• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipotesis Ketiga

Dalam dokumen YUDI DARMA NIM. S (Halaman 151-158)

Interaction Plot for Nilai

3. Hipotesis Ketiga

Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi dua jalan dengan ukuran sel tak sama, untuk sumber variansi interaksi pendekatan pembelajaran dengan kreativitas diperoleh nilai FAB = 3,34 > F0,05;2,180 = 3,07, sehingga Fobs DK. Oleh karena itu H0AB ditolak, ini berarti terdapat interaksi antara faktor pendekatan pembelajaran dan faktor kreativitas siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi barisan dan deret.

a. Dari uji komparasi rerata antar sel dengan metode Schefee’ pada pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif diperoleh hasil sebagai berikut:

1) F11-12 = 58,258 > Ftabel = 11,01, maka F11-12 DK sehingga H0 ditolak Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai kreativitas sedang. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas tinggi adalah 52,06 dan rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas sedang adalah 43,93.

Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas tinggi lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai

commit to user

kreativitas sedang, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas sedang.

2) F11-13 = 160,947 > Ftabel = 11,01, maka F11-13 DK sehingga H0 ditolak Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai kreativitas rendah. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas tinggi adalah 52,06 dan rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas rendah adalah 38,66.

Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas tinggi lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas rendah.

3) F12-13 = 24,894 > Ftabel = 11,01, maka F12-13 DK sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai kreativitas sedang dengan siswa yang mempunyai kreativitas rendah. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas sedang adalah 43,93 dan rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas rendah adalah 38,66.

Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas sedang lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, siswa yang mempunyai kreativitas sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah

commit to user

matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas rendah.

Dengan demikian pada uji komparasi antar sel pada baris pertama (pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif), dapat diambil kesimpulan bahwa pada pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kreativitas sedang maupun rendah. Sedangkan siswa yang mempunyai kreativitas sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kreativitas rendah.

b. Dari uji komparasi rerata antar sel dengan metode Schefee’ pada pembelajaran dengan pendekatan Investigasi diperoleh hasil sebagai berikut:

1) F21-22 = 36,435 > Ftabel = 11,01, maka F21-22 DK sehingga H0 ditolak Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai kreativitas sedang. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas tinggi adalah 48,32 dan rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas sedang adalah 42,29.

Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas tinggi lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas sedang, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas sedang.

2) F21-23 = 90,381 > Ftabel = 11,01, maka F21-23 DK sehingga H0 ditolak Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara

commit to user

siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai kreativitas rendah. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas tinggi adalah 48,32 dan rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas rendah adalah 38,68.

Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas tinggi lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas rendah.

3) F22-23 = 13,059 > Ftabel = 11,01, maka F22-23 DK sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai kreativitas sedang dengan siswa yang mempunyai kreativitas rendah. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas sedang adalah 42,29 dan rerata yang diperoleh siswa dengan kreativitas rendah adalah 38,68.

Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas sedang lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, siswa yang mempunyai kreativitas sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas rendah.

Dengan demikian pada uji komparasi antar sel pada baris kedua (pembelajaran dengan pendekatan Investigasi), dapat diambil kesimpulan bahwa pada pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kreativitas sedang maupun rendah. Sedangkan siswa yang mempunyai

commit to user

kreativitas sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kreativitas rendah.

Dari hasil temuan dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada siswa kelompok kreativitas tinggi lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah kelompok kreativitas sedang maupun rendah, dan kemampuan pemecahan masalah siswa kelompok kreativitas sedang lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah kelompok kreativitas rendah, baik pada pendekatan metakognitif maupun pendekatan investigasi. Hal ini bersesuaian dengan pendapat yang diungkapkan oleh Kirkley (2003) dan Garofalo dan Lester (1985) bahwa di bawah pengaruh teori pembelajaran kognitif, pemecahan masalah (problem solving) berkembang menjadi sebuah sarana untuk merepresentasikan aktivitas mental yang kompleks (complex mental activity) yang merupakan keragaman kemampuan kognitif dan actions. Pemecahan masalah sendiri meliputi kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti visualization, association, abstraction

comprehension, manipulation, reasoning, analysis, synthesis, generalization,

yang dari tiap-tiap poin tersebut membutuhkan suatu pengaturan dan pengkoordinasian.

Hal ini mempertegas temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kreativitas maka semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, selain dikarenakan oleh pendekatan pembelajaran yang dilakukan juga diakibatkan oleh iklim belajar yang tercipta di dalam kelas. Pada saat pelaksanaan treatment, dominasi siswa dalam proses belajar mengajar cukup optimal. Mereka telibat hampir dalam semua tahapan pembelajaran. Sehingga peran guru selaku fasilitator untuk memberikan stimulan belajar dapat terbantu walaupun masih ada beberapa siswa yang cenderung diam dalam sesi diskusi kelompok atau bahkan tidak mengetahui bagian mana dari matematika yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi.

commit to user 4. Hipotesis Keempat

Dari hasil uji komparasi rerata antar sel pada tingkat kreativitas dengan metode Scheffee’ diperoleh hasil sebagai berikut:

a. F11-21 = 12,935 > Ftabel = 11,01, maka F11-21 DK sehingga H0 ditolak.

Hal ini berarti, pada kategori kreativitas tinggi terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi. Selanjutnya dengan melihat rerata untuk masing-masing sel pada kategori kreativitas tinggi (Tabel 4.11), rerata yang diperoleh siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif adalah 52,06 dan rerata yang diperoleh siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Investigasi adalah 48,32.

Karena rerata yang diperoleh siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif lebih tinggi dibandingkan rerata yang diperoleh siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, maka dapat disimpulkan bahwa pada kategori kreativitas tinggi, siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.

b. F12-22 = 2,559 < Ftabel = 11,01, maka F12-22 DK sehingga H0 diterima.

Hal ini berarti, pada kategori kreativitas sedang tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi. Selanjutnya dengan melihat rerata untuk masing-masing sel pada kategori kreativitas sedang, rerata yang diperoleh siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif adalah 43,93 dan rerata yang diperoleh siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Investigasi adalah 42,29.

Walaupun rerata yang diperoleh siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, tetapi karena hasil uji

commit to user

komparasi rerata antar sel pada kolom kedua (tingkat kreativitas sedang) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa pada kategori kreativitas sedang, siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematika yang sama dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.

c. F13-23 = 0,0004 > Ftabel = 11,01, maka F13-23 DK sehingga H0 diterima.

Hal ini berarti, pada kategori kreativitas rendah tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi. Selanjutnya dengan melihat rerata untuk masing-masing sel pada kategori kreativitas rendah, rerata yang diperoleh siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif adalah 38,66 dan rerata yang diperoleh siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Investigasi adalah 38,68.

Walaupun rerata yang diperoleh siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi sedikit lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, tetapi karena hasil uji komparasi rerata antar sel pada kolom ketiga (tingkat kreativitas rendah) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa pada kategori kreativitas rendah, siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematika yang sama dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.

Berdasarkan pada temuan sebelumnya bahwa secara umum siswa yang diberikan dengan pendekatan metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dari pada siswa yang diberikan dengan pendekatan investigasi. Namun temuan lain yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa berdasarkan tingkat kreativitas, khususnya pada siswa yang mempunyai tingkat kreativitas sedang dan rendah, siswa yang diberikan dengan pendekatan

commit to user

metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah yang sama dengan siswa yang diberikan dengan pendekatan investigasi.

Dalam dokumen YUDI DARMA NIM. S (Halaman 151-158)