kata yang baru.

Derivasi adalah suatu struktur dengan distribusi yang berbeda dari dasar atau imbuhan, yang menghasilkan morfem baru atau morfem dasar. Misalnya, kata reviews dapat dianalisa pada walan re-, tampilan root, dan akhiran s-. awalan

mereorganisasi ulasan baru ulasan dari bentu dasar pandang. Sedangkan kahiran -s membentuk kata lain dari lek-sem ula-san. Awalan refik-s diturunkan, -sedangkan akhiran -s bersifat infleksional. ringkasnya, derivasi adalah perubahan roses part of speech (verb), dengan atau tanpa part of speech transfer.

Derivasi mensyaratkan bahwa arti dan kategori kata yang dihasilkan oleh imbuhan harus diubah dari akarnya. Misalnya imbuhan kata jalan adalah berjalan.

Proses ini menciptakan morfem dengan makna baru dengan menggunakan part of speech yang berbeda (Pohan, 2019). (Putrayasa, 2008). Mengemukakan bahwa

deribasi adalah suatu truktur yang distribusinya berbeda dengan basisnya.

(Kridalaksana, 2008) mengemukakan bahwa derivasi adalah proses penambahan afiks formator derivasional pada kata dasar untuk membentuk kata derivasi dapat dikatakan sebagai proses penambahan imbuhan untuk membentuk kata dapat mengubah part of speech. Ada banyak bentuk turunan dari derivasi antara lain sebagai berikut.

a. Afiks formator derivasinal

Afiks formator derivasinal merupakan afiks yang membentuk kata dan mengubah leksikal katanya. Misalnya proses pengubahan bentuk kata tersebut

seperti bangku yang jika ditambahkan prefiks {me-} menjadi membangku kata dasarnya berubah katanya dan juga leksikal katanya. Kata dasar bangku kelas kata benda (nomina) sedangkan ketika menjadi membangku kelas katanya menjadi kata kerja atau (verb) (Putrayasa, 2010).

b. Afiks Majemuk Derivasional

Membentuk kata baru dan mengubah kelas katanya dengan imbuhan gabung saja maka ini dikatakan afiks majemuk derivasinal.

Dalam dokumen INFLEKSI DAN DERIVASI BAHASA BUGIS (Halaman 21-33)

Dokumen terkait