• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Identitas Subjek 1

4.1.1.1. Hasil Observasi

Subjek seorang ibu rumah tangga yang berusia 37 tahun. Subjek

memiliki tinggi badan sekitar 165 cm, subjek mengunakan jilbab berwarna abu- abu dan memiliki kulit sawo matang. Di tangan subjek terdapat luka goresan yang sudah mulai sembuh.

Subjek seorang ibu yang ramah. Pada saat pertama kali peneliti bertemu dengan subjek di sebuah rumah kontrakan berukuran sekitar 3 x 7 meter, bersama anaknya subjek menerima kedatangan peneliti dengan sangat baik. Subjek sangat

Nama Inisial S.R

Umur 37 Tahun

Agama Islam

Status Cerai Mati memiliki anak Pekerjaan Pedagang nasi uduk

(2)

murah senyum dan komunikatif dalam menceritakan kegiatan rutinnya setiap hari bersama anaknya. Subjek juga tidak segan dalam menceritakan keadaan keluarga.

Pada saat pertemuan kedua, subjek bersedia menceritakan pengalaman masa lalunya saat masih memliki suami dan ketika tinggal di rumah ibu mertuanya. Ketika peneliti bertanya mengenai pertama kali subjek terinfeksi HIV, subjek meneteskan air matanya dan menjawabnya dengan terbata-bata. Subjek menceritakannya dengan sangat detail sekali. Subjek terus menangis ketika dirinya menceritakan saat-saat mendapatkan perlakukan diskriminatif dari ibu mertuanya dan ditambah ketika suami meninggal dunia. Subjek sangat kehilangan suami yang dicintainya karena sesekali subjek terus memandangi foto suaminya yang terpajang di dinding ruang tamu subjek. Setelah wawancara pada pertemuan kedua selesai, subjek meneruskan membuat pesanan donat untuk pengajian pada malam jumat di masjid dekat rumahnya.

Pada pertemuan ketiga, peneliti melihat kegiatan subjek berdagang nasi uduk di pasar sentiong pada pukul 07.00 pagi. Subjek sangat cekatan dalam melayani pembelinya dan sesekali subjek menebar senyumnya untuk mengucapkan terima kasih kepada para pembelinya. Interaksi subjek dengan para pedagang lainnya tampak akrab, terkadang subjek berbincang kepada para pembelinya yang makan di tempat. Ketika tidak ada pembeli yang datang, peneliti hanya berbincang ringan dengan subjek sambil menikmati nasi uduk buatannya.

(3)

4.1.1.2. Hasil Wawancara

Masa lalu subjek

Subjek A pada masa lalunya sebagai seorang ibu rumah tangga yang tinggal di rumah ibu mertua bersama suaminya. Suaminya memliki latar belakang pekerjaan sebagai seorang supir truk pengangkut kayu lintas Sumatera. Subjek menikah dengan suaminya pada usia 24 tahun dan di karunia seorang anak laki- laki. Suami subjek jarang sekali berada dirumah, suaminya hanya pulang 5 hari sekali.

“ saya nikah dengan suami pas umur 24 tahun mas … hmm sekarang udah punya anak satu … suami saya kan supir truk mas yang ngangkut kayu dari bitung ke daerah Palembang. Pulangnya 5 hari sekali mas. Kangen lah mas sama suami kalo dia ga pulang-pulang hehehe… pikirannya was-was aja saya mah.”

Subjek tinggal di rumah mertua bersama ibu dan ayah dari suami subjek serta adik-adik dari suaminya. Subjek dan suami belum mampu untuk membeli rumah atau sekedar mengontrak rumah karena penghasilan yang dimiliki oleh suami subjek masih belum mencukupi saat di rumah mertua. Ketika masih di rumah mertua, subjek membantu mertuanya berdagang makanan kecil dan bahan- bahan sembako di depan rumahnya.

“waktu itu saya sama alm. suami tinggal di rumah mertua bareng sama orang tua suami dan adek-adeknya mas. Hmmm… waktu itu saya sama suami belum bisa beli rumah atau ngontrak mas karna kerjaan suami Cuma supir truk, kaga cukup buat ngontrak. Buat makan aja udah alhamdullilah hehehe… di rumah mertua saya bantuin jualan makanan kecil gitu mas kayak chiki, wafer sama barang sembako kayak beras, minyak goreng, bumbu dapur hmmm macem- macem deh mas. Ya saya mah tau diri aja udah numpang masa ga bantu-bantu hehehehe.”

(4)

Pada awal subjek terinfeksi HIV/AIDS diketahui karena subjek sering mengalami sakit-sakitan seperti panas, batuk, dan flu. Subjek memutuskan untuk memeriksakan diri ke puskesmas dan ketika melakukan cek darah dokter mengatakan bahwa subjek positif HIV/AIDS.

“awalnya saya sakit panas, batuk sama pilek mas … panas saya tinggi tiap malem dan saya takutnya kena demam berdarah akhirnya saya ke puskesmas.

Pas di cek darah katanya saya kena HIV mas … saya disuru mastiin ke rumah sakit untuk uji lab katanya.”

Subjek langsung shock dan kaget dengan status positif HIV, subjek merasa dirinya bukanlah seorang pekerja seks tetapi bisa terkena penyakit tersebut.

Subjek juga merasa tidak melakukan hubungan seksual dengan siapapun terkecuali dengan suaminya. Subjek langsung menanyakan kepada suaminya tentang penyakit tersebut dan akhirnya suaminya mengakui bahwa dirinya sering melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks saat dirinya bekerja sebagai supir truk.

“saya langsung kaget mas… shock berat. Saya ngerasa bukan PSK tapi kenapa saya bisa kena HIV ya … saya hubungan intim sama suami doang mas. Pas itu saya langsung Tanya ke suami saya, saya paksa dia buat ngaku, saya teken terus … ya akhirnya dia ngaku juga. Katanya suami saya maen sama PSK saat nganter kayu ke lintas sumatera mas. Saya marah mas, kenapa dia ngelampiasinnya ke cewe laen. Akhirnya saya bawa dia ke puskesmas untuk cek darah dan dokter bilang kalo suami saya kena HIV juga.”

Suami subjek meninggal pada usia 35 tahun karena penyakit demam yang berkepanjangan. Di saat subjek membutuhkan dukungan dan membesarkan anaknya, subjek malah ditinggalkan suami untuk selamanya.

“suami meninggal karna sakit panas, panasnya ga turun-turun beberapa minggu. Kalo siang adem, malem panas lagi. Saya minumin obat panas aja mas tapi ga sembuh-sembuh. Akhirnya suami meninggal bulan desember 2012.

Usianya udah 35 tahun mas. Saya sedih mas … pas saya kena penyakit ini

(5)

suami malah ninggalin saya untuk selamanya. Ga ada yang nemenin saya lagi apalagi anak masih kecil mas.”

Mertua dan keluarga dari suami sudah mengetahui dirinya terinfeksi HIV.

Sikap mertua dan keluarga mulai mengarah kepada stigma dan diskriminasi seperti memisahkan piring, sendok dan gelas yang subjek gunakan. Mertua juga sudah mulai sinis terhadap subjek.

“semenjak suami meninggal ya mas, ibu mertua mulai sinis gitu ngeliat saya … piring, sendok dan gelas aja saya dibedain. Saya jadi sering di kamar aja mas

… tertekan saya mas kalo di rumah mertua.”

Karena sudah tidak nyaman dengan situasi di rumah mertua, subjek memutuskan untuk meninggalkan rumah mertua dan tinggal di sebuah rumah kontrakan di daerah kresek Balaraja. Subjek menata hidup baru bersama anaknya.

“saya lama-lama ga kuat mas di rumah mertua … anak saya juga diperlakuinnya beda, kurang di sayang gitu sama neneknya. Saking udah ga kuatnya saya pindah mas, saya izin sama ibu mertua untuk pindah. Saya pindah ke rumah kontrakan ini mas. Deket pasar kresek mas … enak bisa sekalian jualan. Ini rumah ngontrak awalnya pake uang tabungan saya sama suami mas. Ya lumayan lah dikit-dikit cukup mas hehehe. Untuk nyambung hidup saya jualan nasi uduk mas … lumayan saya dikit-dikit bisa masak mas hehehe.

Tahap derita

Ketika subjek mengetahui dirinya terinfeksi HIV/AIDS, subjek merasa perasaannya hancur dan menjadi pemurung. Dirinya merasa malu untuk keluar rumah. Subjek juga takut apabila anaknya tertular HIV/AIDS juga.

“pas saya tau kena HIV … saya kaget mas, disitu saya langsung ngerasa hancur mas hidup. Saya Cuma ibu rumah tangga biasa tapi kenapa bisa kena HIV … awalnya saya marah banget sama suami … dia nularin penyakit itu ke saya. Badan saya sering lemes mas, saya sering tiduran aja di kamar … ngurungin diri aja sama anak … males ngapa-ngapain mas rasanya.”

(6)

Ketika suami meninggal, subjek merasa hidupnya tidak berarti lagi karena subjek merasa tidak ada yang memberi semangatnya. Di tambah dengan mertua dan tetangga yang mengarah pada diskriminasi.

“pas suami saya meninggal, saya makin terpukul mas … udah ga ada yang ngasih semangat lagi mas. Berasa hidup seorang diri … rasanya hidup udah ga berarti lagi mas. Mertua udah sinis sama tetangga juga sering ngomongin saya di belakang mas … saya mah diem aja mas … mau lawan ya gimana.”

Subjek juga memiliki ketakutan tidak bisa merawat dan membesarkan anaknya karena subjek tidak bekerja dan selama ini hanya mendapat nafkah dari suaminya. Subjek hanya memiliki tabungan yang hanya bisa menghidupi kebutuhan sehari-harinya.

“ya saya takut aja mas ga bisa ngerawat anak karna saya ga kerja mas … dapet uang aja dari suami saya dulu. Mau kerja juga kerja apa ya mas … saya lulusan SMP umur udah 37. Cuma bisa ngandelin suami nyari uang. Waktu itu saya punya pikiran kalo anak saya ga bisa makan mas.”

Penerimaan Diri

Semenjak subjek tinggal bersama anaknya di rumah kontrakan dirinya mulai bisa menerima keadaan yang dialaminya. Bagi subjek yang terpenting adalah bisa menghidupi anaknya sampai besar dan selalu berdoa kepada Tuhan yang maha esa.

“ya pas saya pindah ke rumah kontrakan berasa memulai hidup baru lagi aja.

Sekarang tinggal sama anak doang. Ga ada ibu mertua yang sinis, tetangga baru … yang penting sekarang mah saya bisa ngerawat anak, bisa sampe gede biar jadi anak yang sukses … jangan kayak ibu bapaknya lah yang penting hehehe … saya juga terus berdoa sama allah biar bisa dikasih umur panjang, rezeki yang melimpah sama di kasih kesehatan amiin.”

Subjek merasa bersyukur karena karena allah memberikan ujian kehidupan ini karena allah masih sayang kepada subjek dan anaknya. Subjek merasa yang

(7)

terpenting saat ini adalah masih bisa diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan ini meski dalam kondisi dirinya terinfeksi HIV/AIDS.

“sekarang mah bersyukur aja mas, saya juga mikirnya kalo allah ngasih ujian ini karna allah sayang sama saya dan anak saya. Yang penting mah jaga kondisi kesehatan biar bisa tetep ngerawat anak sampe gede. Ga apa-apa saya HIV mas yang penting saya tetep sehat aja.”

Hal yang menurut subjek paling berharga adalah anaknya. Bagi subjek anaknya yang menjadi semangat subjek untuk tetap bertahan hidup dan menerima kehidupan yang di jalaninya.

“anak yang paling berharga bagi hidup saya mas, dia itu penyemangat saya … semoga dia kalo udah gede bisa bahagiain ibunya.”

Penemuan Makna

Subjek memaknai peristiwa yang dialami oleh dirinya dengan berpikir bahwa masalah hidup ini adalah bentuk cobaan yang diberikan allah kepada dirinya dan dirinya harus bisa menerima keadaan hidup ini dengan cara bersyukur atas setiap nikmat yang allah berikan.

“hmmm…ya saya mikirnya mah apa yang saya terima sekarang harus saya jalanin, masalah hidup ini kan cobaan dari allah ya mas, allah brarti masih sayang sama saya … jadi saya terima aja dan tetep bersyukur.”

Subjek memiliki tujuan hidup ke depannya seperti bisa membahagiakan anaknya, mencukupi kebutuhan anak, anak harus memiliki pendidikan yang setinggi-tingginya dan bisa menjadikan hidup ini lebih berarti.

“ya sekarang mah yang penting bisa nyukupin kebutuhan anak, anak saya harus sekolah yang setinggi-tingginya mas biar bisa bikini bunya bangga.”

(8)

Subjek juga menginginkan tetap berdagang nasi uduk di pasar sentiong agar bisa memenuhi kebutuhan hidup. Subjek berharap dengan berdagang nasi uduk dirinya bisa membangkitkan kepercayaan diri terhadap lingkungan.

“ya semoga saya bisa terus dagang nasi uduk mas, karna itu sumber kehidupan saya … darimana lagi saya bisa nyari uang kalo bukan dari dagang nasi uduk.

Jualan nasi uduk ini juga bisa ngebuat saya kenal sama lingkungan mas … kalo dulu pas di rumah mertua saya cuma bisa diem di kamar, nangis,sedih.

Kalo sekarang saya bisa kenal orang, ngobrol sama penjual lain. Lebih seneng lah mas sekarang hehehe.”

Realisasi makna

Subjek melakukan kegiatan-kegiatan terarah seperti berdagang nasi uduk setiap pagi di pasar sentiong Balaraja serta menerima pesanan kue pengajian di lingkungan sekitar rumahnya. Hal tersebut dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan anak dan dirinya, hal tersebut dilakukan agar dirinya tidak selalu meratapi keadaan yang dialami.

“saya kan ibu rumah tangga biasa mas paling kerjaannya nyuci, masak, nyapu dan ngepel. Saya setiap pagi jualan nasi uduk dan kadang suka dapet pesenan buat kue pengajian mas kayak lontong isi, onde-onde sama lemper paling mas.”

Subjek sangat senang sekali menjalani kegiatan tersebut karena dirinya mendapat kepercayaan dari tetangga-tetangganya untuk membuat kue pengajian.

Menurut subjek, tetangganya dapat menerima keadaan dirinya seperti saat ini dan memberdayakan dirinya sebagai seorang terinfeksi HIV/AIDS.

“ya selama pekerjaan saya halal mah saya seneng-seneng aja mas. Tetangga saya yang baru ini lebih nerima saya mas … mereka tau saya HIV mas, saya cerita sama mereka tapi mereka ga ngejauhin saya mas. Setiap bulan saya kumpul-kumpul arisan RT sama tetangga di sini mas. Saya seneng mas dapet kepercayaan untuk nerima pesenan kue pengajian ya buat nambah-nambah penghasilan hehehe. Mereka mau makan makanan buatan saya mas. Seneng makanya saya mas.”

(9)

Nilai penghayatan

Setelah subjek terinfeksi HIV/AIDS, subjek menjadi seorang muslim yang taat. Subjek menjadi rajin sholat dan selalu berdoa kepada allah untuk meminta ampun atas kehidupan yang terjadi pada dirinya.

“semenjak saya kena HIV mas, saya jadi rajin sholat mas, berdoa minta sama allah agar selalu diberikan kemudahan dan berkah mas. Saya juga selalu berdoa agar anak saya engga tertular HIV juga, bisa hidup mapan dia nanti kalo udah gede.”

Subjek juga masih memiliki nilai cinta kasih sayang terhadap alm.

suaminya. Subjek menganggap bahwa biarpun suaminya telah menularkan penyakit HIV kepada dirinya tetapi subjek masih sangat mencintainya dan saat ini masih ada rasa kehilangan sosok suami di dalam dirinya.

“ya seburuk-buruknya suami saya mas … saya masih cinta sama almarhum suami saya. Dia udah menafkahi saya, waktu itu nyemangatin saya juga … ya sekarang dia udah damai mas disana.”

Dengan subjek mendekatkan diri kepada allah, subjek merasa sudah dapat menerima keadaan dirinya dan bisa lebih menjalani kehidupan yang lebih baik lagi serta selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan allah kepada dirinya.

Kehidupan Bermakna

Subjek saat ini lebih memiliki semangat hidup, semangatnya direalisasikan ke dalam pekerjaan subjek sebagai pedagang nasi uduk dan membuat kue pesanan pengajian. Makna hidupnya di dapatkan dari pekerjaan dan rasa syukur subjek kepada sang pencipta.

(10)

“saat ini saya lebih bersyukur mas … lebih bersemangat nyari uang buat hidup anak. Merasa seneng karna tetangga mau menerima saya. Apa jadinya mas saya kalo dulu masih tinggal di rumah mertua, saya bisa stress mas, terpuruk banget pastinya.”

Subjek memiliki harapan ke depannya untuk menjalani kehidupan yang lebih baik lagi. Serta berharap penyakitnya tersebut bisa di sembuhkan dan subjek berpesan kepada para penderita HIV/AIDS terutama ibu rumah tangga bahwa sebagai seorang istri lebih dapat mengontrol perilaku seksual suami serta harus tetap tabah dalam menjalani kehidupan ini.

“semoga saya bisa ngejalanin kehidupan ini yang lebih baik lagi ya mas … bisa ngebahagiain anak sampe anak saya besar nanti. Semoga penyakit yang ada di dalam diri saya ini bisa sembuh atau ya… membaiklah mas. Pesan saya sih kita sebagai istri harus bisa ngontrol suami kita agar engga maen sama PSK mas dan buat yang udah kena penyakit HIV ini kita harus sabar dan tabah aja buat ngejalaninnya.”

4.1.1.3. Analisis Kasus Subjek 1

Menurut subjek dirinya terinfeksi HIV/AIDS kerena tertular oleh suami yang sering melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks saat suaminya bekerja sebagai sopir truk di lintas Sumatera. HIV hanya ditularkan dari orang satu kepada yang lainnya melalui pertukaran cairan tubuh seperti darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu (Yatim, 2001). Kemungkinan subjek tertular HIV pada saat berhubungan seks dengan suami yang sudah terlebih dahulu terinfeksi HIV.

Ketika pertama kali subjek mengetahui dirinya terinfeksi HIV, subjek mengalami shock yang berat, perasaannya hancur dan menjadi pemurung.

Penderitaannya tersebut bertambah ketika suaminya meninggal, subjek berada di dalam masa crisis dimana subjek sudah merasa hidupnya tak berarti lagi karena

(11)

subjek merasa hidupnya tak ada lagi yang memberikan semangat kepada dirinya.

Perlakuan mertua yang diskriminatif membawa subjek pada masa isolation.

Subjek merasa tidak mendapatkan dukungan sosial dari keluarga dan di tambah dengan ketakutan subjek tidak bisa merawat serta membesarkan anaknya karena subjek tidak bekerja.

Keputusan subjek untuk meninggalkan rumah mertuanya membuat hidup subjek tenang dan tidak tertekan. Subjek memilih tinggal bersama anaknya di suatu rumah kontrakan. Keputusan subjek merupakan suatu pilihan yang dimiliki manusia, bahwa manusia memliki kebebasan untuk menentukan apa yang dianggap penting dan baik bagi dirinya. Subjek yang awalnya merasa sedih dan tertekan mampu mengubah sikap dengan lebih tabah dan ikhlas. Bagi subjek yang terpenting adalah bisa menghidupi anaknya sampai besar dan selalu bersyukur atas kehidupan yang diberikan Allah kepada dirinya meski dalam kondisi dirinya terinfeksi HIV/AIDS.

Proses penerimaan diri telah membuat subjek menjadi lebih ikhlas.

Menurut Frankl, ketika seseorang dihadapkan pada suatu peristiwa yang tidak menyenangkan atau suatu penderitaan, sedapat mungkin jika dapat di hindari atau diatasi maka kita perlu mengatasinya. Namun demikian, jika penderitaan itu adalah suatu yang tidak dapat diubah maka kunci untuk dapat menemukan makna hidup adalah dengan menerimanya (Frankl, 2003).

Menurut Frankl penderitaan itu adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari maka segala sesuatu harus diterima dan mencari apa makna dibaliknya akhirnya

(12)

subjek mampu menemukan makna dari peristiwa yang dialaminya. Subjek memaknai peristiwa yang dialaminya dengan berpikir bahwa masalah hidup ini adalah bentuk cobaan yang diberikan Tuhan kepada dirinya dan dirinya harus bisa menerima keadaan hidup ini dengan cara bersyukur atas setiap nikmat yang Tuhan berikan.

Penemuan makna hidup akan memberikan pedoman dan arah hidup subjek dalam menentukan tujuan hidup. Tujuan hidup subjek adalah dapat membahagiakan anaknya, mencukupi kebutuhan anak dan bisa menjadikan hidup ini lebih berarti lagi.

Makna hidup yang diperoleh subjek bersumber dari Creative Values dimana subjek melakukan kegiatan-kegiatan terarah dengan berdagang nasi uduk setiap pagi di pasar sentiong Balaraja serta menerima pesanan kue pengajian di lingkungan sekitar rumahnya. Subjek sangat senang menjalani kegiatan tersebut karena dirinya mendapat keprcayaan dari tetangga-tetangganya untuk membuat kue pengajian. Experiential Values juga membantu subjek dalam menemukan makna hidup dengan selalu berdoa kepada Allah untuk memohon ampun atas kehidupan yang terjadi pada dirinya.

Menurut Frankl, manusia berbicara kepada Tuhan melalui doa dan ibadah, sedangkan Tuhan menurunkan petunjuknya kepada manusia antara lain melalui ilham, dan ilham ini pada kenyataannya sering berupa suatu pemahaman utuh dan menyeluruh (insight) atas suatu masalah, termasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan diri sendiri (self insight). Musibah dianggap sebagai ujian Tuhan

(13)

yang harus dijalani dengan sabar dan tabah karena yakin bahwa dibalik peristiwa itu ada hikmahnya. Sikap hidup seperti inilah tampaknya yang merupakan salah satu unsur ketahanan peribadi dalam menghadapi berbagai peristiwa tragis.

Attitudinal Values juga membantu subjek untuk menerima dengan tabah dan

ikhlas segala bentuk penderitaan.

Ketika subjek dapat menerima dan menjalani kehidupan ini dengan lebih semangat maka subjek telah berhasil mencapai kebermaknaan hidup yang ditandai dengan gairah hidup, semangat hidup, tujuan hidup jelas, kegiatan terarah dan tabah dalam menghadapi penderitaan. Manusia pada hakikatnya memiliki harapan di masa mendatang. Melalui penemuan makna dan penghayatan hidup subjek memliki harapan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik lagi dan bisa membahagiakan anak sampai besar nanti.

Melalui harapan dapat diketahui bahwa subjek telah mampu menemukan makna hidup sehingga memiliki tujuan untuk kehidupan mendatang. Harapan subjek juga bisa menjadi sumber makna hidup berupa Hopeful Values.

Pengharapan mengandung makna hidup karena adanya keyakinan akan terjadinya perubahan yang lebih baik, ketabahan menghadapi keadaan buruk saat ini dan sikap optimis menyongsong masa depan (Bastaman, 2007).

Menurut Frankl, jika makna hidup berhasil ditemukan oleh seseorang maka akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness). Setelah subjek berhasil menemukan makna hidup dan menghayatinya maka kebahagiaan adalah

(14)

implikasinya. Subjek merasa bahagia dengan kondisinya saat ini dan memiliki semangat, semangatnya tersebut direalisasikannya ke dalam pekerjaan subjek sebagai penjual nasi uduk dan membuat pesanan kue. Bagi subjek yang terpenting adalah dapat mencukupi kebutuhan hidup subjek dan anaknya.

Adapun tema yang muncul pada subjek 1, secara ringkas dapat dilihat dalam tabel 1 sebagai berikut :

No Tema Analisa

1 Tahap derita Subjek merasa perasaannya hancur, menjadi pemurung, merasa malu dan takut anaknya tertular HIV/AIDS juga.

Ketika suaminya meninggal, dirinya merasa tidak berarti lagi karena tidak ada yang memberinya semangat.

2 Tragic Events Sikap mertua yang mulai mengarah kepada stigma dan diskriminasi seperti memisahkan alat makan subjek dan mertua juga sudah mulai sinis terhadap subjek.

3 Kebebasan Subjek memilih untuk meninggalkan rumah mertuanya dan menjalani hidup baru serta lingkungan yang baru di rumah kontrakannya.

4 Dukungan Sosial

Subjek mendapatkan dukungan serta kepercayaan dari lingkungan untuk membuat pesanan kue pengajian 5 Penerimaan Diri Subjek menerima kondisinya sebagai penderita HIV dan

tetap bersyukur kepada Tuhan serta menerimanya

(15)

dengan penuh ketabahan.

6 Penemuan Makna

Subjek memaknai peristiwa hidupnya sebagai cobaan yang diberikan Tuhan kepada dirinya dan tetap bersyukur menjalaninya.

7 Tujuan Hidup Subjek ingin membahagiakan anaknya, mencukupi kebutuhan anak dan anak harus memiliki pendidikan yang tinggi serta menjadikan hidup ini berarti.

8 Realisasi Makna Subjek berdagang nasi uduk dan menerima pesanan kue pengajian. Hal tersebut dilakukan agar subjek tidak selalu meratapi keadaan yang dialami

9 Kebermaknaan hidup

Subjek menjadi lebih semangat, makna hidupnya di dapatkan dari pekerjaannya dan tetap bersyukur kepada Tuhan.

10 Harapan Dapat menjalani kehidupan yang lebih baik serta berharap penyakitnya bisa di sembuhkan.

11 Bahagia Subjek merasakan kebahagiaan sebagai efek dari makna

(16)

4.1.2. Identitas Subjek 2

4.1.2.1. Hasil Observasi

Subjek seorang ibu rumah tangga yang masih berusia 24 tahun. Subjek memiliki paras yang cantik, memiliki tinggi badan sekitar 170 cm, memiliki kulit putih dan rambut panjang lurus.

Saat pertemuan pertama, peneliti bertemu dengan subjek di sebuah mall di daerah Tangerang. Subjek tampak terlihat lelah karena baru saja pulang dari tempat kerjanya. Subjek baru sedikit terbuka dalam menceritakan pengalaman masa lalunya. Subjek mulai menceritakan ketika masa-masa pacarannya saat peneliti mengantarkannya pulang ke rumah mengunakan sepeda motor. Subjek juga mulai menceritakan ketika orang tua subjek tidak menyetujui dirinya dengan pacarnya dulu. Subjek mulai terlihat terbuka.

Nama Inisial D.R

Umur 24 Tahun

Agama Islam

Status Cerai hidup memiliki anak Pekerjaan Sales promotion girl

(17)

Subjek memiliki satu orang anak. Subjek tinggal bersama ibu dan kakak- kakaknya di sebuah rumah padat penduduk di daerah Tangerang. Rumah subjek terletak di tengah-tengah sebuah gang. Ketika subjek sampai di rumah, ibu subjek dan anaknya sedang bermain di halaman depan rumahnya. Ketika subjek membuka pintu pagar rumah, anak subjek langsung tertawa dan menghampiri subjek.

Pada pertemuan kedua, subjek meminta proses wawancara dilakukan di tempat yang sepi agar proses wawancara lebih kondusif. Wawancara akhirnya dilaksanakan di sebuah pusat jajanan di daerah Curug kabupaten Tangerang.

Kondisinya yang tidak terlalu bising membuat proses wawancara berjalan dengan baik. Subjek lebih terbuka dalam menceritakan masa lalunya, saat dirinya terinfeksi HIV/AIDS dan perasaan dirinya hingga bisa sampai saat ini. Subjek beberapa kali meneteskan air mata ketika menceritakan pengalaman hidupnya.

4.1.2.2. Hasil Wawancara

Masa lalu subjek

Subjek seorang wanita usia 24 tahun yang memiliki pekerjaan sebagai Sales Promotion Girl (SPG) di salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Pada tahun 2007 subjek memiliki seorang pacar. pada saat awal pacaran, pacar subjek terlihat seperti pria baik-baik tetapi setelah menjalani beberapa bulan pacaran mulai terlihat perilaku pacar subjek yang tidak baik. Pacar subjek seorang pemabuk, pemakai ganja dan pengguna narkoba suntik (penasun).

(18)

“pekerjaan saya sebagai SPG di perusahaan rokok mas … ya kalo ada event saya kerja mas. Waktu itu saya punya pacar, pas awal-awal mah keliatan baik

… orangnya pendiem, eh pas beberapa bulan ternyata di peminum mas, make ganja sama nyuntik … ya saya taunya pernah diajak dia nongkrong aja tapi saya ga ditawarin sama dia. Ya biarpun dia begitu, dulu mah cinta-cinta aja mas namanya juga masih sekolah … seneng pacaran hehehe.”

Pada suatu ketika, subjek diajak ke kontrakan pacarnya dan subjek diajak berhubungan seksual dengan pacarnya. Setelah dari kejadian itu intensitas hubungan seksual subjek dengan pacarnya semakin meningkat, pada beberapa bulan berikutnya subjek merasakan mual-mual serta terlambatnya menstruasi lalu subjek akhirnya memeriksakan diri dengan alat cek kehamilan dan hasilnya positif hamil.

“ya saya awalnya maen-maen ke kontrakan pacar, masih sekedar ngobrol- ngobrol biasa aja eh pas beberapa kali maen kesana saya di ajak… hmmm…

hubungan seksual sama dia mas … ya awalnya saya nolak tapi di paksa-paksa terus ya sudah terjadilah. Pas dari ML pertama itu, lama-lama jadi sering mas kita ML … ya suka sama suka aja mas. Setelah itu ko saya mual-mual ya, awalnya mah saya kira masuk angin, saya dikerokin sama ibu saya, tapi masih sering mual terus-terusan dan saya coba cek pake test pack dan hasilnya saya positif mas.”

Subjek membicarakan hal tersebut kepada pacarnya dan subjek meminta ingin di nikahkan kepada pacarnya. Subjek pada awalnya tidak memberi tahu kondisinya yang sedang hamil kepada ibu serta keluarganya karena merasa malu dan ibu subjek dari awal sudah tidak setuju dirinya berpacaran dengan pacarnya tersebut.

“saya ngomong langsung ke pacar saya kalo saya hamil … pacar engga percaya waktu itu, yaudah saya tunjukin aja tuh hasilnya. Saya bilang ke dia

„nikahin aku, aku udah hamil gini kasian janinnya‟ ya dia sih bilang iya iya aja. Saya engga ngomong dulu mas ke ibu … malu saya mas, nanti aja kalo perut udah mulai membesar baru saya ngomong. Ibu soalnya rada kurang setuju mas sama pacar saya, ibu saya engga seneng sama kelakuannya.”

(19)

Pada saat subjek mengandung anaknya, subjek mendapatkan cerita dari temannya bahwa pacar subjek tersebut terinfeksi HIV/AIDS karena sebagai pengguna narkoba jarum suntik (penasun). Subjek langsung bertanya kepada pacarnya dan pada akhirnya pacar subjek mengaku bahwa dirinya terinfeksi HIV/AIDS.

“ya awalnya temen saya maen ke rumah mas, cerita-cerita segala macem deh pokoknya terus temen saya bilang kalo pacar saya kena HIV, saya kaget „yang bener lo?‟ temen saya sih bilangnya tau dari temen pacar saya dan selang beberapa hari saya temuin pacar saya, saya ngomong baik-baik sama dia dan akhirnya setelah saya desek-desek terus akhirnya dia ngaku kalo dia HIV. Saya disitu langsung stress mas … waduuh… saya takut kena juga mas. Wah pikiran langsung kacau dah mas pas itu.”

Subjek langsung kaget dan takut karena dirinya akan terinfeksi HIV/AIDS juga. Subjek ditemani oleh temannya memberanikan diri untuk memeriksakan darah dan tes HIV di rumah sakit Tangerang untuk mengetahui dirinya positif HIV atau tidak. Setelah tes darah dan tes HIV dilakukan, dokter mengatakan bahwa hasil darah dan tes HIV mengindikasikan subjek positif HIV. Setelah mendengar hasil tersebut subjek langsung menangis dan takut. Subjek tidak berani pulang ke rumah karena merasa malu kepada ibu dan kakak-kakaknya, subjek memilih untuk menginap sementara di rumah temannya.

“akhirnya saya ke RSUD Tangerang ditemenin sama temen saya, disitu saya cek darah, tes HIV dan pas hasilnya keluar dokter bilang saya positif HIV. Wah disitu mah saya rasanya pengen teriak mas … saya nangis disitu. Gimana ya mas saya engga nyangka aja kalo saya bisa begini … pikiran langsung kacau mas. Di motor saya nangis aja mas sambil diboncengin temen, ga nafsu makan

… rasanya pengen mati aja mas. Saya ga mau pulang ke rumah … saya takut… malu mas sama ibu. Gimana rasanya kalo ibu tau saya begini.”

Setelah kehamilannya beberapa bulan dan perut subjek sudah mulai terlihat membesar, subjek memberitahu kondisi yang dialaminya kepada ibu dan

(20)

keluarganya. Ibu subjek setelah mendengar hal tersebut langsung marah, kesal dan bahkan tekanan darah yang dimiliki ibu subjek sempat tinggi setelah ibunya mendengar cerita tersebut.

“pas kondisi perut saya yang sudah membesar mas, saya ngeberaniin diri buat cerita sama ibu, saya ga tau harus gimana lagi mas … udah ngerasa ngecewain ibu. Ibu marah, kesel mas dan darah tinggi ibu naik mas, kepalanya pusing.

Saya nyoba ngomong pelan-pelan sama ibu, ibu lama-lama akhirnya nerima mas … mungkin naluri seorang ibu ya mas. Yang ibu saya takutin katanya anak yang ada dalam kandungan saya mas, takut kena HIV juga katanya. Tapi ibu tetep support saya mas.”

Akhirnya subjek menikah dengan pacarnya, sampai anak subjek lahir pada tahun 2009 dengan kondisi sehat. Pada pernikahan yang ke satu tahun lima bulan, suami subjek menceraikan subjek dengan alasan sudah memiliki pasangan baru.

Subjek merasa hancur perasaannya, disaat kondisi dirinya baru memiliki anak dan dirinya terinfeksi HIV suami meninggalkan dirinya. Akhirnya subjek beserta anaknya tinggal bersama ibu dan kakak-kakaknya. Ibu subjek tetap memberikan semangat kepada subjek dan anaknya.

“pada bulan juli 2008 saya dan pacar melakukan resepsi pernikahan sederhana di rumah saya mas … terus pada januari 2009 anak saya lahir mas … lucu banget, di pikiran saya engga nyangka aja saya udah jadi ibu. Terus yang bikin saya hancur adalah hmmm… suami ninggalin saya pas ya… pernikahan baru jalan setahun lima bulan lah. Dia gugat cerai saya, alesannya udah ada pasangan lagi katanya. Ibu nyaranin saya untuk ngelepas dia, emang dasarnya ibu udah ga setuju dari awal makanya dia nganjurin gitu. Saya disitu marah mas sama suami karna saya mikirnya anak kita masih baru banget lahir gitu loh, masa lo mau ninggalin gitu aja, siapa loh yang mau nafkahin ini anak … emang itu suami ga bertanggung jawab mas, mau nikmatnya doang.”

Tahap Derita

Ketika subjek memeriksakan diri untuk tes darah dan tes HIV bersama temannya di rumah sakit Tangerang. Hasil tes tersebut menyatakan bahwa subjek

(21)

positif HIV/AIDS. Setelah mendengar hasil tersebut subjek langsung meneteskan air mata, subjek merasa takut untuk pulang ke rumah, ada rasa ingin ‘mati’ dalam diri subjek karena merasa malu di usia subjek yang masih muda tersebut sudah mendapatkan penyakit HIV/AIDS. Timbul rasa marah pada diri subjek, subjek merasa masa depannya sudah hancur.

Penderitaan subjek di tambah dengan lingkungan sekitar subjek yang men- judgement subjek sebagai wanita yang rusak dan kotor karena hamil di luar nikah dan terinfeksi HIV/AIDS juga. Subjek hanya bersikap acuh tak acuh saja terhadap apa yang dikatakan oleh tetangganya.

“awalnya tetangga sih biasa aja mas karena mereka belum tau, tapi lama kelamaan namanya juga mulut manusia ya mas pasti nyebar juga. Pas mereka tau saya HIV langsung pada sinis gitu mas kalo ngeliat saya … apalagi kalo saya pulang kerja. Mereka men-judgement saya sebagai cewe ga bener mas … campur aduk deh mas saya di mata tetangga tapi say amah bodo amat lah, ga terlalu peduli sama mereka, mereka mau ngomong apa juga ga guna buat saya.”

Subjek juga memikirkan mengenai ketidaksetujuan ibunya untuk menikahkan subjek dengan mantan suaminya karena ibunya merasa pria tersebut bukan dari pria baik-baik. Dari hal tersebut subjek mengkhawatirkan kondisi kesehatan ibu subjek karena memikirkan masalah yang dialami subjek.

Penerimaan Diri

Subjek sudah bisa menerima keadaan dirinya sebagai seorang yang terinfeksi HIV/AIDS. Subjek merealisasikannya dengan cara bekerja untuk anaknya yang masih berusia 5 tahun. Subjek merasa di usianya yang masih muda tersebut, harus bisa bangkit dan menjadi manusia yang lebih baik lagi.

(22)

“untuk saat ini saya sudah nerima-nerima aja mas, saya kerja jadi SPG buat menuhin kebutuhan anak, anak kan sekarang udah mau TK mas … ya pastinya harus banyak uang untuk biaya pendidikan anak … pendidikan dia masih panjang kan mas.”

Subjek tidak ingin dirinya terus menerus terpuruk dalam keadaan yang seperti ini. Yang terpenting bagi subjek adalah menjaga kesehatan agar tidak mudah terkena penyakit dan menjaga serta merawat anak.

“ya sekarang mah saya mikirnya buat apa ngerenungin nasib terus, yang penting mah jalanin aja. HIV ini kan bisa diatasi dengan minum obat ya mas

… awalnya saya rutin mas minum obat ARV atas anjuran dokter dua kali sehari tapi lama kelamaan mulai bosen minum obat terus mas akhirnya saya stop tapi saya tetep minum vitamin buat daya tahan tubuh.”

Penemuan Makna

Subjek memaknai peristiwa hidupnya dengan lebih berhati-hati untuk memilih pasangan. Subjek tidak menginginkan kejadian masa lalunya tersebut terulang kembali. Subjek tidak ingin kembali salah memilih pasangan hidupnya.

“saat ini saya jadi lebih berhati-hati lagi untuk memilih pasangan mas, saya engga mau kayak dulu lagi. Saya engga mau lagi untuk gampang diajak

„maen‟ sama cowo mas … saya kena penyakit ini karena saya yang terlalu gampang nerima ajakan cowo. Saya sekarang mau menatap ke depan yang lebih baik lagi. Saya pengen nyari ayah untuk anak saya mas yang bisa nerima saya dengan kondisi saya yang kayak gini. Umur saya masih muda mas … untuk ke depannya masih banyak harapan. Ibu tetep terus ngedukung saya.”

Subjek memiliki tujuan hidup ke depannya dengan cara tetap bekerja keras untuk menafkahi anak beserta orangtuanya. Bagi subjek hal yang paling berharga saat ini adalah ketika ibu berserta keluarga sudah mau menerima kondisi subjek saat ini serta anak yang tetap menjadi dorongan motivasi bagi dirinya.

“yang paling berharga saat ini ya ketika ibu saya sama keluarga sudah bisa bisa nerima saya yang kayak gini dan mau menerima serta merawat anak saya mas. Dorongan saya untuk tetap bekerja ya karna anak mas, ibu dan kakak-

(23)

kakak saya. Saya pengen buktiin kalo saya bisa tetep nyari uang meski dalam kondisi yang kayak gini mas.”

Realisasi Makna

Subjek saat ini memiliki kegiatan sebagai seorang karyawan sales promotion girl (SPG) di salah satu perusahaan rokok. Subjek sering ditempatkan kerja di berbagai wilayah seperti Bali, Bandung, Surabaya, Makasar dan wilayah lainnya. Subjek memanfaatkan kerja di luar kota sebagai sarana traveling bersama teman-temannya karena subjek sangat menyukai traveling. Hal tersebut dilakukan sebagai penghilang stress bagi dirinya.

“saya kan sering ditempatkan kerja di daerah bandung, Surabaya, bali sampe daerah makasar … jadi kesempatan itu saya gunain buat sekalian traveling sama temen-temen mas … ya biar saya engga stress aja mas, kan kalo di rumah terus mumet banget pikiran mas … kalo anak sih sama neneknya di rumah mas.”

Subjek sangat menyenangi pekerjaannya sebagai seorang sales promotion girl (SPG) karena pekerjaan tersebut untuk mencukupi kebutuhan diri dan anaknya. Yang terpenting bagi dirinya adalah tetap bekerja dengan penuh semangat karena pekerjaan tersebut membuat dirinya menghilangkan kepenatan yang ada pada dirinya.

“ya saya enjoy aja mas ngejalanin pekerjaan jadi spg karna pada dasarnya kan saya kerja buat kebutuhan anak ya sekalian holiday juga mas kalo saya di tempatin di luar kota.”

Nilai Penghayatan

Semenjak subjek terinfeksi HIV/AIDS, dirinya menjadi seorang muslim yang taat beribadah. Subjek sholat dan berdoa memohon ampun atas segala perbuatan dan dosa yang dilakukannya saat masa lalu. Setelah subjek menjadi

(24)

seorang yang taat beragama, dirinya mendapatkan dorongan spiritual dan subjek merasa bahwa Allah tetap selalu memberikan jalan kehidupan bagi dirinya.

“dengan di kasihnya penyakit ini sama Allah, saya jadi sering berdoa dan sholat mohon ampun sama Allah atas kesalahan masa lalu saya mas … saya mikirnya mas ini merupakan hasil dari kelakuan saya saat dulu … ya saya ngelakuin hubungan seksual di luar nikah kan sebenernya perbuatan dosa mas yang dilarang agama jadi inilah cobaan yang saya terima dari Allah.”

Ada nilai cinta kasih sayang yang dimiliki oleh subjek, cinta kasih sayang tersebut di berikannya kepada anak, ibunya yang selalu mendukung dan memberi semangat subjek dan kakak-kakaknya yang masih tetap menerima subjek walaupun dengan kondisi subjek yang terinfeksi HIV/AIDS.

Kehidupan Bermakna

Subjek saat ini menjadi seorang yang memiliki semangat dalam hidup, semangatnya tersebut direalisasikan dalam bentuk bekerja demi tujuan menghidupi anaknya sampai dewasa. Pengalaman di masa lalunya dapat di jadikan instropeksi diri bagi subjek.

“saat ini lebih semangat aja mas buat ngejalanin hidup … lebih ada power gitu mas, mungkin powernya dari anak saya mas hehehe … yang penting ga usah mikirin apa yang diomongin tetangga, saya pengen buktiin ke mereka kalo saya bukan yang seperti mereka pikir. Saya juga ingin jadi anak muda yang baik mas, saya ngerasa masa muda saya udah hancur mas, saya udah ngelakuin hubungan intim sebelum nikah, kena penyakit kayak gini, nama baik keluarga hancur.”

Saat ini subjek memliki harapan untuk menjadi ibu yang baik bagi anaknya dan subjek menginginkan suami yang bisa menuntun dirinya menjadi lebih baik lagi. Subjek juga dapat mengambil hikmah dari kejadian masa lalunya bahwa selagi kita muda bergaullah dengan orang yang baik-baik, lebih selektif

(25)

dalam mencari dan menerima pasangan agar tetap menjadi manusia muda yang bahagia.

4.1.2.3. Analisis Subjek 2

Subjek terinfeksi HIV/AIDS karena tertular oleh mantan suaminya yang

sering mengunakan narkoba jenis jarum suntik secara bergantian. Sehingga kemungkinan subjek tertular HIV pada saat melakukan hubungan seksual dengan mantan suaminya yang lebih dulu terinfeksi.

Ketika pertama kali subjek mengetahui dirinya terinfeksi, subjek merasa takut untuk pulang ke rumah, timbul rasa ingin ‘mati’ dalam dirinya karena subjek merasa malu dengan statusnya sebagai penderita HIV/AIDS. Subjek menjadi pendiam dan pemurung. Penderitaan subjek di tambah oleh lingkungan yang menilai subjek sebagai wanita yang rusak dan kotor. Subjek merasa marah, putus asa dan merasa tidak berarti lagi di dalam lingkungan. Sikap acuh tak acuh pun berkembang sejalan dengan makin menipisnya rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan.

Lingkungan dan keadaan di luar dirinya ditanggapi sebagai hal-hal yang benar-benar membatasi dan serba menentukan dirinya lalu dirinya merasa tak berdaya menghadapinya. Perasaannya semakin hancur ketika suaminya memutuskan untuk menceraikan subjek di saat kondisi subjek yang baru memiliki anak dan dirinya terinfeksi HIV, suami meninggalkannya.

Keadaan tersebut mulai membaik setelah subjek mendapatkan dukungan moril dari ibu dan kakak-kakaknya. Subjek selalu berusaha kuat dan tegar

(26)

walaupun di dalam hati kecilnya masih merasa sedih dan kecewa namun subjek melawannya dengan kesabaran dan ketabahan. Subjek secara perlahan sudah mulai bisa menerima keadaannya. Subjek merealisasikannya dengan cara bekerja agar bisa mencukupi kebutuhan anaknya.subjek sudah bisa membiasakan diri dengan lingkungan karena subjek tidak ingin terus menerus terpuruk dalam keadaan yang seperti itu. Subjek tetap menjaga kesehatan dengan istirahat yang cukup dan mengkonsumsi vitamin.

Penemuan makna hidup membuat subjek memiliki pedoman dan arah hidup untuk menentukan tujuan hidup. Tujuan hidup subjek adalah menginginkan suami yang bisa menrima kondisinya dan menjadi pendorong semangat bagi dirinya. Menurut Frankl, cinta menjadikan seseorang yang mengalaminya mampu melihat nilai-nilai. Kemampuan melihat nilai-nilai inilah yang membuat batin seseorang kaya. Pemerkaya batin itu sendiri adalah salah satu unsur yang membentuk makna hidup.

Sebagai bentuk dari realisasi makna hidup, subjek berusaha membahagiakan anaknya dengan bekerja. Subjek bekerja sebagai sales promotion girl (SPG) untuk memenuhi kebutuhan anak dan juga sebagai penghilang rasa penat yang ada di dalam dirinya. Menurut Frankl, bekerja dan mengumpulkan uang sebagai perilaku dan kehendak untuk menutupi penghayatan-penghayatan hidup tanpa makna. Sikap subjek juga menunjukkan bahwa subjek memiliki kekuatan diri (self commitment) terhadap makna dan tujuan hidup serta melibatkan diri (self involvement) dalam merealisasikannya.

(27)

Experiential values membantu subjek dalam menemukan makna hidup.

Dukungan yang diberikan ibu dan kakak-kakaknya memberikan nilai penghayatan akan cinta kasih. Sedangkan melalui agama yang diyakini, subjek dapat menemukan arti hidup dan mampu melihat makna. Attitudinal values juga membantu subjek dalam memperoleh makna hidup, subjek dapat menerima dengan penuh ketabahan dan keberanian dalam segala bentuk penderitaan yang dialami.

Ketika subjek dapat menerima dan menjalani kehidupan dengan penuh semangat maka subjek berhasil mencapai kebermaknaan hidup yang ditandai dengan gairah hidup, semangat, tujuan hidup jelas dan kegiatan terarah. Menurut Frankl, bahwa hidup atau keberadaan manusia tidak akan pernah secara intrinsik tak bermakna. Manusia bisa (berpeluang) menemukan makna hidup atau membuat hidupnya bermakna sampai nafasnya yang terakhir.

Melalui penemuan makna dan penghayatan hidup bermakna subjek memiliki harapan di masa depan. Saat ini yang menjadi harapan subjek adalah menjadi seorang ibu yang baik untuk anaknya dan di hati kecilnya subjek ingin sekali memiliki suami untuk menjalani kehidupan bersama dengan anaknya dan juga sebagai pendorong semangat subjek. Harapan subjek dapat menjadi sumber dalam menemukan makna hidup.

Setelah subjek menemukan makna hidup dan menghayati kehidupan bermakna, subjek merasakan kebahagiaan. Subjek bahagia dengan kondisinya saat ini meski HIV masih berada di dalam tubuhnya tetapi yang terpenting bagi subjek

(28)

adalah masih diberikan kehidupan hingga saat ini dan bersyukur kepada Tuhan telah diberikan karunia anak yang sehat. Kebahagiaan adalah ganjaran dari usaha menjalankan kegiatan-kegiatan yang bermakna. Dengan demikian, hidup yang bermakna adalah corak kehidupan yang sarat dengan kegiatan, penghayatan, dan pengalaman-pengalaman bermakna, yang apabila hal itu terpenuhi akan menimbulkan perasaan-perasaan bahagia dalam kehidupan seseorang.

Adapun tema yang muncul pada subjek 2, secara ringkas dapat dilihat dalam tabel 2 sebagai berikut :

No Tema Analisa

1 Tahap Derita Timbul perasaan takut, malu dan memiliki keinginan untuk ‘mati’. Subjek juga merasa marah terhadap dirinya.

2 Tragic event Adanya judgement negatif dari lingkungan subjek yang mengatakan bahwa dirinya sebagai wanita yang rusak dan kotor karena hamil di luar nikah dan terinfeksi HIV.

3 Kebebasan Subjek memanfaatkan kerja di luar kota sebagai penghilang rasa marah terhadap lingkungan.

4 Dukungan Sosial Subjek mendapatkan dukungan semangat dari ibu dan kakak-kakaknya untuk bangkit dan membesarkan anaknya.

5 Penerimaan diri Subjek menerima dirinya apa adanya dan

(29)

merealisasikannya dengan cara bekerja untuk kebutuhan anaknya serta dirinya sadar bahwa dia harus bisa bangkit dari keterpurukan.

6 Penemuan Makna Subjek menganggap peristiwa masa lalunya adalah suatu cobaan dan dirinya tidak mau mengulanginya lagi.

7 Tujuan Hidup Subjek ingin tetap bekerja keras untuk menafkahi anak beserta ibu dan kakak-kakaknya serta bisa membina hubungan rumah tangga yang baru.

8 Realisasi Makna Subjek bekerja sebagai sales promotion girl dan pekerjaan tersebut digunakan juga untuk traveling sebagai penghilang rasa stress bagi subjek

9 Kebermaknaan hidup

Subjek saat ini sebagai seorang yang memiliki semangat hidup serta memiliki gairah hidup untuk bekerja.

10 harapan Subjek ingin menjadi seorang ibu yang baik bagi anaknya dan memiliki harapan untuk mendapatkan suami yang dapat menemani dirinya serta menuntun dirinya menjadi wanita yang lebih baik.

11 Bahagia Subjek saat ini merasa lebih bahagia sebagai bentuk dari makna hidup.

(30)

4.1.3. Identitas Subjek 3

4.1.3.1. Hasil Observasi

Subjek seorang ibu rumah tangga berusia 29 tahun. Subjek memiliki

tinggi badan sekitar 165 cm, memiliki rambut panjang bergelombang dan memiliki kulit putih. Subjek memiliki bentuk tubuh yang tergolong kecil.

Pada petemuan pertama, peneliti menemui subjek di rumah kontrakannya di daerah Balaraja. Subjek Nampak begitu senang melihat kedatangan peneliti ke rumahnya. Di dalam kontrakannya terlihat beberapa bingkai foto milik subjek dan foto mantan suami subjek. Hal tersebut adalah bukti bahwa subjek masih sangat mencintai mantan suaminya. Selain bingkai foto, subjek memiliki sebuah televise dan DVD player yang menurut subjek adalah barang yang dapat mengisi kekosongan hari-hari subjek. Dengan bernyanyi karaoke bisa menghilangkan kepenatan pada diri subjek.

Pada saat wawancara, subjek sangat komunikatif dalam menjawab pertanyaan. Dengan penuh gairah subjek menceritakan masa lalunya walaupun

Nama Inisial S.P.A

Umur 29 Tahun

Agama Kristen

Status Cerai Hidup tidak memiliki anak Pekerjaan Karyawati

(31)

sesekali subjek menahan air matanya dan menangis. Ketika subjek ditanya mengenai harapan ke depannya, subjek menjawabnya dengan penuh semangat.

Hal tersebut bukti bahwa subjek masih memiliki harapan yang sangat besar sekali ke depannya dalam menjalani hidup. Hubungan subjek dengan lingkungan sekitar sangat baik, sesekali tetangganya menyapa subjek ketika lewat depan rumah kontrakannya. Menurut penuturan subjek, dirinya juga sering bermain dengan anak-anak tetangga yang terkadang bermain di rumahnya. Subjek sangat senang dengan anak kecil dan mengharapkan dirinya juga dapat dikaruniai buah hati.

4.1.3.2. Hasil Wawancara

Masa lalu subjek

Pada awalnya subjek mengalami demam yang cukup tinggi dan mengira bahwa dirinya mengalami penyakit demam berdarah. Subjek di bawa ke rumah sakit dan dirawat. Ketika subjek di tes darah, dokter mengatakan bahwa dirinya positif HIV/AIDS. Subjek merasa kaget, marah dan kesal karena subjek merasa dirinya tidak pernah melakukan hubungan seksual berganti pasangan, tidak memakai narkoba tetapi subjek bisa terinfeksi HIV/AIDS.

“saya ketika itu mengalami demam yang cukup tinggi … saya dibawa ke rumah sakit untuk periksa, saya kira sih saya kena demam berdarah tetapi pas dokter periksa darah saya dan hasilnya dokter mengatakan bahwa saya positif HIV.

Saya ketika itu kaget seketika „lho saya kena HIV?‟ saya marah, saya sumpah serapah, kesel … padahal saya merasa tidak pernah melakukan hubungan seksual, pakai narkoba tapi kenapa bisa kena.”

Subjek berkonsultasi kepada dokter mengenai penyakit HIV/AIDS tersebut, dokter mengatakan kemungkinan subjek tertular HIV/AIDS dari jarum

(32)

suntik transfuse darah atau luka yang mengeluarkan darah dari penderita HIV/AIDS lainnya.

“setelah saya dirawat dua bulan di rumah sakit, saya berkonsultasi ke dokter … apa sih yang jadi penyebab saya kena HIV. Dokter bilang saat itu ada kemungkinan saya kena HIV dari jarum suntik transfusi darah yang bekas dari orang penderita HIV atau ketika saya punya luka di sekitar tubuh dan saya bersentuhan darah dari luka penderita HIV dan darah itu masuk ke luka saya.”

Ketika itu subjek memiliki dendam yang sangat dalam sekali. Subjek memiliki niat untuk menyebarkan virus HIV tersebut kepada orang lain agar orang lain juga bisa merasakan apa yang dia rasa. Tetapi niatnya tersebut di batalkan oleh subjek karena melakukan hal tersebut tidak membuat dirinya sembuh.

“iya saya dulu pernah ada rasa dendam … ketika itu kan emosi lagi bener- bener meletup ya. Pengen rasanya nyebarin virus ini ke orang lain, caranya anda ingat isu yang katanya ada jarum HIV di bioskop-bioskop? Nah… itu yang tadinya saya pengen lakuin, nyebar jarum ke bangku-bangku bioskop tapi hmmm… saya pikir itu ga bisa nyelesain masalah dan ya sudahlah biarkan ini saya yang rasa. Emosi ketika itu ya naik turun aja.”

Subjek ketika itu masih pacaran dengan mantan suaminya, subjek tidak berani mengatakan mengenai hal itu kepada pacarnya. Sampai pernikahan memasuki yang ke dua tahun, akhirnya subjek berani mengatakan kepada mantan suaminya bahwa dirinya terinfeksi HIV/AIDS. Respon mantan suami subjek ketika itu langsung kaget dan marah karena mantan suaminya menyesali subjek yang tidak membicarakan masalah ini pada saat pacaran.

“saat masih pacaran saya tidak berani untuk cerita ke pacar saya karna saya sudah cinta sekali dengan dia, saya tidak mau pacar meninggalkan saya karna saya kena penyakit ini. Singkat kata saya menikah dengan dia dan ketika pernikahan kami masuk ke usia 2 tahun saya memberanikan diri untuk cerita ke dia dan hmmm… dia kaget dan marah sama saya. Kata dia kenapa saya tidak menceritakan ini semua dari awal dan saya ngasih penjelasan panjang lebar bla..bla..bla.. sama dia. Dia kecewa sama saya.”

(33)

Ketika memasuki pernikahan dua tahun setengah, mantan suami subjek menggugat cerai dengan alasan karena mantan suaminya takut tertular HIV/AIDS.

Keluarga juga menolak saya untuk tinggal di rumah dan subjek memilih tinggal di suatu rumah kontrakan di daerah Balaraja. Hingga sampai saat ini subjek belum dikarunia buah hati.

“masuk pernikahan ke dua tahun setengah, suami menggugat cerai saya dengan alasan katanya dia takut tertular HIV dan dia merasa kecewa karna tidak terbuka mengenai masalah ini. Ya saya terima gugatannya … akhirnya kami bercerai. Saya balik ke rumah orang tua dan ternyata keluarga menolak saya … mereka takut tertular dan merusak nama baik keluarga dan… oke saya memilih untuk tinggal di rumah kontrakan ini … seorang sendiri hmmm…”

Tahap Derita

Ketika subjek pertama kali mengetahui dirinya terinferksi HIV/AIDS, subjek merasa kaget, marah dan kesal karena dirinya merasa tidak pernah melakukan hubungan seksual berganti pasangan, mengunakan narkoba tetapi subjek bisa terinfeksi HIV/AIDS. Timbul rasa dendam ketika itu di dalam diri subjek, subjek menularkan virus HIV tersebut kepada orang lain tetapi keinginannya tersebut di batalkan oleh subjek karena subjek berpikir percuma saja hal tersebut dilakukan karena tidak menyelesaikan masalah subjek.

Subjek tinggal di sebuah rumah kontrakan di Balaraja Tangerang. Ada rasa kesepian di dalam hidup subjek, hidup seorang diri, merasa terasingkan, tanpa seorang suami, tidak ada keluarga dan belum dikaruniakan anak. Subjek membutuhkan dukungan dari orang-orang yang di cintai.

“saya tinggal disini sendiri, tidak ada suami, tidak ada anak … kesepian ya pasti ya. Paling kakak saya main kerumah untuk sekedar ngobrol … kalau bapak sama mamah paling main ya… sebulan atau dua bulan sekali. Gini

(34)

sebenernya bapak sama mamah hanya menolak saya tinggal dirumah tapi saya yakin bahwa mereka masih sayang sama saya. Tapi tetep aja saya butuh dukungan dari mereka … saya merasa ketika pas awal-awal saya tinggal disini merasa sepi sekali, ibaratnya tidak ada yang ngedorong saya dari belakang … serasa di belakang kosong dan gelap.”

Tetangga di lingkungan subjek yang baru ini sudah mengetahui dirinya terinfeksi HIV, mereka mau menerima subjek tetapi masih ada rasa takut ketika mereka tidak mau mengunakan alat makan yang sama. Hal tersebut di maklumkan oleh subjek karena sebagian masyarakat belum memahami secara utuh edukasi tentang HIV/AIDS.

“tetangga baru saya disini sudah mengetahui diri saya terinfeksi HIV … respon mereka bagus. Mereka sering ngobrol dengan saya tetapi ada sedikit ketakutan dari mereka seperti memisahkan gelas saya dan yang paling lucu adalah saat mencicipi makanan, ada seorang ibu yang tidak mau mencicipi makanan dengan piring saya hehehe saya Cuma ketawa dan berlapang dada aja hehehe

… tapi saya maklumin hal-hal kayak gitu karna saya pikir mereka belum paham banget sama pengetahuan tentang penularan HIV … ini yang menyebabkan stigma dan diskriminasi di masyarakat masih berkembang.”

Penerimaan diri

Subjek secara perlahan sudah mulai bisa menerima kondisinya yang terinfeksi HIV/AIDS. Subjek saat ini lebih menatap jauh ke depan, bersosialisasi dengan lingkungan agar subjek bisa berkontribusi serta di terima di masyarakat.

“ya sedikit demi sedikit saya sudah mulai bisa menerima kondisi saya … pelan- pelan aja hehehe. Ngobrol sama orang lain adalah cara yang ampuh bagi saya untuk bisa menerima diri karna gini ketika orang lain udah welcome sama saya toh saya harus nerima diri saya sendiri juga kan. Kontribusi di masyarakat juga punya andil yang cukup besar juga untuk ya… ngilangin kesepian saya.”

Subjek lebih meluangkan waktu untuk sharing-sharing tentang diri subjek kepada teman-temannya agar mereka tetap harus berhati-hati terhadap penyakit

(35)

HIV/AIDS. Yang terpenting bagi subjek adalah selain diri subjek bisa menerima kondisinya, lingkungan juga mau menerima kondisi subjek saat ini.

“saya lebih sering sharing-sharing sama temen tentang HIV/AIDS, saya cerita tentang pas saya kena HIV, cara penularannya dan cara menanganinya. Bagi saya gini lho… ketika orang sudah interest sama saya maka saya juga harus lebih semangat dalam memberikan cerita-cerita saya. Karna saya seneng ngasih edukasi tentang HIV ini agar orang lain lebih berhati-hati … perlu di ingat bahwa HIV tidak identik dengan hubungan seksual dan narkoba, saya yang tidak melakukan hal itu bisa kena toh… lebih mawas diri aja sekarang mah.”

Penemuan makna

Subjek saat ini sudah bisa memaknai segala peristiwa di masa lalunya.

Subjek merasa HIV/AIDS itu tidak identik dengan kematian, tergantung bagaimana seseorang bisa bangkit dan bergerak menjadi lebih baik lagi menjaga kesehatan jasmani dan kesehatan rohani adalah hal yang terpenting untuk bisa tetap bertahan di dunia ini.

“yang dapat saya ambil dari HIV ini adalah HIV tidak identik dengan kematian, banyak orang dulu mengatakan kalau orang kena HIV brarti end … sekarang yang penting adalah bagaimana kita bisa survive di dunia ini … caranya ya jaga kesehatan jasmani kayak olahraga, minum vitamin, obat dan rohaninya ya kita berdoa sama Tuhan.”

Selain itu, subjek memaknai peristiwa di masa lalunya adalah tentang nilai arti kejujuran terhadap pasangan. Subjek merasa telah mengecewakan mantan suaminya dengan tidak bercerita terus terang mengenai penyakit yang di alaminya.

“yang jadi pelajaran saya adalah mengecewakan mantan suami. Saya baru mikir sekarang bahwa nilai kejujuran itu sangat lah penting apalagi dalam hubungan rumah tangga … saya dulu mikir bahwa saya tidak menceritakan ini semua karna takut kehilangan tapi ternyata dengan saya tidak jujur lah saya

(36)

kehilangan orang yang saya cintai. Tapi saya mikir lho… brarti dia tidak mencintai saya apa adanya hmmm… sudahlah ya… hehehe…”

Subjek juga memiliki tujuan hidup ke depan, subjek ingin mendapatkan suami yang bisa mencintai dirinya dengan kondisi subjek yang terinfeksi HIV/AIDS agar subjek bisa memliki anak yang dapat menemani dirinya.

“Tujuan saya punya suami lagi yang bisa mencintai saya … dari suami itulah saya bisa memiliki anak yang lucu, saya pengen sekali punya anak … bisa bobo bareng dia tiap malem, ada yang nemenin lah.”

Realisasi makna

Subjek memiliki kegiatan rutin setiap harinya yaitu sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta di serang Banten. Bagi subjek pekerjaan tersebut bisa menjadi penghilang rasa sepi dari orang-orang yang subjek cintai serta pekerjaan tersebut bisa menghidupi dirinya.

“saya bekerja di perusahaan swasta di serang banten. Pekerjaan tersebut ya…

setidaknya bisa menjadi aktivitas saya, penghilang rasa sepi di rumah dan tentunya bisa menghidupi saya hehehe.”

Pekerjaan tersebut bagi subjek sangat menyenangkan karena subjek bisa berinteraksi dengan rekan kerja, rekan kerjanya sangat terbuka sekali terhadap subjek, mereka menerima keadaan subjek sebagai penderita HIV/AIDS. Mereka mau menjadi partner kerja, teman berbincang serta sebagai tempat curahan hati subjek. Subjek merasa kondisi pekerjaan di tempatnya tersebut dapat menghilangkan rasa sedih yang dialami subjek.

“sangat menyenangkan kerja di perusahaan itu, teman-teman welcome sama saya … saya cerita ke mereka kalau saya HIV, tanggapannya sampai saat ini positif aja … mereka bisa diajak jadi partner kerja sampai jadi teman curhat.”

(37)

Nilai penghayatan

Subjek sebagai seorang umat kristiani yang taat, subjek selalu pergi ke gereja setiap akhir pecan untuk meminta pengampunan kepada Tuhan atas kehidupan yang subjek jalani. Subjek selalu berbincang dengan pendeta agar mendapatkan nilai-nilai kehidupan.

“setiap minggu saya selalu pergi ke gereja untuk berdoa kepada Tuhan Yesus agar meminta pengampunan dosa. Saya juga berbincang dengan pendeta mengenai diri saya, apa yang saya harus lakukan ke depannya. Saya yakin Tuhan Yesus selalu memberkati saya dan membangkitkan semangat saya.”

Subjek juga masih sangat mencintai mantan suaminya dan juga keluarga subjek. Keluarga subjek meski berbeda tempat tinggal tetapi masih sering bermain ke rumah subjek dan memberikan semangat.

“saya sudah sangat mencintai mantan suami saya … meski sekarang dia sudah berumah tangga lagi dengan wanita lain. Apa boleh buat lah, yang penting ini semua demi kebaikkan dia. Saya juga masih mencintai keluarga saya … bapak sama mamah dan kakak yang masih memberikan semangat kepada saya … kangen banget sama mereka.”

Kehidupan bermakna

Subjek saat ini menjadi seseorang yang lebih bersemangat dalam menjalani hidup karena dirinya selalu menjaga hubungan terhadap Tuhan dan sesama manusia lainnya.

“kemarin, hari ini, dan esok semoga saya menjadi seorang yang tetap terus semangat … karena diri saya tetap menjaga hubungan baik dengan Tuhan dan sesame manusia yang lainnya.”

Tetapi subjek merasa masih ada yang kurang di dalam hidup ini yaitu seorang suami dan anak-anak. Subjek memiliki harapan untuk bisa memiliki

(38)

suami yang mau mendampingi subjek dan memiliki anak-anak yang lucu, sehat dan ceria. Subjek merasa apabila dirinya berada di sekeliling orang-orang yang dicintai maka subjek akan merasa lebih kuat, menjadi wanita tangguh dan tentunya ada kebahagiaan di dalam dirinya.

“walaupun saya semangat tetapi di hati kecil saya menginginkan sosok suami yang bisa mendampingi saya … saya bisa memliki anak-anak yang lucu, sehat dan ceria. Itu harapan sederhana saya yang bisa membuat saya lebih kuat lagi nantinya.

Subjek memiliki pesan kepada para penderita HIV/AIDS, tetap semangat kepada para penderita HIV/AIDS. Kepada masyarakat saat ini harus bisa mawas diri terhadap apa yang menjadi sumber penyakit HIV/AIDS, selalu berhati-hati terhadap alat kesehatan yang sejenis jarum suntik.

4.1.3.3. Analisis Kasus Subjek 3

Subjek pada awalnya tidak mengetahui kenapa dirinya bisa tertular virus

HIV. Menurut Yatim (2001), HIV hanya ditularkan dari orang satu kepada yang lainnya melalui pertukaran cairan tubuh seperti darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu. Sehingga kemungkinan subjek tertular HIV dari transfusi darah yang mengandung HIV.

Ketika pertama kali subjek mengetahui dirinya terinfeksi, subjek merasa kaget, marah dan kesal. Subjek marah karena dirinya merasa tidak pernah melakukan hubungan seksual berganti pasangan dan tidak juga mengunakan narkoba tetapi dirinya bisa tertular HIV. Ada rasa dendam di dalam diri subjek, dirinya berniat ingin menularkan virus HIV kepada orang lain sebagai bentuk rasa marah subjek agar orang lain bisa merasakan apa yang subjek rasa tetapi niat

(39)

tersebut dibatalkan oleh subjek karena hal tersebut tidak ada artinya dan tidak membuat dirinya sembuh. Pada dasarnya kebanyakan orang tidak siap secara emosional ataupun psikologis untuk menghadapi penderitaan.

Penderitaan subjek bertambah ketika mantan suami subjek menceraikan subjek pada usia pernikahan yang baru berjalan dua tahun setengah. Keluarga subjek juga tidak menginginkan subjek untuk tinggal di rumah karena dengan alasan keluarga takut tertular dan membawa nama buruk keluarga. Subjek memutuskan untuk tinggal di rumah kontrakan seorang diri, rasa kesepian, merasa terasingkan, tanpa seorang suami dan anak. Subjek pada dasarnya membutuhkan dukungan sosial dari orang-orang yang dicintai di tengah penderitaan yang dialami. Menurut Reivich dan Shatte (2002) dukungan sosial berfungsi menurunkan distress psikologis dan menolong manusia untuk bangkit dari penderitaan.

Menurut Frankl, kunci untuk dapat menemukan makna hidup adalah dengan menerimanya. Subjek secara perlahan sudah mulai bisa menerima kondisinya sebagai penderita HIV/AIDS. Subjek saat ini lebih menatap jauh ke depan. Subjek mengunakan waktunya untuk bersosialisasi dengan lingkungan, bercerita mengenai penyakitnya kepada rekan-rekan kerjanya. Yang terpenting bagi subjek adalah selain dirinya bisa menerima kondisinya, lingkungan juga mau menerima kondisi subjek saat ini. Pada dasarnya subjek membutuhkan rasa ingin dimengerti dan dihargai oleh lingkungan agar dirinya memiliki peran di dalam lingkungan.

(40)

Subjek mampu menemukan makna dari penderitaan yang dialami. Subjek merasa HIV/AIDS tidak selalu identik dengan kematian, tergantung bagaimana seseorang bisa bangkit dan bergerak menjadi lebih baik lagi. Subjek juga dapat belajar dari masa lalu tentang nilai kejujuran terhadap pasangan. Subjek merasa telah mengecewakan mantan suaminya karena tidak menceritakan apa yang dialami subjek ketika masih pacaran. Makna hidup yang diperoleh subjek bersumber dari attitudinal values dimana subjek menerima dengan penuh kesabaran dan keikhlasan pada semua peristiwa yang dialami. Menurut Frankl, esensi suatu nilai bersikap terletak pada cara yang dengannya seseorang secara ikhlas dan tawakal menyerahkan dirinya pada suatu keadaan yang tidak bisa di hindarinya.

Experiental values juga membantu subjek dalam menemukan makna

hidup. Melalui agama yang diyakini, subjek merasa Tuhan Yesus saat ini telah membangkitkan semangat diri subjek dan tentunya telah memberikan subjek tetap hidup di dunia ini serta dapat melihat makna kehidupan.

Dalam realisasi makna, subjek memilih bekerja untuk bisa menjadi penghilang rasa sepi dari orang-orang yang dicintai serta pekerjaan tersebut bisa menghidupi kebutuhan subjek. Subjek sangat menyenangi sekali pekerjaan tersebut karena rekan-rekan subjek sangat terbuka sekali dengan dirinya. Mereka mau menjadi partner kerja, serta sebagai tempat curahan hati subjek. Hal tersebut dapat membuat subjek bisa menghilangkan rasa sedihnya dengan membangun kembali perasaan bahagianya melalui hubungan dengan orang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Dalam penelitian ini akan dilakukan pengembangan sumber energi biohidrogen dari limbah kulit kakao dengan pretreatment menggunakan NaOH dan H 2 O 2..

Ibu-ayah bisa mengembangkan kemampuan berpikir anak dengan memberikan persoalan sederhana untuk diselesaikan anak, seperti menanyakan apa yang akan anak lakukan bila ia

Jawab : Sampai saat ini saya masih merasa nyaman bekerja disini walaupun gaji yang diberikan pas-pasan... Bagaimana sistem penggajian

Salah satu cara untuk menraik perhatian orang tua calon siswa yaitu dengan cara memberikan citra yang bermutu dan juga memberikan fasilitas yang bagus agar orang tua calon siswa

Puji Syukur tak terhingga penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, dan karunia yang dilimpahkan kepada penulis sehingga

JMLH SAT 1 Penetapan rasio dosen dan mahasiswa sesuai standar ideal Terealisasi rasio dosen dibanding mahasiswa 1 : 20 1:20 Rasio 2 Meningkatnya penyerapan

Sebaliknya siswa dengan Self-Efficacy yang lemah atau rendah cenderung rentan dan mudah menyerah menghadapi masalah matematika tersebut, mengalami kesulitan dalam