• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA , KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

C. Hipotesis tindakan

Apabila guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Script, maka kemampuan berbicara murid kelas V SD Inpres Gallang Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa akan meningkat.

Hasil

Temuan

BABII

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

B. Kajian Pustaka

2. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe script sudah ada yang meneliti sebelumnya, di antaranya adalah Nurlia (2011) dengan judul penelitian “Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Script pada Murid kelas IV SD Inpres Pallangga”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar Bahasa Indonesia murid kelas IV SD Inpres Pallangga mengalami peningkatan setelah dilaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan pembelajaran Cooperative Script.

Peneliti selanjutnya adalah Patmawati (2011) dalam skripsinya yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe script pada siswa kelas V SD Negeri XS Bolli Kabupaten Enrekang. Menunjukkan bahwa hasil belajar murid kelas V SD Negeri XS Bolli Kabupaten Enrekang juga mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran Kooperatif tipe script dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian pada SD Inpres Gallang Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa dengan judul Peningkatkan Keterampilan Berbicara Melalui Pembelajaran Kooperatife tipe script.

2.Konsep Berbicara h. Pengertian Berbicara

Menurut Junus (2011:1), betapa pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi yang primer dapat dirasakan oleh setiap pengguna bahasa. Bahasa atau language adalah lambang bunyi yang diucapkan. Kenyataan inilah yang menempatkan keterampilan berbicara itu sebagai keterampilan berbahasa yang utama. Para ahli linguistik menempatkan keterampilan berbicara seorang anak (secara alamiah) menempatkan keterampilan berbicara (speaking) pada urutan kedua. Ini berarti sebelum keterampilan membaca dan menulis anak terlebih dahulu harus dapat berbicara. Melalui keterampilan berbicaralah manusia pertama-tama dapat memenuhi keperluan untuk berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat tempat ia berada. Bahasa adalah salah satu kebutuhan pokok di antara sejumlah kebutuhan manusia sehari-hari.

Amier dan Tarman,( 2009:63) mengemukakan bahwa:

“Secara umum berbicara dapat diartikan sebagai suatu penyampaian (ide, pikiran dan isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain”.

Pengertian secara khusus yang dikemukakan oleh Tarigan (dalam Haryadi 1996:54) bahwa: “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”.

Tarigan (dalam Junus, 2011:103) menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan.

Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial agar mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Tarigan (dalam Achmad dan Alek, 2010:28) Secara garis besar, berbicara dapat dibagi atas dua pilihan:

pertama, berbicara di muka umum pada masyarakat (Publik Speaking) atau berbicara individual. Kedua, berbicara pada konferensi (Conference Speaking) atau berbicara kelompok yang meliputi: formal maupun tidak formal dan debat.

Menurut beberapa ahli komunikasi (dalam Mahmudah, 2011:76), berbicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromoskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara.

Dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Pada hakikatnya berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi artikulasi atau kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak

Fokus Perhatian guru saat memberikan pembelajaran berbicara menurut Granida (dalam Amier 2009:63) adalah:

8) Pesan, amanat yang akan disampaikan kepada pendengar 9) Bahasa pengemban pesan atau gagasan

10) Media penyampaian (alat ucap, tubuh, dan bagian tubuh lainnya) 11) Arus bunyi ujaran yang dikirim oleh pembicara

12) Upaya pendengar untuk mendengarkan arus bunyi ujaran dan mengamati gerak mimik pembicara serta usaha mengamati penyampaian gagasan lewat media visual

13) Usaha memahami arus bunyi ujaran, gerak mimik menuansakan makna atau suasana tertentu serta penyampaian gagasan dari pembicara lewat media visual 14) Usaha pendengar untuk meresapkan, menilai, mengembangkan gagasan yang disampaikan.

Dari ketujuh unsur yang terlibat tersebut di atas dapat dikelompokkan menjadi tiga sudut pandang yang terpenting, yaitu (a) pembicara, (b) pendengar, dan (c) medan pembicara.

Unsur pembicara memiliki tugas dalam menata gagasan, media kebahasaan, dan menyampaikan ujaran. atau mengirimkan bunyi-bunyi kemudian Unsur medan pembicaraan berfungsi sebagai daerah pemindahan pesan lewat arus bunyi ujaran. Sedangkan pendengar yang menerima bunyi-bunyi ujaran yang bermakna yang disampaikan oleh pembicara.

Kegiatan berbicara, jika pada diri pembicara ada hambatan, maka pesan yang dikirim kepada pendengar akan mengalami hambatan hambatan yaitu faktor internal dan faktor eksternal

Hambatan-hambatan itu ada yang datang dari faktor internal dan ada yang datang dari faktor eksternal. Faktor internal adalah hambatan yang datang dari diri pembicara itu sendiri, seperti: (a) alat ucap, (b) ketahanan penggunaan bahasa, (c) kelelahan, (d) fisiologi, dan (e) psikologi. Hambatan yang datang dari faktor eksternal atau yang datang dari luar pena pembicara, seperti: (a) suara atau bunyi (sebisingan) (b) penglihatan, (c) kondisi ruang, (d) gerak yang atraktif, (e) media, dan (f) cuaca atau kondisi saat pembicaraan itu berlangsung.

Agar pembelajaran berbicara dapat terlaksana dengan baik, maka ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut:

4. Memberikan latihan berbicara sebanyak-banyaknya untuk menguasai suatu keterampilan, termasuk keterampilan berbicara, perlu latihan praktek yang dilaksanakan secara teratur dan terarah.

5. Latihan berbicara harus merupakan bagian yang integral dari program pembelajaran sehari-hari. Karena itu perlu adanya koordinasi antara guru bahasa Indonesia dengan guru-guru bidang studi lainnya.

6. Menumbuhkan kepercayaan diri, salah satu hambatan yang dihadapi murid terutama murid pemula, adalah kurangnya rasa percaya diri.

Mengingat kemampuan berbicara memerlukan latihan dan bimbingan yang intensif.Penilaian yang mengukur dan menilai satu kegiatan saja,tetapi hendaknya berlanjut dan bertujuan meningkatkan keterampilan berbicara pada kegiatan berikutnya.

i. Faktor-faktor yang Dinilai dalam Berbicara :

3) Faktor kebahasaan,yang mencakup;

(a) pengucapan vocal, (b) pengucapan konsonan, (c) penempatan tekanan, (d) penempatan persendian/jeda, (e) penggunaan nada / irama, (f) pilihan kata / ungkapan atau diksi, (g) variasi kata, (h) struktur kata, (i) ragam kalimat

4) Faktor nonkebahasaan,yang mencakup;

(a) Keberanian dan semangat, (b) Kelancaran, (c) Kenyaringan suara, (d) Pandangan mata, (e) Gerak-gerik dan mimik, (f) Penalaran/ pemahaman/

pengungkapan materi wacana, (g) Penguasaan topik, (h) Sikap

j. Butir-butir yang Perlu Diperhatikan oleh Seorang Pembicara

Butir-butir yang Perlu diperhatikan oleh Seorang Pembicara Menurut Kondongan, (2007:7) adalah:

10)Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak kaku.

Berbicara, kita bersikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. Bersikap wajar, berarti berpenampilan atau berbuat sebagaimana mestinya, sesuai dengan keadaan. Sikap yang wajar dapat menarik perhatian pendengar. Sikap yang tenang

adalah sikap dapat menimbulkan jalan pikiran dan pembicaraan menjadi lancar.Selanjutnya, dalam berbicara kita tidak boleh bersikap kaku, tetapi harus bersikap sebaliknya, yaitu luwes, fleksibel dan lemah lembut.

11)Pandangan yang diarahkan kepada lawan berbicara

Pada waktu berbicara pandangan kita harus diarahkan kepada lawan berbicara, baik dalam pembicaraan perorangan maupun dalam kelompok.

Pandangan pembicara yang tidak diarahkan kepada lawan bicara di samping tidak tau kurang etis, juga akan mengurangi keefektifan berbicara. Banyak pembicara yang dapat kita saksikan tidak memandang atau memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping, atau menunduk. Hal itu mengakibatkan perhatian pendengar berkurang, karena mungkin merasa atau kurang diperhatikan.

12)Kesediaan Menghargai Pendapat Orang lain

Menghargai pendapat orang lain, berarti menghormati atau mengindahkan pikiran atau anggapan atau buah pikiran orang lain, baik pendapat itu benar maupun salah. Jika pendapat itu benar itulah yang diperlukan.

13)Kesediaan Mengoreksi Diri Sendiri

Mengoreksi diri sendiri berarti memperbaiki kesalahan diri sendiri.

Kesediaan memperbaiki diri sendiri adalah suatu sikap yang sangat terpuji. Sikap seperti ini diperlukan dalam kegiatan berbicara agar diperlukan kebenaran atau kesepakatan yang memang menjadi salah satu tujuan suatu pembicaraan.

14)Kelancaran

Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaranya. Pembicara yang terputus-putus atau bahkan diselingi dengan bunyi-bunyi tertentu.

15)Gerak dan Mimik yang Tepat

Salah satu kelebihan dalam kegiatan berbicara jika dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan berbahasa yang lain adalah gerak-gerik dan mimik yang berfungsi membantu memperjelas atau menghidupkan pembicaraan.

16)Penalaran dan relevansi

Dalam berbicara, seorang pembicara hendaknya memperhatikan unsur penalaran, yaitu pemikiran atau cara berpikir yang logis untuk sampai kepada suatu kesimpulan.

17)Penguasaan Topik

Pengusaan topik pembicara hendaknya memperhatikan unsur penalaran, yaitu pemikiran atau cara berfikir yang logis untuk sampai kepada suatu kesimpulan.

18)Tujuan

Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain tentu mendapat respon atau reaksi tertentu. Respon atau reaksi itu merupakan suatu hal yang menjadi harapan pembicaraan. Yang menjadi harapan pembicaraan itu disebut juga sebagai tujuan pembicaraan.

k. Tujuan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, sebaiknya seorang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya. Dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang menyadari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.Apakah sebagai alat social (social tool), ataupun sebagai alat perusahaan maupun profesional (business professional tool), maka pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu:

4. Memberikan, melaporkan (to inform) 5. Menjamu, menghibur (to enternain)

6. Membujuk, mengajak, mendesak, menyakinkan (to persuade)

Menurut Tarigan (dalam Junus ,2011:103) Gabungan atau maksud-maksud itupun mungkin terjadi.Suatu pembicaraan misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan, menjamu, begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan menyakinkan.

l. Jenis-Jenis Berbicara

6) Jenis Berbicara Berdasarkan Situasi Pembicaraan.

Berdasarkan situasi pembicaraan jenis berbicara terdiri atas berbicara informal dan berbicara formal. Berbicara informal meliputi: bertukar pengalaman, percakapan, penyampaian berita, pengumuman, bertelepon dan memberi petunjuk.

Adapun berbicara formal meliputi: ceramah, perencanaan, dan penilaian, wawancara, debat, diskusi dan bercerita (dalam situasi formal).

7) Jenis Berbicara Berdasarkan Tujuan Pendengar

Tujuan pembicara pada umumnya yaitu jenis berbicara menghibur, berbicara menginformasikan, berbicara meyakinkan dan berbicara menggerakkan

8) Jenis Berbicara Berdasarkan Jumlah Pendengar

Berdasarkan jumlah pendengar, jenis berbicara dapat dibedakan atas berbicara antarpribadi, berbicara dalam kelompok kecil dan berbicara pada kelompok besar.

9) Jenis Berbicara Berdasarkan Peristiwa Khusus yang Melatari Pembicaraan Berdasarkan peristiwa khusus yang melatari berbicara (khususnya pidato) dapat diklasifikasikan 6 macam pidato yaitu: pidato presentase, penyambutan, perpisahan, perjamuan, perkenalan dan nominasi.

10) Jenis Berbicara Berdasarkan Metode

Berdasarkan metode penyampaiannya, ada empat jenis berbicara, penyampaian berbicara yaitu: metode mendadak (impromptu), metode tanpa persiapan (ekstenporan), metode membaca naskah dan metode menghafal.

m. Ciri-ciri Pembicara yang Baik

Seorang pembicara yang baik pada umumnya akan menghasilkan pembicaraan yang efektif. Pembicaraan yang baik akan menghasilkan kesan yang baik pada diri pendengarnya. Oleh sebab itu, pembicara yang baik seharusnya selalu menjaga dan meningkatkan kemampuannya. Faktor fisik, psikis dan pengalaman, seorang pembicara akan sangat berpengaruh terhadap efektivitas suatu pembicaraan. Berikut ini adalah beberapa ciri yang baik di gunakan sebelum berbicara menurut Tarigan(dalam Solchan, 2008:16)

11) Pandai Menentukan Topik

Pembicara yang baik selalu dapat menentukan topik atau materi pembicaraan yang menarik, bermanfaat dan aktual. Saat menentukan topik pembicara yang baik akan mempertimbangkan minat kemampuan dan kebutuhan pendengarnya.

12)Menguasai Materi

Sebelum pembicaraan berlangsung calon pembicara yang baik sudah mempelajari, sudah memahami dan berusaha menguasai materi pembicaraan. Ia akan berusaha menelaah berbagai sumber acuan seperti buku majalah dan artikel yang berkaitan dengan pembicaraan itu dan menelaahnya dari berbagai sudut pandang.

13)Memahami Pendengar

Sebelum pembicaraan berlangsung, calon pembicara yang baik akan berusaha memperoleh informasi mengenai pendengarnya, misalnya tentang:

jumlah, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, minat, kebiasaan, agama/kepercayaan yang dianut.

14) Memahami Situasi

Di samping memahami tentang pendengar, calon pembicara yang baik akan berusaha mengetahui situasi pada saat pembicaraan berlangsung. Oleh sebab itu, dia dapat mengidentifikasi lokasi, ruangan, waktu sarana penunjang pembicaraan dan suasana pembicaraan.

15) Merumuskan Tujuan dengan Jelas

Pembicara yang baik akan merumuskan tujuan pembicaraan dengan jelas, tegas dan gambling. Pembicara yang baik tahu kemana ia hendak membawa pendengarnya apakah dengan tujuan menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan atau menggerakkan.

16) Memiliki Kemampuan Linguistik yang Memadai

Pembicara yang baik dapat menggunakan diksi, ungkapan dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya, ucapannya jelas, lafalnya baik, dan intonasinya tepat dalam berbahasa.

17) Menjalin Kontak dengan Pendengar

Kontak dengan pendengar melalui pandangan mata, perhatian mimik dan gerak-gerik yang selalu dijaga. Dengan itulah pendengar merasa diperhatikan dan dihargai dengan pembicara. Jadi, pembicara yang baik selalu menjalin kontak dengan pendengarnya.

18) Menguasai Pendengar

Penguasaan terhadap pendengar merupakan salah satu ciri pembicaraan yang baik. Pembicara yang baik akan berusaha menarik perhatian pendengarnya, apabila perhatian pendengarnya sudah terpusat pembicara akan dapat menguasai pendengar dengan memotivasi, mengontrol dan mempengaruhinya.

19) Manfaat Alat Bantu (Jika ada)

Penguasaan terhadap pendengar memahami penjelasannya, seorang pembicara yang baik dapat mencarikan contoh atau ilustrasi yang mengena dan sesuai dengan lingkungan pendengarnya.

20) Berpenampilan Meyakinkan

Penampilan yang meyakinkan meliputi penampilan secara fisik dan psikis.

Pembicara yang baik, akan tampil dengan percaya diri, berwibawah, bertingkah laku sopan, serta berpakaian dan berdandan serasi

n. Tujuan Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD

Kurikulum mengemukakan agar pembelajaran bahasa indonesia di sekolah diselenggarakan secara lebih bermakna. Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia, murid memporoleh keahlian praktis untuk berkomunikasi, yakni membaca, menulis, berbicara, dan menyimak dalam berbagai ranah berbahasa. Untuk itu, corak pembelajarannya harus lebih diwarnai oleh kegiatan berbahasa.

Sejalan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan dilihat dari SK dan KD tersebut di bawah ini:

Standar Kompetensinya yaitu mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama.Kompetensi dasarnya yaitu memerankan

tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Menurut Mafrukhi, 2006.

Tujuan Pembelajaran Keterampilan berbicara di SD sangat penting dalam membantu aktivitas murid dalam proses belajar. Kemampuan berbicara ini telah diajarkan sejak murid duduk di kelas I melalui pembelajaran keterampilan berbicara. Ketika murid duduk di kelas V sekolah dasar dan seterusnya, seharusnya murid telah terampil berbicara. Menurut Nurlia “Skripsi Unismuh Makassar”.

Standar isi dan Standar Kompetensi menjadi acuan bagi pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD khususnya untuk mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V. Di dalam referensi KTSP SD di sini sudah di tentukan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar khususnya berbicara ini diharuskan murid ini mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama dan mampu memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Menurut Nurlia “Skripsi Unismuh Makassar” tidak ada SK dengan KD yang dicantumkan. Di sini dikatakan mulai dari kelas I kelas V sekolah dasar dan seterusnya, seharusnya murid telah terampil berbicara.

Agar peningkatan berbicara itu mencapai tujuan, pembicara harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Hal ini bermakna bahwa pembicara harus memahami betul bagaimana cara berbicara yang efektif sehingga orang lain (pendengar) dapat menangkap informasi yang di sampaikan pembicara secara efektif pula.

Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh.

Tujuan keterampilan berbicara pada siswa di SD yaitu untuk dapat mengetahui cara berbicara yang baik dan benar dan mengetahui faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara yang baik seperti, ketetapan ucapan, penempatan tekanan nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata (diksi), ketepatan sasaran pembicaraan. Tujuan pembelajaran berbicara menurut Hambali(,2007: 26) adalah:

1) Agar murid mampu memilih dan menata gagasan dengan penalaran yang logis dan sistematis.

2) Mampu menuangkan gagasan tersebut kedalam bentuk-bentuk tuturan yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

3) Mampu mengucapkannya dengan jelas dan lancar.

4) Mampu memilih ragam bahasa Indonesia sesuai dengan konteks komunikasi.

Tujuan Pembelajaran Keterampilan berbicara tersebut dapat di temukan secara lebih rinci dalam kurikulum sesuai dengan jenis dan jenjang sekolah.

Aktivitas belajar siswa adalah keterlibatan murid dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah murid yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah murid yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah murid yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan mampu membawa murid dalam situasi yang lebih kondusif,

karena murid lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan belajar mengajar.

Indikator aktivitas murid dapat dilihat dari: pertama, mayoritas murid beraktivitas dalam pembelajaran; kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan murid; ketiga, mayoritas murid mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru dalam kegiatan pembelajaran.

Hal-hal yang perlu dilakukan agar murid lebih aktif dan kreatif dalam belajarnya, adalah:

a. Dikembangkannya rasa percaya diri para murid dan mengurangi rasa takut.

b. Memberikan kesempatan kepada seluruh murid untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah.

c. Melibatkan murid dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya.

d. Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter.

e. Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

3.Pembelajaran Kooperatif

d. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis karena setiap komponen harus saling mendukung, seperti: murid, guru, kurikulum, dan fasilitas belajar.

Dalam proses belajar tersebut perlu didukung oleh penerapan model pembelajaran tertentu sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran, diantaranya pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah model yang berorientasi pada kegiatan kerjasama murid dalam

bentuk kelompok sehingga murid dalam belajar bersama dalam suasana kelompok.

Slavin (dalam Isjoni, 2009:15) mengemukakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang murid lebih bergairah dalam belajar”. Sedangkan Johnson (dalam Isjoni, 2009:16) mengemukakan bahwa:

“Pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama.Dalam kegiatan kooperatif, murid mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok”.Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu.

Selanjutnya Anita (dalam Isjoni, 2009: 16) menyebutkan pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu system pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan murid lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu membelajarkan diri dan kehidupan murid baik di kelas atau di sekolah.Lingkungan belajarnya juga membina dan meningkatkan serta mengembangkan potensi diri murid sekaligus memberikan pelatihan hidup senyatanya. Jadi Pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, murid mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu”.

Pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan murid lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif juga sebagai pembelajaran yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar murid yang sentries, humanistic, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan murid dan lingkungan belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan cara belajar murid menuju belajar lebih baik.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur kooperatif harus diterapkan, yaitu:

6) Saling Ketergantungan Positif

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan.

7) Tanggung Jawab Perseorangan

Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.

8) Interaksi Promotif

Interaksi promotif ini merupakan unsur penting karena dapat menghasilkan ketergantungan positif.

9) Komunikasi antarAnggota

Unsur keempat pembelajaran kooperatif adalah keterampilan sosial. Untuk mengorganisasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus: (a) saling mengenal dan mempercayai, (b) mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, (c) saling menerima dan saling mendukung untuk mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

10) Pemprosesan Kelompok

Pemprosesan mengandung arti menilai. Melalui pemprosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Tujuan dari pemprosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan konstribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa dalam pembelajaran kooperatif terjadi interaksi baik interaksi kelompok maupun interpersonal.

Interaksi kelompok bertujuan mengembangkan keterampilan sosial yang terdiri

Interaksi kelompok bertujuan mengembangkan keterampilan sosial yang terdiri

Dokumen terkait