• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Wawancara

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 31-38)

4.1.3. Identitas Subjek 3

4.1.3.2. Hasil Wawancara

Masa lalu subjek

Pada awalnya subjek mengalami demam yang cukup tinggi dan mengira bahwa dirinya mengalami penyakit demam berdarah. Subjek di bawa ke rumah sakit dan dirawat. Ketika subjek di tes darah, dokter mengatakan bahwa dirinya positif HIV/AIDS. Subjek merasa kaget, marah dan kesal karena subjek merasa dirinya tidak pernah melakukan hubungan seksual berganti pasangan, tidak memakai narkoba tetapi subjek bisa terinfeksi HIV/AIDS.

“saya ketika itu mengalami demam yang cukup tinggi … saya dibawa ke rumah sakit untuk periksa, saya kira sih saya kena demam berdarah tetapi pas dokter periksa darah saya dan hasilnya dokter mengatakan bahwa saya positif HIV.

Saya ketika itu kaget seketika „lho saya kena HIV?‟ saya marah, saya sumpah serapah, kesel … padahal saya merasa tidak pernah melakukan hubungan seksual, pakai narkoba tapi kenapa bisa kena.”

Subjek berkonsultasi kepada dokter mengenai penyakit HIV/AIDS tersebut, dokter mengatakan kemungkinan subjek tertular HIV/AIDS dari jarum

suntik transfuse darah atau luka yang mengeluarkan darah dari penderita HIV/AIDS lainnya.

“setelah saya dirawat dua bulan di rumah sakit, saya berkonsultasi ke dokter … apa sih yang jadi penyebab saya kena HIV. Dokter bilang saat itu ada kemungkinan saya kena HIV dari jarum suntik transfusi darah yang bekas dari orang penderita HIV atau ketika saya punya luka di sekitar tubuh dan saya bersentuhan darah dari luka penderita HIV dan darah itu masuk ke luka saya.”

Ketika itu subjek memiliki dendam yang sangat dalam sekali. Subjek memiliki niat untuk menyebarkan virus HIV tersebut kepada orang lain agar orang lain juga bisa merasakan apa yang dia rasa. Tetapi niatnya tersebut di batalkan oleh subjek karena melakukan hal tersebut tidak membuat dirinya sembuh.

“iya saya dulu pernah ada rasa dendam … ketika itu kan emosi lagi bener-bener meletup ya. Pengen rasanya nyebarin virus ini ke orang lain, caranya anda ingat isu yang katanya ada jarum HIV di bioskop-bioskop? Nah… itu yang tadinya saya pengen lakuin, nyebar jarum ke bangku-bangku bioskop tapi hmmm… saya pikir itu ga bisa nyelesain masalah dan ya sudahlah biarkan ini saya yang rasa. Emosi ketika itu ya naik turun aja.”

Subjek ketika itu masih pacaran dengan mantan suaminya, subjek tidak berani mengatakan mengenai hal itu kepada pacarnya. Sampai pernikahan memasuki yang ke dua tahun, akhirnya subjek berani mengatakan kepada mantan suaminya bahwa dirinya terinfeksi HIV/AIDS. Respon mantan suami subjek ketika itu langsung kaget dan marah karena mantan suaminya menyesali subjek yang tidak membicarakan masalah ini pada saat pacaran.

“saat masih pacaran saya tidak berani untuk cerita ke pacar saya karna saya sudah cinta sekali dengan dia, saya tidak mau pacar meninggalkan saya karna saya kena penyakit ini. Singkat kata saya menikah dengan dia dan ketika pernikahan kami masuk ke usia 2 tahun saya memberanikan diri untuk cerita ke dia dan hmmm… dia kaget dan marah sama saya. Kata dia kenapa saya tidak menceritakan ini semua dari awal dan saya ngasih penjelasan panjang lebar bla..bla..bla.. sama dia. Dia kecewa sama saya.”

Ketika memasuki pernikahan dua tahun setengah, mantan suami subjek menggugat cerai dengan alasan karena mantan suaminya takut tertular HIV/AIDS.

Keluarga juga menolak saya untuk tinggal di rumah dan subjek memilih tinggal di suatu rumah kontrakan di daerah Balaraja. Hingga sampai saat ini subjek belum dikarunia buah hati.

“masuk pernikahan ke dua tahun setengah, suami menggugat cerai saya dengan alasan katanya dia takut tertular HIV dan dia merasa kecewa karna tidak terbuka mengenai masalah ini. Ya saya terima gugatannya … akhirnya kami bercerai. Saya balik ke rumah orang tua dan ternyata keluarga menolak saya … mereka takut tertular dan merusak nama baik keluarga dan… oke saya memilih untuk tinggal di rumah kontrakan ini … seorang sendiri hmmm…”

Tahap Derita

Ketika subjek pertama kali mengetahui dirinya terinferksi HIV/AIDS, subjek merasa kaget, marah dan kesal karena dirinya merasa tidak pernah melakukan hubungan seksual berganti pasangan, mengunakan narkoba tetapi subjek bisa terinfeksi HIV/AIDS. Timbul rasa dendam ketika itu di dalam diri subjek, subjek menularkan virus HIV tersebut kepada orang lain tetapi keinginannya tersebut di batalkan oleh subjek karena subjek berpikir percuma saja hal tersebut dilakukan karena tidak menyelesaikan masalah subjek.

Subjek tinggal di sebuah rumah kontrakan di Balaraja Tangerang. Ada rasa kesepian di dalam hidup subjek, hidup seorang diri, merasa terasingkan, tanpa seorang suami, tidak ada keluarga dan belum dikaruniakan anak. Subjek membutuhkan dukungan dari orang-orang yang di cintai.

“saya tinggal disini sendiri, tidak ada suami, tidak ada anak … kesepian ya pasti ya. Paling kakak saya main kerumah untuk sekedar ngobrol … kalau bapak sama mamah paling main ya… sebulan atau dua bulan sekali. Gini

sebenernya bapak sama mamah hanya menolak saya tinggal dirumah tapi saya yakin bahwa mereka masih sayang sama saya. Tapi tetep aja saya butuh dukungan dari mereka … saya merasa ketika pas awal-awal saya tinggal disini merasa sepi sekali, ibaratnya tidak ada yang ngedorong saya dari belakang … serasa di belakang kosong dan gelap.”

Tetangga di lingkungan subjek yang baru ini sudah mengetahui dirinya terinfeksi HIV, mereka mau menerima subjek tetapi masih ada rasa takut ketika mereka tidak mau mengunakan alat makan yang sama. Hal tersebut di maklumkan oleh subjek karena sebagian masyarakat belum memahami secara utuh edukasi tentang HIV/AIDS.

“tetangga baru saya disini sudah mengetahui diri saya terinfeksi HIV … respon mereka bagus. Mereka sering ngobrol dengan saya tetapi ada sedikit ketakutan dari mereka seperti memisahkan gelas saya dan yang paling lucu adalah saat mencicipi makanan, ada seorang ibu yang tidak mau mencicipi makanan dengan piring saya hehehe saya Cuma ketawa dan berlapang dada aja hehehe

… tapi saya maklumin hal-hal kayak gitu karna saya pikir mereka belum paham banget sama pengetahuan tentang penularan HIV … ini yang menyebabkan stigma dan diskriminasi di masyarakat masih berkembang.”

Penerimaan diri

Subjek secara perlahan sudah mulai bisa menerima kondisinya yang terinfeksi HIV/AIDS. Subjek saat ini lebih menatap jauh ke depan, bersosialisasi dengan lingkungan agar subjek bisa berkontribusi serta di terima di masyarakat.

“ya sedikit demi sedikit saya sudah mulai bisa menerima kondisi saya … pelan-pelan aja hehehe. Ngobrol sama orang lain adalah cara yang ampuh bagi saya untuk bisa menerima diri karna gini ketika orang lain udah welcome sama saya toh saya harus nerima diri saya sendiri juga kan. Kontribusi di masyarakat juga punya andil yang cukup besar juga untuk ya… ngilangin kesepian saya.”

Subjek lebih meluangkan waktu untuk sharing-sharing tentang diri subjek kepada teman-temannya agar mereka tetap harus berhati-hati terhadap penyakit

HIV/AIDS. Yang terpenting bagi subjek adalah selain diri subjek bisa menerima kondisinya, lingkungan juga mau menerima kondisi subjek saat ini.

“saya lebih sering sharing-sharing sama temen tentang HIV/AIDS, saya cerita tentang pas saya kena HIV, cara penularannya dan cara menanganinya. Bagi saya gini lho… ketika orang sudah interest sama saya maka saya juga harus lebih semangat dalam memberikan cerita-cerita saya. Karna saya seneng ngasih edukasi tentang HIV ini agar orang lain lebih berhati-hati … perlu di

Subjek merasa HIV/AIDS itu tidak identik dengan kematian, tergantung bagaimana seseorang bisa bangkit dan bergerak menjadi lebih baik lagi menjaga kesehatan jasmani dan kesehatan rohani adalah hal yang terpenting untuk bisa tetap bertahan di dunia ini.

“yang dapat saya ambil dari HIV ini adalah HIV tidak identik dengan kematian, banyak orang dulu mengatakan kalau orang kena HIV brarti end … sekarang yang penting adalah bagaimana kita bisa survive di dunia ini … caranya ya jaga kesehatan jasmani kayak olahraga, minum vitamin, obat dan rohaninya ya kita berdoa sama Tuhan.”

Selain itu, subjek memaknai peristiwa di masa lalunya adalah tentang nilai arti kejujuran terhadap pasangan. Subjek merasa telah mengecewakan mantan suaminya dengan tidak bercerita terus terang mengenai penyakit yang di alaminya.

“yang jadi pelajaran saya adalah mengecewakan mantan suami. Saya baru mikir sekarang bahwa nilai kejujuran itu sangat lah penting apalagi dalam hubungan rumah tangga … saya dulu mikir bahwa saya tidak menceritakan ini semua karna takut kehilangan tapi ternyata dengan saya tidak jujur lah saya

kehilangan orang yang saya cintai. Tapi saya mikir lho… brarti dia tidak mencintai saya apa adanya hmmm… sudahlah ya… hehehe…”

Subjek juga memiliki tujuan hidup ke depan, subjek ingin mendapatkan suami yang bisa mencintai dirinya dengan kondisi subjek yang terinfeksi HIV/AIDS agar subjek bisa memliki anak yang dapat menemani dirinya.

“Tujuan saya punya suami lagi yang bisa mencintai saya … dari suami itulah saya bisa memiliki anak yang lucu, saya pengen sekali punya anak … bisa bobo bareng dia tiap malem, ada yang nemenin lah.”

Realisasi makna

Subjek memiliki kegiatan rutin setiap harinya yaitu sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta di serang Banten. Bagi subjek pekerjaan tersebut bisa menjadi penghilang rasa sepi dari orang-orang yang subjek cintai serta pekerjaan tersebut bisa menghidupi dirinya.

“saya bekerja di perusahaan swasta di serang banten. Pekerjaan tersebut ya…

setidaknya bisa menjadi aktivitas saya, penghilang rasa sepi di rumah dan tentunya bisa menghidupi saya hehehe.”

Pekerjaan tersebut bagi subjek sangat menyenangkan karena subjek bisa berinteraksi dengan rekan kerja, rekan kerjanya sangat terbuka sekali terhadap subjek, mereka menerima keadaan subjek sebagai penderita HIV/AIDS. Mereka mau menjadi partner kerja, teman berbincang serta sebagai tempat curahan hati subjek. Subjek merasa kondisi pekerjaan di tempatnya tersebut dapat menghilangkan rasa sedih yang dialami subjek.

“sangat menyenangkan kerja di perusahaan itu, teman-teman welcome sama saya … saya cerita ke mereka kalau saya HIV, tanggapannya sampai saat ini positif aja … mereka bisa diajak jadi partner kerja sampai jadi teman curhat.”

Nilai penghayatan

Subjek sebagai seorang umat kristiani yang taat, subjek selalu pergi ke gereja setiap akhir pecan untuk meminta pengampunan kepada Tuhan atas kehidupan yang subjek jalani. Subjek selalu berbincang dengan pendeta agar mendapatkan nilai-nilai kehidupan.

“setiap minggu saya selalu pergi ke gereja untuk berdoa kepada Tuhan Yesus agar meminta pengampunan dosa. Saya juga berbincang dengan pendeta mengenai diri saya, apa yang saya harus lakukan ke depannya. Saya yakin Tuhan Yesus selalu memberkati saya dan membangkitkan semangat saya.”

Subjek juga masih sangat mencintai mantan suaminya dan juga keluarga subjek. Keluarga subjek meski berbeda tempat tinggal tetapi masih sering bermain ke rumah subjek dan memberikan semangat.

“saya sudah sangat mencintai mantan suami saya … meski sekarang dia sudah berumah tangga lagi dengan wanita lain. Apa boleh buat lah, yang penting ini semua demi kebaikkan dia. Saya juga masih mencintai keluarga saya … bapak sama mamah dan kakak yang masih memberikan semangat kepada saya … kangen banget sama mereka.”

Kehidupan bermakna

Subjek saat ini menjadi seseorang yang lebih bersemangat dalam menjalani hidup karena dirinya selalu menjaga hubungan terhadap Tuhan dan sesama manusia lainnya.

“kemarin, hari ini, dan esok semoga saya menjadi seorang yang tetap terus semangat … karena diri saya tetap menjaga hubungan baik dengan Tuhan dan sesame manusia yang lainnya.”

Tetapi subjek merasa masih ada yang kurang di dalam hidup ini yaitu seorang suami dan anak-anak. Subjek memiliki harapan untuk bisa memiliki

suami yang mau mendampingi subjek dan memiliki anak-anak yang lucu, sehat dan ceria. Subjek merasa apabila dirinya berada di sekeliling orang-orang yang dicintai maka subjek akan merasa lebih kuat, menjadi wanita tangguh dan tentunya ada kebahagiaan di dalam dirinya.

“walaupun saya semangat tetapi di hati kecil saya menginginkan sosok suami yang bisa mendampingi saya … saya bisa memliki anak-anak yang lucu, sehat dan ceria. Itu harapan sederhana saya yang bisa membuat saya lebih kuat lagi nantinya.

Subjek memiliki pesan kepada para penderita HIV/AIDS, tetap semangat kepada para penderita HIV/AIDS. Kepada masyarakat saat ini harus bisa mawas diri terhadap apa yang menjadi sumber penyakit HIV/AIDS, selalu berhati-hati terhadap alat kesehatan yang sejenis jarum suntik.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 31-38)

Dokumen terkait