• Tidak ada hasil yang ditemukan

INFLEKSI DAN DERIVASI BAHASA BUGIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "INFLEKSI DAN DERIVASI BAHASA BUGIS"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

INFLEKSI DAN DERIVASI BAHASA BUGIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Guru Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh:

DARNA 105331102117

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021

(2)

iii

(3)

iv

(4)

v

(5)

vi

(6)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Cintiai dirimu sebelum mencintai orang lain Kebahagianmu adalah hakmu

Karena itu kebahagian berasal dari dirimu

Karya ini dipersembahakan untuk:

Kedua orang tuaku, saudaraku, sahabat-sahabatku, LSP3 Matutu Atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis

mewujudkan harapan menjadi kenyataan

(7)

viii ABSTRAK

Darna. 2021. Infleksi dan Derivasi Bahasa Bugis. Skripsi, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Munirah dan Akram Budiman Yusuf.

Bahasa Bugis merupakan bahasa yang sangat banyak penuturnya. Salah satu penutur yang paling asri yaitu Bugis Bone. Bahasa Bugis juga terdiri dari kata dan kata termasuk dalam ilmu morfologi. Proses pembentukan kata dalam morfologi yang merubah bentuk dan juga kelas kata disebut dengan infleksi dan derivasi.

Infleksi dan derivasi inilah yang akan dikaji dalam Bahasa Bugis. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan proses infleksi dan derivasi dari aspek afiks formator dan afiks majemuk. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini menggunakan Kamus Bahasa Bugis- Indonesia. Karena penelitian ini penelitian kualitatif maka instrumen penelitian ini yaitu peneliti sendiri. Teknik pengumpulkan data pada penelitiaan ini membaca kamus dan menelaah kata yang termasuk infleksi dan derivasi dengan memakai teori yang ada. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis pustaka dengan membaca Kamus Bahasa Bugis, setelah itu telaah hasil bacaan dan mengklasifikasikannya sebagai infleksi atau derivasi. Hasil dari penelitian ini, yaitu 1) Infleksi terbagi dua kategori, afiks formator infleksional dan afiks majemuk infleksional. afiks fomator infelksional terdiri dari prefiks {ma-, pa-, ta-, ri-, si-, ka- , maka-, dan ba-}. Pada prefiks rangkap mencakup {pappa-, pasi-, ipa-, dan ripa-}.

Pada sufiks terdiri dari {-i dan -eng}. Dan infiks terdiri dari {-ar-, -al- dan -am-}.

Pada afiks majemuk infleksional terdiri dari konfiks {ma-eng, a-eng, pa-eng, ka- eng, assi-eng, pa-i, ri-eng, dan si-eng}. 2) Derivasi terbagi dua kategori, afiks formator derivasional dan afiks majemuk derivasional. Afiks formator derivasional mencakup prefiks {ma-, a-, pa-, po-, ta-,te-, ka-, ke-, ri-, si-, dan paka). Prefiks rangkap mencakup { mappa- dan appa-, pappa-, pari-, pasi-, pappaka-, mappaka-, ipa- dan ripa}. Sufiks {-i, dan -eng}. Infiks {-ar-, dan -al-}. Dan Afiks majemuk derivasional mencakup konfiks {ma-eng, a-eng, pa-eng, ka-eng, assi-eng, pa-i, dan ri-eng}. Infleksi Bahasa Bugis pada prefiks {pa-} yang dilekatkan pada kata benda maka akan membentuk kata benda juga walaupun berbeda objeknya yaitu benda mati dan benda hidup, sedangkan pada derivasi pada Bahasa Bugis membentuk 5 kelas kata yaitu kata derivasi nomina, derivasi verba, derivasi adjektiva, derivasi numeralia, dan derivasi adverbia.

Kata kunci: Infleksi, Derivasi, Bahasa Bugis

(8)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamalaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyusun skripsi ini. Tak lupa pula penulis kirimkan Shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassallam karena beliau penulis mendapat peringatan untuk selalu mengikut sertakan Allah dalam setiap kegiatan termasuk menyusun skripsi ini. Skripsi penelitian ini berjudul “Infleksi dan Derivasi Bahasa Bugis”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan hambatan dan rintangan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak semua rintangan tersebut bisa teratasi dengan baik. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Terlebih lagi kepada kedua orang tua penulis yaitu, M Amiruddin dan Mariama yang selalu mendoakan, memberikan motivasi, mendidik, serta memfasilitasi penulis sehingga penulis mendapatkan ilmu yang berguna kedepannya. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing I dan II yaitu Dr. Munira, M.Pd dan Akram Budiman Yusuf., S.Pd. M.Pd yang membimbing serta memberikan arahan sejak penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Penulis mengakui bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih jauh dari kata sempurna baik dari penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari

(9)

x

pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi selanjutnya.

Penulisan skripsi ini tidak lain untuk menambah referensi pembaca dalam mengkaji ilmu morfologi yang berkaitan dengan Bahasa Bugis. Akhir kata semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Makassar, 12 Juli 2021 Penulis

Darna

(10)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIBING ... iv

SURAT PERNYATAAN... v

SURAT PERJANJIAN ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Peneltian Relevan ... 8

2. Morfologi ... 14

3. Infleksi dan Derivasi ... 17

4. Perbedaan Infleksi dan Derivasi ... 21

5. Bahasa Bugis ... 23

B. Kerangka Pikir... 26

C. Hipotesis Tindakan ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Definisi Istilah ... 28

C. Data ... 29

D. Sumber Data ... 29

(11)

xii

E. Instrumen Penelitian ... 30

F. Teknik Pengumpulan Data ... 30

G. Teknik Analisis Data ... 30

H. Pengecekan Keabsahan Temuan ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Hasil Penelitian ... 32

1. Infleksi dalam Bahasa Bugis ... 36

2. Derivasi dalam Bahasa Bugis ... 54

B. Pembahasan ... 88

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan... 92

B. Saran ... 93

Daftar Pustaka ... 94

Lampiran ... 96

Riwayat Hidup ... 127

(12)

xiii

DAFTAR TABEL

1.1 Afiksasi dalam Bahasa Bugis Bone ... 35

1.2 Prefiks Rangkap dalam Bahasa Bugis Bone ... 37

1.3 Sufiks dalam Bahasa Bugis Bone ... 38

1.4 Infiks dalam Bahasa Bugis Bone ... 38

1.5 Konfiks dalam Bahasa Bugis Bone ... 38

2.1 Infleksi Bahasa Bugis ... 53

3.1 Derivasi Bahasa Bugis ... 84

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia menjadikan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Setiap individu dapat mengungkapan pendapat dan menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang bermakna. Dengan bahasa dapat mengidentifikasi diri seseorang untuk mengetahui dari mana asal pemakai bahasa tersebut. Maka dari itu, setiap daerah memiliki bahasa tertentu dan itulah menjadi tanda identitas daerah tersebut. Karena setiap daerah memiliki bahasa masing-masing begitupula dengan daerah Sulawesi Selatan yang terdiri dari beberapa bahasa daerah, yaitu Bahasa Makassar, Bahasa Bugis, Bahasa Toraja, Bahasa Mandar, dan Bahasa Konjo. Namun, disini penulis mengkhususkan pada Bahasa Bugis yang terdapat di kota Bone.

Bahasa Bugis di kota Bone masih sangat kental dan terkenal dengan kehalusan dalam bahasanya. Bahasa Bugis Bone terjadi perubahan bentuk kata dan mengakibatkan kelas kata yang berubah atupun tidak merubah kelas katanya jika di imbuhi afiks. Oleh sebab itu, Bahasa Bugis Bone dapat dikaji dengan menggunakan cabang ilmu linguistik yang disebut morfologi. Morfologi merupakan subdisiplin ilmu linguistik yang membahas tentang bentuk kata, perubahan kata dan kelas kata yang terjadi akibat perubahan bentuk. Perubahan bentuk bisa terjadi diakibatkan adanya bubuhan afiksasi sehingga terjadinya perubahan bentuk dan perubahan kelas katanya.

Afiksasi suatu komponen yang bukan kata atau pokok kata tetapi, mempunyai kesanggupan untuk melekat pada satuan-satuan lain dan dapat mengubah kata bahkan menjadi pokok kata. Bahasa Bugis secara umum afiksasi

(14)

2

pembentukan verba terdiri dari prefiks, prefiks rangkap, infiks, sufiks, dan konfiks.

Prefiks merupakan imbuhan yang terletak pada awal {ma-, a-, pa-, po-, ta-, te-, ka- , ke-, ba-, makka-, dan pakka}. Afiks sufiks yang imbuhannya berada di akhir kata yaitu {-i, dan -eng}. Afiks infiks adalah imbuhan yang terletak pada tengah kata dan biasanya disebut sisipan dan imbuhannya yaitu {-al-, -ar- dan -am-}.

Sedangkan konfiks yaitu imbuhan yang menggabungkan awalan dan akhiran yaitu konfis {ma-eng, a-eng, pa-eng, ka-eng, asii-eng, pa-i, si-eng, dan ri-eng}. Afiksasi yang terjadi dalam pebentukan kata di dalam morfologi terdapat dua bidang yaitu ranah infleksi dan derivasi. Infleksi adalah perubahan bentuk yang terjadi akibat adanya afiksasi dan kelas katanya. Infleksi bersangkutan dengan kaidah-kaidah sintadik yang dapat diketahui, mekanis, sistematis, bersifat konstan dan tidak mengubah kelas kata atau leksikalnya. Sedangkan derivasi adalah proses morfologis yang menghasilkan morfem baru. Pada derivasi sebuah kata yang di imbuhi afiks menghasilkan kata baru dan makna baru maka dapat dikatakan derivasi.

Proses morfologi pada ranah infleksional yaitu, mengubah bentuk tetapi tidak mengubah kelas katanya. Tidak mengubah hal yang berkenaan dengan istilah verba, nomina, adjektiva, adverbia, numerilia, dan sebagainya, akan tetapi menciptakan bentuk lain dari kata dasar yang sama. Proses infleksi terbagi atas dua kategori yakni, afiks formator infleksional dan afiks majemuk infleksional. Afiks formator infleksonal yakni imbuhan awalan, akhiran, dan sisipan yang membentuk kata tetapi tidak merubah leksikal katanya. Sedangkan afiks majemuk infleksional ialah imbuhan gabungan atau konfiks yang membentuk kata dan sifatnya tidak

(15)

menjadi kelas kata lain. Hal ini sangat jauh berbeda dengan proses morfologi pada ranah derivasi. Derivasi ialah kata dasar yang membentuk kata baru dan identitas katanya berbeda dengan kata dasarnya (Chaer, 2007).

Proses derivasi terbentuk dari dua golongan yakni, afiks formator derivatif dan afiks majemuk derivatif. (Kridalaksana, 2008) menyebutnya sebagai afiks derivatif, yaitu afiks yang dipergunakan untuk membentuk derivasi. Derivasi mendaftar berbagai proses pembentukan kata-kata baru dari kata-kata yang sudah ada (akar,asal), ajektiva dari nomina, nomina dari verba, ajektiva dari verba, dan sebagainya (Putrayasa, 2010). Kridalaksana menuturkan bahwa afiks derivatif, yakni pengimbuhan yang digunakan akan membentuk derivasi. derivasi ialah pembentukan kata dan pengubahan leksikal katanya dari kata dasar dari leksikal verb, adjektiva, nomina, adverbia menjadi leksikal kata baru. Afiks formator derivasional ialah pengimbuhan pada kata dasar yang sifatnya mengubah bentuk kelas kata. Sedangkan afiks majemuk derivasi ialah imbuhan gabung atau konfiks yang membuat kata baru dan sifatnya membaharui leksikal katanya. Dari hasil literature review yang ditemukan enam riset studi yang relevan dengan penelitian

ini seperti riset studi yang dilakukan oleh (Bagiya, 2017) dengan judul “Infleksi dan Derivasi Bahasa Indonesia”. Dalam temuannya menuturkan proses infleksi serta derivasi sanggup diterapkan dalam Bahasa Indonesia. Dalam penyusunan kata dalam Bahasa Indonesia dijumpai afiks infleksi meng-, di-, klitik ku-, kau-, serta reduplikasi penuh yang melaporkan pluralitas tindakan. Penyusunan kata dalam Bahasa Indonesia secara derivasi, dijumpai afiks derivasi meng-, ber-, ter-,

(16)

4

ke- an, ber- an, ber- kan dan reduplikasi penuh serta reduplikasi dengan transformasi fonem.

Penelitian lain juga, dilakukan oleh (Abdullah et al., 2020) yang berjudul

“Afiks Infleksi dan Derivasi Bahasa Gorontalo”. Penelitian ini membahas tentang proses infleksi dan derivasi dalam Bahasa Gorontalo. Proses infleksi dan derivasi terbagi atas dua jenis ialah afiks formator serta afiks majemuk. Pada Afiks formator infleksional terdiri dari prefiks {mo-, popo-, lo-, moti} sedangkan {Infiks -il- dan sufiks -lo-} ketiga kategori itu jika digabungkan dengan verba tetap menjadi kata kerja. Sedangkan afiks mejemuk infleksional terdiri dari konfiks po’o- dan lo- tercantum salah satu afiks yang mendukung proses pembuatan infleksi dalam Bahasa Gorontalo. Selain, proses infleksi terdapat juga proses derivasi, proses derivasi terbagi dua jenis yaitu afiks formator serta afiks majemuk. Afiks formator derivasional terdiri dari awalan mo- jika digabungkan kata benda menjadi kata kerja, awalan mohi-, jika digabungkan kata benda (nomina) menjadi kata kerja (verb), awalan ngo-, jika digabungkan dengan kata benda (nomina) menjadi kata bilangan (adverbia), dan akhiran jika digabungkan dengan kata benda(nomina) menjadi kata kerja (verb).

Christ Fauthgil (2011) dengan penelitiannya yang berjudul “ Derivasi Bahasa Biak”. Pada penelitiannya mengemukakan Bahasa Biak memiliki proses derivasi yang unik. Bahasa Biak dikategorikan unik pada pembuatan tipe kata baru ialah kata benda (nomina yang berasal dari kata kerja (verb) serta kata sifat (adjektiva) berproses lewat akumulasi /a/ yang berupa reduplikasi. Wujud dari serivasi hanya berupa kata-kata yaitu terdiri dari kata dasar dan diimbuhi afiks

(17)

derivasional. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh (Luthfan & Hadi, 2019) dengan judul “Morfologi Bahasa Arab (Reformasi Sistem Derivasi dan Infleksi).

Penelitian ini mengemukakan pada pembentukan kata derivatif Bahasa Arab dalam kategori kata benda memungkinkan nominalisasi kata kerja dan nama, dan memungkinkan untuk muncul dalam kategori kata kerja proses verbalusasu demonina maupun deverba. Oleh karenanya dari satu radikal konsonan saja dapat dibentuk kata bentukan yang sangat variatif. Dan inilah menjadi cirikhas atau keunikan dari morfologi Bahasa Arab. Selanjutnya untuk perganti yang terjadi pada infleksional di bahasa dalam oembahasan at-tashrif yang melingkupi kelas kata benda (nomina) dalam tashrif al-asma serta kelas kerja (verb) dalam tashrif al-af’al. Morfologi beserta adaptasi kategori-kategori gramatikalnya. Morfologi

Bahasa Arab memunyai delapan macam golongan gramatikal yaitu: kala, persona, diatesis, modus, jenis, jumlah, kasus, definitas. Enam golongan diaplikasikan dalam konjugasi verba. Meliputi kategori gramatikal kala, persona, diatesis, modus, jenis dan jumlah. Dan empat kategori diimplementasikan dalam deklinasi nominasi meliputi jenis, jumah, kasus, dan definitas.

Ramsi & Kasran (2017)yang berjudul “Infleksi dalam Bahasa Kalisusu”.

Pada penelitian ini diperoleh data dari lapangan ditemukan afiks-afiks infleksi yaitu; prefiks (awalan) infleksi tujuh buah yang terdiri atas 1) mo-, (2 po-, 3) koka- , 4) tepo-, 5) ngko-, 6) pinoli-, dan 7) pompoko-. Infiks (sisipan) infleksi cuma tedapat satu kategori yaitu -um. Sufiks (akhiran) infleksi 4 buah yang terdiri dari (1) –(K)I, (2) -o, (3) -(K)io, dan (4) –(K)ako. Konfiks hanya terdiri dari satu buah yaitu po-no. gabungan afiks infleksi 6 buah yang terdiri dari (1) me-no, (2) mo-no,

(18)

6

(3) mo-ako (4) pepe-ako, dan (5) mengka-no. (Wahyuni, 2015) yang berjudul “ Afiks Pembentuk Kata Verba dalam Bahasa Bugis Dialek Luwu”. Penelitian ini menghasilkan analisis data yang telah didapatkan di lapangan pembentukan kata dalam Bahasa Bugis luwu teridiri dari 14 kata. Pembentuk verba dengan prefiks ma-, mas-, mak-, mat-, mal-, man-, mang-, mappa-, si-. Pembentuk kata dengan sufiks -I, serta pembentuk kata infiks ar-. Pembentuk kata dengan konfiks pa-i, mak-i, dan pa-ki. Dari berbagai jenis Bahasa Bugis menggunakan dialek luwu masing-masing mempunyai kegunaan infleksi dan derivasi sehinggat diketahui bentuk kata yang berhubungan dengan pembentuk kata.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas peneliti memeroleh sebuah peluang penelitian. Penelitian yang dilakukan mengkaji tentang infleksi dan derivasi Bahasa Bugis dan berfokus pada afiks formator dan afiks majemuk. Maka dari itu peneliti mengambil Bahasa Bugis dan mengklasifikasikan penelitian ini menjadi infleksi dan derivasi Bahasa Bugis dengan dialek Bone.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses afiks formator infleksional dan afiks majemuk infleksional Bahasa Bugis Bone?

2. Bagaimana proses afiks formator derivasional dan afiks mejemuk derivasional Bahasa Bugis Bone?

B. Tujuan Penelitian

Pemaparan rumusan masalah cukup jelas sehingga tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

(19)

1. Mendeskripsikan proses infleksi formator dan Infleksi majemuk dalam Bahasa Bugis Bone.

2. Mendeskripsikan proses derivasi formator dan derivasi majemuk dalam Bahasa Bugis Bone.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berjudul Infleks dan Derivasi Bahasa Bugis. Penilitan ini mengharapakan agar hasil penelitian dapat memberikan dampak yang bermanfaat untuk dunia pendidikan baik dari segi teori maupun praktis. Adapun manfaat pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Fungsi dari teori pada pengkajian ini khususnya mengenai Infleksi dan Derivasi dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam Studi bahasa dan khususnya Bahasa Bugis Bone.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai oleh:

a. Bagi Dosen

Hasil peneltian ini dapat dimanfaatkan oleh dosen Khususnya untuk Dosen Unversitas Muhammadiyah Makassar Prodi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia sebagai referensi mata kuliah morfologi terkait tentang materi tentang Infleksi dan Derivasi.

(20)

8

b. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai rujukan dan menambah wawasan ilmu pengetahuannya tentang infleksi dan derivasi khususnya pada Bahasa Bugis.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Suku Bugis agar menambah wawasan mengenai infleksi dan derivasi Bahasa Bugis Bone.

(21)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Hasil Penelitian yang Relelvan

Pengkajian yang berhubungan dengan infleksi dan derivasi dalam bahasa pernah dilakukan oleh beberapa peneliti-peneliti dahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh (Abdullah et al., 2020; Bagiya, 2017; Ermanto, 2008; Fautgil, 2011;

Luthfan & Hadi, 2019; Purnanto, 2006; Ramsi & Kasran, 2017; Rukmana, 2017;

Wahyuni, 2015). Penelitian lain juga, dilakukan oleh (Abdullah et al., 2020) yang berjudul “Afiks Infleksi dan Derivasi Bahasa Gorontalo”. Penelitian ini membahas tentang proses infleksi dan derivasi dalam Bahasa Gorontalo. Proses infleksi dan derivasi terbagi atas dua jenis yaitu afiks formator dan afiks majemuk.

Pada Afiks formator infleksional terdiri dari prefiks {mo-, popo-, lo-, moti}

sedangkan {Infiks -il- dan sufiks -lo-} ketiga katergori itu jika digabungkan dengan verba tetap menjadi kata kerja. Sedangkan afiks mejemuk infleksional terdiri dari konfiks {po’o- dan lo-} dikategorikan menjadi salah satu afiks yang menunjang proses pembentukan infleksi dalam Bahasa Gorontalo. Selain, proses infleksi terdapat juga proses derivasi, proses derivasi terbagi dua jenis juga yaitu Afiks Formator dan Afiks majemuk. Afiks formator derivasional terdiri dari prefiks mo- jika digabungkan nomina menjadi verba, prefiks {mohi-} jika kombinasikan dengan nomina menjadi verba, prefiks {ngo-} jika dikombinasikan dengan nomina menjadi numeralia, dan sufiks jika dikombinasikan dengan nomina menjadi verba.

(22)

10

Berdasarkan hasil dari penelitian di atas mempunyai kesamaan atas menjadikan fokus penelitian terhadap infeksi dan derivasi, tetapi pada penelitian ini melakukan penelitian tentang infleksi dan dan derivasi Bahasa Bugis dan penelitian di atas mengkaji tentang infleksi dan derivasi Bahasa Gorontalo.

Penelitian (Fautgil, 2011) pada artikel yang berjudul “Proses Derivasi dalam Bahasa Biak”. Pada penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana proses derivasi dalam Bahasa Biak dan pada Bahasa Biak ketika mengalami proses derivasi mempunyai keunikan. Dimana jika proses derivasi kata kerja (verv) dan kata sifat (adjektiva) membentuk kata benda (nomina) apabila dilakukan penambahan huruf /a/ yang berbentuk reduplikasi. dan proses ini berlangsung beralaskan pada pola suku kata Bahasa Biak mulai dari kata yang bersuku satu dan bersuku dua.

Penelitian yang telah dilakukan oleh (Fautgil, 2011) mempunyai kesamaan dengan penelitian ini. Penelitiannya tentang derivasi yang mempunyai keunikan dalam Bahasa Biak tetapi dan penelitiannya berfokus pada derivasional dan Bahasa Biak. Sedangkan, penelitian dilakukan berfokus pada infleksi dan derivasi pada Bahasa Bugis Bone.

Ramsi & Kasran (2017) yang berjudul “Infleksi dalam Bahasa Kalisusu”.

Pada penelitian ini diperoleh data dari lapangan ditemukan afiks-afiks infleksi sebagai berikut: prefiks (awalan) infleksi tujuh komponen yang terdiri dari {mo-, po-, koka-, tepo-, ngko-, pinoli-, dan pompoko-}. Infiks (sisipan) infleksi hanya terdiri dari satu buah yaitu -um. Sufiks (akhiran) infleksi 4 buah yang terdiri dari {–

(K)I, -o, -(K)io, dan –(K)ako}. Konfiks hanya

(23)

terdiri dari satu buah yaitu po-no. gabungan afiks infleksi 6 buah yang terdiri dari {me-no, mo-no, mo-ako, pepe-ako, dan mengka-no}.

Penelitian yang dilakukan oleh (Ramsi & Kasran, 2017)mempunyai perbedaan. Dimana penelitian ini meneliti tentang infleksi dan derivasi pada Bahasa Bugis Bone sedangkan penelitian yang dilakukannya tentang penelitian yang meneliti infleksi dalam Bahasa kalisusu. Dari sini kita telah mengetahui dengan jelas letak perbedaanya dari segi kajian yang mengkaji infleksi saja dan bahasa yang diteliti.

Penelitian yang dilakukan oleh (Bagiya, 2017) dalam artikel pada jurnal Journal of Language Learning and Research (JOLLAR) yang berjudul “Infleksi

dan Derivasi dalam Bahasa Indonesia” penelitian ini membahas dalam temuannya menuturkan proses infleksi serta derivasi sanggup diterapkan dalam Bahasa Indonesia. Dalam penyusunan kata dalam Bahasa Indonesia dijumpai afiks infleksi meng-, di-, klitik ku-, kau-, serta reduplikasi penuh yang melaporkan pluralitas tindakan. Penyusunan kata dalam Bahasa Indonesia secara derivasi, dijumpai afiks derivasi meng-, ber-, ter-, ke- an, ber- an, ber- kan dan reduplikasi penuh serta reduplikasi dengan transformasi fonem.

penelitian yang dilakukan (Bagiya, 2017) mempunyai persamaan. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Bagiya berfokus pada infleksi dan derivasi pada Bahasa Indonesia dan dalam penelitian ini membahas proses derivasi dan infleksi tidak membahas infleksi dan derivasi dari segi infleksi formator dan infleksi majemuk. Dari situlah kita dapat melihat letak yang menjadi pembeda antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukannya.

(24)

12

Jurnal (Luthfan & Hadi, 2019) pada junal Alsina:Journal of Arabic Studies yang berjudul “Morfologi Bahasa Arab: Reformulasi Sistem Derivasi dan Infleksi”. Penelitian ini mengemukakan pada pembentukan kata derivatif Bahasa Arab dalam kategori kata benda memungkinkan nominalisasi kata kerja dan nama, dan memungkinkan untuk muncul dalam kategori kata kerja proses verbalusasu demonina maupun deverba. Oleh karenanya dari satu radikal konsonan saja dapat dibentuk kata bentukan yang sangat variatif. Dan inilah menjadi cirikhas atau keunikan dari morfologi Bahasa Arab. Selanjutnya untuk perganti yang terjadi pada infleksional di bahasa dalam oembahasan at-tashrif yang melingkupi kelas kata benda (nomina) dalam tashrif al-asma serta kelas kerja (verb) dalam tashrif al-af’al. Morfologi beserta adaptasi kategori-kategori gramatikalnya. Morfologi

Bahasa Arab memunyai delapan macam golongan gramatikal yaitu: kala, persona, diatesis, modus, jenis, jumlah, kasus, definitas. Enam golongan diaplikasikan dalam konjugasi verba. Meliputi kategori gramatikal kala, persona, diatesis, modus, jenis dan jumlah. Dan empat kategori diimplementasikan dalam deklinasi nominasi meliputi jenis, jumah, kasus, dan definitas. Penelitian ini terdapat perbedaan dengan yang akan diteliti oleh peneliti yaitu berfokus pada morfologi Bahasa Bugis.

Penelitian yang dilakukan oleh (Wahyuni, 2015) yaitu tentang “Afiks Pembentuk Verba dalam Bahasa Bugis Dialek Luwu”. Penelitian ini menghasilkan analisis data yang telah didapatkan di lapangan pembentukan kata dalam Bahasa Bugis luwu teridiri dari 14 kata. Pembentuk verba dengan prefiks ma-, mas-, mak- , mat-, mal-, man-, mang-, mappa-, si-. Pembentuk kata dengan sufiks -I, serta

(25)

pembentuk kata infiks ar-. Pembentuk kata dengan konfiks pa-i, mak-i, dan pa-ki.

Dari berbagai jenis Bahasa Bugis menggunakan dialek luwu masing-masing mempunyai kegunaan infleksi dan derivasi sehinggat diketahui bentuk kata yang berhubungan dengan pembentuk kata.

Dari penelitian yang telah dibuat oleh (Wahyuni, 2015) terdapat kesamaan pada penelitian ini hanya saja letak perbedaanya yaitu pada penelitian yang dilakukan Wahyuni tidak mencantukan afiks yang bersifat derivasional dan infleksional. Letak perbedaan penelitian juga terdapat pada Bahasa Bugis yang dilakukan oleh Wahyuni menggunakan Bahasa Bugis dialek Luwu sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan Bahasa Bugis dialek Bone.

Penelitian Bahasa Bugis dilakukan oleh (Rukmana, 2017) tentang “Afiks Derivasi Bahasa Bugis di Kecamatan Moramo”. Penelitiaannya mengemukakan bahwa derivasi dalam Bahasa Bugis membentuk tiga kelas kata yaitu Derivasi denomina yang merubah bentuk menjadi verba denomina, adjektiva denominal, dan numeralia denomina. Proses kontruksi nomina derivatif didasarkan dari bentuk dasar nomina dengan pembentukan afiks {ma-, ta-, -i, pa-i, dan si-}. Selain denomina ada juga derivasi deverba yang membentuk nomina deverbal, numeralia deverbal, dan adjektiva deverbal. Proses kontruksi nomina derivatif didasarkan dari bentuk dasar verba dengan pembentukan afiks {pa-, -eng, si-, ka-, dan -mi}

Dan terakhir derivasi deadjektiva yang membentuk nomina deadjektiva, dan verba deadjektiva. Proses kontruksi nomina derivatif didasarkan dari bentuk dasar adjektiva dengan pembentukan afiks {pa-i, ma- dan si-}.

(26)

14

Penelitian yang dilakukan oleh (Rukmana, 2017) membahas derivasi Bahasa Bugis hanya saja penelitian ini berbeda dengan penelitian ini karena peneltiannya menjabarkan derivasi saja sedangkan penelitian ini menjabarkan penelitian tentang infleksi dan juga derivasi dalam bahasa Bugis.

2. Morfologi

Pendapat (Chaer, 2008) kata morfologi dikategorikan berasal dari dua kata yaitu morf yang berart pembentukan kata dan kata logis yang berarti ilmu. Maka, secara harfiah morfologi merupakan ilmu mengenai perubahan bentuk kata.

(Cahyono, 1995) menyatakan bahwa morfologi ialah pengetahuan dalam mengkaji bentuk bahasa yang terdiri dari kata dan mempengaruhi fungsi maupun arti kata tersebut. Berdasarkan kedua pendapat ahli bahasa tersebut, kita dapat menganalisa bahwa kajian ilmu morfologi merupakan bagian dari subsidiplin ilmu linguistik yang mengkaji tentang kata baik itu perubahan kata, fungsi kata maupun arti kata.

Jadi bidang morfologi dalam suatu bahasa menguraikan tentang struktur kata dan bagian-bagiannya. Dalam hal ini morfologi menyelidiki bentuk dan arti gramatikal suatu kata, yakni arti yang timbul sebagai akibat adanya suatu bentuk yang melekat pada bentuk lain. Pengertian bentuk di sini adalah satuan yang paling kecil yaitu morfem, sedangkan satuan yang paling besar adalah kata.

Morfem adalah konstituen abstrak. Bentuk kongkretnya dapat dilihat pada apa yang menjadi anggota atau variasi dari morfem itu, yang dalam hal ini lazim disebut alomorf. Konstituen me- dalam kata melarang, mem- dalam kata membalas, men- dalam kata mendengar, meng- dalam kata mengurai, dan sebagainya. Jelaslah, bahwa pada Data-Data itu terdapat satu morfem saja yang beranggotakan beberapa

(27)

morf. (Kridalaksana, 2008) menyatakan bahwa morfem dapat dideskripsikan sebagai satuan terkecil yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dipecah untuk bagian bermakna yang lebih kecil. (Ramlan, 1983) setiap bentuk tunggal, termasuk unit independen dan unit pengikat, adalah morfen.. Berdasarkan pendapat-pendapat yang dipaparkan dapat diketahui bahwa morfem merupakan satuan gramatik yang terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil sebagai unsur.

Kata menurut (Kridalaksana, 2008) dalam Kamus Linguistik menjelaskan bahwa kata adalah 1) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diajukan sebagai bentuk bebas, 2) satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri atas morfem tunggal (misalnya batu, rumah, datang dan sebagainya) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, mengikuti, pancasila, mahakuasa dan sebagainya). (Hasyim, 2020; Suhardi, 2013) mengemukakan kata dipakai dalam tata bahasa karena kata merupakan persatuan makna yang tersusun menjadi bunyi tertentu. Hal tersebut menyiratkan bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah.

Pemaparan di atas dapat kita tarik kesimpulan secara singkat bahwa kata adalah merupakan persatuan makna tertentu dengan susunan bunyi tertentu yang berdiri sendiri, terdiri atas morfem tunggal atau gabungan morfem. Kata jika di pelajari secara mendalam kata terdiri dari beberapa huruf. Huruf dalam kajian linguistik di sebut fonem dan fonem merupakan subdisiplin ilmu fonologi.

(28)

16

Afiksasi menurut (Kridalaksana, 1989; Ramlan, 1983; J W M Verhaar, 2001) merupakan penambahan pada kata dasar yang mengubah laksem menjadi kata kompleks. secara gramatikal morfem adalah satuan unit terkecil yang menjadi bagian dari suatu kata. Yang menjadi pembeda pada morfen yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas ialah suatu kata yang berdiri sendiri tanpa adanya bantuan. Sedangkan, morfem terikat merupakan morfem yang tidak dapat berdiri sendiri, morfem terikat tidak dapat dikatakan kata jika tidak dirangkaikan dengan morfem lain maka morfem ini harus dirangkaikan dengan morfen lain maka akan menjadi suatu kata.

Berdasarkan hasil analisa dari pendapat di atas, maka dikatakan bahwa afiksasi merupakan pembentukan kata proses morfologis dengan tujuan menggabungkan kata dasar dengan afiks. Pengafiksasian ini dilekatkaan pada kata awal, akhir, sisipan, atau gabungan awalan dan akhiran yang bisa disebut dengan konfiks.

Morfologi Bahasa Bugis menurut (Junus & Junus, 2007) mengemukakan dalam bahasa bugis banya kosakata bahasa bugis dari berbagai bentuk, baik afiks yang berbeda jika dilekatkan pada kata dasar akan melahirkan bentuk kata yang berbeda seperti pada kata laleng dapat berubah bentuk menjadi malaleng, laleng- laleng dan rilalalengi. Dari beberapa contoh tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Bahasa Bugis terbagi ada morfen terikat dan juga morfen bebas.

Morfen terikat merupakan morfem yang tidak dapat berdiri sendiri yaitu afiksasi.

Afiksasi bahasa bugis meliput prefiks, prefiks rangkap, sufiks, infiks dan konfiks.

(29)

3. Infleksi dan Derivasi a. Infleksi

Pengertian infleksi ialah jika pembahan afiks pada kata dasar mengubah bentuk katanya tetapi tidak dengan kelas katanya sehingga ia menghasilkan bentuk kata lain tetapi tidak dengan leksikal katanya. Yang dinamakan perubahan leksikalnya seperti pembentukan dengan istilah verba, nomina, adjektiva, adverbia, numerilia, dan sebagainya, namun menghasilkan wujud kata lain dari kata yang sama. (John W M Verhaar & Alip, 1996) mengemukakan bahwa infleksi merupakan proses morfologis yang ditetapkan pada kata sebagai unsur leksikal yang sama dengan kata dasarnya. Infleksi mengalami proses penambahan morfem terikat yang mampu menghasilkan bentuk kata yang baru, berbeda dari kata dasarnya, namun tidak mengubah kelas katanya.

Pendapat lain dituturkan oleh (Chaer, 2007), menurutnya verba yang sepadan hanya bentuknya berlainan yang disesuaikan dengan kategori gramatikalnya. Kata yang persis cuma wujudnyanya yang berbeda dan disesuaikan dengan golongan satuan bahasa yang dibedakan atas bentuk, fungsi, dan makna, seperti kelas kata, jenis, kasus, dan lain-lain. Penggunaan kata girl  girls, keduanya memiliki makna leksikal yang sama, hanya saja bentuk keduanya berbeda, untuk kata girl yang berarti perempuan (bentuk tunggal), sedangkan kata girls juga memiliki makna leksikal “perempuan” namun dalam bentuk jamak.

Wujud-wujud itu disebut sebagai paradigram infleksional dalam morfologi.

(Kridalaksana, 2008) mengungkapkan infleksi merupakan bagian yang ditambahkan pada suatu kata agar menampakkan hubungan gramatikal yang

(30)

18

mencakup deklinasi, nomina, pronomina adjektiva serta konjungsi. Infleksi menunjukkan sebuah transformasi bentuk kata yang menampakkan beragam kaitan yang sesuai dengan tata bahasa, mencakup bentuk (nomina, verba, adjektiva, pronomina, dan lain-lain) untuk menyatakan perbedaan kategori atau genus atau kasus serta menunjukkan suatu hubungan yang bersangkutan dengan ketatabahasaan.

J W M Verhaar, (2001) Mengemuakan bentuk-bentuk kata yang sama dan masuk dalam daftar paradigmatis maka itu merupakan infleksional. (Ba’dulu &

Herman, 2005) menjelaskan infleksi merupakan unsur yang mencocokkan kata- kata untuk penggunaan dalam sintaksis, tetapi tidak untuk membentuk kelas kata lain dari kata dasar. Sedangkan samsuri (2008) mengatakan wujud yang menduduki pembagian yang sama dengan dasarnya maka dikatakan infleksi.

Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan bentuk yang menyatakan hubungan dan tidak memindakan kata dasar ke kelas kata lain maka itu disebut dengan infleksi (Parera, 2007).. Dalam mengidentifikasi infleksi maka tergolong dua jenis yaitu:

1) Afiks Formator Infleksional, afiks formator infleksional merupakan pengimbuhan yang terdiri dari awalan (prefiks), akhiran (sufiks), dan sisipan (infiks) yang membentuk kata dan tidka merubah kelas kata dari kata dasarnya.

2) Afiks Majemuk Infleksional, afiks majemuk derivasional ialah pengimbuhan konfiks (imbuhan gabung) yang membentuk kata dan tidak merubah kelas kata dari kata dasarnya.

(31)

b. Derivasi

Pendapat (Ba’dulu & Herman, 2005), derivasi merupakan pengimbuhan yang terjadi pada kata dasar dan membenntuk kata lain, serta menciptakan leksikal kata baru. seperti kasus-kasus yang ada bahwa derivasi membentuk suatu kata dari kata dasar yang sama tetapi terubah bentuk katanya dan juga kelas katanya. Hal tersebut menjadi hal yang terbalik dari infleksi, jika infleksi mengalami proses morfemis tanpa mengubah kelas katanya, sebaliknya derivasi mengalami proses morfemis dengan mengubah kelas katanya. Pendapat lain mengenai derivasi dituturkan oleh (J W M Verhaar, 2001) menurutnya derivasi merupakan suatu unsur yang mengubah kata menjadi unsur leksikal lain dari leksikal tertentu Contoh yang biasa ditemukan dalam Bahasa Indonesia, kata jauh  menjauh. Dari contoh dua kata tersebut memiliki makna leksikal yang berlainan dan memiliki kelas kata yang berlainan juga. Kata jauh yang memiliki arti secara leksikal panjang antaranya, atau tidak dekat, dikategorikan pada kelas kata sifat (adjektiva), sesudah dibubuhi afiks meN- berubah menjelma unsur leksikal yang lain, yaitu menjauh. Kata menjauh memunyai arti yaitu menghindar atau pergi ke arah yang sangat jauh dan kata in termasuk kelas kata verba.

Pada dasarnya kelas kata yang berbeda dari kata dasar dan mengalami proses pembentukan kata maka dikatakan dengan derivasi. (Chaer, 2007) mengemukakan derivasi merupakan sistem pengimbuhan afiks noninflektif pada kata dasar untuk menjadi kata baru. Menurut (Katamba, 2003), afiks non-inflektif merupakan afiks yang digunakan untuk membentuk suatu leksem yang baru, dengan memperbaharui makna akar kata, pengimbuhan, serta mengubah kelas

(32)

20

gramatikal yang menjadikan terjadinya perubahan makna, maupun mengubah subkelas gramatikal sebuah kata tanpa mengubahnya menjadi sebuah identitas kata yang baru.

Derivasi adalah suatu struktur dengan distribusi yang berbeda dari dasar atau imbuhan, yang menghasilkan morfem baru atau morfem dasar. Misalnya, kata reviews dapat dianalisa pada walan re-, tampilan root, dan akhiran s-. awalan

mereorganisasi ulasan baru ulasan dari bentu dasar pandang. Sedangkan kahiran - s membentuk kata lain dari leksem ulasan. Awalan refiks diturunkan, sedangkan akhiran -s bersifat infleksional. ringkasnya, derivasi adalah perubahan roses part of speech (verb), dengan atau tanpa part of speech transfer.

Derivasi mensyaratkan bahwa arti dan kategori kata yang dihasilkan oleh imbuhan harus diubah dari akarnya. Misalnya imbuhan kata jalan adalah berjalan.

Proses ini menciptakan morfem dengan makna baru dengan menggunakan part of speech yang berbeda (Pohan, 2019). (Putrayasa, 2008). Mengemukakan bahwa

deribasi adalah suatu truktur yang distribusinya berbeda dengan basisnya.

(Kridalaksana, 2008) mengemukakan bahwa derivasi adalah proses penambahan afiks formator derivasional pada kata dasar untuk membentuk kata derivasi dapat dikatakan sebagai proses penambahan imbuhan untuk membentuk kata dapat mengubah part of speech. Ada banyak bentuk turunan dari derivasi antara lain sebagai berikut.

a. Afiks formator derivasinal

Afiks formator derivasinal merupakan afiks yang membentuk kata dan mengubah leksikal katanya. Misalnya proses pengubahan bentuk kata tersebut

(33)

seperti bangku yang jika ditambahkan prefiks {me-} menjadi membangku kata dasarnya berubah katanya dan juga leksikal katanya. Kata dasar bangku kelas kata benda (nomina) sedangkan ketika menjadi membangku kelas katanya menjadi kata kerja atau (verb) (Putrayasa, 2010).

b. Afiks Majemuk Derivasional

Membentuk kata baru dan mengubah kelas katanya dengan imbuhan gabung saja maka ini dikatakan afiks majemuk derivasinal.

4. Perbedaan Infleksi dan Derivasi

Pemahaman mengenai proses derivasi dan infleksi juga diterangkan oleh (Bauer, 2003) bahwa ada beberapa cara untuk mengetahui suatu afiks memiliki sifat derivasi atau infleksi adalah sebagai berikut: a) Apabila suatu afiks dapat mengubah bentuk dasar suatu kata, maka dapat dikatakan bahwa afiks tersebut bersifat derivasional, contoh pada penambahan afiks {-al} dari bentuk dasar persona menjadi personal, terdapat perubahan kategori dari nomina menjadi adjektiva. Afiks yang tidak mengubah bentuk dasar kelas kata merupakan afiks infleksi contoh pada penambahan afiks {–s} dari bentuk dasar car menjadi cars, tidak mengalami perubahan pada kategori bentuk dasar dengan kategori pada bentuk turunannya. b) Afiks infleksi selalu memiliki makna yang teratur dan maknanya dapat diprediksi, sedangkan afiks derivasi memiliki makna yang tidak dapat diprediksi.

Konsep dasar infleksi dan derivasi menurut (Matthews, 1974) adalah memilah antara cara infleksi dengan cara penciptaan kata (word formation) yang meliputi derivasi dan struktur yang dikategori pada cakupan pembentukan kata

(34)

22

hanya morfologi derivasional (leksikal), sedangkan morfologi infleksional tidak.

(Bauer, 2003) mendukung pernyataan ini dan mengemukakan infleksi ialah pembentukan kata yang dapat diprediksi sedangkan derivasi pembentukan kata yang tidak dapat diprediksikan.

Pendapat Matthews yang termuat dalam (Subroto, 1985) menyatakan konsep derivasi dan infleksi pada leksem work (V) dapat berwujud. Menjadi pekerja leksikal baru (N). formasi kerja buruh pekerja, pekerja, pekerja termasuk derivasi. Kata benda pekerja turunan dapat membentuk tipe jamak pekerja. Kata bentuk pekerja (tunggal) dan pekerja merupakan bentuk kata yang berbeda dari morfem pekerja. Bentuk kata yang berbeda ( (work, works, worked, woorking, wroker, workers) ada untuk memenuhi aturan tata bahasa yang dapat diprediksi. Afiks-afiks infleksional memiliki paradigma dapat diramalkan dan dapat digantikan oleh afiks infleksional lain (-s pada work diramalkan dan dapat digantikan oleh –ed dan -ing), sebaliknya afiks derifasional tidak. Misalnya afiks derivasional –er pada worker tidak dapat digantikan oleh –ion, seperti halnya dalam decide → decision ‘keputusan’.

Parera (2007) menganggap jenis derivasi dan infleksi ini sebagai aspek hubungan natara kata dan morfem. Menurutnya pada dasarnya morfem terikat berperan untuk membentuk kata. Salah satu hasil dan fungsi pembentukan ini adalah kata dengan morfem jamak atau kata kompleks yang disebut kata turunan.

Parera memberikan tolak ukur, jika suatu kata kompleksi terdistribusi dan memiliki kata morfem atau padanan kata tunggal, maka bentuk tersebut disebut derivasi.

dalam hal ini, dari sudut pandang sintasksis, morfem bebas dasar milik bagian-

(35)

bagian ucapan selain bentuk turunan. Dengan morfem pengikat ini, dimungkinkan untuk mengelompokkan kata turunan berdasarkan pembentukan kata. parera percaya bahwa aspek kedua dari hubungan antara morfem dan kata adalah bentuk infleksional. fakta ini menunjukkan fungsi kedua morfem pengiat dalam relasi.

Pengertian infleksi juga berkaitan dengan morfem jamak. Serupa dengan tolok ukut yang digunakan dalam morfologi turunan, parera berpendapat bahwa jika suatu proses morfologi menyebabkan perubahan bentuk atau kata morfem jamak, dan bentuk-bentuk tersebut berbeda dalam disribusi sintaksis dari morfem tunggal, maka bentuk ini disebut infelksi.

Afiks infelksi adalah imbuhan yang dapat menghasilkan bentuk kata baru dari leksem dasar. Sedangkan afiks turunan adalah imbuhan yang menghasilkan leksem baru dari leksem dsar. Perbedaaan yang dikemukakan oleh Boiij adalah dari segi fungsinya, yaitu untuk menurunkan leksem dan infelksi baru untuk menghasilkan bentuk yang berbeda dari leksem yang sama (Pohan, 2019). Bentuk turunan atau derivasi adalah pembentukan kata yang membentuk kata baru, kata uang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya (Anggraini & Bayu, 2019).

5. Bahasa Bugis

Bahasa Bugis ialah wadah pelestarian budaya salah satu wilayah di Indonesia yang mempunyai sejarah serta tradisi yang dilmayan tua serta dipelihara oleh warga pemiliknya. Tidak hanya itu, Bahasa Bugis ialah pelengkapan komunikasi yang lumayan berarti di wilayah Sulawesi Selatan, di samping Bahasa

(36)

24

Indonesia. Bahasa Bugis ialah salah satu bahasa wilayah di Sulawesi Selattan yang memiliki jumlah penutur terbanyak; diperkirakan 4,5 juta jiwa (Pelras, 1997).

Secara geografis wilayah Bugis terletak di wilayah Semenanjung Barat energi Sulawesi yang dalam penafsiran menyeluruh meliputi Kabupaten Luwu, Wajo, Soppeng, Bone, Sinjai, Bulukumba (kecuali Kajang serta Bira), sebagian Maros serta Pangkep, Barru, Pare-Pare, Pinrang, serta Pangkajenne Sidenreng.

Tidak hanya itu semenjak sebagian abad yang kemudian orang bugis sudah banyak tinggal di bermacam wilayah yang terbanyak di Kepulauan Nusantara.

Wilayah pemukiman orang bugis di luar Sulawesi antara lain; pesisir Timur Kalimantan yang berpusat di Samarinda, pesisir Barat Kalimantan ialah di dekat sungai kakap, sambas serta Pintianak di Kepulauan Batamm, Ende Flores, serta pulau-pulau di sebelah Timur Pulau Lombok. Semenjak permulaan abad kedua puluh orang Bugis sudah banyak pula yang bermukim di pesisir Timur Sumatra, ialah di Indragiri, Riau, serta Jambi (Sikki, 1991). Dengan demiikian tidak mengehrankan bila laterasi dialek ada dalam Bahasa Bugis. Riset tentang dialek Bahasa Bugis sudah dicoba oleh (Grimes & Grimes, 1987) yang menciptakan Geografi Dialek Bahasa bugis.

Perbedaan dari Bahasa Bugis tiap daerah selain dialek terdapat juga beberapa perbedaan kosakata. Begitu pula dengan Bahasa Bugis dialek Bone mempunyai khas tersendiri dalam bahasanya. Bahasa Bugis di Bone masih sangat asri karena penutur Bahasa Bugis masih banyak ditemukan di daerah itu.

Walaupun setiap daerah masih menggunakan Bahasa Bugis tetapi di Bone sangatlah terkenal dengan Bahasa Bugisnya yang lembut dan juga mendayu-dayu

(37)

ketika berbicara. Di dalam Bahasa Bugis Bone terdapat juga imbuhan afiks yang di kenal dengan prefiks, prefiks rangkap, sufiks, infliks, dan konfliks. Afiks prefiks yang imbuhannya berada di awal kata yaitu {ma-, a-, pa-, po-, ta-, te-, ka-, ke-, ba- , makka-, dan pakka}. Afiks sufiks yang imbuhannya berada di akhir kata yaitu {- i, dan -eng}. Afiks infiks adalah imbuhan yang terletak pada tengah kata dan biasanya disebut sisipan dan imbuhannya yaitu {-al-, -ar- dan -am-}. Sedangkan konfiks yaitu imbuhan yang menggabungkan awalan dan akhiran yaitu konfis {ma- eng, a-eng, pa-eng, ka-eng, asii-eng, pa-i, si-eng, dan ri-eng}.

Pada Bahasa Bugis Bone terdapat infleksi dan derivasi. seperti yang kita ketahui derivasi dan infleksi menurut Crystal dalam (Ba’dulu & Herman, 2005) morfologi di bagi ke dalam dua bidang yaitu infleksi dan derivasi. dimana infleksi Menurut (Chaer, 2008) ialah tidak memebanttuk kata baru atau kata lain yang berbeda identitad leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Atau dengan kata lain infleksi tidak mengubah kelas katanya contohnya kata dasar Cemme (mandi) di tambahkan imbuhan ma (macemme) yang artinya memandikan. Kata macemme di sini tidak mengubah kelas kata dari kata cemme sehingga ini di sebut dengan Infleksi. Sedangkan derivasi menurut (Chaer, 2007) ialah proses pembentukan deriivatif identitas leksikal kata yang dihasilkan tidak sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya contohnya kata balu’ (jual) menjadii kata pa’balu (penjual). Kata balu di sini ialah kata kerja sedangkan ketika di tambahkan imbuhan pa yang menjadi (pa’balu) kata ini menjadi kata beda yang menunjukkan orang yang menjual sehingga terjadi perubahan leksikal kata dasarnya maka di sebut derivasi.

(38)

26

B. Kerangka Pikir

Makassar Toraja Bugis Konjo Mandar

Proses Pembentukan Bahasa Bugis

Infleksional Derivasional

Bahasa Daerah di Sulawesi Selatan

Afiks Formator Afiks Majemuk

Afiks Formator Afiks Majemuk

Analisis

Temuan

(39)

C. Hipotesis Tindakan

Bahasa-bahasa yang berada di Sulawesi Selatan terdiri dari 5 bahasa yaitu Bahasa Makassar, Toraja, Bugis, Konjo, dan Mandar. Tetapi pada penelitian ini menjadikan Bahasa Bugis sebagai fokus penelitian. Pada Bahasa Bugis terdapat kata-kata yang menjadi kajian dalam penelitian ini. Kata-kata yang terbentuk mengalami perubahan bentuk, baik perubahan bentuk tersebut mengubah leksikal katanya maupun tidak merubah leksikal katanya. Dengan adanya perubahan bentuk kata dari kata dasarnya dilakukan pembubuhan afiksasi sehingga menjadi pembentukan kata baru. Perubahan proses bentuk kata yang mengubah leksikal katanya biasa di sebut dengan derivasi sedangkan, proses pembentukan kata yang tidak mengubah leksikal katanya disebut infleksi. Pada proses derivasi terdapat afiksasi formator dan afiksasi majemuk begitupula dengan proses infleksi terdapat afiksasi formator dan afiksasi majemuk. Setelah mengklasifikasikan proses pembentukan kata derivasi dan infelski maka melakukan lagi proses pengelompokkan afiks formator dan afiks majemuk

(40)

28 BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Dilihat dari tujuan penelitian ini termasuk penelitian studi pustaka. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif-kualitatif. Deskriptif yakni suatu metode yang menggambarkan data secara alamiah, serta menghasilkan kaidah-kaidah kebahasaan secara linguistik (Muhammad, 2011).

B. Definisi Istilah 1. Infleksi

Infleksi merupakan salah satu pembahasan dalam kajian morfologi. Pada dasarnya infleksi adalah proses morfologis dalam suatu kata yang tidak mengubah kelas katanya. Sehingga ketika kata tersebut diimbuhi afiks kata tersebut tetap pada tatanan kelas katanya.

2. Derivasi

Derivasi berbeda dengan infleksi. Letak perbedaan pada kajian ini yaitu kelas katanya. Pada proses morfologi yang bersifat infleksi tidak mengubah kelas katanya. Sedangkan proses morfologi yang bersifat derivasi ialah sebaliknya.

Ketika terjadi proses derivasi pada kata tersebut maka akan terubah juga kelas kata dari kata itu.

(41)

3. Bahasa Bugis

Bahasa Bugis merupakan salah satu bahasa daerah yang terletak di Sulawesi Selatan. Bahasa Bugis dipakai oleh beberapa daerah di Sulawesi Selatan yang memebedakan Bahasa Bugis di setiap daerah ialah dialeknya. Dialek yang sangat sering dipakai dalam Bahasa Bugis ialah Dialek Luwu, Dialek Pinrang, Dalek Bone dan lain sebagainya. Hanya saja pada penelitian ini peneliti berfokus pada Bahasa Bugis dialek Bone. Daerah Bone teradapat penutur asli Bahasa Bugis dan daerah itu sangat terkenal dengan keasrian Bahasa Bugis yang lembut dan halus.

C. Data

Data merupakan satuan atau unit-unit informasi yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Data dalam penelitian ini adalah unit bahasa yang menampilkan keadaan morfologis yang disebut infleksi dan derivasi. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah tersedia atau telah ada sebelumnya sehingga peneliti tidak lagi melakukan tindakan tertentu untuk memanipulasi keadaan agar dapat mengumpulkan data. Jenis data sekunder yang digunakan adalah kamus. Kamus merupakan jenis pustaka yang mendokumentasikan fenomena kebahasaan di masyarakat dalam satuan-satuan lema yang terdefiniskan berdasarkan klasifikasi-klasifikasi tertentu.

D. Sumber Data

Data dari penelitian ini bersumber dari Kamus Bahasa Bugis versi aplikasi offline yang dikembangkan oleh Arcus Studio yang terbit pada tahun 2020. Kamus

(42)

30

ini dapat diunduh pada peramban Play Store. Kamus Bahasa Bugis ini dugunakan untuk mengamati setiap kata yang tercantum dan mengklasifikasikannya.

E. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen penelitian dipegang oleh peneliti itu sendiri.

sesuai dengan pengertiannya peneliti sebagai instrumen penelitian maka peneliti menjadi pengatur dari keseluruhan proses penelitian. Pada proses penelitian mulai dari pelaksanaan pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan menjadi pelapor hasil penelitiannya. Karena penelitian ini menggunakan studi pustaka maka peneliti sangat berperan penting dalam mengalisis data-data yang didapatkan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan teknik pustaka. Penggunaan teknik pustaka didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang diteliti berupa data tulisan sehingga dapat dilakukan baik dengan berencana dan sistematis. Dengan teknik ini peneliti melakukan studi pustaka pada kamus Bahasa Bugis. Dengan menggunakan teknik ini memudahkan peneliti agar tidak salah dalam penulisan Bahasa Bugis.

G. Teknik Analisis Data

Sumber data dalam penelitian ini merupakan Kamus maka teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik menggunakan teknik analisis pustaka dengan membaca Kamus Bahasa Bugis, setelah itu telaah hasil bacaan dan mengklasifikasikannya sebagai infleksi atau derivasi.

(43)

H. Pengecekan Keabsahan Temuan

Menurut meleong (2007:65) ‘kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu: (1) kepercayaan (kreadibility), (2) keteralihan (tranferability), (3) kebergantungan (depentibility), (4) kepastian (konfermability). Dalam penelitian kualitatif ini memakai 3 macam antara lain.

1. Kepercayaan (credibility)

Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya. Ada beberapa teknik untuk mencapai kredibilitas ialah teknik: teknik regulasi, sumber, pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan kecakupan refrensi.

2. Kebergantungan (depantibility)

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan data sehingga data tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan, cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dipertanggungjawabkan melalui audit dipendability oleh ouditor independent oleh dosen pembimbingan.

3. Kepastian (konfermability)

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audt.

(44)

32 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil temuan di dalam Bahasa Bugis terdapat imbuhan afiks yang di kenal dengan prefiks, sufiks, infliks, pefiks rangkap dan konfiks. Berikut bagan dari bentuk-bentuk afiks dalam Bahasa Bugis Bone.

1.1 afiksasi dalam Bahasa Bugis Bone Prefiks Prefiks

Rangkap Sufiks Infliks Konfiks

ma- mappa/appa -i -ar- ma-eng

a- Pappa -eng -al- a-ng

pa- maddi/mari -am- pa-eng

ta- Pari ka-eng

te- Pasi assi-eng

ri- Pappaka pa-i

si- Mappaka ri-eng

Ka- Ipa ri-i

ke- Ripa si-eng

maka- paka-

ba-

Sumber: Kamus Lengkap Bahasa Bugis-Indonesia

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat kita ketahui afiksasi dalam Bahasa Bugis Bone terdiri dari prefiks, sufiks, infliks, prefiks rangkap, dan juga konfiks.

Prefiks terdiri dari {ma-, a-, pa-, ta-, te-, ri-, si-, ka-, ke-, maka-, paka-, dan ba}.

Sedangkan sufiks terdiri {-i, dan -eng}. Lalu infiks terdiri dari {-al-, -am-, -ar-}. Di dalam Bahasa Bugis Bone prefiks terdiri dari dua bentuk yaitu prefiks dan juga perfiks rangkap dan prefiks rangkap terdiri dari {mappa/appa, pappa, maddi/mari,

(45)

pari, pasi, pappaka, mappaka, ipa, ripa}. Dan konfiks terdiri dari {ma-eng, a-eng, pa-eng, ka-eng, assi-eng, pa-i, ri-eng, ri-i, si-eng}. Berikut contoh-contoh afiksasi dalam Bahasa Bugis.

a. Prefiks

1.2 Prefiks dalam bahasa Bugis

ma- ma- + rukka (ribut) marukkka (ribut ma- + nasu (masak) mannasu (memasak a- a- + beang (buang) abbeang (membuang)

a- + bissang (mencuci) abbisang (kobokan) pa- pa- + bere (memberi) pabbere (pemberian)

pa- + bele (ganti) passele (pengganti) po-

po- + baine (istri) pobaine (menjadikan istri) po- +

Manettu pomanettu (menjadikan

menantu) ta-

ta- + seleng (kaget) tasseleng (terkaget) ta- + bukkak

(membuka) tabukkaak (terbuka) te- te- + mate (mati) temmate (tidak mati)

te- + manre (makan) temmanre (tidak makan) ri- ri- + wettu (waktu) riwettu (diwaktu)

ri- + bulu (bulu) ribulu (berbulu) si- si- + lampa (lembar) silampa (satu lembar)

si- + peppeq (pukul) sipeppeq (saling memukul)

ka-

ka- + lao-lao (kemana- mana)

kalao-lao (pergi ke mana- mana)

ka- +

kapau-pau kapau-pau (bicara

sembarangan) ke- ke- + amboq (bapak) keamboq (berbapak)

ke- + indoq (ibu) keindoq (beribu)

maka- maka- + enneng (enam) makaenneng (yang keenam) maka- + ega (banyak) makaega (terlalu banyak) paka-

paka- + ewa (lawan) pakaewa (penghasut) paka- +

poncoq (pendek) pakaponcoq (memperpendek) ba- ba- + iccu (kecil) baiccu (terlalu kecil)

(46)

34

b. Prefiks Rangkap

1.3 Prefiks Rangkap dalam Bahasa Bugis

mappa- dan appa

mappa- + Dareq mappadareq

(memperkebunkan) appa- + botting

(menikah) mappabotting (kawinkan) pappa- pappa- +

deceng (baik) pappadeceng (tukang memperbaiki)

pappa- + dua (dua) pappadua (orang musyrik) maddi

dan mari

maddi- +

tana (tanah) Madditana (berada di atas tanah)

mari- +

saliweng (luar) marisaliweng (paling di luar)

pari-

pari- + laleng (dalam) parilaleng (taruh di dalam) pari- + wiring

(pinggir)

Pariwiring (taruh dipinggir)

pasi- pasi- + akka (angkat) pasiakka (angkat bersama) pasi- + ala (ambil) pasiala (ambil bersama)

pappaka-

pappaka- +

tajang (terang) pappakatajang (alat untuk menerangkan)

pappaka- + lemmaq (lembek)

pappakalemmaq (alat untuk memperlembek)

mappaka-

mappaka- +

siriq (malu) mappakasiriq (mempermalukan) mappaka- +

tuna (rendah) pappakatuna (merendahkan) ipa ipa- + botting

(menikah) ipaqbotting (dikawinkan) ipa- + seddi (satu) ipaqseddi (disatukan) ripa

ripa- + lupeq (lompat) ripaluppeq (dilompatkan) ripa- +

dareq (kebun) ripadareq (diperkerjakan di kebun)

(47)

c. Sufiks

1.4 Sufiks dalam Bahasa Bugis

-i tudang (duduk + -i tudangi (dia duduk) Taro (simpan) + -i taroi (simpan saja) -eng

leppang

(singgah) + -eng teppangeng (tempat berhenti) assu (keluar) + -eng assureng (tempat keluar)

d. Infiks

1.5 Infiks dalam Bahasa Bugis

-ar-

geno (kalung) + -ar- gare’no (bagaikan kalung) gumbang

(gentong)

+ -ar- garumbang (bunyi keras)

-al-

guttu (guntur) + -al- galuttu (bunyi seperti guntur) gorok

(melubangi)

+ -al- galoroq (lubang) -am- geseq (gesek) + -am- gammesek (berdesis)

e. Konfiks

1.5 Konfiks dalam Bahasa Bugis

ma-eng

ma- + deppung

(kumpul) -eng madeppuung (berkumpul)

ma- +

lahereq (nyata) -eng mallahereng (berkenyataan)

a-eng

a- + kapereq (kafir) -eng akaperekeng (kekafiran)

a- +

selleng (islam) -eng asselengeng (keislaman)

pa-eng

pa- +

lettu (sampai) -eng palettukeng (sampaikan) pa- + compa

(muncul)

-eng pacompareng (munculkan)

(48)

36

ka-eng ka- +

pepeq (sempit) -eng kapepekeng (kesempitan) ka- + ita (lihat) -eng kaitang (kelihatan)

assi-eng

assi- +

duppa (temu) -eng assiduppang (saling bertemu)

assi- +

Lalo (pergi) -eng assilalong (bersamaan pergi)

pa-i pa- + Inreng (utang) -i pinreng (pinjam) pa- + deceng (baik) -i padecengi (perbaiki)

ri-eng

ri- + sappa (mencari)

-eng risappareng

(mencarikan uang)

ri- +

tarima (terima) -eng ritarimang (diterimakan)

si-eng

si- + rennu (gembira)

-eng sirennuang (saling mengharapkan) si- + giling

(berputar)

-eng sigilieng (terbalik)

1. Infleksi dalam Bahasa Bugis a. Afiks formator infleksional 1) Prefiks

a) Prefiks ma-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks {ma-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional

 Prefiks ma- bertemu kata kerja menjadi kata kerja

Kata dasar kapesek yang artinya ‘cubit’ kelas katanya termasuk kelas kata kerja (verb). Maka ketika diimbuhi prefiks {ma-} kata kapesek menjadi

Makkapesek (mencubit)

ma- + kapesek (cubit)

(49)

makkapesek yang artinya ‘mencubit’ dari arti ini kata mannasu tidak terubah kelas katanya.

 Prefiks ma- bertemu kata sifat menjadi kata sifat

Kata dasar ega yang artinya ‘banyak’ kelas katanya termasuk kelas kata sifat (adjektiva). Maka ketika diimbuhi prefiks {ma-} kata ega menjadi maega yang artinya ‘terlalu banyak’ dari arti ini kata maega tidak terubah kelas katanya.

b) Prefiks a-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks {a-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional

 Prefiks a- bertemu dengan kata kerja menjadi kata kerja

Kata dasar beang yang artinya ‘buang’ kelas katanya termasuk kelas kata kerja (verb). Maka ketika diimbuhi prefiks {a-} kata beang menjadi abbeang yang artinya ‘membuang’ dari arti ini kata abbeang tidak terubah kelas katanya.

 Prefiks a- bertemu dengan kata benda menjadi kata benda ma-

maega (terlalu Banyak)

+ ega (banyak)

a- + beang (buang) abbeang (membuang)

a- + ita (lihat) akkita (melihat)

(50)

38

Kata dasar ita yang artinya ‘lihat’ kelas katanya termasuk kelas kata benda (nomina). Maka ketika diimbuhi prefiks {a-} kata ita menjadi akkita yang artinya

‘melihat’ dari arti ini kata akkita tidak terubah kelas katanya.

c) Prefiks pa-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks {pa-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional.

 Prefiks pa- bertemu dengan kata kerja

Kata dasar lettu yang artinya ‘sampai’ kelas katanya termasuk kelas kata kerja (verb). Maka ketika diimbuhi prefiks {pa-} kata lettu menjadi palettu yang artinya ‘menyampaikan’ dari arti ini kata palettu tidak terubah kelas katanya.

 Prefiks pa bertemu dengan kata benda menjadi kata benda

Kata dasar goloq yang artinya ‘bola’ kelas katanya termasuk kelas kata benda (nomina). Maka ketika diimbuhi prefiks {pa-} kata golo menjadi paqgolok yang artinya ‘pemain bola’ dari arti ini kata paqgolok tidak terubah kelas katanya.

d) Prefiks ta-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks {ta-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional.

pa- + lettu (sampai) Palettu (menyampaikan)

pa- + golok (bola) paggolok (pemain bola)

(51)

 Prefiks ta- bertemu dengan kata kerja menjadi kata kerja

Kata dasar seleng yang artinya ‘kaget’ kelas katanya termasuk kelas kata kerja (verb). Maka ketika diimbuhi prefiks {ta-} kata seleng menjadi tasseleng yang artinya ‘terkaget’ dari arti ini kata tasseleng tidak terubah kelas katanya.

e) Prefiks ri-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks {ri-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional.

Kata dasar tunu yang artinya ‘bakar’ kelas katanya termasuk kelas kata kerja (verb). Maka ketika diimbuhi prefiks {ri-} kata tunu menjadi ritunu yang artinya ‘dibakar’ dari arti ini kata ritunu tidak terubah kelas katanya.

f) Prefiks si-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks {si-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional.

 Prefiks si- bertemu dengan kata kerja menjadi kata kerja ta- + seleng (kaget)

tasseleng (terkaget)

ri- + tunu (bakar) ritunu (dibakar))

si- + gajang (menikam) sigajang (saling menikam)

(52)

40

Kata dasar gajang yang artinya ‘menikam’ kelas katanya termasuk kelas kata kerja (verb). Maka ketika diimbuhi prefiks {si-} kata gajang menjadi sigajang yang artinya ‘saling menusuk memakai benda tajam’ dari arti ini kata sigajang tidak terubah kelas katanya.

 Prefiks si- bertemu dengan kata benda menjadi kata benda

Kata dasar bola yang artinya ‘rumah’ kelas katanya termasuk kelas kata benda (nomina). Maka ketika diimbuhi prefiks {si-} kata bola menjadi sibola yang artinya ‘serumah’ dari arti ini kata sibola tidak terubah kelas katanya.

g) Prefiks ka-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks {ka-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional.

 Prefiks ka- bertemu dengan kata kerja menjadi kata kerja

Kata dasar tulu-tulu yang artinya ‘mimpi’ kelas katanya termasuk kelas kata kerja (verb). Maka ketika diimbuhi prefiks {ka-} kata tulu-tulu menjadi katulu-tulu yang artinya ‘bermimpi’ dari arti ini kata katulu-tulu tidak terubah kelas katanya.

h) Prefiks maka-

si- + bola (rumah) sibola (serumah)

ka- + Tulu-tulu (mimpi) (sampai)(mimpi katulu-tulu (bermimpi)

(53)

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks {maka-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional.

 Prefiks maka- bertemu dengan kata sifat menjadi kata sifat

Kata dasar paiq yang artinya ‘pahit’ kelas katanya termasuk kelas kata sifat (adjektiva). Maka ketika diimbuhi prefiks {maka-} kata paiq menjadi makapaiq yang artinya ‘terlalu pahit’ dari arti ini kata mapaiq tidak terubah kelas katanya.

 Prefiks maka- bertemu dengan kata bilangan menjadi kata bilangan

Kata dasar enneng yang artinya ‘enam’ kelas katanya termasuk kelas kata bilangan (numeralia). Maka ketika diimbuhi prefiks {maka-} kata enneg menjadi makaenneng yang artinya ‘yang keenam’ dari arti ini kata makaenneng tidak terubah kelas katanya.

i) Prefiks ba-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks {ba-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional.

maka- + paiq (pahit) makapaiq (terlalu pahit)

maka- + enneng (enam) makaenneng (yang keenam)

ba- + iccu (kecil) baiccu (terlalu kecil)

(54)

42

Kata dasar iccu yang artinya ‘kecil’ kelas katanya termasuk kelas kata sifat (adjektifa). Maka ketika diimbuhi prefiks {ba-} kata iccu menjadi baiccu yang artinya ‘terlalu kecil’ dari arti ini kata baiccu tidak terubah kelas katanya.

2) Prefiks rangkap

a) Prefiks rangkap mappa- dan appa-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks ranggkap {mappa- dan appa-}

yang termasuk dalam afiks formator infleksional.

Kata dasar sadia yang artinya ‘sedia’ kelas katanya termasuk kelas kata kerja (verb). Maka ketika diimbuhi prefiks rangkap {mappa-} kata sadia menjadi mappasadia yang artinya ‘menyediakan’ dari arti ini kata mappasadia tidak terubah kelas katanya.

b) Prefiks rangkap pappa-

Berdasarkan hasil penelitian berikut prefiks ranggkap {pappa-} yang termasuk dalam afiks formator infleksional.

 Prefiks rangkap pappa- bertemu dengan kata kerja menjadi kata kerja

Kata dasar lalo yang artinya ‘melewati’ kelas katanya termasuk kelas kata kerja (verb). Maka ketika diimbuhi prefiks rangkap {pappa-} kata lalo menjadi

mappa- + sadia (sedia) mappasadia (menyediakan)

pappa- + lalo (melewati) pappalalo (membuka jalan)

Referensi

Dokumen terkait

4.3 Upaya Pengembangan Fasilitas Sesuai dengan Tipe Pengunjung di Air Terjun Tujuh Tingkat Pengunjung yang datang ke Objek Wisata Air Terjun Tujuh Tingkat adalah tipe

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian selanjutnya tidak hanya pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR), ukuran perusahaan ( size ),

Belajar adalah suatu cara untuk meningkatkan minat dalam diri siswa. Karena minat pada saat belajar, siswa merasa berhadapan dengan objek yang baru ia

Dari studi pendahuluan yang dilakukan di SMK Kesatrian Purwokerto, ditemukan beberapa perilaku yang termasuk perilaku agresif seperti pada pada siswa kelas II baik siswa TKR,

Laporan yang disusun oleh penulis merupakan tindak lanjut setelah melewati tahap ujian komprehensif yang dilaksanakan selama 2 hari sejak hari Senin sampai Selasa, 22 - 23 April

 mengetahui dan memahami teknik-teknik yang digunakan dalam menyelesaikan masalah OR..  Mahasiswa memahami contoh-contoh penggunaan teknik opti-masi dalam

Kegiatan magang kedua belah pihak saling mendapatkan keuntungan, kedua belah pihak tersebut disini yakni pemagang dan juga perusahaan, para peserta magang mendapat

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik rasio Poisson, kekuatan geser rekat, elastisitas longitudinal dan kekuatan tekan berdasarkan arah longitudinal dan