• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesenian Wayang Gantung Tionghoa di Singkawang dalam Pembelajaran Sejarah

Eka Jaya PU & Dikki Afriyanda

IKIP Potianak

jaya_240183@yahoo.co.id

Abstrak

Kajian ini membahas mengenai pembelajaran sejarah di sekolah dan mengenalkan kesenian wayang gantung Tionghoa di Singkawang sebagai suplemen untuk menumbuhkan sebuah nilai-nilai lokal. Pembahasan ini merupakan hasil penelitian di SMA Negeri 3 Singkawang.

Penelitian menggunakan metode deskriptif analitis dan bentuk studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran sejarah dilakukan guru dengan ceramah bervariasi dan menggunakan media visual sebagai bentuk agar materi yang diajarkan lebih mudah dipahami. Dalam memperkenalkan kesenian wayang gantung Tionghoa, guru menjadikannya sebagai suplemen sejarah lokal yang sangat produktif dalam membangun nilai-nilai budaya dan karakteristik daerah. Dengan demikian peserta didik akan lebih mudah memahami dan senang untuk belajar sejarah. Kesenian wayang gantung Tionghoa meliputi memberikan pemahaman mengenai wujud, cerita, perkembangan, dan manfaat mempelajarinya. Pembelajaran sejarah yang berlangsung, peserta didik terlibat aktif dalam untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Suplemen yang dikembangkan oleh guru sejarah maka tidak ada lagi dan alas an bahwa pelajaran sejarah membosankan dan justru sangat beguna untuk membangun jati diri peserta didik.

Kata Kunci : Kesenian Wayang Gantung Tionghoa, Pembelajaran Sejarah.

A. Pendahuluan

Sejarah pada dasarnya memang bukan hanya sekedar kumpulan peristiwa pada masa lampau, tetapi sejarah juga merupakan instrumen yang membuka dialog antara keadaan yang tengah berlangsung dengan masa lampau yang membentuknya, yang kemudian hasilnya akan berguna dalam pengambilan kesimpulan untuk nasib-nasib kita di masa-masa yang akan datang (Neni Puji Nur Rahmawati dan Wilis Maryanto, 2004: 1).

Kehidupan manusia yang sekarang ini merupakan suatu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan yang sebelumnya. Rangkaian masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang merupakan suatu hal

yang berkesinambungan, tidak terputus dan saling berkaitan. Mempelajari peristiwa-peristiwa masa lampau tentang kehidupan suatu bangsa penting artinya bagi manusia sekarang untuk memilih dan menganalisis keadaan dalam menentukan keputusan dan tindakan pada masa yang akan datang.

Pelajaran sejarah seringkali menjadi pelajaran yang membosankan. Pembelajaran ini dianggap tidak lebih dari rangkaian pelajaran yang mengharuskan peserta didik untuk menghafal angka tahun dan peristiwa yang harus diingat kemudian diungkapkan kembali untuk menjawab soal. Akibatnya, pelajaran sejarah kurang diminati dan dianggap sebagai pelajaran yang kurang bermakna.

Kurangnya makna pelajaran sejarah bagi peserta didik tidak lepas dari permasalahan pembelajaran sejarah yang kompleks menyangkut komponen sistem pembelajaran. Suasana kelas saat pelajaran sejarah umumnya kurang menggembirakan, akibatnya peserta didik terlihat gerah dan tidak tenang. Ketika mengajar sejarah, guru cenderung menyajikan sederet data yang berisi nama, tanggal, dan kejadian yang kurang berarti bagi peserta didik. Peserta didik jarang diajak melakukan interpretasi dan mengungkap makna dibalik peristiwa sejarah. Proses pembelajaran masih bersifat informatif, kurang memperhatikan daya nalar dan tidak mengajak peserta didik berpikir kritis.

Masalah pembelajaran sejarah juga terlihat dari adanya materi sejarah yang luas sehingga kurang menarik perhatian peserta didik. Seharusnya materi pelajaran ditekankan pada materi yang aktual, relevan, dan prospektif bagi kepentingan peserta didik dan tujuan pendidikan. Materi sejarah banyak terfokus pada peristiwa sejarah dalam buku ajar, sementara peristiwa-peristiwa sejarah di sekitar peserta didik kurang disinggung dan kurang memberikan pengaruh yang riil dalam meningkatkan kesadaran sejarah (Isjoni, 2007: 6). Materi sejarah lokal bisa diajarkan dalam proses pembelajaran sejarah di sekolah sebagai materi yang menyajikan peristiwa-peristiwa bersejarah yang ada di sekitar lingkungan peserta didik.

Peristiwa lokal yang kemudian diramu oleh guru dalam memberikan suplemen agar materi sejarah semakin aktual perlu dikembangkan sehingga tidak selalu mengenalkan peristiwa di Jawa dan beberapa tempat ternama saja. Berkenaan dengan itu salah satu sumber suplemen yang dapat dijadikan materi ajarnya salah satunya kesenian wayang gantung di Singkawang. Kota Singkawang merupakan sebuah kota madya di propinsi Kalimantan Barat yang cukup banyak memiliki keragaman sejarah lokal. Kota Singkawang tercipta dari banyaknya peristiwa-peristiwa yang dianggap penting, abadi, dan unik oleh masyarakat setempat untuk dikenang dan disampaikan kembali kepada generasi penerusnya. Banyaknya peristiwa-peristiwa sejarah di kota Singkawang tidak terlepas dari dinamika sosial, ekonomi, dan politik. Mulai dari Singkawang sebagai salah satu desa dari kerajaan Sambas, pada era kolonial

Belanda dan Jepang, Singkawang pasca kemerdekaan pernah menjadi bagian dari Kabupaten Sambas dan Bengkayang. Pada akhirnya Singkawang menjadi kota otonomi kedua di Kalimantan Barat pada tanggal 17 Oktober 2001 (Neni Puji Nur Rahmawati dan Wilis Maryanto, 2004: 59).

Kota Singkawang memang merupakan sebuah kota yang heterogen dengan kondisi demograis. Beserta dari berbagai macam suku dan agama. Tionghoa, Melayu, dan Dayak merupakan tiga etnis yang memiliki jumlah populasi teratas dari jumlah penduduk di kota Singkawang dan melahirkan beragam kebudayaan. Etnis Tionghoa datang ke Kalimantan Barat sejak abad ke-7 masehi, untuk menjalin hubungan perdagangan dan melakukan migrasi secara besar-besaran pada tahun 1760 untuk menjadi penambang emas di Monterado sesuai dengan kebijakan Sultan Akkamuddin II dari Kesultanan Sambas (Pembayun Sulistyorini, 2004: 12). Etnis Tionghoa membawa kebudayaan dari tanah leluhur mereka ke kota Singkawang seperti ajaran Taoisme, Konfucius, dan Buddha. Mereka juga membawa berbagai macam kesenian dari daerah asal mereka seperti kesenian barongsai, wayang gantung, dan atraksi naga. Selain itu, etni Tionghoa juga membawa perayaan Cap Go Meh, bahasa Tionghoa, serta sistem penanggalan.

Dari kebudayaan lokal yang sudah ada sejak ratusan tahun menjadi sirna karena tidak diperkenalkan dan diajarkan di sekolah. Unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual pembelajaran sejarah tidak hanya memberikan gambaran kejadian masa lampau, tetapi juga memberikan latihan untuk berpikir kritis, menarik kesimpulan, dan makna dari peristiwa sejarah yang dipelajari. Latihan berpikir kritis dilakukan dengan pendekatan analitis, salah satunya menjawab pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”. Bukan dengan bentuk pertanyaan “siapa”, “apa”, “dimana”, dan “kapan”.

Pengajaran dan pendidikan moral dalam pembelajaran sejarah berorientasi pada pendidikan kemanusiaan yang memperhatikan nilai-nilai karakter. Hasil pembelajaran sejarah menjadikan peserta didik berkepribadian kuat, mengerti sesuatu agar dapat menentukan sikapnya. Dengan sejarah mereka dapat mengetahui hasil-hasil perjuangan dan arti sebuah pengorbanan. Sejarah dapat diibaratkan pendidik, karena dapat mendidik jiwa manusia lewat dinamika kehidupan manusia pada masa lampau.

Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental dalam kaitannya dengan guna atau tujuan dari belajar sejarah. Pembelajaran sejarah diharapkan dapat menumbuhkan wawasan peserta didik untuk belajar dan sadar akan guna dari sejarah bagi kehidupan sehari-hari. Keterampilan guru diperlukan di dalam kelas untuk memberikan gambaran peristiwa sejarah secara jelas kepada peserta didik, sehingga peserta didik mempunyai gambaran dari suatu peristiwa sejarah. Imaginasi diperlukan oleh peserta didik saat peserta didik tersebut diajak guru memahami suatu peristiwa yang terjadi. Gambaran peristiwa sejarah

yang diterima peserta didik diharapkan dapat berpengaruh pada sikap dan perilakunya sesuai dengan tujuan dari pendidikan dan pembelajaran sejarah. Dalam pembahasannya akan mengupas tentang kesenian wayang gantung Tionghoa di Singkawang dalam pembelajaran sejarah.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif anatitis dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpul data yang digunakan observasi langsung, komunilasi langsung dan studi documenter. Sedangkan alat pengumpul datanya lembar observasi, wawancara dan dokumen. Teknik cuplikan atau sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dan snowball sampling. Informan dipilih berdasarkan posisi dengan akses tertentu yang dianggap memiliki informasi yang berkaitan dengan permasalahannya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber yang mantap (H.B. Sutopo, 2006:64). Dengan subjek penelitian di SMA Negeri 3 Singkawang, guru dan siswa kelas X. Validitas data menggunakan triangulasi sumber dan metode, serta dianalisis dengan analisis model interaktif.

C. Pembahasan

Untuk menyampaikan materi yang telah dipilih maka diperlukan strategi yang tepat agar proses pembelajaran mencapai tujuan pembelajaran dan diakhiri dengan mengevaluasi materi yang telah disampaikan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan proses pembelajaran yang telah dicapai. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Munir (2010: 31) yang menyebutkan bahwa pengembangan materi harus mengacu pada perumusan tujuan pembelajaran. untuk meningkatkan minat peserta didik dalam mempelajari sejarah, memperkenalkan peserta didik dengan sejarah lokal yang ada di sekitar mereka, dan menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai pluralisme yang ada dalam masyarakat kota Singkawang (wawancara, Tunggal Sunarto 01 September 2012). Hal ini sejalan dengan Isjoni (2007: 15) yang menyebutkan bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar peserta didik dapat membantu guru untuk mengembangkan pemahaman peserta didik tentang masa lalu dan peserta didik akan lebih tertarik terhadap pelajaran sejarah bila berhubungan dengan situasi yang pernah terjadi di lingkungan peserta didik. Di samping itu, Usman Ja’far (X.F. Asali, 2008: 1) menyatakan bahwa antara etnis yang satu dengan etnis yang lain harus saling mengenal budaya dari tiap-tiap etnis sebagai bahan renungan bersama untuk lebih saling memahami dan bertoleransi dalam keharmonisan bersama.

Dengan dijadikannya kesenian wayang gantung Tionghoa dalam pembelajaran sejarah lokal di sekolah, peserta didik menjadi lebih mudah memahami tentang arti dan contoh dari sejarah lokal itu sendiri. Deskripsi

kesenian wayang gantung Tionghoa yang disampaikan di kelas adalah sebatas tentang wujud, cerita, dan perkembangan kesenian wayang gantung Tionghoa. Penyampaian materi tersebut dianggap telah cukup untuk memperkenalkan salah satu sejarah lokal di kota Singkawang.

Dalam menjelaskan materi di dalam kelas guru memerlukan sebuah strategi pembelajaran agar proses pembelajaran di kelas menjadi efektif dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk menentukan strategi pembelajaran, guru terlebih dahulu mengetahui kemampuan kondisi awal peserta didik. Apabila peserta didik sudah banyak memahami dan relatif menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan, maka guru bisa menerapkan strategi pembelajaran mediatif dengan metode-metode seperti inkuiri, problem solving, atau discovery

dimana guru hanya membimbing dan memfasilitasi belajar peserta didik. Namun sebaliknya apabila guru merasa belum banyak peserta didik yang memahami materi yang direncanakan guru karena relatif baru, strategi yang lebih tepat untuk digunakan adalah strategi direktif dimana peserta didik mendapatkan informasi langsung dari guru. Adapun metode yang biasa digunakan dalam strategi direktif ini adalah metode ceramah (Isjoni, 2007: 110).

Pemahaman dan kajian tentang sejarah terus berkembang. Sejarah yang semula hanya terbatas pada cerita masa lalu, kemudian masuk kepada kelompok ilmu pengetahuan (Isjoni, 2007: 20). Lebih lanjut S.K. Kochhar (2008: 51) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran sejarah, peserta didik harus memahami tentang istilah yang ada dalam pembelajaran sejarah. Mempelajari kesenian wayang gantung Tionghoa sebagai salah satu sejarah lokal kota Singkawang tentu saja tidak hanya menuntut pemahaman peserta didik tentang istilah sejarah lokal ataupun tentang kesenian wayang gantung Tionghoa itu sendiri. Dengan mempelajari sejarah lokal bercorak perkembangan suatu kebudayaan, maka memunculkan rasa penghargaan peserta didik terhadap keragaman budaya yang ada di sekitar mereka. S.K. Kochhar (2008: 38) menyebutkan bahwa pelajaran sejarah di sekolah dapat menumbuhkan penghargaan terhadap berbagai komponen budaya dan keanekaragaman budaya. Baik budaya yang berasal dari daerah ataupun etnis peserta didik tersebut maupun budaya dari daerah ataupun etnis dari orang lain.

Pembelajaran sejarah di sekolah merupakan sebuah pembelajaran yang sangat berguna bagi peserta didik dalam memahami kondisi pada masa kini dan merancang masa depan. Namun pelajaran sejarah yang sangat kaya makna ini seringkali dipandang sebagai pembelajaran yang membosankan. Hal ini tidak terlepas dari cara penyampaian guru dan materi sejarah yang diajarkan. Oleh karena itu, guru sebagai pelaku pembelajaran harus memperhatikan harus mempersiapkan secara matang proses pembelajaran sejarah di kelas.

Perencanaan proses pembelajaran di kelas dirancang ke dalam perangkat pembelajaran. Salah satunya ialah dengan menyusun silabus dan RPP. Silabus

merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk proses penilaian. Silabus yang telah disusun kemudian dijabarkan ke dalam RPP yang menggambarkan rencana prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

Materi pokok yang disusun dalam silabus dapat ditambah dengan materi pengembangan yang memiliki relevansi dengan materi pokok. Materi pengembangan perlu diberikan berfungsi untuk memudahkan peserta didik dalam memahami materi pokok yang harus dikuasai. Selain itu materi pengembangan juga dapat berfungsi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang dianggap penting oleh guru, seperti untuk menambah minat peserta didik dalam belajar atau membentuk sikap dan pola pikir peserta didik terhadap situasi yang ada. Isjoni (2007:15) menyebutkan bahwa salah satu cara membuat pembelajaran sejarah menjadi menarik di mata peserta didik ialah dengan mengajak peserta didik untuk mempelajari kondisi-kondisi nyata di sekitar peserta didik.

Kondisi lingkungan di sekitar peserta didik yang dapat dijadikan sebagai materi pengembangan sangat beragam, baik peristiwa yang aktual maupun peristiwa-peristiwa sejarah yang ada di daerah tersebut atau biasa disebut sejarah lokal. Sejarah lokal memiliki arti penting untuk dipelajari oleh peserta didik. Selain berfungsi untuk lebih mengenalkan peserta didik terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu di daerahnya, sejarah lokal juga dapat digunakan guru untuk memudahkan peserta didik dalam memahami materi yang sedang dipelajari dengan menjadikan peristiwa-peristiwa di sekitar peserta didik yang terjadi pada masa lalu untuk dijadikan contoh dari materi yang sedang dijelaskan. Salah satu sejarah lokal di kota Singkawang yang dapat dijadikan sebagai materi pengembangan sejarah lokal di sekolah adalah kesenian wayang gantung Tionghoa. Kesenian wayang gantung Tionghoa merupakan sebuah kesenian wayang yang berasal dari negeri Tiongkok dan dibawa ke Singkawang oleh Li Tung Jin pada tahun 1929 (Benedikta Juliatri Widi, 2009: 45).

Dalam memilih kesenian wayang gantung Tionghoa sebagai materi pengembangan sejarah lokal tentu dengan memperhatikan tujuan, jenis, dan sumber materi yang akan diajarkan (Munir, 2010: 71). Isjoni (2007: 86) menyebutkan bahwa materi pembelajaran pendidikan sejarah di sekolah harus mampu memberikan pengalaman kepada peserta didik menarik pelajaran dari peristiwa sejarah, melihat relevansinya dengan peristiwa/kehidupan masa kini dan dikembangkan untuk kehidupan masa yang akan datang. Selain itu, pembelajaran sejarah merupakan salah satu sarana pemahaman identitas kultural yang dapat digunakan untuk mengantisipasi terjadinya gejolak-gejolak sosial (Isjoni, 2007: 124). Tujuan materi kesenian wayang gantung Tionghoa dijadikan materi pengembangan sejarah lokal kepada peserta didik adalah

untuk memudahkan peserta didik dalam memahami sejarah lokal dan untuk meningkatkan minat peserta didik dalam mempelajari sejarah. Memperkenalkan peserta didik dengan sejarah lokal yang ada di sekitar mereka, merupakan bentuk dari proses menanamkan sikap menghargai pluralism. Materi kesenian wayang gantung Tionghoa merupakan materi yang dapat dikategorikan sebagai materi pembelajaran yang berupa fakta dan dapat bersumber dari informasi kesenian wayang gantung Tionghoa yang ada di media cetak, elektronik, dan orang-orang yang mengetahui informasi tentang kesenian tersebut.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam memasukkan materi pengembangan ke dalam proses pembelajaran adalah kecukupan materi. Materi pelajaran harus cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi yang diajarkan (Munir, 2010: 70). Oleh karena itu, materi kesenian wayang gantung yang diberikan kepada peserta didik tidak harus luas dan mendalam, akan tetapi cukup untuk membantu peserta didik dalam memahami sejarah lokal.

Kesenian wayang gantung Tionghoa merupakan materi yang belum dikenal oleh kebanyakan peserta didik. Oleh karena itu strategi pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi tersebut adalah strategi direktif dengan metode ceramah bervariasi. Dengan strategi ini peserta didik secara langsung memperoleh informasi dari guru (Isjoni, 2007: 110). Oleh karena proses penerapannya juga diselingi dengan adanya keterlibatan aktif peserta didik dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, maka terciptalah pembelajaran yang komunikatif.

Pemilihan materi pengembangan dan strategi yang tepat dapat memunculkan pemahaman peserta didik terhadap materi. Dengan menjadikan kesenian wayang gantung Tionghoa sebagai materi pengembangan sejarah lokal dan disampaikan dengan cara tepat membuat peserta didik memahami istilah sejarah lokal dan contoh-contohnya dengan lebih mudah. Hal ini dikarenakan kesenian wayang gantung Tionghoa yang dijadikan sebagai salah satu contoh sejarah lokal merupakan fakta sejarah yang ada di lingkungan peserta didik.

Dafar Pustaka

Asali, X.F. (2008). Aneka Budaya Tionghoa Kalimantan Barat. Pontianak: Muare Public Relation.

Isjoni. (2007). Pembelajaran Sejarah pada Satuan Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Kochhar, S.K. (2008). Pembelajaran Sejarah. Terjemahan Purwanta dan Yovita

Hardiati. Jakarta : PT Grasindo

Munir. (2010). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

Pontianak: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

Sulistyorini, Pembayun. (2004). Penambangan Emas di Mandor. Pontianak: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

Sutopo, H.B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Wulandari, Benedikta Juliatri Widi. (2009). Wayang Gantung Potret Ekspresi Budaya Tionghoa di Singkawang. Pontianak: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.

Penanaman Nilai Karakter dalam Pembelajaran Sejarah