• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hiruk Pikuk Subkultur Musik Indie dan Indiepop Indonesia 64

SUBKULTUR MUSIK INDIE DI INDONESIA

3. Hiruk Pikuk Subkultur Musik Indie dan Indiepop Indonesia 64

Dalam sub bab ini peneliti akan memaparkan mengenai subkultur musik Indie dan indiepop di Indonesia. Dalam membicarakannya, peneliti mencoba membaginya secara periodik.

Sejak pertengahan tahun 1954 beberapa perusahaan rekaman telah muncul di Indonesia65. Pada tahun 1990-an tercatat lima perusahaan rekaman besar di Jakarta yang

berada di bawah perusahaan rekaman dunia sehingga Bandung dan Jakarta menjadi kiblat musik di Indonesia, khususnya musik mainstream. Karena industri musik Indonesia

64

Sub bab inidirangkum dari Jube, 2008. Musik Underground Indonesia Revolusi Indie Label. Harmoni. Yogyakarta.

65

Mulyadi, Muhammad, 2009. Industri Musik Indonesia Suatu Sejarah, Koperasi Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta, hlm 127.

terpusat di Bandung dan Jakarta, maka banyak grup-grup band yang berasal dari Bandung dan Jakarta yang kemudian pada akhirnya merajai pasar musik di Indonesia.

Lama-kelamaan persaingan dalam industri musik di Indonesia menjadi tidak sehat. Karena industri berideologi musik pasar, maka industri hanya berpikir bagaimana sebuah grup band atau penyanyi disenangi oleh masyarakat, bersifat menghibur, dan musiknya laku dijual. Mereka hanya memikirkan masalah keuntungan finansial sehingga karya yang tercipta pun juga ala kadarnya saja, kurang berkualitas dalam segi musikalitas maupun liriknya. Karena mementingkan keuntungan finansial maka musik yang dibuat adalah musik yang laku dijual dan memberikan keuntungan bagi pelaku-pelaku industri. Sehingga tidak jarang seorang artis (grup band ataupun penyanyi) diperlakukan seperti sapi perahan. Maksudnya, pihak label rekaman memforsir seluruh tenaga dan pikiran si artis ketika si artis tersebut sedang booming. Pihak label rekaman ataupun pelaku-pelaku industri seolah-olah lupa bahwa si artis tersebut adalah manusia.

Hal-hal semacam itu bukan tidak disadari oleh sebagian orang ataupun masyarakat itu sendiri. Mereka yang menyadari situasi tersebut biasanya memilih untuk menghindari produk industri. Mereka cenderung untuk mengkonsumsi produk sendiri, misalnya dengan membuat aliran musik sendiri, mendengarkan aliran musik lain ataupun memainkan musik sendiri yang tidak sealiran dengan musik mainstream. Tampaknya anak-anak muda dari Jakarta dan Bandung lebih dulu menyadari jerat kapitalisme dalam industri musik di Indonesia dan segera berjuang untuk membenahi kebobrokan tersebut atau setidaknya menciptakan ruang alternatif bagi mereka yang sudah jengah terhadap sistem industri musik di Indonesia. Perlawanan ataupun ruang alternatif yang dimaksud antara lain dengan terciptanya subkultur musik indie. Selanjutnya menjadi relevan jika

musik indie di Indonesia pertama kali muncul di Jakarta dan sekitarnya. Hal tersebut diakibatkan karena di Jakartalah banyak terdapat major label-major label yang bersedia menampung band namun belum tentu bersedia menampung idealisme band. Industri musik yang berideologi pasar tersebut akhirnya disadari pula oleh anak-anak muda di Indonesia.

Seperti sejarah industri musik mainstream yang berkaitan dengan dua periode waktu yaitu ketika era Soekarno dan sesudah era Soekarno, membicarakan subkultur musik indie pun juga berkaitan dengan dua kurun waktu, yaitu pra reformasi dan paska reformasi. Ketika masa pra reformasi atau sebelum reformasi, perkembangan musik indie cukup (atau bahkan dapat dikatakan sangat) dibatasi oleh pemerintah. Salah satu contoh, ketika pra reformasi, gigs66 jarang diadakan, misalnya gigs punk. Kalaupun ada, biasanya

mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian maupun organisasi masyarakat atau bahkan dilaksanakan dengan diam-diam. Pemandangan berbeda terlihat ketika pertunjukan musik mainstream. Pengawalan dari pihak kepolisian dan organisasi masyarakat memang sama ketatnya, namun image yang tercipta sangat berbeda. Gigs

subkultur selalu dianggap meresahkan.

Namun, reformasi ternyata menciptakan atmosfir berbeda dalam dunia musik indie di Indonesia. Musisi indie mulai merasakan kebebasan dalam melaksanakan pertunjukan musik, dan berkarya. Gigs mulai banyak diadakan, dan lambat laun masyarakat mulai dapat menerima keberadaan subkultur baik dari pertunjukkan musiknya, cara pandang, maupun musik dari subkultur itu sendiri. Intinya, era reformasi sedikit banyak telah memberikan kebebasan bagi pelaku musik indie untuk menampilkan, mempertunjukan dirinya, dan pemikirannya lewat musik.

66

Sejarah kemunculan musik indie di Indonesia terjadi pada tahun 1993. Lahirnya musik indie ditandai dengan diproduksinya album Four Through The SAP milik PAS Band67. Meskipun dalam sejarahnya musik indie lahir dari band-band senior, namun dari

generasi ke generasi kesalahan terdahulu dicoba untuk direvisi. Misalnya dengan menyanyikan lagu ciptaan sendiri yang tidak berideologi pasar.

Di Bandung, indiepop muncul dan berkembang seiring dengan perkembangan musik underground. Pure Saturday68 merupakan band pertama yang memproduksi

rekamannya secara independen pada tahun 1995. Indiepop terus mengalami perkembangan dengan ditandai banyaknya grup band yang memproduksi album mereka secara independen dan terus bereksplorasinya band-band tersebut lewat musik tanpa harus meninggalkan ideologinya. Bermunculannya grup band-grup band indiepop di Bandung juga diiringi dengan kemunculan gigs indie. Pada era itu, salah satu gigs indiepop yang cukup potensial dengan ramainya band indiepop sebagai pengisi acaranya adalah Poptastic!. Poptastic! adalah suatu gigs yang diadakan oleh Poptastic! records.

Poptastic! merupakan gigs yang bersejarah dalam perkembangan indiepop di Indonesia, khususnya di Bandung. Zine69 indiepop yang turut serta dalam perkembangan indiepop di

Bandung awal tahun 90-an adalah Trolley. Trolley mencoba untuk mewartakan indiepop secara mendalam. Trolley berdampingan dengan Les Voila, salah satu pentas regular

67

Pas Band adalah kelompok musik yang mencampurkan warna musik rock, hip hop, dan punk. Pas Band digawangi oleh Yukie (vokal), Trisno (bass), Bengbeng (gitar), Sandy (drum). Awalnya, band yang lahir di kampus Unpad ini mulai meniti karier dari panggung-panggung underground sejak 1989. Pas Band berdiri secara resmi pada tahun 1990. Pada tahun 1993 grup yang terdiri dari Bengbeng (gitar), Trisno (Bass), Yukie (vokal) dan Richard Muttler (drum) ini merilis album EP berbendera indie label dengan debut, Four Through The Sap.

68

Pure Saturday adalah grup musik indiepop yang berasal dari Bandung, Jawa Barat. Grup ini dibentuk pada tahun 1994 oleh Muhammad Suar Nasution (vokal, gitar), Aditya Ardinugraha (gitar), Yudistira Ardinugraha (drum), Ade Purnama (bass), Arief Hamdani (gitar). Grup musik ini merupakan pelopor lahirnya banyak grup musik indiepop di Indonesia.

69

indiepop, dan program-program radio khusus indiepop seperti Micropop, Popclusive, dan

Pop „Till You Drop.

Di Jakarta, keriuhan musik indiepop tidak jauh berbeda dengan indiepop di Bandung. Indiepop di Jakarta lahir dengan mengadopsi musik Britpop yang terjadi pada

pertengahan tahun „90an. Band generasi pertama dari scene indiepop di Jakarta adalah Pestol Aer, band punk yang beralih ke indiepop setelah memproduksi album s/t pada tahun 1995, Planet Bumi, Rumah Sakit, New Disease, Gunting Kuku, dan lain-lain. Black Hole dan Poster merupakan gigs bersejarah yang sangat mendukung penampilan band indiepop lokal yang pada waktu itu lebih bervarian britpop. Young Offender dan Slammer

merupakan komunitas indiepop yang sering mengadakan gigs indiepop. Perkembangan

scene indiepop di Jakarta berusaha terus diwacanakan lewat fanzine-fanzine yang dibuat oleh penggiat indiepop. Semakin berkembangnya indiepop di Jakarta juga ditandai dengan lahirnya generasi-generasi baru yang tidak hanya terpengaruh britpop namun juga berusaha untuk memainkan varian lain. Santa Monica70 merupakan salah satu dari sekian

banyak penerus indiepop yang saat ini sedang populer. Perkembangan indiepop di Jakarta juga ditunjang oleh semakin maraknya komunitas indiepop yang tersebar hampir di seluruh Jakarta.

Rupanya, dalam masa perkembangan tersebut subkultur musik indie mengalami masa pasang surut. Salah satu yang menyebabkan hal tersebut adalah beberapa fenomena baru yang muncul dalam masyarakat. Bahwa yang dimaksud oleh orang awam ataupun media mengenai band indie adalah band yang tidak di bawah naungan major label

70

Santa Monica merupakan duet Joseph Saryuf dan Anindita yang memadukan berbagai aliran musik dalam pola yang tidak lazim, misalnya percampuaran antara jazz dan britpoptapi, namun tetap dalam benang merah yang sama. (sumber www.kabar Indonesia.com. Santa Monika: Bagai Musik Dari negri Dongeng, Aribowo Sangkoyo. Diunduh tangal 9 Januari 2012)

memang benar. Namun tidak semata-mata itu saja. Bagi orang-orang yang berada dalam subkultur musik indie dimengerti juga bahwa indie terutama indiepop –maupun indierock- merupakan suatu genre musik di mana di dalamnya terkandung suatu independensi untuk melawan musik mainstream. Akibat dari perbedaan pemahaman mengenai konsep band ini, saat ini banyak band-band yang dengan bangga menyebut band mereka adalah band indie meskipun konsep bermusik mereka mengikuti konsep bermusik ala mainstream, yaitu bermusik dengan mengikuti selera musik pasar. Padahal esensi indie bukan sekadar kemandiriannya saja, namun lebih kepada Roots-Character-Attitude (RCA)71 yang bertumpu pada cara pandang yang resisten terhadap mainstream72.