• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

B. HASIL PENGUJIAN PRASYARAT ANALISIS

Analisis terhadap data penelitian bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak, maka penulis membandingkan nilai posttest kelas eksperimen dengan nilai posttest kelas kontrol. Sebelum membuktikan hipotesis, terlebih dahulu harus dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji nomalitas dan homogenitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi-Square. Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Kriteria pengujiannya yaitu data berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika memenuhi kriteria 2hitung  2tabel diukur pada taraf signifikan tertentu.

53

kelas eksperimen sebesar 5,67 dan pada tabel harga kritis 2tabel untuk n = 38 pada taraf signifikan 0,05 adalah 7,81 (lampiran 15). Karena

hitung 2

  2tabel (5,67 < 7,81) maka H0 diterima, artinya data sampel untuk kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh 2hitung sebesar 7,29 dan pada tabel harga kritis 2tabel untuk n = 38 pada taraf signifikan

05 , 0 

 adalah 7,81 (lampiran 16). Karena 2hitung  2tabel (7,29 < 7,81) maka H0 diterima, artinya data sampel untuk kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji normalitas antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4

Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelompok Jumlah Sampel Taraf Signifikan hitung 2 χ χ2tabel Keterangan Eksperimen 38 0,05 5,67 7,81 Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal Kontrol 38 0,05 7,29 2. Uji Homogenitas

Setelah kedua kelas sampel dinyatakan berdistribusi normal, maka asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah homogenitas. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelas sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas yang

54

pengujian yaitu kedua kelas dikatakan homogen.jika FhitungFtabel yang diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.

Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai varians kelas eksperimen dan varians kelas kontrol masing-masing sebesar 169,66 dan 290,18. Sehingga diperoleh nilai Fhitung = 1,71. Dari tabel F untuk n=30 pada taraf signifikansi 0,05 untuk dkpembilang = 37 dan dkpenyebut = 37 diperoleh Ftabel =1,73. Berdasarkan nilai Fhitung dan Ftabel yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa Fhitung Ftabel (1,71 < 1,73) maka H0 diterima, , artinya kedua populasi memiliki varians yang homogen.

Hasil perhitungan uji homogenitas kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah ini, sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17.

Tabel 4.5

Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kelompok Varians

(S2) Fhitung Ftabel Kesimpulan Eksperimen 169,66

1,71 1,73 Kedua populasi memiliki varians yang homogen Kontrol 290,18

C. HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS DAN PEMBAHASAN 1. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil uji prasyarat di atas yang menyatakan asumsi normalitas dan homogenitas untuk kedua sampel terpenuhi, maka langkah selanjutnya yaitu pengujian hipotesis yang dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t. Kriteria pengujiannya yaitu, jika thitung ttabel maka H0 diterima. Sedangkan jika thitung ttabel maka H0 ditolak. H0 menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa kelas eksperimen (yang diajarkan dengan metode Student Facilitator and

55

komunikasi matematika siswa kelas kontrol (yang diajarkan dengan metode konvensional).

Berikut ini ditampilkan hasil perhitungan uji-t kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam bentuk tabel:

Tabel 4.6

Hasil Perhitungan Uji-t Taraf

Signifikansi thitung ttabel Kesimpulan

0,05 2,12 1,67 H0 ditolak

Dari data hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung = 2,12 (lampiran 18). Dengan taraf signifikan 0,05 dan derajat kebebasan (dk = 74) diperoleh ttabel = 1,67 (lampiran 18). Hasil tersebut menjelaskan bahwa thitung tidak berada pada daerah penerimaan H0 sehingga hipotesis alternatif diterima. Dengan demikian, rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa kelas eksperimen (yang diajarkan dengan metode Student Facilitator and Explaining) lebih tinggi dari rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa kelas kontrol (yang diajarkan dengan metode konvensional).

2. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil pengujian hipotesis di atas menyatakan rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan metode Student Facilitator and Explaining lebih tinggi dari rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa metode konvensional.

Pembelajaran dengan metode Student Facilitator and Explaining memberikan kebebasan siswa baik untuk mengemukakan ide/gagasan mereka maupun menanggapi pendapat siswa lainnya, sehingga menuntut adanya komunikasi antarsiswa agar proses pembelajaran menjadi optimal. Selama proses pembelajaran, siswa diberikan lembar kerja yang

56

bingung mengerjakan lembar kerja tersebut karena siswa belum terbiasa mencari informasi sendiri yang terdapat dalam soal. Siswa yang pintar pun lebih lebih senang mengerjakannya sendiri. Dari hal ini, terlihat interaksi antar siswa ketika belajar belum terjalin penuh.

Ketika siswa diminta menyampaikan ide dan menjelaskan hasil kerja, terdapat lebih dari sebagian siswa yang masih terlihat malu-malu, enggan, dan sulit. Tidak sedikit siswa yang tidak menanggapi atau memberikan umpan balik atas hasil presentasi temannya. Namun demikian, pada pertemuan selanjutnya sedikit demi sedikit siswa terbiasa dengan pengunaan metode Student Facilitator and Explaining dan terdapat perubahan positif dengan kemampuan komunikasi matematika siswa. Siswa antusias dan tidak malu-malu untuk menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan simbol-simbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari informasi yang diperoleh baik ketika kerja kelompok maupun pengerjaan latihan soal. Dari hal itu, terlihat terjalin interaksi lebih optimal baik antarsiswa maupun siswa dengan guru. Dengan demikian sejalan dengan teori perkembangan kognitif oleh Slavin, Abrani, dan Chambers, bahwa dengan adanya interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Selain itu, relevan dengan penelitian Musriah (2009) yang menunjukkan keaktifan atau keikutsertaan siswa mengalami peningkatan melalui metode Student

Facilitator and Explaining.

Pembelajaran pada kelas kontrol menggunakan metode konvensional. Guru menjadi pusat pembelajaran, siswa hanya memperhatikan, mencatat penjelasan guru, dan mengerjakan soal yang diberikan. Hanya siswa-siswa berkemampuan lebih yang berani dan antusias bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Siswa lain hanya diam menunggu jawaban dari temannya. Hal ini terlihat bahwa kurang terjalinnya interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan

57

belum terbiasa mampu menggali dan menggunakan informasi yang diperoleh untuk menyelesaikan masalah dalam soal tersebut secara matematis.

Selain dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika seperti hasil penelitian Heni Dwi Kusmiyati (2010) yang menunjukkan metode Student Facilitator and Explaining berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika, ternyata metode Student Facilitator and Explaining dapat pula mempengaruhi kemampuan komunikasi matematika siswa.