• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. MAKNA EKARISTI BAGI PERKEMBANGAN HIDUP ROHANI

C. Peningkatan Hidup Rohani Melalui Perayaan Ekaristi

2. Hidup Berkomunitas

Komunitas PRR adalah komunitas religius yang bersifat apostolis dimana anggota bertumbuh dan berkembang dalam iman, harap dan kasih. Dalam hidup

berkomunitas perlu membangun relasi yang benar dalam arti bukan sekedar saling menyenangkan melainkan relasi saling menumbuhkan dan saling memberi peluang bagi setiap anggota untuk dapat berkembang. Para suster hidup dalam saling ketergantungan, saling melayani, dan saling membantu. Manusia diciptakan dengan saling membantu dan puncak dari bantuan itu adalah Ekaristi: Yesus membagi dirinya demi keselamatan umat manusia, dan dalam perayaan Ekaristi seluruh umat dipersatukan dalam perayaan Ekaristi dan melalui perayaan Ekaristi itulah Yesus membagi diri-Nya untuk menjadi makanan dan minuman rohani bagi umat manusia, model itulah yang diharapkan untuk dikembangkan dalam hidup bersama. Para suster yang disatukan Tuhan, diharapkan saling membantu dalam hidup bersama dan menguatkan satu sama lain. Maka dibutuhkan kerelaan berbagi, berbagi dalam kehidupan yang biasa, dan dalam hidup rohani yang mendalam. Maka para suster yang disatukan dalam sebuah komunitas, juga diharapkan mampu membagi diri, memberi diri, mempersembahkan diri demi kebahagiaan sesama yang hidup bersama dalam komunitas (Suparno, 2007: 15).

Anjuran apostolis tentang hidup bakti bagi para religius, Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa: “Hidup bersaudara dalam arti hidup bersama dalam cinta kasih merupakan lambang yang jelas bagi persekutuan gerejani” (VC, 42). Bapa suci menegaskan pula bahwa “Hidup bersaudara memainkan peranan yang mendasar dalam perjalanan rohani para anggota hidup bakti, baik demi pembaharuan mereka terus menerus maupun untuk sepenuhnya menjalankan misi mereka dalam masyarakat” (VC, 45).

Konstitusi Kongregasi menegaskan pula bahwa komunitas pertama-tama harus sungguh merupakan komunitas iman dengan ikatan hidup komunitas yang paling utama ialah cinta kasih Kristus (Konstitusi PRR, 1987: 155). Hidup dalam cinta persaudaraan, saling menghargai, melayani satu sama lain akan memampukan setiap pribadi atau anggota untuk berkembang dalam hidup dan panggilannya sebagai seorang religius terutama dipupuk cinta persaudaraan dan persatuan dalam komunitas. Persatuan dalam komunitas berpangkal pada kehendak Bapa yang mengumpulkan para suster untuk menjalani hidup bersama dalam komunitas dan memampukan setiap anggota untuk melaksanakan kehendak Bapa dalam kesaksian hidup setiap hari.

Konsili Vatikan ke II dalam perfectae Caritatis menegaskan pula bahwa jemaat perdana, ketika golongan kaum beriman hidup sehati dan sejiwa (Kis,4: 2) hendaknya kehidupan bersama bertekun dalam ajaran Injil, dalam liturgi suci dan terutama dalam perayaan Ekaristi, dalam doa serta persekutuan semangat hidup yang sama ( PC: 15). Maka ikatan persaudaraan itu menjadi kuat dan bertahan, dibutuhkan ketekunan para suster untuk setia dalam kehidupan doa dan bersatu dengan Kristus sendiri melalui perayaan Ekaristi komunitas

Setiap anggota sebagai seorang religius dipanggil untuk hidup bersama dalam sebuah komunitas yang anggota-anggotanya berasal dari berbagai daerah dan kebudayaan disatukan dalam sebuah komunitas kecil untuk menciptakan suasana persaudaraan sebagai religius PRR. Maka untuk menciptakan suasana persaudaraan, diharapkan adanya kesatuan hati dalam komunitas. Beberapa hal yang mendukung suasana kebersamaan itu, antara lain:

a. Makan bersama

Perayaan Ekaristi dalam komunitas maupun bersama seluruh umat di Gereja menjadi sarana pertemuan rohani yang sangat istimewa dalam kehidupan para suster. Perayaan Ekaristi dalam komunitas merupakan saat-saat penting dimana para suster selalu bersatu dengan Tuhan sendiri sebagai sumber kekuatan dalam menciptakan kebersamaan sebagai saudara dan saudari dalam komunitas. Maka perayaan Ekaristi yang sungguh dipersiapkan dengan baik akan memberikan kesan mendalam bagi setiap anggota.

Komunitas para rasul ditandai dengan makan bersama nampak pada peristiwa Kamis Putih, Yesus bersama para murid-Nya menciptakan suasana persaudaraan, kesatuan sebagai pribadi yang terpanggil dengan makan bersama. Dengan suasana persaudaraan dalam makan bersama para murid disanggupkan untuk melaksanakan perintah Baru yaitu saling mengasihi. “makan bersama adalah tanda persahabatan dan cinta yang menghidupkan rasa komunitas” (Konstitusi PRR, 9187:164.1). Kebersamaan dalam makan bersama di komunitas akan sangat terkesan dan menggembirakan, ketika anggotanya saling berbagi pengalaman dan mengungkapkan apa yang menjadi perjuangan serta pergulatan dalam hidupnya, saling mendengarkan dan saling memberi perhatian dengan melayani satu sama lain. Peristiwa semacam inilah yang memungkinkan para suster mampu menciptakan sebuah komunitas religius yang sungguh membantu setiap anggota merasa memiliki komunitas dan orang-orang yang hidup bersama dalam komunitas. “Lihatlah betapa baik dan senangnya tinggal bersama sebagai saudara“ (Mzm, 133).

b. Pertemuan Komunitas

Pertemuan komunitas merupakan saat yang tepat untuk membicarakan hal-hal penting dalam kehidupan bersama. Saat di mana setiap anggota merasa dilibatkan untuk berbagi tanggungjawab dan peranan dalam mengambil keputusan. Pertemuan komunitas sebagai sesuatu yang menyangkut perkembangan komunitas dan anggotanya dalam bentuk evaluasi bersama atau koreksi persaudaraan.

Dalam pertemuan komunitas ini para suster dapat saling memberikan nasihat atau usulan untuk perbaikan bersama, mengadakan dialog bersama antar anggota. Maka sebagai komunitas religius, para suster berusaha menciptakan kebersamaan melalui pertemuan komunitas agar anggota-anggota merasa memiliki komunitasnya dan semakin akrab satu terhadap yang lain sebagai sesama saudara yang terpanggil.

c. Sharing bersama.

Hidup bersama dalam komunitas akan sangat membantu setiap pribadi untuk berkembang jika adanya sharing bersama saling membagikan pengalaman satu dengan yang lain. Berbagai pengalaman suka, duka, kegagalan, kekecewaan dan keberhasilan dalam karya pelayanan, bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap pribadi, sehingga dengan itu semua anggota merasa diperkaya oleh karena belajar dari pengalaman hidup sesama yang lain.

Sharing bersama akan pengalaman hidup rohani merupakan kekayaan iman, Kekayaan rohani sangat memperkaya hidup orang lain juga akan semakin

menyuburkan diri sendiri. Sharing pengalaman rohani dapat diberikan lewat sharing Kitab Suci, Sharing Konstitusi Kongregasi, sharing waktu doa, mendoakan sesama lewat doa-doa permohonan, melalui acara-acara kebersamaan semacam ini dapat memberikan peneguhan dan hiburan rohani sesama yang lain (Riyanto, 2008: 101).

Konstitusi Kongregasi juga menegaskan bahwa setiap komunitas perlu mengadakan sharing pengalaman tentang hidup dan karya serta pergulatan hidup kebersamaan dari masing-masing anggota sehingga dengan itu bisa saling memberikan peneguhan serta pembaharuan hidup secara bersama sebagai suatu komunitas beriman (Konstitusi PRR, 1987: 179.1).

d. Pengakuan dosa.

Ketika Yesus memulai karya-Nya dengan mewartakan kabar gembira tentang kedatangan kerajaan Allah, membuat banyak orang bertobat dan percaya (Mrk,1:15). Demikian pun para suster memerlukan rahmat tobat secara terus-menerus, agar hidupnya semakin dimurnikan dalam cinta Allah sendiri. Melalui Sakramen tobat, orang mengalami belas kasihan Allah dan cinta Allah Bapa melalui Yesus Kristus yang memberikan pengampunan dan damai serta memulihkan kembali hubungan dengan Allah yang sempat terputus oleh karena dosa dan kelemahan manusiawi.

Konstitusi Kongregasi menegaskan bahwa meskipun setiap anggota bertanggungjawab atas perkembangan hidup rohaninya, “pemimpin komunitas mempunyai tanggungjawab khusus terhadap kehidupan rohani komunitas bila

perlu ia dibantu seorang pembimbing rohani yaitu Bapa pengakuan yang tetap untuk membantu kerohanian para suster” (Kongregasi PRR, 173:1).

e. Meditasi dan refleksi.

Hendaknya para suster mengadakan meditasi pada pagi hari dan refleksi pada sore hari. Dalam pemeriksaan bathin dan refleksi setiap hari, para suster diharapkan untuk berefleksi tentang kehdupan dan panggilan, menyadari kelemahan dan menghidupkan dalam diri semangat tobat serta kemauan untuk memperbaiki diri (Konstitusi,179).

Dokumen terkait