• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kain Tapis dalam Enrichment Muatan Lokal Lampung

B. Metode Penelitian

Model Pendekatan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penulis sebagai instrumen terjun langsung kelokasi penelitian. Penulis sebagai instrumen terjun langsung kelokasi penelitian, sehingga dapat menghayati adat istiadat, dan gejala-gejala kehidupan sehari-hari yang sarat dengan fenomena sosial budaya setempat (Agar,1980). Stretegi pendekatan ini dipilih atas dasar pertimbangan bahwa (1) pendekatan kualitatif meskipun hanya mencakup skala lokasi penelitian yang kecil/terbatas, tetapi mampu mengembangkan pada kerangka konsepsual yang lebih luas, (2) model pendekatan ini tidak semata-mata hanya mementingkan hasil saja, melainkan aspek proses adalah yang lebih utama, (3) pendekatan kualitatif yang bersifat eksploratif-empiris ini sangat baik apabila suatu fenomena secara mendalam dan menyeluruh, sehingga hasil penelitiannya merupakan deskripsi detil tidak kaku tetapi juga

mendalam (Bogdan & Tylor, 1982). Dan juga penelitian ini menggunakan penilitian historis, karena penelitian ini berhubungan dengan suatu kejadian yang terjadi di masa lampau. Penerapan metode penelitian sejarah yaitu dengan cara merekonstruksi masa lampau melalui proses pengujian dan analisis secara kritis terhadap rekaman dan peninggalan masa lampau (Louis Gottschalk, 1983). Teknik pengumpulan data dengan melakukan studi pustaka, studi arsip, observasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis historis atau lebih dikenal dengan istilah interprestasi. Berbagai sumber itu belum bermakna apabila belum dilakukan interprestasi yang meliputi analisis dan sintesis(Kuntowijoyo, 1999).

C. Pembahasan

1. Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan didalam komunitas ekologinya, semua bentuk kearifan lokal itu dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi kegenerasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhada sesama manusia dan alam (Keraf, 2002). Kearifan lokal tidak hanya berhenti pada etika, tetapi pada sampai pada norma dan tindakan serta tingkah laku, sehingga kearifsn lokal dapat menjadi seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh (Wahono dalam Suhartini, 2009). Kearifan lokal merupakan semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupannya. Hakekat yang terkandung didalamnya adalah memberi tuntunan kepada manusia untuk berperilaku yang serasi dan selaras dengan irama alam semesta, sehingga tercipta keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam lingkungan (Sulaiman, 2011). Undang-Undang Sisdiknas dalam mengembangkan kurikulum dengan perinsip deversiikasi dimaksudkan agar memungkinkan dilakukan penyesuaian program pendidikan pada kesatuan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kekhasan potensi daerah serta peserta didik. Pengembangan kurikulum dilakukan berlandaskan kaidah-kaidah budaya lokal dan nasional, budaya lokal seperti memepertimbangkan kebiasaan, adata istiadat, kesepakatan diantara masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis harus dipatuhi dalam pengembangan kurikulum. Hal ini senada dengan Hamalik (2007) maupun dalam Sanjaya (2009) bahwa pengembangan kurikulum dapat berperan untuk tiga hal, yakni peranan konsevatif, peranan kritis, evaluatif serta peranan kreatif. Peranan konsevatif yaitu peranan kurikulum dalam mewariskan, menstramisikan, dan mewariskan nilai-nilai sosial dan budaya masa lampau yang tetap eksis dalam masyarakat. Peranan kritis dan evaluatif, yakni peran kurikulum dalam menciptakan dan menyusun kegiatan-kegiatan

yang kreatif dan konstruktif sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat.

Pemberdayaan kearifan lokal sebagai sumberdaya dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan disuatu tempat dapat dilakukan melalui pendidikan, pemanfaatan pendidikan dapat dilakukan melalui misi transmorfasi dan informasi ide pelestarian lingkungan dalam sikap hidup dan perilaku nyata sehari-hari kalangan generasi masa kini.dapat dilakukan dalam memanfaatkan pendidikan. Pertama, melengkapi kurikulum nasional dimasing-masing daerah dengan kearifan lokalnya masing-masing melalui kurikulum kearifan lokal daerahnya masing-masing melalui suplemen buku/materi kearifan lokal (Astawa, I.B.M, 2015)

2. Enrichment dalam Pendidikan Karakter

Enrichment merupakan istilah yang lebih banyak digunakan untuk mengacu pada sebuah program pengayaan, dalam cakupan yang lebih luas enrichment meliputi semua aspek pembaharuan dalam praktek bidang pendidikan . Dengan kata lain enrichment adalah sesuatu untuk mengadakan pembaharuan untuk menarik pembelajaran agar pembelajaran menjadi sesuatu yang baru. Enrichment merupakan program penambahan atau pengayaan suatu materi pelajaran tertentu diluar kurikulum dan upaya untuk menambahkan pengetahuan yang diberikan diluar kurikulum pembelajaran. Pada umumnya program enrichment lebih ditekankan untuk membantu mengembangkan kemampuan kognitif serta meningkatkan proses afektif. Melalui enrichment disamping dapat memberikan materi lebih, juga dapat memberi pengalaman baru, terutama terkait dengan penerapannya ke dalam pembelajaran yang dilakukan selama ini. Setiap pengajaran pada umumnya bisa saja dimasukkan enrichment kedalamnya (Abraham J.Tannebaum, 2010). Dengan demikian penerapan enrichment dalam pembelajaran dapat menambah wawasan dalam pembelajaran diluar kurikulum yang telah dibuat dan dapat menerapkan nilai- nilai Kain Tapis yang terkandung dalam pembelajaran enrichment.

Pendidikan karakter merupakan upaya yang sungguh-sungguh dilakukan dengan cara mengembangkan ciri-ciri kepribadian positif. Sebagaimana yang dikemukakan Samani dan Hariyanto (2011) bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, pendidikan akhlak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara hal-hal yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati . jadi melalui pendidikan karakter ingin dibentuk pribadi- pribadi seutuhnya yakni : pribadi yang tahu, mau dan mampu melakukan sesuatu dan dapat mengambil keputusan yang baik-baik dan kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pendidikan karakter merupakan sarana dan wadah bagi pembentukkan pribadi yang cerdas dan kompetitif. Melalui pendidikan karakter ingin dihasilkan pribadi cerdas yang memiliki karakter; a)kemampuan, yakni sesuatu yang dimiliki untuk dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan; b) keyakinan, yaitu pola pikir yang memungkinkan seseorang untuk sukses; c) perilaku, tentang dirinya dan lingkungannya secara positif; d) rasa ingin tahu, naluri untuk bertanya, menyelidiki dan memotivasi diri dari dalam untuk selalu belajar dan selalu ingin tahu; e) kebiasaan, perilaku atau pola pikir yang yang cenderung mengarahkan supaya lebih berkembang; f) keterampilan, yakni perilaku yang mengarahkan orang untuk menjadi efesien dan berkemampuan dan g) nasionalisme, yaitu pemahaman dan kesadaran berbangsa seutuhnya (Gardner dalam Haris, 2010). Agar penidikan karakter berjalan dengan baik dan didalamnya tidak hanya mengandung unsur kognitif yakni unsur kreatiitas, emosi serta religius maka tidak menghilangkan prinsip-prinsip dalam pendidikan karakter seperti yang diungkapkan homas Lickona dkk (2007) yaitu; (1) Kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai pendukungnya sebagai pondasi karakter yang baik;(2) Deinisikan karakter secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan dan perilaku;(3) Gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam perkembangan karakter;(4) Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian; (5) Berikan siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral; (6) Buatkan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua untuk berhasil; (7) Usahakan mendorong motivasi diri peserta didik ;(8) Libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggang jawab dalam pendidikan dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing;(9) Libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter; (10) Evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik, karakter dan (11) sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik. Hal ini pada dasarnya harus diterapkan dalam pendidikan dengan memperhatikan hal-hal tersebut sehingga tujuan dari penanaman nilai-nilai untuk membangun dan menjadi pondasi peserta didik akan tercapai.

3. Nilai-nilai Kain Tapis Lampung

Lampung merupakan salah satu propinsi yang ada di Sumatera yang memiliki 13 Kabupaten yang tersebar , lampung juga kaya akan budaya yang dimiliki diantaranya adalah kain tapis,upacara-upaca adat yang telah menjadi ciri khas tersendiri di kalangan masyarakat di Lampung. Kain tapis adalah salah satu warisan yang dimiliki yang mempunyai makana dan kegunaan sesuai dengan motiif kain tapis tersebut. Tidak semua kalangan dapat menngunakan kain tapis, tapi karena bergesernya moderinisasi maka kini kain tapis dapat digunakan berbagai kalangan yang ada didalam masyarakat. Masing-masing motif kain tapis mempunyai makna dan nilai ilosoi yang terkandung didalamnya. Nilai-nilai dari ilosoi Kain Tapis yang dapat diterapkan dalam

kehiduan sehari-hari antara lain yaitu; a) nilai kebersamaan, gotong royong dan kerja keras tercermin dalam kain Tapis Kapal yakni dalam suatu pekerjaan/ kegiatan hendaknya bersama dan saling tolong menolong; b) nilai religius tercermin dalam kain Tapis Kaca yakni didalam kehidupan dalam menjalani hidup dengan cahaya dengan arti lain bahwa kehidupan hubungannya dengan sang pencipta penuh dengan nilai, ilahi dan doa bersama kepada Tuhan agar mendapat perlindungan, keselamatan, dan kesejahtraan hidup; c) nilai peduli sosial tercermin dalam saling membantu sesama masyarakat dalam upacara tercermin dari kain Tapis Kapal; d) nilai sosial tercemin dari kain Tapis Pucuk Rebung bahwa dalam kehidupan ada tingkatan-tingkatannya, yakni hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Pencipta.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Kain Tapis merupakan nilai dasar yang bersifat abstrak dan universal. Nilai dasar merupakan hakekat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar merupakan sumber-sumber norma yang kemudian dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Agar nilai-nilai Kain Tapis dapat dipahami, dihayati dan diterapkan maka nilai-nilai tersebut harus dijabarkan secara jelas. Unsur-unsur nilai moral yang terdapat dalam Kain Tapis akan membangun dan menunjukkan karakter seseorang jika dipakai dalam pedoman bertingkah laku.

D. Simpulan

Muatan lokal kain tapis mengandung nilai-nilai moral sebagaimana cermin dalam karakter bangsa. Berbagai nilai moral yan ada didalam kearifan lokal dalam Kain Tapis merupakan modal budaya yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah serta dapat dikembangkan dalam membentuk karakter bangsa. Dengan demikian penggunaan muatan sejarah lokal Kain Tapis sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari akan menunjukkan karakter seseorang.

Daftar Pustaka

Abraham J. Tannebaum. 2010. Gifted Children Psychologi And Education Perspectives. New York: Micmillan Publishing

Agar, M. H . 1980. he Profesional Strager: An Informal Introduction to Etnography. Florida: Academic Press. Inc

Astawa, Ida Bagus Made. 2015. Memanfaatkan Pendidikan Untuk Memberdayakan Kearifan Lokal Sebagai Sumberdaya Dalam Menjaga Kelestarian Fungsi Lingkungan Bali. Makalah Seminar Nasional Pemantapan Profesionalisme Pendidik Geograi di Era MEA di Malang Juni 2015. Malang: Universitas Negeri Malang

Bogdan & Tylor. 1993. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Penerjemah: A. Khozim Afandi. Surabaya: Usaha Nasional.

Hamalik, Omar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Keraf, A Sony. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Kompas

Kuntowijoyo. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang

Lickona, T. 1992. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books

Lili Hartono. 2009. Kain Tapis Lampung; Perubahan Fungsi Motif dan Makna Simbolik. Surakarta: UNS Press

Louis Gottschalk. 1983. Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Noto Susanto. Jakarta: Universitas Indonesia

Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sanjaya, H.Wna. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Rawamangun- Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group

Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian Pendidikan dan Penerapan MPA. Fakultas MPA Yogyakarta

Sulaiman. 2011. “Kearifan Tradisonal Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan”. Jurnal Dinamika Hukum Vol 11 No.2

Pembelajaran Sejarah: Kontribusinya dalam Membangun