• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBKULTUR MUSIK INDIE DI INDONESIA

5. Subkultur Musik Indiepop Yogyakarta

5.5 Vox Distro

Vox distro yang beralamat di Jl. MT Haryono no.1 ini tampak seperti bangunan-bangunan rumah lain, namun berbeda dengan distro-distro pada umumnya yang terdapat di Yogyakarta. Distro yang terlihat lenggang ini didirikan oleh Dimas. Karena menyukai musik bukan sekadar pementasan, itulah alasan yang dikemukakan oleh Dimas ketika menjelaskan alasan mendirikan Vox. Keberadaan Vox dirintis sejak Dimas masih berkuliah. Hingga pada akhirnya Dimas bekerja dan membangun Vox secara bertahap.

Inspirasi terbesar ketika Dimas mendirikan Vox adalah toko kaset Kota Mas yang pada waktu itu terletak di Jl. Malioboro. Bagi Dimas, toko kaset yang ideal tidak hanya menjual kaset namun harus ada perputaran wacana dan motivator pergerakan kultural. Hal itu pula yang coba diterapkan Dimas pada distronya. Distro yang berukuran tidak besar tersebut sangat beraroma indiepop. Hal tersebut tampak dari lagu-lagu bergenre indiepop yang terus mengalun dari dalam distro, poster-poster ataupun pigura yang menampilkan band-band indiepop. Selain itu, produk-produk yang terdapat di dalam distro tidak semua merupakan barang dagangan. Namun ada beberapa koleksi pribadi98.

5.6Blissteria

Blissteria merupakan suatu acara festival indiepop di Yogyakarta. Dalam serangkaian acara Blissteria, selain menampilkan band-band pengisi acara, Blissteria

juga menampilkan pameran indiepop seperti foto-foto perjalanan karir band indiepop, kaset-kaset ataupun dari band-band ataupun indiepop di Yogyakarta, pameran dan diskusi bersama pengelola indiepop records label, dan indiepop zine. Dalam pelaksanaanya,

Blissteria sudah diadakan sebanyak dua kali. Blissteria pertama kali diadakan pada

98

tanggal 14 sampai 21 Mei 2005, dan yang kedua dilaksanakan pada tanggal 26-28 Februari 2009.

Blissteria ini merupakan acara empat tahunan berskala nasional. Dimana pengunjung yang datang biasanya adalah anak-anak muda pengikut subkultur indiepop ataupun anak-anak muda yang tertarik dengan subkultur indiepop. Blissteria juga sebagai tempat untuk berkumpulnya penggemar-penggemar indiepop yang tersebar di Indonesia, selain juga sebagai ajang reuni bagi penggemar-penggemar lama99.

Dimanakah posisi Bangkutaman? Sebagai band pionir, Bangkutaman tentu mempunyai peran dalam Common People pada masa itu. Common People telah memberikan kontribusinya dengan menyelenggarakan Garage Party di mana pada awal penyelenggaraannya, Bangkutaman pernah menjadi salah satu pengisi acaranya. Apalagi salah satu personil Bangkutaman, Acum, adalah salah satu pendiri komunitas Common People. Dalam rangka memperkenalkan indiepop pada anak muda di Yogyakarta, Acum bersama teman-temannya di Common People kemudian menggagas acara yang bertajuk

Garage Party dan Bangkutaman menjadi pengisi acara pada acara tersebut. Tidak berhenti samapai di situ, Acum dan teman-temannya sepakat untuk membentuk IRC.

Selain itu, Acum sendiri juga memprakarsai adanya Shine zine dan Blossom record.

Indiepop Ricing Club (IRC), Shine zine, Blossom Record, Vox distro, dan Blissteria telah membuat indiepop semakin dikenal di Yogyakarta. Dengan semakin dikenalnya indiepop di Yogyakarta semakin mengukuhkan Bangkutaman sebagai band pionir indiepop di Yogyakarta100.

99

Wawancara dengan Dimas Widiarto, pelaku scene indie khususnya indiepop, 3 Maret 2010, Yogyakarta. 100

Dari paparan di atas tampak bahwa Acum terlibat dalam segala institusi yang mendukung kemunculan indiepop pada waktu itu. Secara tidak langsung hal tersebut menunjukkan bahwa Bangkutaman mendukung perkembangan indiepop di Yogyakarta sekaligus dapat menjawab pertanyaan mengenai kekonsistenan Bangkutaman dengan genre musik indiepop sampai saat ini.

6. Kesimpulan

Proses keberadaan subkultur musik di Indonesia merupakan proses yang panjang. Diawali dengan kemunculan subkultur musik punk di Amerika Serikat dan Inggris yang pada waktu itu mencoba untuk mencari alternatif hiburan sekaligus menentang dominasi elit. Bentuk konkrit dari pertentangan tersebut adalah dengan munculnya lirik-lirik lagu, sikap, gaya, dan tindakan yang mengkritik dominasi elit pada waktu itu, misalnya dari cara berpakaian. Hingga pada perkembangan selanjutnya, keberadaan subkultur semakin kuat dengan dilatarbelakangi suatu kesadaran bahwa musik sebagai salah satu bidang seni ternyata sudah berideologi pasar. Sehingga pada pertengahan tahun 70-an mulai muncul subkultur musik indie yang berupaya untuk melawan industri musik. Hingga sekitar dua puluh tahun kemudian, tercipta kesadaran dan respon yang sama dalam diri anak-anak muda di Indonesia atas ideologi pasar yang sudah menjangkiti musik Indonesia.

Bentuk konkrit atas kesadaran dan respon tersebut adalah dengan terciptanya subkultur musik indie. Namun perlawanan terhadap musik yang berideologi pasar tersebut tidak mudah. Hal tersebut rupanya disadari oleh pelaku-pelaku musik indie sehingga diciptakanlah alat-alat untuk mendukung perlawanan tersebut, misalnya distro, indie record label, dan indie magazine. Di antara sekian banyak subkultur musik yang

berkembang di Yogyakarta, terdapat subkultur indiepop. Keberadaan subkultur musik indiepop tidak lepas dari subkultur musik indiepop di Bandung dan Jakarta yang sudah ada terlebih dahulu. Hingga sampai saat ini, sudah sepuluh tahun subkultur indiepop dihidupi dan terus berproses.

Bangkutaman, salah satu band pionir indiepop di Yogyakarta, turut andil dalam mengembangkan indiepop di Yogyakarta. Salah satu personilnya, Acum, terlibat langsung dalam komunitas Common People, sebuah komunitas pecinta indiepop. Tidak sampai di situ saja, Acum juga ikut terlibat dalam pembentukan Indiepop Ricing Club

(IRC), pendiri Blossom records dan penulis Shine zine. Acum sangat peduli dengan perkembangan indiepop di Yogyakarta. Mungkin itu juga menjadi salah satu sebab

Bangkutaman terus eksis dalam scene indiepop. Jiwa indiepop telah mengakar dalam diri personil Bangkutaman. Menurut peneliti, dengan terlibatnya Acum dalam komunitas, indie record label, dan zine menunjukkan bahwa ada benang merah antara Bangkutaman

dengan institusi-institusi yang mendukung keberadaan indiepop.

Dapat disimpulkan bahwa dengan membicarakan subkultur musik indie melalui frame sosiologi musik dapat diketahui bahwa musik indie tidak tiba-tiba hadir. Justru sebaliknya bahwa musik indie hadir karena ada masyarakat yang menghadirkan, ada kondisi yang menhadirkan sekaligus menghidupinya. Genre musik indiepop muncul dari semangat perlawanan terhadap industri musik pasar. Perlawanan tersebut dilakukan oleh anak muda yang mempunyai cukup pengetahuan tentang penghegemonian industri musik pasar. Selain dimunculkan lewat lagu, perlawanan juga dimunculkan lewat produk lain di luar musik misalnya tulisan-tulisan di zine atau pakaian yang mereka gunakan.

BAB III