• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nafs Hayawani (Nafs Hewani)

Dalam dokumen Bimbingan konseling islami (Halaman 139-144)

MANUSIA DAN STRUKTUR DASAR KEPRIBADIANNYA

B. Struktur Kepribadian dan Cara Kerjanya Menurut Psikologi Islami

2. Nafs Hayawani (Nafs Hewani)

Kedua, selain memiliki nafs-nabati, binatang dan manusia juga dikaruniai dengan nafs-hewani (nafs-al-hayawani). Miskaawaih menyebutkan nafs ini dengan sebutan nafs al sibaiyyah (jiwa binatang buas). Jiwa binatang buas (al-nafs as-siba’iyah) adalah struktur kepribadian yang memiliki daya marah atau kekuatan emosi, yaitu keberanian menghadapi resiko, ambisi terhadap kekuasaan, kedudukan dan kehormatan, yang menggunakan alat hati.35 Dikatakan nafs hayawani atau sibaiyyah karena pada dasarnya, nafs ini merupakan daya kekuatan yang memiliki cita rasa emosi dalam membangkitkan kehendak manusia untuk bergerak.

Lebih lanjut, Ibn Sina membagi sumber pendorong Nafs-hewani dari dua daya kekuatan yang besar, yaitu: daya kekuatan pendorong

(quwa-al-muharikka) dan daya kemampuan persepsi (quwa-al-mudrika).36 Kata

quwa berarti tenaga, energi, dan daya kekuatan atau daya kemampuan,

dan muharrika berarti dorongan impuls, stimulus, dan yang membangkitkan tindakan dan gerakan.37 Daya kekuatan pendorong merupakan sebuah kombinasi dari dorongan sensual dan dorongan kemarahan yang disebut dalam Q.S. Yusuf, 12:53 sebagai nafs-al-ammara, yaitu nafs yang dikuasai oleh dorongan, dan kekuatan yang merusak.

Artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena

Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.

* !$tΒuρ ä—Ìht/é& û©Å¤øtΡ 4 ¨βÎ) }§ø¨Ζ9$# 8οu‘$¨ΒV{ Ï™þθ¡9$$Î/ ωÎ) $tΒ zΟÏmu‘ þ’În1u‘ 4 ¨βÎ) ’În1u‘ Ö‘θàxî ×Λ⎧Ïm§‘ ∩∈⊂∪

35 Ibid, Ibnu Maskawaih, Tahdzib al-Akhlaq.., hlm.62

36 Ibid, Abi Ali Al Husain Ibn Abdillah Ibn Sina, Al Syifa’.., hlm. 41 37 Ibid, Warson Al Munawwir, Kamus Arab.., hlm.

Menurut Sufi, daya kekuatan ini mendorong binatang dan manusia bertindak tanpa henti, tanpa hambatan, atau tanpa berpikir panjang. Dengan dorongan nafs ini, manusia, seperti juga binatang, dapat bertindak menuruti keinginan hatinya untuk bertingkah laku yang sebenarnya menurut nuraninya tidak ingin mereka lakukan. Kesenangan terhadap hasrat-hasrat seksual yang membutuhkan kepuasan segera, kurangnya kontrol diri dalam bentuk kemarahan yang berlebihan, tindakan-tindakan destruktif, pembunuhan, atau bunuh diri adalah bentuk ekstrim dari ekspresi

nafs ini. Egoisme, ketamakan, preokupasi terhadap kepemilikan harta

juga termasuk perwujudan dari nafs ini.38

Daya kekuatan pendorong terdiri dari dua tipe: a. Dorongan sensual (quwa al-shahwati)

Dorongan Sensual berarti daya kekuatan atau libido seksual. Daya kekuatan ini mendorong binatang dan manusia untuk mengejar dan merasakan kenikmatan.

b. Dorongan kemarahan (quwa al-ghazabi)

Berarti dorongan kemarahan, murka, dan agresi. Kecenderungan bertempur atau berlari (fight or flight) dengan kecenderungan merusak, adalah bentuk dari dorongan ini.39

Melalui quwa al muharriaka, manusia digerakkan untuk mencapai perilaku-perilaku yang memunculkan rasa nikmat yang bersifat seksualitas dan tindakan-tindakan emosianal. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada struktur ini yang bermain dalam diri manusia adalah perilaku batin.

Selanjutnya adalah quwa al mudrika. Kata “mudrika” berarti pemahaman, pengertian, dan ingatan. Di sini, istilah tersebut berhubungan dengan persepsi sensoris (penginderaan) eksternal, kesadaran, dan juga persepsi internal.40 Daya kekuatan persepsi dibagi menjadi dua tipe:

a. Kesadaran dan persepsi sensoris

Kesadaran dan persepsi sensoris disebut hawass-al-zahiri. Hawass berarti penginderaan sedang zahiri berarti dunia luar atau eksternal.

38 I. Shah, The Sufis, (Garden City, New York: Doubleday, 1964), hlm. 394 39 Ibid, Abi Ali Al Husain Ibn Abdillah Ibn Sina, Al Syifa’.., hlm. 42 40 Ibid, hlm.51

Hawass-al-zahiri berarti apa yang kita sebut sebagai persepsi sensoris

dan kesadaran (conscious awareness). Persepsi sensoris termasuk taktil, rasa, penglihatan, pendengaran, dan persepsi visual. Sufi berpendapat bahwa kesadaran manusia berasal dari persepsi sensoris. Sementara itu persepsi sensoris itu sendiri berhubungan dengan daya kekuatan pendorong dari

nafs-hewani.41

Kesadaran persepsi sensoris merupakan daya penggerak yang mendorong manusia untuk melakukan identifikasi melalui panca indera yang dimilikinya, untuk menghasilkan pantauan sesuatu benda atau hal apa pun.

b. Daya kekuatan alam bawah sadar

Daya kekuatan alam bawah sadar (quwa-al-batina): kata quwa berarti daya kekuatan, dan batina diturunkan dari kata batn yang berarti perut, rahim, bagian dalam, dan hati. Quwa al-batina berarti sensasi internal, daya kekuatan internal, dan daerah bawah sadar dari pikiranBerikut ini adalah komponen-komponen dari daya kekuatan alam bawah sadar akan didiskusikan berikut ini:

1) Kemampuan asosiasi (hiss-al-mushtarak)

Kata “hiss” merupakan kosa kata arab yang berarti dapat dilihat atau penginderaan; “mushtarak” berarti secara bersama-sama, bersekutu berkerja sama atau sering juga disebut dengan kata Syirkah. Menurut Shafii, dalam psikologi, hiss-al-mushtarak berarti perbatasan atau batas antara kesadaran dan daya kekuatan bawah sadar. Walaupun asosiasi dipersepsi oleh para ahli Sufi sebagai bagian dari daya kekuatan bawah sadar, mereka masih berpikir nahwa asosiasi sebagai bagian terdekat dari perasaan dan proses kesadaran. Paduan antara pikiran dan fantasi dalam persepsi sensoris adalah perwujudan ekspresi dari asosiasi.42

Menurut Ibnu Sina, semua stimulus, setelah diterima oleh tubuh, akan masuk pada area asosiasi dimana ingatan masa lalu dan pengalaman muncul kembali dan akan melekat pada persepsi sensoris.43 Pengalaman yang menyenangkan dan menyakitkan berhubungan dengan proses ini. Baik manusia maupun binatang mempunyai kemampuan asosiasi ini.

41 Ibid Mohammad Shafii, psikoanalisis dan sufisme.., hlm. 15 42 Ibid, Mohammad Shafii, Psikoanalisis Dan Sufisme.., hlm. 14

2) Kemampuan Imajinasi (takhayyul)

Kata “takhayyul” berarti imajinasi, fantasi, angan-angan, dan bayangan. Persepsi sensoris berlangsung melalui asosial dan disimpan dalam bentuk fantasi-fantasi dan imajinasi-imajinasi dalam alam bawah sadar. Beberapa persepsi disimpan sebagai persepsi dan kadang-kadang diubah atau diputarbalikkan. Atas bawah sadar mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan mengekspresikan fantasi-fantasi batu dan kesan-kesan. Sebagian besar dari ekspresi imajinasi dalam bentuk kesan dan persepsi visual. Kesan ini dapat berasal dari pengalaman internal dan eksternal. Daya kemampuan imajinasi menjadi lebih kuat ketika daya kemampuan intelek kurang berperan.

Menurut Ibnu Sina, imajinasi mempunyai hubungan langsung dengan perhatian. Perhatian pada kekuatan-kekuatan dan realitas eksternal ternyata menghambat individu terhadap kesadaran akan adanya daya kekuatan internal. Fantasi dan memori akan hilang untuk sementara waktu. Begitu pula ketika individu distimulasi oleh daya kemampuan penginderaan, ekspresi dari dorongan kemarahan berkurang, dan begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, ketika individu tidak melakukan suatu tindakan, gerakan, atau aktivitas persepsi, maka imajinasi dan fantasi akan muncul. Yang menarik untuk dicatat adalah bahwa ahli Sufi menyadari bahwa pergerakan tubuh, persepsi sensoris, dan aktivitas berbicara, akan menghambat daya kemampuan fantasi dan imajinasi kreatif. Mereka mengamati bahwa melalui ketidakbergerakkan, pembatasan dari gerakan tubuh, diam, dan meditasi, memungkinkan terjadinya pembukaan jalan menuju daya kemampuan yang tidak terbatas dari fantasi dan imajinasi kreatif.

Ibnu Sina membagi imajinasi menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah imajinasi yang digunakan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari dan realitas eksternal. Pada tipe kedua, imajinasi menutupi rasio dan kecerdasan, yang selanjutnya terekspresikan dalam bentuk ketakutan irasional dan kecemasan yang berlebihan. Ketika hal ini terjadi, kekuatan dari imajinasi bertambah. Persepsi internal ini dan fantasi-fantasi ini tereksternalisasi dan seolah-olah tanpak nyata. Ini terjadi pada individu yang menderita psikotik, phobia berat, atau orang yang menderita sakit fisik yang parah.44 Fenomena ini sekarang dikenal sebagai halusinasi.

3) Ilusi dan Inspirasi (tawahhum)

Kata tawahhum berarti berpikir, menduga, dan mengira. Kata ini berasal dari kata wahm, yang berarti memutarbalikkan sebuah gagasan dalam jiwa seorang atau memahami ide-ide yang salah, terutama yang berkenaan dengan pengalaman-pengalaman yang menimbulkan ketakutan yang berlebihan, menimbulkan stress, atau kecemasan. Secara umum,

wahm berhubungan dengan penyimpangan persepsi sensoris, mirip dengan

konsep ilusi dalam psikiatri dan psikologi Barat.

Dalam psikologi Sufi, ilusi dibagi menjadi beberapa tipe.

a) Instinctual. Ini merupakan perilaku bawaan sejak lahir untuk bertahan hidup, seperti menghisap, memegang, dan mengedipkan mata. Perilaku ini mirip dengan pemahaman kita sekarang tentang refleks-refleks awal pembawaan sejak lahir.

b) Experiential. Ilusi ini mengacu pada pengalaman masa lalu individu, baik yang sifatnya menyenangkan atau menyakitkan. Kesenangan atau kesakitan dapat berhubungan dengan bentuk, bau, konsistensi, atau aspek-aspek lain dari stimulus tertentu. Manusia atau binatang, ketika dihadapkan pada suatu stimulus, akan tertarik atau tidak tertarik (menolak) pada stimulus itu tergantung pada pengalaman masa lalunya. c) Associative. Ilusi-ilusi ini berasal dari ilusi instinctual atau experiential yang ada suatu waktu terekspresikan dalam wujud inspirasi baru atau daya keratif.45

4) Kemampuan Memori (tazakkur)

Tazakkur, berarti mengingat atau menyimpan dalam ingatan, berasal

dari kata “zikir”, berarti ingatan. Menurut Ibnu Sina, memori adalah suatu hal yang khas dalam kehidupan manusia. Binatang mempunyai kemampuan untuk mengalami kembali persepsi sensoris, asosiasi, imajinasi, dan ilusi. Walaupun begitu, binatang tidak mempunyai kemampuan kognitif untuk mengingat atau mengingat kembali pengalaman masa lalu. Ibnu Sina menyatakan bahwa kemampuan kognitif untuk mengingat ternyata berhubungan langsung dengan kemampuan bahasa, yang merupakan fungsi kemanusiaan.46

45 Ibid, Mohammad Shafii, Psikoanalisis Dan Sufisme.., hlm. 18.

Menurut ahli Sufi, memori atau kemampuan untuk memunculkan kembali dan mengingat pengalaman terdahulu, adalah sebuah peluang bermata dua. Pada satu sisi dapat membantu mengingat pengetahuan, mengembangkan rasionalitas dan berpikir menggunakan kecerdasan. Tetapi di sisi lain dapat merintangi integrasi kepribadian lebih jauh karena dapat menimbulkan kebangaan terhadap diri sendiri yang berlebihan.47 Ada bahaya ketika orang melihat dari sendiri sebagai makhluk yang benar-benar berbeda dan unik di antara semua makhluk yang ada di alam dan merasa diri sebagai penguasa di alam semesta. Terlalu memfokuskan diri secara berlebihan dengan pikiran yang rasional dan berpikir dengan menggunakan kecerdasan akan menimbulkan perasaan keterpisahan sebagai akibat dari adanya delusi dan keterasingan dari kehidupan manusia lain, keterasingan dengan alam, dan keterasiangan dengan Tuhan.

Dalam dokumen Bimbingan konseling islami (Halaman 139-144)