• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PENUTUP

B. Saran

Demi meningkatkan kematangan hidup rohani sebagai religius PRR yang hidup di zaman ini, penulis memberikan beberapa saran sebagai bentuk perhatian yang mungkin dapat membantu para suster dalam meningkatkan mutu hidup rohani sebagai seorang religius.

merupakan puncak dari seluruh perjalanan hidup rohani dan hidup beriman bagi para suster PRR. Maka para suster diajak untuk sungguh menghayati peranan Ekaristi, membina keakraban dan kesatuan dengan Tuhan sendiri melalui Perayaan Ekaristi, sebagai sumber dan kekuatan dalam menjalani hidup sebagai pribadi yang terpanggil secara khusus.

Kedua, para suster perlu mendapatkan pembinaan secara terus menerus mengenai liturgi Ekaristi sehingga pemahaman akan pentingnya perayaan Ekaristi harian tidak terbatas pada sebuah kewajiban sebagai orang Katolik atau sebagai seorang suster tetapi sungguh merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.

Ketiga, para suster perlu membuat kesepakatan bersama dalam komunitas untuk menentukan tema tentang liturgi Ekaristi sebagai bahan permenungan baik itu dalam sharing komunitas, rekoleksi bulanan dan retret tahunan, agar mendapat kesempatan khusus untuk merenungkan dan berefleksi bersama tentang makna dan peranan Ekaristi dalam seluruh perjalanan hidup.

Keempat, Para suster diajak untuk berusaha menciptakan suasana perayaan Ekaristi yang kreatif tidak terkesan monoton sehingga suasana perayaan Ekaristi menjadi hidup.

Kelima, para suster perlu mempersiapkan liturgi yang baik, hati juga pikiran yang terpusat pada perayaan Ekaristi agar mampu membawa sesama untuk dapat menikmati suasana perayaan sebagai perayaan keselamatan serta mampu membina kesatuan hati dengan Tuhan yang hadir dalam perayaan.

Bagus, Al. Irawan. (2009), Seks, Selibat, dan Persahabatan sebagai Karisma, OBOR: Jakarta.

Bakker, A. (1988). Ajaran Iman Katolik 2 untuk Mahasiswa, Kanisius: Yogyakarta.

Darminta, J. (2007). Spiritualitas Dasar Kristiani. Diktat Mata Kuliah Spiritualitas Kristiani untuk Mahasiswa Semester VII. Yogyakarta: IPPAK-USD.

Dokumen Konsili Vatikan II. (1990). Sacrosanctum Concilium, Jakarta, Obor Gabriella. (2008). Kisah Pesiarahan YM MGR, Gabriel J. W. Manek, SVD Dalam

Jenasah.

Grϋn, Anselmus, (1998). Ekaristi dan perwujudan Diri,Nusa Indah: Ende Sutrisno, Hadi. (2000). Statistik jilid II, Yogyakarta: Andi

Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II.(R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).

Harjawiyata, Frans. (1978). Bentuk-bentuk Hidup Religius: Yogyakarta, Kanisius Heuken, A. (2004). Ensiklopedi Gereja ,Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka Jacobs, Tom. (1986). Hidup membiara: Makna dan Tantangannya. Yogyakarta:

Kanisius

Manek, Gabriel (2003). Memperkenalkan Tarekat Putri Reinha Rosari. Manuskrip yang dikeluarkan Oleh Yayasan Mgr. Gabriel Manek dalam rangka pembenahan kembali arsip Yayasan di Sarotari Larantuka

Mariyanto, Ernest. (2008). Paham dan Terampil Ber-Ekaristi, (Katekese sebelum

Misa, KA-SE-MI). Nusatama: Yogyakarta.

Nouwen Henri J.M, (2008). Diambil diberkati dipecah dan dibagikan. Kanisius: Yogyakarta.

Osborne, Kenan B.(2008). Komunitas, Ekaristi, dan Spiritualitas. Kanisius: Jogyakarta.

Paus Yohanes Paulus II. (1983).Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: Obor. Paulus VI (1969). Pendoman Umum Misale Romawi. Nusa Indah Ende.

Kongregasi PRR. (1987). Konstitusi & Direktorium Tarekat PRR. Manuskrip yang dikeluarkan oleh sebagai hasil musyawarah umum I, 27 November s/d 16 Desember 1985 di Riangkemie, Larantuka.

Katalog Kongregasi PRR, 2008

Konferensi Waligereja Indonesia, (1996). Iman Katolik, Buku informasi dan referensi, Yogyakarta, Kanisius

Lukasik, A. (1991). Memahami perayaan Ekaristi. Kanisius Yogyakarta.

Martasudjita, E. (2005). Ekaristi Tinjauan Teologis, Liturgi, dan Pastoral, Kanisius: Yogyakarta.

____. (2003) Sakramen-sakramen Gereja, tinjauan teologis, Liturgis, dan pastoral. Kanisius: Yogyakarta.

Prier, Karl Edmund. (1982) Liturgi Perayaan keselamatan. Pusat Musik Liturgi: Yogyakarta.

Ranierro, Cantalamesa. (1994). Ekaristi gaya pengudusan kita. Nusa Indah Ende. Riyanto,T. & Handoko, M. (2008). Membangun Hidup Religius, Yang Damai

danSejahtera. Yogyakarta, Kanisius.

Soetomo, Greg. (2002). Ekaristi dan pembebasan dalam Konteks masyarakat Indonesia. Kanisius Jogyakarta.

Sudjana, Nana & Ibrahim, M. A, (2001). Penelitian dan penelaian pendidikan. Bandung, Sinar Baru Algensindo

Suparno, (2007a). Saat Jubah Bikin Gerah. Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius. _______. (2007b). Saat Jubah Bikin Gerah. Jilid 2. Yogyakarta: Kanisius. Tafaib, Gratiana. (2007). Biji Gandum Itu Harus Mati Menghasilkan Buah.

Malang: Dioma.

Yohanes Paulus II (2006). Vita Consecrata (Hidup Bakti) (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 2006).

____. (2005). Ecclesia De Eucharistia (Ekaristi dan Hubungan dengan Gereja) (Mgr. Anicetus B. Sinaga, Alih Bahasa). Jakarta: Dokpen KWI.

1. Latar Belakang Pemilihan Program Sarasehan

Pemahaman tentang Ekaristi sering disalah artikan dan dianggap sebagai kewajiban atau rutinitas yang harus dibuat dalam hidup kebersamaan di Komunitas sehingga sering terjadi dalam kehidupan harian mengalami kejenuhan kebosanan dalam ber-Ekaristi, mengikuti perayaan Ekaristi terkadang hanya sebagai rutinitas dan bukan merupakan suatu kesadaran karena merasa bahwa Ekaristi adalah suatu kebutuhan yang rohani. Para suster belum menyadari dengan sungguh-sungguh arti dan peranan Ekaristi, kurang menghayati Ekaristi itu sebagai puncak dan pusat hidup sebagai orang beriman. Pemahaman semacam ini membuat makna Ekaristi menjadi kabur. Para suster menjadi sangat sibuk dengan kegiatan lain yang cukup menghabiskan waktu, sehingga tidak mengherankan ketika berada di Kapel, menjadi tidak bersemangat, nampaknya malas, jenuh, mengantuk dan tidak berkonsentrasi dalam perayaan Ekaristi. Kalau dilihat bahwa saat-saat penting itulah saat dimana para suster menerima kekuatan baru melalui perayaan Ekaristi untuk menjalani seluruh kehidupan dan tugas pelayanan. Namun hal ini menjadi sesuatu yang masih perlu diperjuangkan oleh para suster.

Dalam kenyataannya masih banyak suster yang kurang menyadari betapa pentingnya penghayatan Ekaristi dalam hidup sebagai pribadi yang terpanggil maupun sebagai umat Kristiani. Banyak alasan yang menyebabkan hal itu terjadi antara lain kurang pemahaman yang baik tentang pengetahuan liturgi Ekaristi, kurang adanya waktu khusus untuk pembinaan bagi para suster tentang liturgi Ekaristi, dan juga kurang adanya kesadaran bagi setiap anggota untuk membina diri dalam sikap berliturgi yang baik.

Melalui pertemuan ini diharapkan para suster semakin memiliki pengetahuan yang baik tentang Ekaristi dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian para suster semakin menghayatan makna dan peranan Ekaristi dalam hidup sehari-hari sebagai puncak dan sumber seluruh hidupnya.

2. Tujuan Program

Adapun tujuan sarasehan ini adalah untuk membantu para suster PRR dalam meningkatkan penghayatan hidup rohani melalui Ekaristi sehingga pada akhirnya diarahkan pada pendewasaan (dewasa dan matang) hidup rohani sebagai seorang religius PRR.

3. Metode Program

Metode yang digunakan dalam program ini menggunakan model sarasehan 4. Sasaran Program

Sedangkan yang menjadi sasaran dalam sarasehan adalah para suster PRR yang berkarya di wilayah Jawa.

Tujuan : Bersama pendamping peserta diajak untuk semakin memahami arti dan makna Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup rohani sehingga para Suster PRR semakin dewasa dan matang dalam kehidupan rohaninya sebagai seorang religius.

No Judul Pertemuan Tujuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan Waktu

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Pengertian Ekaristi

Agar para suster dapat memahami arti Ekaristi sehingga mereka dapat memaknainya dalam kehidupan sehari-hari. Pembukaan • Pengantar • Lagu • Doa Pembukaan Sessi I: Pengertian Ekaristi • Informasi • Tanya jawab • Hand out • Laptop • LCD proyektor • Sound sistem • Martasudjita, E. (2005). Ekaristi Tinjauan Teologis, Liturgi, dan Pastoral, Kanisius: Yogyakarta.

• ____. (2003) Sakramen-sakramen Gereja,

tinjauan teologis, Liturgis, dan pastoral. Kanisius: Yogyakarta.

• ____. (2000). Mencintai

120 menit

2 Makna Ekaristi Agar para suster dapat memaknai perayaan Ekaristi dalam hidupnya sehingga Ekaristi

menjadi perayaan yang sungguh bermakna bagi perkembangan hidup sebagai seorang religius.

Sessi II: Makna Ekaristi • Informasi • Tanya jawab • Hand out • Laptop • LCD proyektor Sound sistem 120 menit 3 Penghayatan Para Suster tentang Ekaristi

Agar para suster dapat menceritakan

pengalamanya dalam penghayatan hidup melalui Ekaristi sehingga semakin dewasa dan matang dalam kehidupan rohani sebagai seorang religius Sessi III: Penghayatan Para Suster tentang Ekaristi Penutup: • Evaluasi menyeluruh Kegiatan • Kata penutup • Doa/Lagu penutup • Sharing Pengalam an • Tanya jawab • Diskusi • CD Ekaristi • Laptop • LCD proyektor • Sound sistem 120 menit

(1) (2) (3) Minggu, 7-03-2010 ¾ Pembukaan •Pengantar umum •Lagu •Doa Pembukaan ¾ Sessi I: Pengertian Ekaristi

¾ Doa dan lagu Penutup

Pendamping menjelaskan maksud dari sarasehan tentang penghayatan Ekaristi dalam hidup rohani para suster PRR Pelaksana: Kristina K. M. Tanya Jawab

Minggu, 14-03-2010 ¾ Doa Pembukaan ¾ SessiII:Makna Ekaristi ¾ Doa dan lagu Penutup

Pelaksana:Kristina K. M. Tanya Jawab

Minggu, 21-03-2010 ¾ Doa Pembukaan ¾ Sessi III: Penghayatan

Para Suster tentang Ekaristi ¾ Penutup: •Evaluasi menyeluruh Kegiatan •Kata penutup •Doa/Lagu penutup

Sharing dan dialog pengalaman para suster PRR dalam penghayatan hidup setiap hari

Pendamping dan peserta mengadakan evaluasi bersama

2. Tujuan Pertemuan : Agar para suster dapat memahami arti Ekaristi sehingga mereka dapat memaknainya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Peserta : Para suster PRR wilayah Jawa 4. Tempat : Komunitas PRR Pringgolayan 5. Pelaksana : Kristina Koba Malo

6. Hari/tanggal : Minggu, 7 Maret 2010

7. Waktu : 08.00 WIB

8. Materi : Pengertian Ekaristi 9. Metode : Informasi, tanya jawab

10.Sarana : Hand out, laptop, LCD proyektor, sound system 11.Sumber Bahan :

• Martasudjita, E. (2005). Ekaristi Tinjauan Teologis,Liturgi, dan Pastoral, Kanisius: Yogyakarta.

• ____. (2003) Sakramen-sakramen Gereja, tinjauan teologis, Liturgis, dan pastoral. Kanisius: Yogyakarta.

• ____. (2000). Mencintai Ekaristi. Kanisius: Yogyakarta. b. Pemikiran Dasar

Pada dasarnya pengetahuan tentang Ekaristi itu sangat penting bagi seluruh umat, secara khusus pengetahuan atau pemahaman para suster PRR. Karena dengan pengetahuan itu, para suster dapat terbantu untuk lebih memahami arti dan peranan Ekaristi itu sendiri dalam kehidupan setiap hari.

Berdasarkan realitas yang terjadi, masih banyak suster yang kurang menghayati peranan Ekaristi. Hal ini nampak dalam kenyataan hidup para suster ketika mengikuti perayaan Ekaristi. Saat ber-Ekaristi, terjadi kejenuhan, tidak bersemangat, menganggap sebagai rutinitas bahkan ketika waktu untuk merayakan Ekaristi dianggap sebagai pengganggu kesibukan karena masih ada banyak tugas yang harus diselesaikan pada hari itu, tidak adanya kesiapan pribadi saat bertugas liturgi. Kenyataan ini cukup memprihatinkan maka para suster perlu dibantu dengan memberi pembinaan agar penghayatan terhadap Ekaristi sebagai puncak dan sumber seluruh kehidupan menjadi semakin baik.

Dengan itu pembekalan tentang Ekaristi sangat dibutuhkan oleh seluruh anggota Kongregasi sehingga mereka mempunyai pengetahuan atau pemahaman tentang Ekaristi yang baik dan benar. Pendampingan ini bisa dilanjutkan dalam acara-acara kebersamaan komunitas atau Kongregasi seperti: rekoleksi, retret, dan sharing komunitas tentang Ekaristi sehingga para suster benar-benar memahami peranan Ekaristi serta mempunyai suatu kesadaran yang tinggi dalam berliturgi dengan baik.

b. Lagu

c. Doa Pembukaan 2. Sessi I: Pengertian Ekaristi a. Ekaristi dalam Kitab Suci

1). Perjamuan makan dengan Yesus sebagai tanda kehadiran Kerajaan Allah Tindakan pewartaan dan penghadiran kerajaan Allah oleh Yesus tidak hanya tampak dalam karya penyembuhan berbagai orang sakit, pengusiran setan, dan membangkitkan orang mati, tetapi juga dalam makan bersama Yesus dengan orang berdosa (Mrk 2: 16-19). Dengan perjamuan makan bersama orang-orang berdosa, Yesus mau menampilkan makna kedatangan dan kehadiran Allah yang berbelas kasih. Kedatangan kerajaan Allah menunjuk pada datangnya keselamatan yang merangkul semua orang, teristimewa mereka yang hilang dan berdosa. Kebersamaan Yesus dengan orang-orang berdosa mengungkapkan kehendak Allah yang mau menyelamatkan (Mat 9: 13; Mrk 2: 17; Luk 5: 32) sebab Yesus datang pertama-pertama untuk mencari dan memanggil orang berdosa (Martasudjita, 2005: 25).

2). Perjamuan malam terakhir

Perjamuan Paskah Yahudi merupakan suatu upacara mengenangkan dan merayakan perbuatan besar Allah terhadap bangsa-Nya yaitu bangsa Israel maka perjamuan Paskah Yahudi merupakan suatu upacara syukur agung atas karya penyelamatan Allah sehingga orang Yahudi sungguh menghargai perayaan itu untuk memperingati pembebasan mereka dari Negeri Mesir (Bakker, 1988: 60).

Perjamuan malam terakhir. (Mrk 14; 22-25; Mat 26: 26-29; Luk 22: 15- 20 dan 1Kor 11:23-26). Perjamuan malam terakhir merupakan perjamuan perpisahan Yesus dengan para murid sebelum Ia menderita sengsara dan wafat di kayu salib. Dalam perjamuan itu Yesus hendak mengungkapkan kepada para murid-Nya bahwa Yesus sangat mencintai seluruh umat manusia dan akan memberikan keselamatan dengan mengurbankan nyawa-Nya di atas kayu salib. Yesus rela menderita, wafat dan bangkit agar umat manusia mampu mengalahkan yang jahat. 3). Perjamuan dengan Yesus yang Bangkit (Luk 24:13-35).

Setelah bangkit Yesus kembali mengadakan makan bersama dengan para murid-Nya. Dalam perjamuan itulah Yesus mengungkapkan bahwa Ekaristi merupakan kebersamaan dengan Tuhan yang bangkit. “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Daku” (Luk 22: 19) disini nanpak bahwa Yesus menjadi pusat dalam Ekaristi, Yesus hadir dengan seluruh misteri hidup dan kematian-Nya serta kemuliaan-Nya. “Peringatan akan Daku” mengarah kepada peringatan akan wafat dan kebangkitan-Nya. Suatu peringatan penuh syukur kepada Allah melalui Putra-Nya yang bangkit.

kerja bahasa Yunani eucharistein yang berarti memuji, mengucap bersyukur. Istilah Ekaristi menunjuk pada isi dari apa yang dirayakan dalam seluruh perayaan Ekaristi, mau mengungkapkan pujian syukur atas karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus, sebagaimana berpuncak dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus (Martasudjita, 2003: 28).

Santo Ignatius dari Antiokhia, ketika menulis surat kepada umat Philadelphia mengatakan: “Berusahalah kalian untuk merayakan satu Ekaristi, karena ini hanyalah satu tubuh Tuhan kita Yesus Kristus dan hanya satu piala untuk persatuan dengan darah-Nya, dan hanya satu altar”. Santo Ignatius mengajarkan roti Ekaristi sebagai tubuh Tuhan sendiri, yakni Yesus Kristus yang telah mempersembahkan diri dalam roti dan anggur Ekaristi (Martasudjita, 2005: 249).

Dalam ajaran Santo Yustinus Martir (sekitar tahun 165) memandang Ekaristi sebagai suatu ibadah atau Liturgi Kristiani. Bagi Yustinus Ekaristi adalah kurban rohani sebab Ekaristi merupakan doa yang benar dan pujian syukur yang tepat. Ekaristi sebagai pujian syukur merupakan kurban kepada Allah, kenangan akan penderitaan Yesus, akan penciptaan dan penebusan. Yustinus yakin bahwa santapan Ekaristi adalah tubuh dan darah Yesus Kristus sendiri (Martasudjita, 2005: 249).

Menurut Santo Ireneus Lyon (sekitar tahun 202), Ekaristi pertama-tama adalah kurban pujian syukur. Dalam Ekaristi diungkapkan pujian syukur atas penciptaan, dan atas penebusan Yesus Kristus. Tujuan makanan Ekaristi adalah penyampaian Sang Logos. Artinya dengan menerima santapan Ekaristi orang disatukan dalam kebersamaan abadi dengan Yesus Kristus (Martasudjita, 2005: 250-251).

c. Ekaristi menurut ajaran Konsili Vatikan II 1). Dimensi Kristologis

Pada peristiwa perjamuan malam terakhir Yesus menawarkan tubuh dan darah-Nya untuk menjadi makanan dan minuman rohani kepada para rasul-Nya (EE, 21) dan sekaligus berpesan kepada mereka: “Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Daku”...perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, kamu mengenangkan Aku” (1 Kor 11:24-25, Luk 22:19). Para rasul dengan menyambut undangan Yesus di ruang perjamuan “terimalah dan makanlah, munimlah” (Mat, 26:26-27) masuk dalam persekutuan sakramental bersama Putra Allah yang dikurbankan demi keselamatan umat manusia, maka perayaan Ekaristi menjadi kenangan kurban salib Kristus secara sakramental dalam tindakan liturgis Gereja (EE, 21).

Konsili Vatikan ke II memberi gambaran tentang perayaan Ekaristi yang berhubungan erat dengan pribadi Yesus Kristus. Dimana “Ekaristi ditetapkan oleh Yesus sebagai kenangan akan diri-Nya yang berpuncak pada wafat dan kebangkitan-Nya” di atas kayu salib. Apa yang dirayakan oleh Gereja saat ini sebagai kenangan akan karya penyelamatan Allah melalui Putra-Nya Yesus

dengan perayaan Ekaristi, yakni:

• Ekaristi sebagai Kurban

Konsili Vatikat II menjelaskan ajaranya mengenai Ekaristi sebagai kurban dalam SC 47:

Pada perjamuan terakhir, pada malam ia diserahkan, penyelamat kita mengadakan kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian, Ia mengabadikan kurban salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja mempelai-Nya yang terkasih kenangan Wafat dan kebangkitan-Nya: Sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikurniai jaminan kemuliaan yang akan datang.

“Tuhan Yesus, pada malam Ia diserahkan” (1 Kor 11:23) telah menetapkan kurban Ekaristi tubuh dan darah-Nya. Yesus tidak hanya menegaskan pemberian tubuh dan darah-Nya untuk dimakan dan diminum tetapi lebih dari itu Yesus mau mengungkapkan makna pengurbanan diri-Nya di atas kayu salib. “Kurban” bukanlah penyembelian tetapi penyerahan diri Yesus pada Bapa-Nya demi keselamatan umat manusia. (EE,12-13).

• Ekaristi sebagai Sakramen

Kata “Sakramen “dari bahasa Latin dengan asal kata “sacrare” artinya “menguduskan” atau “menyucikan”. Melalui sakramen Yesus menguduskan manusia, umat-Nya dimana oleh Gereja dinamakan sebagai perbuatan sakramental, maka melalui sakramen terjadi pengudusan atau penyucian secara rohani bagi hidup umat beriman. Sakramen dilihat sebagai sesuatu yang mendatangkan rahmat bagi umat beriman melalui wujud yang nyata. Maka untuk melaksanakan pemberian rahmat pengudusan, Yesus menggunakan air, minyak, roti dan anggur sebagai sarana pengudusan atau penyucian hidup umat manusia dalam tanda sakramen. Maka sakramen disebut tanda atau perbuatan simbolis yang menyatakan apa yang tidak kelihatan namun dibuat oleh Yesus dalam karya penyelamatan-Nya.

Perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja dimana umat berkumpul untuk merayakan Sakramen keselamatan selalu mengenangkan misteri iman, misteri keselamatan yang telah dilakukan oleh Yesus dengan menyerahkan diri-Nya menjadi tebusan bagi umat manusia. Dalam SC 47 juga dikatakan bahwa “Kristus mempercayakan kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, kenangan, wafat dan kebangkitan-Nya: Sakramen cinta kasih, lambang kesatuan ikatan cinta kasih “.

• Ekaristi sebagai Perjamuan

Perayaan Ekaristi disebut sebagai perjamuan, karena dalam perjamuan terakhir yang dibuat Yesus bersama para murid-Nya, dimana Yesus menyerahkan diri-Nya untuk dimakan dan diminum oleh para murid-Nya dalam wujud roti dan anggur. Dalam kehidupan sebagai manusia, makan dan minum adalah suatu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap orang untuk bisa bertahan

murid-Nya merupakan makan dan minum secara jasmani dan rohani. Perjamuan ini diadakan sebagai pesta perjamuan perpisahan sebelum wafat-Nya di kayu salib, Yesus memberikan diri-Nya sebagai makanan dan minuman (Luk, 22: 15-20). Bertolak dari peristiwa perjamuan makan Yesus bersama para murid-Nya maka Perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja saat ini disebut sebagai “Perjamuan”. Melalui penyerahan roti dan anggur “inilah tubuh-Ku “, inilah darah-Ku”, Yesus menyerahkan diri-Nya untuk menjadi santapan rohani bagi umat beriman yang percaya kepada-Nya melalui wujud roti dan anggur yang diterima dalam perayaan Ekaristi. Dengan perjamuan bersama dalam perayaan Ekaristi, umat semakin bersatu dengan Kristus, pemberi hidup, dan juga bersatu dengan sesama umat beriman yang hadir dalam perjamuan Ekaristi. Perayaan Ekaristi merupakan kenangan akan karya keselamatan Allah yang memuncak pada misteri Paskah (Martasudjita, 2003: 295).

2). Dimensi Eklesiologi

Dimensi eklesiologi yang berasal dari kata Yunani “ekkleo” artinya memanggil adalah suatu ajaran teologi yang berkaitan dengan Gereja. Umat katolik mengimani Gereja sebagai karya Roh Kudus yang menjadi perantara umat untuk dapat semakin dekat dengan Yesus Kristus. Gereja melaksanakan perintah Yesus sehingga dapat mengungkapkan imannya melalui perayaan Ekaristi. Beberapa dimensi eklesiologi tentang Ekaristi:

• Ekaristi sebagai sarana kebersamaan.

Ekaristi adalah bagian dari perayaan Gereja yang sangat dihormati dan diagungkan oleh umat katolik karena perayaan Ekaristi dalam Gereja merupakan perayaan yang suci.(lihat SC 26 ) .

Ekaristi merupakan perayaan seluruh Gereja, dimana umat dipersatukan dalam perayaan Ekaristi untuk mengenangkan karya penebusan Allah dalam diri Putra-Nya. Seluruh umat dipersatukan dalam cinta kasih Kristus untuk mampu menghayati makna dari perayaan Ekaristi. Maka melalui perantaraan Gereja, umat berkumpul untuk merayakan perayaan Ekaristi, serta mampu mengungkapkan imannya dan bersyukur atas penebusan Tuhan yang telah dialami dalam kehidupan setiap hari.

Gereja sebagai umat Allah yang berkumpul untuk merayakan perayaan Ekaristi juga diharapkan untuk ikut ambil bagian secara penuh dalam perayaan Ekaristi.( lihat SC 48).

Umat diharapkan berpartisipasi dalam seluruh perayaan Ekaristi sejak awal persiapan hingga akhir perayaan, maka melalui kehadiran dan keikutsertaan dalam seluruh bagian perayaan Ekaristi umat terlibat aktif dalam seluruh bagian perayaan Ekaristi karena perayaan Ekaristi merupakan satu kesatuan yang harus diikuti oleh seluruh umat. (lihat PUMR 35 ).

Melalui perantaraan Gereja umat berkumpul untuk merayakan peristiwa keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus melalui perayaan Ekaristi sehingga Ekaristi tidak hanya sebagai puncak seluruh liturgi Gereja, tetapi juga menjadi

melalui perayaan Ekaristi umat memperoleh kekuatan rohani dan memohon rahmat dari Allah untuk dimampukan dalam menjalani kehidupan. Dari perayaan Ekaristi itulah mengalir kekuatan yang menjiwai dan menggerakkan seluruh hidup orang kristiani untuk mengarungi suka duka kehidupannya.

3). Dimensi Eskatologis.

Dalam dimensi eskatologis mau menggambarkan bahwa perayaan Ekaristi bukan hanya merupakan perayaan akan peringatan sejarah karya keselamatan Allah melalui Putra-Nya Yesus Kristus tetapi juga mau mengatakan kepada umat manusia bahwa perayaan Ekaristi berhubungan dengan kehidupan yang akan datang, atau peristiwa akhir zaman, seperti apa yang telah dijanjikan oleh Yesus sendiri tentang keselamatan yang akan datang.

Perayaan Ekaristi merupakan perayaan perjamuan surgawi, perjamuan eskatologis seperti apa yang dikatakan Yesus dalam injil Yohanes “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak manusia dan minum darah-Nya kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman“ (Yoh 6: 53-54). Allah telah memberikan diri-Nya dengan perantaraan Putra-Nya Yesus Kristus demi keselamatan umat manusia sampai akhir zaman. Sehingga melalui perayaan Ekaristi menghantar umat manusia untuk semakin menghayati imannya akan Yesus Kristus.

Konsili Vatikan ke II dalam SC 8 menyatakan bahwa: “Dalam Ekaristi yang

Dokumen terkait