• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hidup Berorganisasi

Dalam dokumen Pedoman Darma Bakti (Halaman 132-135)

Lampiran MKT No. 11

Penjelasan 5: Hidup Berorganisasi

Sudah agak lama kita belajar hidup berorganisasi, dan memang tiada manusia, jiwa mujahid, yang pandai berdiri sendiri, yang tidak tergantung, tidak terpengaruh atau tidak memerlukan sesuatu diluar pribadinya.

Mula pertama kita merasa hidup seorang diri. Lambat-laun perasaan itu meningkat hingga menjadi kesadaran dan keinsyafan selaku anggota sesuatu keluarga. Dan selan-jutnya meningkat lagi, hingga kita merasa dan menganggap diri kita, insyaf dan sadar sepenuhnya, sebagai warga masyarakat dan negara, warga ummat dan bangsa.

Dengan meningkatnya nilai perasaan dan anggapan, yang kemudian terrealisir dalam kelakuan dan perbuatan, maka makin bertambah2 meningkat pula rasa tanggung jawab kita. Sebagai seorang diri, kita hanya bertanggung jawab atas diri kita. Sebagai warga sesuatu keluarga atau kelompok, tanggung jawab kita meningkat menjadi tanggung jawab terhadap keluarga dan kelompok. Begitulah selanjutnya, sebagai warga sesuatu ummmat, bangsa atau jama’ah, maka pertanggung jawab kita akan meliputi seluruh ummat, bangsa dan jama’ah itu. Rasa tanggung-jawab yang makin meningkat itu, tidak hanya akan menambah besarnya hak kita, melainkan juga makin menambah besar dan beratnya kewajiban antar-warga, antar-kelompok dan antar-ummat. Syahdan, dengan sandaran Maklumat K.T. yang menjadi sendi-dasar hidup dan perju-angan kita, hidup dan berjuang hanya untuk melaksanakan tugas Ilahy muthlak, merealisir dharma yang tertanam dalam jiwa setiap Mujahid, maka seluruh Barisan Mujahidin tanpa kecuali, dimanapun mereka berada dan bertugas, terikat erat satu sama lain demikian rupa, baik oleh Bai’at Negara, Bai’at Jabatan, Bai’at Setia maupun Bai’at selaku Mujahid, sehingga mereka itu berwujudkan satu Jama’ah Besar, yang anggota-anggotanya terdiri daripada tiap-tiap Mujahid dan Mujahidah, tegasnya : Jama’ah Besar Mujahidin.

Selaku warga Jama’ah Besar Mujahidin, maka tiap-tiap Mujahid akan merasa makin bertambah-tambah besar dan mendalamnya rasa-setia kawannya, rasa-tang-gung-jawabnya, rasa wajibnya dst., sampai-sampai akhirnya meliputi seluruh Um-mat dan Bangsa, Negara dan Agama. Hendaklah semangat, kesadaran dan keinsyafan serupa itu ditanam dalam-dalam dan dipupuk baik-baik dalam-dalam jiwa setiap Mujahid, dan kemudian diperkembangkan dan diwujudkan dalam bentuk amal dan jasa2, baik jasa terhadap Ummat dan Bangsa maupun terhadap Negara dan Agama. Jika demikian halnya, maka cita-cita Baldatun Thayibatun wa Rabbun Ghafur bukan impian atau khayalan belaka.

Daya selamat-menyelamatkan, daya rahmat merah-mati dst. dst. akan sambung me-nyambung tidak kunjung-putus, sehingga meliputi seluruh Ummat dan bangsa, seluruh Negara dan Agama. Demikianlah “dharmaning ksatriya suci” pentegak-Kalimatillah! Harap direnung-resapkan sebaik-baik dan sedalam-dalamnya, hingga terwujud dalam bentuk bukti-kenyataan yang sebenarnya.

Penjelasan 6 : Membina Rasa Cinta Tha’at, Setia dan Patuh

Dalam kata “tha’at dan patuh” termasuk pula istilah “disiplin” (discipline), dalam arti-kata khusus maupun umum. Bandingkanlah dengan Penjelasan 7., C.!

Tha’at-patuh tanpa rasa-cinta setia, akan merasakan kaku-tegang dan kurus-kering-tandus, laksana suara irama. Bahkan kadang-kadang terasakan sebagai sesuatu yang keras dan kejam, kasar dan bengis. Demikian pula benar dan adil, tanpa qisthi dan palamarta. Maka untuk memperoleh hasil amal yang sempurna, jasa-jasa yang besar manfa’at dan maslahat untuk umum, untuk Ummat, Negara dan Agama, maka kuncinya terletak dalam jiwa, atau lebih tegasnya: jiwa Mujahid yang harmonis, selaras dengan tugasnya.

Mujahid yang memiliki keselarasan jiwa ini akan menunaikan segala tugas wajibnya dengan sepenuh-jiwanya, dengan tekun, dengan khusu’ dan khudlu tanpa menghiraukan atau terpengaruh oleh sesuatu diluarnya. Dan keselarasan jiwa itu hendaknya bersifat vertikal (1) mulai tingkatan pemimpin teratasi hingga bawahan yang terendah, dan seba-liknya, dan bersifat pula horizontal (2), merata-mendatar, hingga sampai meliputi Jama’-atul-Mujahidin sebagai kesatuan dan keseluruhan. Maka pokok-pangkal daripada kese-larasan jiwa itu terletak pada rasa-cinta, ialah rasa-suci-murni. Yang bersemayam dalam lubuk kalbu setiap Mujahid sejati.

Bagi membina jiwa baru, atau menanam jiwa jihad, jiwa yang sanggup dan mampu menyelaraskan diri dengan hukum-hukum Jahad, jiwa yang berani bertindak menya-lurkan tingkat-laku dan amal-perbuatannya dengan Hukum-hukum Jihad, maka lan-dasan pembinaan jiwa kesatria suci semacam ini a.l.l. adalah sbb:

A. Rasa-cinta setia kepada Allah (Mahabbah) dalam makna dan wujudnya:

- Sanggup dan mampu melaksanakan tiap perintah-Nya dan menjauhi tiap-tiap larangan-Nya, tanpa kecuali dan tanpa tawar-menawar;

- Mendahulukan dan mengutamakan pelaksanaan perintah-perintah Allah, daripada sesuatu diluarnya; dan

- Mendasarkan tiap-tiap laku lampah dan amalnya atas Wahdaniyat Allah, tegasnya: atas Tauhid sejati, dan tidak atas alasan, pertimbangan dan dalil apapun, melainkan hanya berdasarkan Khulishan-mukhlisan semata, atau dengan kata-kata lain: “Allah-minded 100%.

B. Rasa-cinta-setia kepada Rasulullah Clm., dalam ma’na dan wujud:

- Sanggup dan mampu merealisir ajaran dan Sunnah Clm., dengan kepercayaan dan keyakinan sepenuhnya, bahwa tiada contoh dan tauladan lebih utama dari-pada ajaran dan Sunnahnya: khusus dalam rangka jihad, tegasnya rangka usaha membina Negara Madinah Indonesia; dan

- Pantang melakukan sesuatu diluar ajaran dan hukum Islam, sepanjang Sunnah, hingga mencapai taraf “Islam-minded 100%”.

C. Rasa-cinta setia kepada Ulil-Amri Islam, atau Imam N.I.I., atau Plm. T. A.P.N.I.I., yang didalamnya termasuk (1) rasa-cinta-setia kepada pemerintah Negara Islam Indonesia, dan tidak kepada sesuatu Pemerintah di luarnya; (2) rasa cinta-setia kepada Negara Islam Indonesia, dan tidak kepada sesuatu Negara diluarnya; (3) rasa-cinta-setia kepada Undang-Undang (Qanun-Asasy) N.I.I., dan tidak kepada Undang-undang negara manapun; dst. dst. dst., yang semuanya itu tercakup dalam istilah “Negara Islam Indo-nesia-minded 100%”.

Catatan :

Kita hanya mengenal satu Ulil Amri Islam, satu Imam-Plm. T. A.P.N.I.I., tidak lebih, dan tidak kurang.

Tiap-tiap kepercayaan, keyakinan, anggapan dan perlakuan, yang menyimpang atau bertentangan dengan dia, adalah sesat dan menyesatkan, salah, keliru dan durhaka. D. Rasa-cinta-setia kepada tanah-air, ummat dan masyarakat, sampai-sampai kepada

diri pribadi, dengan catatan dan perhatian:

- Bahwa kecintaan dan kesetiaan kita dalam hubungan ini tidak sekali-kali boleh melanggar atau menyimpang, melebihi atau mengurangi barang apa yang termak-tub pada huruf-huruf A., B. dan C. di atas; melainkan semuanya tetap berlaku dalam batas-batas rangka jihad dan usaha jihad, dan tidak sesuatu di luarnya.

E. Dan rasa-cinta-setia kepada tugasnya, tugas dan wajibnya melaksanakan Jihad-berperang pada Jalan Allah, karena Allah, untuk mentegakkan Kalimatillah, langsung menuju Mardlatillah, lebih dan dilebihkan daripada setiap kecintaan diluarnya, dalam makna dan wujud:

- Percaya dan yakin dengan sepenuh jiwanya, bahwa Jihad adalah satu-satunya dharma-bakti muthlak dan maha-suci ‘indallah wa ‘indannas, yang boleh membawa pelakunya naik meninggi sampai kepada harkat-derajat yang termulia, dibawah para Anbiya-Allah dan para Rasulullah;

- Karena Jihad berhukumkan Fardlu’ain dan Fardlu kifayah (bersama-sama), maka pada tiap-tiap saat Allah berkenan mengidzinkannya, wajib jihad itu diletakkan atas pundak tiap-tiap Mujahid dan atas pundak seluruh Jama’ah Mujahidin, atau dengan kata-kata lain; atas seluruh ummat, tanpa kecuali.

- Percaya dan yakin sepenuhnya, bahwa Jihad fi sabilillah adalah satu-satunya cara, laku, usaha dan ‘amal memperjuangkan Keluhuran Agama Islam, Kedau-latan Negara Islam Indonesia beserta Hukum-hukum Syari’at Islam yang menjadi sendi-dasarnya, dan Kebahagiaan Ummat dan Bangsa, yang berharap ingin mengucap-menikmati Kurnia Allah yang Maha-Besar, dalam Kerajaan Allah di dunia dan di akhirat, atau sekurang-kurangnya dalam lingkungan Baldatun Thajjibatun wa Rabbun Ghafur di Indonesia atau Negara Islam Indonesia, ialah ujung kesudahan cita-cita Ummatul-Mujahidin, Ummat pilihan dan kekasih-Allah di Indonesia; dan - Sanggup serta mampu menyalurkan tiap-tiap gerak-langkah dan tingkah-lakunya,

dlahir maupun bathin, sepanjang Hukum-hukum Jihad; Hukum-hukum Islam dimasa Perang, sehingga menjadi Mujahid tulen dan Mujahid sejati genap-lengkap dlahir-bathin, tegasnya Mujahid yang “Jihad minded 100%, keyakinan mana akan mendorong Mujahid-pelakunya:

=> Untuk menumpahkan dan mengorbankan segenap tenaga dan hartanya hanya pada Jalan yang ditaburi rahmat dan ridla Ilahy;

=> Untuk menggunakan tiap detik sepanjang umurnya hanya bagi jihad mente-gakkan Kalimatillah;

=> Untuk mempertaruhkan jiwa, raga dan nyawanya hanya untuk persembahan dharma-bakti muthlak kepada Dzat ‘Azza wa Jalla semata; tegasnya hanya untuk mentegakkan Kalimatillah, mendhahirkan Kerajaan Allah di dunia, khusus di permukaan bumi Allah Indonesia. Dan tiada sesuatu di luarnya.

Dalam dokumen Pedoman Darma Bakti (Halaman 132-135)