• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) dalam Operasi Seroja di Timor Timur Tahun 1975-

Penulis 1: Zulkarnain, M.Pd Penulis 2: Brilliantoro Yusuf Ervanda

C. Hasil Penelitian

Sejarah Timor Timor (Timur Leste)

Timor Timur merupakan daerah paling timur pulau Timor yang terletak pada 8° 17’ dan 10° 22’ Lintang Selatan (LS) dan 123° 25’ dan 127° 19’ Bujur Timur (BT). Luas pulau Timor adalah 32.000 km². Daerah yang menjadi wilayah jajahan Portugal hanya seluas 18.989 km² dari pulau Timor dan pulau Atauro yang luasya 144 km², dan ditambah daerah Oekusi yang luasnya 2.463 km² (Soekanto: 1976: 3).

Sebagian besar wilayah Timor Timur berupa tanah kering dengan bukit- bukit yang gundul. Wilayah yang hijau hanya terdapat di beberapa tempat saja. Jenis tanah di Timor Timur kurang mampu menyerap air. Hampir semua sungai

tidak mengalir di musim kemarau, tetapi meluap di musim penghujan.

Penduduk Timor Timur terdiri dari bangsa Portugis, China, Arab dan penduduk asli pribumi yang beranekaragam suku dan dialek bahasa masing- masing. Keberagaman penduduk di Timor Timur tidak lepas dari akibat masa kolonisasi dan interaksi bangsa asing di Timor Timur (Gunn C. Geofrey: 2005: 23).

Pulau Timor pertama kali dikunjungi oleh para pelaut Portugis. Diawali dengan bukanya lautan Indonesia bagi jalur pelayaran Portugis oleh Alfonso de Albuquerqe (1509-1515). Tidak butuh waktu yang lama bagi Portugis untuk menjadi kekuatan yang dominan di Timor Timur (Soekanto: 1976: 18). Portugis memberikan pengaruh kepada Timor Timur tidak hanya untuk mengambil keuntungan dari alamnya, tetapi juga menyebarkan agama, dan kejayaannya. Konlik Timor Timor

Awal mula munculnya konlik di Timor Timur dimulai dari meletusnya Revolusi Bunga yang terjadi pada tanggl 25 April 1974. Revolusi Bunga merupakan kudeta militer yang tergabung dalam Movimento das Forcas Armadas

(MFA). Kudeta ini dipimpin oleh Jenderal Antonio de Spinola, tujuannya adalah untuk menggulingkan Presiden Dr. Antonio de Oliveiro dengan Perdana Menteri Marcel Caetano. Revolusi tersebut mengubah pemerintahan di Portugal dari diktator menjadi demokrasi liberal. Revolusi Bunga juga berdampak terhadap negara-negara jajahannya, termasuk Timor Timur.

Kebijakan dekolonisasi yang dilakukan oleh pemerintahan rezim baru, mengakibatkan munculnya partai-partai politik di Timor Timur (J.Kristiadi: 1986: 928-929). Partai yang pertama kali muncul adalah partai Uniao Democratica Timorense (UDT) pada tanggal 11 Mei 1974 (Fx Lopez da Cruz: 1999: 36). Kemudian, partai Associacao Social Democratica Timorense (ASDT) pada tanggal 20 Mei 1974, ASDT kemudian berganti nama menjadi Frent Revolucionaria de Timor Leste Independente atau lebih dikenal dengan sebutan (FRETILIN). Partai yang ketiga adalah partai Associacao Popular Democratica de Timor (APODETI) yang berdiri pada tanggal 27 Mei 1974. Selain ketiga partai besar tersebut masih terdapat dua partai yang muncul di Timor Timur. Partai tersebut adalah Partai Buruh disebut juga (TRABALHISTA) dan Klibur Oan Timor Aswain (KOTA). Trabalhista terbentuk bulan Oktober 1974 dengan tokohnya Domingos da Conceicao Pereira dan Paulo Freitas. KOTA terbentuk pada 10 November 1974 dengan tokohnya Jose Martins (Zacky Anwar Makarim dkk: 2003: xxi-xxii).

Partai-partai tersebut memiliki pandangan masing-masing dalam menentukan masa depan Timor Timur. Partai UDT menginginkan kemerdekaan Timor Timur harus diraih secara bertahap dan dibawah naungan Portugal. Hal ini dikarenakan anggota UDT mayoritas adalah penduduk keturunan Portugis.

Sedangkan partai APODETI, KOTA, dan TRABALHISTA menginginkan pemerintah Timor Timur ikut bergabung dengan negara Republik Indonesia. Sedangkan FRETILIN menginginkan untuk merdeka secara mandiri dan utuh. Perbedaan pandangan antar partai politik mengakibatkan konlik berkepanjangan yang terjadi di Timor Timur.

Negara Indonesia merupakan satu-satu negara yang wilayah daratanya berbatasan lansung dengan Timor Timur. Indonesia tentu tidak menginginkan ketegangan yang terjadi di Timor Timur berimbas ke wiayah Indonesia. Pergolakan politik yang tidak menentu ini membuat pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi. Pada pertengahan tahun 1974, pemerintah Indonesia membuat satuan intelijen yang bernama Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), yaitu bertujuan untuk mempersiapkan segala langkah yang diperlukan dalam menghadapi perubahan masyarakat di wilayah Timor Timur. Kata sandi satuan intelijen ini diberi nama OPERASI KOMODO. Pimpinan operasi dipegaang oleh kepala BAKIN Letnan Jenderal Yoga Sugomo, dan tugas utama tim Operasi Komodo adalah mempersiapkan segala langkah yang diperlukan untuk menghadapi perubahan sosial dan politik di wilayah Timor Timur (Julius Pour: 1993: 381).

Pada tanggal 20 Januari 1975, Fretilin dan UDT bekerja sama dan membentuk koalisi dengan tujuan mendirikan negara Timor Timur yang merdeka (Helen Mary Hill: 2000: 144). Koalisi tersebut membuat kekuatan politik yang besar di Timor Timur. Mengingat masa UDT adalah masa yang paling besar dibandingkan dengan partai politik yang lain karena masa UDT mendapat dukungan banyak dari para pejabat pemerintah kolonial, terutama dari golongan kulit putih (Soekanto: 1976: 87).

Apodeti menolak bergabung dengan UDT dan Fretilin, karena tujuan UDT dan Fretilin tidak sesuai dengan cita-cita partai dan rakyat Timor Timur. Penolakan tersebut mengakibatkan Apodeti dianggap sebagai pengkhianat negara. Berikut cuplikan dari Yoga Sugomo sebagai ketua BAKIN dan pimpinan Operasi Komodo dalam laporan Progres Report Komando Kampanye Komodo tahun 1975 (Arsip Nasional Republik Indonesia No. 589) :

Issue-issue yang makin meluas di daerah Timor Portugis yang dilancarkan oleh FRETILIN dan UDT yang ditunjukan kepada APODETI, antara lain sbb: APODETI dinyatakan sebagai partai ilegal dan penghianat bangsa, APODETI menjual negara, APODETI kerjasama dengan neo-kolonialis (yang dimaksud adalah Indonesia) karena itu harus dilenyapkan.

Sejak terbentuknya koalisi antara Fretilin dan UDT, aksi-aksi penggeledahan, penyiksaan, dan pembakan rumah-rumah anggota Apodeti semakin meluas. Orang-orang yang memiliki kartu anggota Apodeti dipaksa untuk mengganti dengan kartu anggota Fretilin atau UDT. Tindakan kekerasan terhadap rakyat, terutama para pengikut Apodeti semakin parah.

Namun, tidak berapa lama setelah koalisi Feretilin-UDT terbentuk, kedua partai tersebut terpecah kembali. Koalisi itu tidak bisa bertahan karena memiliki tujuan yang berbeda. Partai UDT mulai sadar bahwa koalisinya dengan Fretilin merupakan sebuah perangkap. UDT juga mempertegas pecahnya koalisi ini, dengan dikeluarkannya pernyataan pada tanggal 27 Mei 1975. Setelah perpecahan koalisi, aksi serang dan saling tuduh membuat keadaan Timor Timur tidak menentu. Bahkan dalam siaran radio tanggal 2 Mei 1975, Fretilin menyatakan bahwa UDT telah melakukan penyerangan terhadap Fretilin.

Setelah pecah koalisi dengan Fritilin, UDT akhirnya mendekati Apodeti dengan tujuan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia. Pada tanggal 1 Juni 1975, pemimpin Apodeti, Arnaldo Dos Reis Araujo mengajukan petisi untuk berintegrai dengan Indonesia. Petisi tersebut didukung oleh partai politik yang lain, seperti UDT, KOTA, dan Trabalhista. Teks tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa Portugis yang berisi tentang Timor Timur menjadi provinsi ke-27 Republik Indonesia (Didik Pradjoko: 2011: 528).

Pertengahan tahun 1975 konlik bersenjata di Timor Timur semakin memanas, ketika Fretilin melakukan penyerangan terhadap tokoh-tokoh dan anggota partai UDT, Apodeti, KOTA, dan Trabalhista. Para pimpinan partai politik yang tidak bisa melarikan diri, lalu ditangap oleh Fretilin. Kemudian, tokoh-tokoh tersebut langsung dibunuh dan ada pula yang dikerjapaksakan.

Karena konlik bersenjata yang berkepanjangan di Timor Timur membuat Indonesia merasa was-was dan menyiapkan operasi Flamboyan pada bulan Juli 1975. Tim ini bertugas menyusup ke Timor Timur untuk merekrut milisi setempat dan menyiapkan basis untuk operasi militer secara terbuka, jika sewaktu-waktu terjadi peperangan berskala besar (Seno Joko Suyono dkk: 2015: 87-88). Tim Flamboyan terdiri dari anggota Kopassandha, pasukan ini dipimpin oleh Kolonel infanteri Dading Kalbudi, gerakan tim ini sangat rahasia dan tertutup.

Kemudian, dalam perkembangnnya pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan melalui Surat Keputusan Menhankam Panggab Nomor: Skep/1063/ VIII/1975 pada tanggal 31 Agustus. Melalui surat keputusan tersebut operasi intelijen yang dilakukan oleh Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) diganti dengan dibentuk Komando Tugas Gabungan (Kogasgab). Kogasgab terdiri dari TNI AD, TNI AL, dan TNI AU.

Puncak konlik di Timor Timur terjadi pada bulan November 1975. Ketika Fretilin secara sepihak memproklamasikan berdirinya negara Republik Demokrasi Timor. Namun, aksi tersebut ditolak mentah-mentah oleh keempat partai yang lain. Hingga pada tanggal 30 November 1975, keempat parpol yakni UDT, Apodeti, KOTA, Trabalhista menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Timor Timur melalui integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (P. Gregor Neonbansu: 1997: 54). Teks Proklamasi tersebut ditantangani di Balibo, dan

lebih dikenal dengan Deklarasi Balibo. Teks deklarasi untuk berintegrasi dengan RI kemudian diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri Adam Malik pada tanggal 1 Desember 1975. Teks deklarasi tersebut mengungkapkan dengan jelas hasrat rakyat Timor Timur untuk bersatu dengan saudara-saudaranya di Indonesia.

Hal ini yang menjadi dasar pemerintah Indonesia untuk memberikan bantuan militer dalam proses pengintegrasian Timor Timur dengan Indonesia. Pemerintah Indonesia mengubah kebijakan politik luar negari terhadap permasalahan Timor Timur dari pendekatan politik menjadi aksi militer. Pemerintah Indonesia mengambil aksi militer karena konlik di Timor Timur semakin tidak terkendali dan Indonesia juga tidak menginginkan konlik tersebut berdampak terhadap stabilitas pemerintahan di Indonesia (Seno Joko Suyono dkk: 2015: 89-90). Akhirnya, pada tanggal 7 Desember 1975 pemerintah Indonesia mengirimkan pasukan militer secara terbuka di Timor Timur dengan sandi OPERASI SEROJA.

Operasi Seroja 1975

Pertengahan tahun 1975 konlik bersenjata di Timor Timur semakin memanas, terutama antara Fretilin dan Pasukan gabungan (UDT, Apodeti, KOTA, dan Traalhista). Puncak konlik ini terjadi pada bulan November 1975, ketika Fretilin mendeklarasikan berdirinya negara Republik Demoktasi Timor. Namun, pasukan gabungan menolak dan mendeklarasikan bahwa Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia. Teks deklarasi ditandatangani di Balibo, sehingga lebih dikenal dengan deklarasi Balibo. Deklarasi inilah yang menjadi dasar pemerintah Indonesia dalam mengubah haluan kebijakan. Kebijakan politik yang semula hanya operasi perkuatan daerah-daerah perbatasan, kemudian berkembang menjadi operasi militer secara terbuka dalam proses pengintegrasian Timor Timur ke wilayah Indonesia.

Operasi Seroja adalah operasi militer terbesar yang dilaksanakan pada masa Orde Baru. Operasi Seroja merupakan operasi militer gabungan dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Semua angkatan dan kekuatan dilibatkan dalam mendukung kesuskesan Operasi Seroja. Operasi Seroja sepenuhnya telah menggantikan Operasi Komodo dan juga Operasi Flamboyan.

Operasi Seroja ini berada dibawah kendali Komando Tugas Gabungan (KOGASGAB) Seroja. Kogasgab Seroja dibentuk pada tanggal 31 Agustus berdasarkan Surat Keputusan Menhankam Panggab Nomor: Skep/1063/ VIII/1975 (Tim CAVR: 2010: 217). Tim Kogasgab terdiri dari perwira TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Panglima Kogasgab dijabat oleh Brigadir Jenderal TNI Suweno.

Pada tanggal 30 Oktober 1975 TNI AU membentuk Satuan Tugas Merpati (SATGAS MERPATI). Komandan Satgas Merpati adalah Kolonel Pnb Susetyo.

Tujuan Satgas merpati adalah mendukung kegiatan Kogasgab seroja yang berkaitan dengan unsur udara. Satgas Merpati membawahi Gugus Tugas Lintas Udara Strategis, Gugus Tugas Udara Taktis, Gugus Tugas Udara Pengintaian/ SAR, Gugus Tugas Udara Angkut Militer dan Gugus Udara Angkutan Non- Militer (Hendro Subroto: 2005: 42-43).

Operasi Seroja mulai masuk tahap serbuan operasi terbuka pada tanggal 7 Desember 1975. Operasi terbuka pertama kalinya berlangsung dengan melakukan serbuan terhadap kota Dili yang merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan Timor Timur. Hal ini dilakukan agar Timor Timur akan lebih mudah ditaklukan, jika Dili sudah berhasil direbut.

Dalam perebutan di Dili operasi yang dilakukan adalah operasi pendadakan. Operasi pendadakan ini dilakukan agar musuh tidak ada persiapan dalam menghadapi kedatangan pasukan TNI. Pasukan TNI bergerak dari darat dan diterjunkan dengan pesawat terbang C-130 Hercules. Tepat pada pukul 05.00 dari arah timur Peswat C-130 Hercules menerjunkan pasukan payung di atas kota Dili. Tidak perlu waktu yang lama Dili berhasil dikuasai oleh rakyat Timor Timur dengan bantuan militer Indonesia. Pada pukul 12.30 dengan bantuan Indonesia, Dili jatuh ketangan pasukan gabungan UDT, Apodeti, Kota, dan Trabalhista (Kedaulatan Rakyat: 8 Desember 1975). Kota Dili kemudian digunakan sebagai pusat markas Kogasgab Seroja. Penempatan ini dilakukan untuk memudahkan arus komunikasi dan bantuan, serta pemberian komando kepada semua unsur yang terlibat dalam Operasi Seroja. Adanya Lapangan Udara di Kota Dili akan memudahkan dan melancarkan pengiriman logistik dan bantuan ke markas Kogasgab yang kemudian akan diteruskan ke medan operasi selanjutnya.

Keterlibatan TNI-AU dalam Operasi Seroja di Timor Timur 1975-1979

Terbentuknya Komando Tugas Gabungan (Kogasgab) pada Agustus 1975, membuat TNI AU membentuk Satuan Tugas Merpati pada tanggal 30 Oktober 1975. Satgas Merpati TNI AU telah memberikan dukungan udara bagi kepentingan Operasi Komodo atau Operasi Flamboyan, sebelum Operasi Seroja di mulai. Satgas Merpati berperan sebagai unsur kekuatan udara dari Kogasgab. Satgas Merpati dibawah perintah Pangkopatdara (Panglima Komando Paduan Tempur Udara) TNI-AU. Satgas Merpati dalam kekuatan udara Kogasgab, menggunakan pesawat helikopter BO 105, Puma SA-330, Pembom B-26 dan Dakota C-47. Pesawat-pesawat ini digunakan untuk melancarkan tugas Kogasgab dalam bidang trasportasi udara, SAR udara, ambulance udara dan bantuan tembakan udara. Hal ini sesuai dengan tugas Satgas Merpati yang tertulis pada Rencana Operasi SM-002 tahun 1975 (Arsip Markas Besar TNI- AU, Jakarta), sebagai berikut: