• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7. Hipotesis Kerja

Hipotesis kerja disusun berdasarkan teori yang dipandang cocok dengan penelitian ini sehingga akan menjadi pedoman dalam penelitian yang akan dilakukan di lapangan. Oleh sebab itu, penulis menetapkan hipotesis kerja dalam penelitian ini, yaitu Implementasi Pembangunan Hunian Tetap Pengungsi Gunung Sinabung di Desa Ndokum Siroga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo terkait dengan tiga variabel yang diungkapkan oleh Bardach, yaitu legality, political acceptability, dan robustness under conditions of administrative implementation and improvability.

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Bentuk Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan fenomena secara mendalam melalui pengumpulan data dan informasi. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Sujarweni 2017:19) bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Artinya, penelitian kualitatif merupakan hal-hal yang dilihat secara langsung di lapangan termasuk ucapan dan perilaku seseorang.

Menurut Moleong (2005:6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Dapat dikatakan bahwa data penelitian kualitatif diperoleh dari pengamatan yang dilakukan pada kelompok maupun organisasi tentang bagaimana sikap, kegiatan serta situasi yang terjadi di lapangan.

Dengan demikian, bentuk penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai legality, political acceptability, dan robustness under conditions of administrative implementation and improvability untuk mendeskripsikan pengimplementasian pembangunan hunian tetap pengungsi Gunung Sinabung di Desa Ndokum Siroga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di Desa Ndokum Siroga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo karena di lokasi tersebut dilakukan pembangunan hunian tetap berjumlah empat di lokasi berbeda tetapi masih dalam wilayah Desa Ndokum Siroga untuk pengungsi Gunung Sinabung. Keempat hunian tetap tersebut adalah Huntap Gajah, Huntap Surbakti, Huntap Keci-Keci I, dan Huntap Keci-Keci II. Dari keempat pembangunan hunian tetap tersebut masih ada yang belum rampung, yaitu Huntap Keci-Keci II. Hal ini justru menimbulkan pertanyaan mengapa sejak tahun 2010 Gunung Sinabung mulai erupsi hingga sekarang tahun 2019 hunian tetap untuk pengungsi Gunung Sinabung belum rampung.

1.3. Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif adanya informan penelitian dapat membantu peneliti dalam memperoleh berbagai data dan informasi yang dibutuhkan.

Penentuan informan penelitian ditentukan berdasarkan apa yang akan diteliti artinya, informan penelitian ditetapkan merupakan orang yang memiliki pengetahuan tentang apa yang ingin diteliti serta dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

Menurut Moleong (2005: 132) informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dapat dikatakan bahwa informan penelitian memiliki pandangan tertentu terhadap suatu peristiwa dan bersedia memberikan informasi dengan jujur kepada peneliti.

Peneliti menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dipilih atas dasar pertimbangan informan yang mengalami langsung situasi dalam implementasi

kebijakan pembangunan hunian tetap pengungsi Gunung Sinabung di Desa Ndokum Siroga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

Tabel 3.1. Matriks Informan Penelitian

No. Informan Jenis Informasi Yang

Dibutuhkan Metode Jumlah

1 Kepala

Informasi terkait dengan tanggapan masyarakat tentang bagaimana implementasi pembangunan hunian tetap di Desa Ndokum Siroga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

Wawancara 8

Total Informan 19

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan hal yang harus diketahui oleh seorang peneliti agar dapat mendapatkan data yang sesuai. Dengan metode pengumpulan data yang benar dalam penelitian yang dilakukan akan menghasilkan data dengan kredibilitas tinggi. Adapun teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi dilakukan peneliti dengan terjun langsung ke lapangan guna memperoleh data dan infomasi yang dapat menjawab permasalahan dalam penelitian. Sehingga observasi merupakan suatu cara yang termasuk penting untuk peneliti agar dapat menyelesaikan penelitiannya.Menurut Nasution (dalam Sugiyono 2014:226) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan, ilmuwan dapat bekerja berdasarkan data yang diperoleh melalui observasi.

Menurut Bungin (dalam Sujarweni 2017:33) ada beberapa bentuk observasi, yaitu :

a. Observasi partisipan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan dimana peneliti terlibat dalam keseharian informan.

b. Observasi tidak terstruktur adalah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.

c. Observasi kelompok adalah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap suatu isu yang diangkat menjadi objek penelitian.

Sebelum terjun langsung ke lapangan, peneliti terlebih dahulu menyusun pedoman observasi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dan peneliti dapat menentukan fokus dari observasi yang akan dilakukan.

2. Wawancara

Wawancara dapat juga dikatakan sebagai tanya jawab yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan membicarakan suatu isu atau topik yang menarik untuk diteliti. Dengan melakukan wawancara maka peneliti dapat memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan untuk melengkapi hasil penelitian.

Adapun langkah-langkah wawancara menurut Lincoln dan Guba (dalam Sugiyono 2014:235), yaitu :

a. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

b. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan

c. Mengawali atau membuka alur wawancara d. Melangsungkan alur wawancara

e. Mengkonfirmasi ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya f. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan

g. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh Langkah-langkah dalam wawancara hendaknya diterapkan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti agar wawancara yang dilakukan terfokus pada apa yang hendak diteliti.

Menurut Yunus (dalam Sujarweni 2017:31) ada beberapa tahapan agar wawancara dapat berjalan dengan efektif, yaitu:

a. Mengenalkan diri

b. Menjelaskan maksud kedatangan c. Menjelaskan materi wawancara d. Mengajukan pertanyaan

Wawancara yang akan dilakukan dengan berbagai pihak hendaknya mengikuti tahapan yang tertera di atas. Perkenalan diri dirasa penting agar lebih dekat dengan narasumber. Begitu pula menjelaskan maksud

kedatangan dan menjelaskan materi wawancara agar narasumber dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dengan jujur.

Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu menyusun pedoman wawancara. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dan memperlancar wawancara yang akan dilakukan peneliti dalam melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dapat diperoleh peneliti setelah terjun langsung ke lapangan tempat penelitian dilakukan. Dalam penelitian kualitatif studi dokumentasi dapat mendukung kelengkapan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

Menurut Sujarweni (2017:33) mengatakan bahwa studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data kualitatif dengan sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian data berbentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan, dokumen pemerintah, data di server, data tersimpan di website dan sebagainya.

Sebelum melakukan studi dokumentasi, peneliti terlebih dahulu menyusun pedoman studi dokumentasi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan studi dokumentasi sehingga peneliti dapat melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan.

3.5. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan pada saat pengumpulan data dan setelah selesai pengumpulan data dalam waktu tertentu.

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2014:246) mengemukakan bahwa aktivitas

dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sampai datanya jenuh. Artinya, analisis data tidak cukup hanya sekali dilakukan tetapi berulang kali sampai data yang diperoleh sudah benar-benar lengkap dan tuntas.

Menurut Moleong (2005:280) analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data.

Sehingga dapat dikatakan bahwa analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan peneliti untuk menemukan data yang diinginkan yang dapat mendukung penelitian yang sedang dilakukan.

Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data menurut Sugiyono (2014:247), yaitu :

1. Reduksi Data

Reduksi data dapat dilakukan dengan merangkum dan berfokus pada apa saja hal yang penting serta mencari tema dan pola untuk memudahkan peneliti dalam pengumpulan data dan informasi di dalam penelitian yang dilakukan.

2. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat berbentuk bagan maupun uraian singkat dalam bentuk naratif untuk mendeskripsikan data dan informasi yang diperoleh oleh peneliti.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan Kesimpulan dalam penelitian kualitatif didukung oleh data dan informasi yang telah diperoleh saat melakukan penelitian di lapangan sehingga kesimpulan yang dikemukakan peneliti merupakan kesimpulan yang valid dan kredibel.

Teknik analisis data yang disampaikan di atas dikatakan bahwa hal yang pertama sekali dilakukan oleh peneliti adalah pengumpulan data dan informasi untuk mendukung penelitian yang dilakukan yang disebut dengan reduksi data.

Selanjutnya, setelah data dan informasi dianggap cukup untuk menjawab penelitian maka dilanjutkan ke tahap penyajian data, yaitu mendeskripsikan data

dan informasi dalam bentuk narasi maupun bagan. Setelah itu, dilakukan penarikan kesimpulan, yaitu data dan informasi yang benar-benar diperoleh di lapangan disimpulkan sehingga akan menghasilkan simpulan yang valid.

3.6. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data dilakukan untuk memastikan data dan informasi yang diperoleh peneliti saat melakukan penelitian di lapangan adalah data dan informasi yang dituliskan di dalam penelitian tersebut. Selain itu, data dan informasi yang dituliskan tersebut harus dipastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan.

Menurut Sugiyono (2014 : 267) dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Serta dalam penelitian kualitatif, suatu realitas itu bersifat majemuk/gansa, dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, berulang seperti semula. Oleh sebab itu, keabsahan data suatu penelitian menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan merupakan data yang valid sehingga tidak merugikan berbagai pihak yang terkait.

Triangulasi data adalah pemeriksaan data dengan membandingkan data yang diperoleh dengan berbagai sumber lain. Ada lima jenis triangulasi data yang disebutkan oleh Wirawan (2011: 156), yaitu :

1. Triangulasi data

Triangulasi data adalah mempergunakan berbagai sumber data/informasi. Dalam teknik triangulasi ini adalah mengelompokkan para pemangku kepentingan program dan mempergunakannya sebagai sumber data/informasi.

2. Triangulasi peneliti

Dalam teknik triangulasi ini dipergunakan sejumlah evaluator atau tim evaluator dalam satu proyek evaluasi. Para evaluator mempergunakan metode kualitatif yang sama, misalnya wawancara, observasi, studi kasus, kelompok fokus atau informan kunci.

3. Triangulasi teori

Triangulasi teori adalah penelitian dengan mempergunakan berbagai profesional dengan berbagai latar belakang ilmu pengetahuan untuk menilai suatu set data/informasi.

4. Triangulasi metode

Triangulasi metode adalah pemakaian berbagai metode-metode kuantitatif dan/atau metode kualitatif untuk mengevaluasi program.

Triangulasi metode merupakan triangulasi yang banyak diterapkan karena akan menghasilkan informasi yang kaya, rinci, dan valid. Akan tetapi, triangulasi ini memerlukan banyak sumber dan waktu penelitian.

5. Triangulasi lingkungan

Triangulasi jenis ini mempergunakan berbagai lokasi yang berbeda, altar, dan faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan lingkungan di mana penelitian mengambil tempat seperti waktu suatu hari, hari suatu minggu atau musim dalam suatu tahun.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data triangulasi data dan triangulasi teori. Triangulasi data dilakukan dengan mencari informasi dari berbagai pihak baik dari BPBD, DPRD, dan masyarakat. Triangulasi teori digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana implementasi kebijakan pembangunan hunian tetap di Desa Ndokum Siroga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai pihak.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kabupaten Karo

Dataran tinggi Karo merupakan dataran tinggi terluas di Indonesia.

Gunungapi Sinabung dan Gunungapi Sibayak adalah dua gunung berapi aktif di Dataran Tinggi Karo dan menjadi puncak tertinggi di Provinsi Sumatera Utara.

4.1.1. Kondisi Fisik

Gunungapi Sinabung dengan tinggi 2.460 meter diatas permukaan laut (dpl) terletak di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Setelah 400 tahun dalam keadaan stabil (semenjak tahun 1605), Gunungapi Sinabung aktif kembali pada tahun 1975-1976 dengan erupsi yang kecil. Erupsi besar terjadi pada tanggal 29 Agustus 2010 dimana status Gunungapi naik menjadi Awas (level IV) dan

mengakibatkan 12.000 jiwa mengungsi.

Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan dan merupakan Daerah Hulu Sungai. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 km2 atau 2,97 persen dari luas Provinsi Sumatera Utara dan secara geografis terletak diantara 2°50’-3°19’ Lintang Utara dan 97°55’-98°38’ Bujur Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara

(Provinsi Aceh).

Penggunaan lahan terbesar di sekitar Gunungapi Sinabung adalah untuk pertanian, baik berupa sawah maupun non-sawah.

4.1.2. Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Sinabung

PVMBG telah menetapkan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Sinabung dibagi dalam tiga tingkat kerawanan, sebagai berikut:

a. Kawasan Rawan Bencana III (KRB III)

KRB III adalah kawasan yang terletak dalam radius 0-2 km dari puncak Gunungapi Sinabung dan dinyatakan dekat dengan sumber bahaya. Kawasan ini sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu (pijar) berdiameter lebih besar dari 6 cm dan hujan abu lebat.

b. Kawasan Rawan Bencana II (KRB II)

KRB II adalah kawasan ring tengah yang berada dalam radius 2-5 km dari puncak Gunungapi Sinabung. Kawasan ini juga berpotensi terkena lontaran batu pijar yang berdiameter antara 2-6 cm, hujan abu lebat, awan panas, aliran lava, dan guguran lava-lava serta gas beracun.

c. Kawasan Rawan Bencana I (KBR I)

KBR I adalah kawasan yang berada dalam radius 5-7 km dari puncak Gunungapi Sinabung. Kawasan ini juga diperkirakan akan berpotensi terlanda hujan abu dan kemungkinan dapat tertimpa material baju pijar berdiameter lebih kecil dari 2 cm, dan tidak tertutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava lahar.

4.2. Gambaran Umum Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo

4.2.1. Visi dan Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo

Visi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo 2016-2021 adalah :

“Terwujudnya Kabupaten Karo yang Siaga dan Tangguh dalam Menghadapi Bencana”

Adapun makna dari visi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kabupaten Karo adalah seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah daerah, masyarakat dan swasta yang berada dalam batas administrasi wilayah Kabupaten Karo.

2. Siaga adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

3. Tangguh adalah kemampuan/kehandalan dan kecepatan dalam memberikan pelayanan penggulangan bencana.

4. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan tersebut di atas maka ditetapkan empat misi BPBD Kabupaten Karo, yaitu sebagai berikut:

1. Melaksanakan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, sumber daya manusia dan sarana prasarana aparatur.

2. Membangun masyarakat yang sadar, siapsiaga dan tangguh dalam menghadapi bencana.

3. Membangun dan menyelenggarakan sistem dan mekanisme penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.

4. Melindungi masyarakat Kabupaten Karo dengan mengutamakan pengurangan risiko bencana.

4.2.2. Tugas Pokok dan Fungsi BPBD Kabupaten Karo

Sesuai Peraturan Bupati Nomor 04 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Karo Nomor 177 Tahun 2008 Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Karo dan Akademi Kebidanan Kabanjahe disebutkan bahwa Badan

Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi secara adil dan setara sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

b. Menetapakan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana.

d. Menyusun menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.

e. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana.

f. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.

g. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

h. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan tugas di atas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat, tepat, efektif, dan efisien.

b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

4.2.3. Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 01 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Karo bahwa Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati.

Organisasi unsur pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo terdiri dari :

1. Unsur Pelaksana

2. Sekretariat, terdiri dari : a. Sub Bagian Umum b. Sub Bagian Keuangan c. Sub Bagian Program

3. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, terdiri dari : a. Seksi Pencegahan

b. Seksi Kesiapsiagaan

4. Bidang Kedaruratan dan Logistik, terdiri dari:

a. Seksi Kedaruratan

b. Seksi Logistik

5. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, terdiri dari:

a. Seksi Rehabilitasi b. Seksi Rekonstruksi 6. Kelompok Jabatan Fungsional

Gambar 4.2. Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo

Sumber : Dokumentasi BPBD Kabupaten Karo, 2019

BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KARO KEPALA

Drs. KAMPERAS TERKELIN PURBA, M.Si

UNSUR PENGARAH BADAN SARJANA GINTING, SE, MSP

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

4.3. Implementasi Kebijakan Pembangunan Hunian Tetap Pengungsi Gunung Sinabung

Implementasi kebijakan merupakan salah satu tahapan dalam kebijakan publik yang dapat diartikan sebagai pelaksanaan dari kebijakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah publik. Bencana alam gunung meletus yang melanda Kabupaten Karo menyebabkan banyak masyarakat yang harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Masyarakat yang bertempat tinggal paling dekat dengan Gunung Sinabung yang termasuk ke dalam zona merah dilakukan relokasi dengan pembangunan hunian tetap.

Pembangunan hunian tetap untuk pengungsi Gunung Sinabung dilakukan beberapa tahapan, yaitu :

1. Relokasi Tahap I

Relokasi tahap I sebanyak 370 KK dilaksanakan untuk tiga desa terdampak bencana erupsi Gunung Sinabung, yaitu Desa Bekerah, Desa Simacem, dan Desa Suka Meriah. Tiga desa tersebut dilaksanakan pembangunan hunian tetap di Desa Siosar. Hal ini juga dinyatakan oleh informan Seksi Rekonstruksi, yaitu :

Relokasi tahap I itu ke Siosar, intinya pada saat itu pemerintah pusat saat ini melihat posko pengungsi Sinabung sangat padat sekali dan tidak manusiawi mungkin dipercepat ke Siosar. Tiga desa yang paling dekat ke Sinabung, Suka Meriah, Bekerah, Simacem (Wawancara dengan Irvan Maranatha Surbakti, 10 April 2019 pada 14.34 WIB, Transkrip Wawancara halaman 107).

2. Relokasi Mandiri Tahap II

Dilakukannya relokasi mandiri tahap II dikarenakan lahan di Siosar tidak mencukupi untuk kebutuhan relokasi tahap II sebanyak 1682 KK.

Relokasi tahap II dilaksanakan untuk empat desa, yaitu Desa Berastepu, Desa Gurukinayan, Desa Gamber, dan Desa Kuta Tonggal. Hal ini juga dinyatakan oleh informan Seksi Rekonstruksi, yaitu :

Selesai di Siosar ada relokasi tahap II untuk Desa Gurukiyanan, Berastepu, Gamber, Kuta Tonggal. Itulah yang termasuk di relokasi mandiri. Awalnya diarahkan ke Siosar tapi pada saat itu dengan angka 1683 jiwa kita butuh lahan tambahan. Lahan pertanian tidak cukup di atas, kita minta ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak dikasih izin pada saat itu. Dana sudah turun tahun 2015 akhir, akhirnya Pemkab binggung lokasi tidak ada, akhirnya tercetuslah namanya relokasi mandiri. Mandiri maksudnya masyarakat itu menentukan dimana lahan usaha taninya, masyarakat itu menentukan dimana lahan tapak rumahnya.

Itulah ceritanya mengapa terjadi relokasi mandiri. (Wawancara dengan Irvan Maranatha Surbakti, 10 April 2019 pada 14.34 WIB, Transkrip Wawancara halaman 107).

Relokasi mandiri tahap II ini dalam pemilihan lokasi dan pembangunan rumah semuanya dilakukan dengan mandiri oleh masyarkat yang mendapatkan hunian tetap. Hal ini juga didukung oleh pernyataan informan Seksi Rehabilitasi, yaitu:

Relokasi mandiri ini muncul karena awalnya dari siosar tidak ada lahan pertanian, pada saat itu tidak dikasih oleh Kementerian Kehutanan.

Relokasi Mandiri ini ada empat desa sebenarnya, Berastepu, Gurukinayan, Gamber, dan Kuta Tonggal. Ini jumlah 1682 KK. Karena tidak ada lahan diambillah kesepakatan melalui rapat dulu jadikanlah relokasi mandiri.

Relokasi mandiri ini sebenarnya penanganan tahap kedua. Jiwanya relokasi mandiri ini adalah bantuan stimulan, mereka yang melaksanakan

Relokasi mandiri ini sebenarnya penanganan tahap kedua. Jiwanya relokasi mandiri ini adalah bantuan stimulan, mereka yang melaksanakan

Dokumen terkait