• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Dimensi Pola Komunikasi Keluarga dengan

BAB II LANDASAN TEORI

E. Hubungan Antara Dimensi Pola Komunikasi Keluarga dengan

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga merupakan salah satu faktor pembentuk perilaku pada remaja.

Para remaja cenderung mengidentifikasi perilaku orang tua mereka sebelum mengidentifikasi perilaku orang lain (Santrock, 2011). Salah satu bentuk pengaruh keluarga dalam pembentukan perilaku seseorang adalah melalui gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Pola asuh orang tua berkaitan dengan pola komunikasi yang dibangun dalam rangka meningkatkan hubungan diantara anggota keluarga (Bahri, 2004).Penelitian yang dilakukan oleh Cahyo (2009) menunjukan hasil bahwa kurangnya komunikasi dalam keluarga dapat menimbulkan penyimpangan pada perilaku remaja.

Komunikasi keluarga adalah interaksi yang dikembangkan dari waktu ke waktu oleh sekelompok orang terkait yang berbagi ruang hidup yang umum (Zeushner, 1992). Menurut Fitzpatrick (dalam Morissan, 2010), komunikasi keluarga tidaklah bersifat acak tetapi memiliki pola yang menentukan bagaimana anggota keluarga berkomunikasi satu dengan anggota lainnya.

Conformity orientation (orientasi kepatuhan)merupakan jenis

komunikasi yang dirancang untuk menghasilkan rasa hormat dan membina hubungan sosial yang harmonis yang menyenangkan dirumah (Moschis, 1985).Orientasi kepatuhan ini merujuk pada pembentukan suasana yang menghasilkan kepercayaan yang homogen yang berkaitan dengan sikap nilai dan keyakinan yang ditandai dengan keseragaman empati (Korner dan Fitzpatrick, 2002).Interaksi pada orientasi kepatuhan menekankan pada kepatuhan terhadap orang yang lebih dewasa, menghindari konflik

dan saling bergantung dengan angggota keluarga yang lain (Korner dan Fitzpatrick, 2002).

Conversation orientation (orientasi percakapan) berfokus pada sejauh mana keluarga menciptakan iklim yang mampu mendorong seluruh anggota keluarga untuk berpartisipasi dan berinteraksi dalam membahas berbagai topik dalam keluarga (Korner dan Fitzpatrick, 2002). Pada orientasi ini, seluruh anggota keluarga bebas, spontan dan sering berinteraksi satu sama lain, menghabiskan banyak waktu untuk saling berinteraksi membahas berbagai topik mengenai kegiatan yang dilakukan sehari-hari, pikiran dan perasaan (Korner dan Fitzpatrick, 2002). Pada orientasi percakapan, tindakan atau kegiatan yang akan direncanakan oleh keluarga akan dibahas oleh seluruh anggota keluarga dan keputusan dibuat bersama-sama oleh seluruha anggota keluarga (Korner dan Fitzpatrick, 2002).

Keluarga yang memiliki dimensi kepatuhan yang tinggi akan membentuk remaja yang memiliki kontrol diri yang baik, relasi yang baik dan mampu menghindari konflik. Menurut Grolnick et al. (dalam smith, 2008), kontrol orangtua lebih ditunjukkan ketika orang tua menekan anak-anak mereka dengan upaya memecahkan masalah anak-anak-anak-anak mereka yang mana dapat ditemukan pada keluarga yang memiliki orientasi kepatuhan yang tinggi.Remaja dengan orientasi kepatuhan yang tinggi juga akan memiliki relasi yang baik dan mampu menghindari konflik (Korner dan Fitzpatrick, 2002). Hal ini dikarenakan dalam keluarga anak dibiasakan

untuk tidak adu argumen dengan orang tua (Korner dan Fitzpatrick, 2002). Remaja yang memiliki kontrol diri yang baik mampu mengendalikan dirinya dengan baik. Hal ini membuat remaja cenderung terhindar dari perilaku pembelian impulsif karena pembelian impulsif terjadi karena seseorang kurang mampu melakukan pengendalian diri dengan baik (Baumeister, 2002).Sehingga bila dihubungkan dengan perilaku konsumen, remaja dengan orientasi kepatuhan yang tinggi memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah.

Orientasi kepatuhan dalam keluarga rendah ditunjukan dengan perilaku anak yang lebih nyaman berada di lingkungan luar rumah, selain itu anak percaya bahwa pertumbuhan masing-masing individu penting untuk dilakukan meskipun dapat menyebabkan kerusakan dan kerapuhan pada keluarga.Hal tersebutlah yang menyebabkan anak memiliki kontrol diri yang lemah, cenderung berpikir bebas dan kurang mampu menjaga relasiyang (Korner dan Fitzpatrick, 2002).Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baumeister (2002), kontrol diri yang rendah merupakan salah satu faktor pembentuk perilaku kecenderungan impulsif. Kontrol diri yang rendah pada remaja menyebabkan remaja cenderung mudah tertarik pada penawaran produk sehingga menyebabkan remaja cenderung melakukan perilaku impulsif. Bila dihubungkan dengan perilaku konsumen remaja dengan orientasi kepatuhan yang rendah dalam keluarga dapat menyebabkan remaja memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi.

Keluarga yang memiliki orientasi percakapan yang tinggi cenderung mendorong anak-anaknya untuk berkomunikasi secara terbuka, bertukar ide dan menikmati berbagai nilai-nilai (Korner dan Fitzpatrick dalam Prasitthipab, 2008).Keterbukaan dalam mengajukan pendapat membuat remaja banyak memperoleh informasi mengenai kegunaan dan manfaat suatu produk yang nantinya dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan pembelian (Yang, Kim, Laroche dan Lee, 2014).Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Moschis (1985) menunjukan bahwa komunikasi yang terjadi antara orang tua dan anak melalui percakapan mampu mengajarkan anak untuk melakukan pertimbangan sebelum membuat keputusan membeli.Perilaku berbelanja yang terjadi secara tidak terencana yang dilakukan tanpa melakukan pertimbangan terhadap manfaat dari suatu produk disebut pembelian impulsif (Rook, 1987). Bila dihubungkan dengan pembelian impulsif, anak dengan orientasi percakapan yang tinggi akan memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah.Hal ini dikarenakan anak memperoleh pengetahuan mengenai produk yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pembelian.

Keluarga yang memiliki orientasi percakapan yang rendah sangat jarang bahkan tidak pernah meluangkan waktunya untuk berdiskusi (Korner dan Fitzpatrick, 2002). Keluarga dengan orientasi tersebut sangat dapat membentuk remaja yang sangat mudah terkena bujukan atau rayuan dari orang lain diluar keluarganya dan sangat rentan dengan terjadinya

miss komunikasi. Hal ini dikarenakan dalam keluarga tidak dibiasakan

untuk berinteraksi dalam keluarga yang menyebabkan anak tidak mampu untuk mempertahankan arugmennya sehingga anak cenderung mudah dipengaruhi oleh kelompok sosial di luar keluarga (Koerner dan Fitzpatrick, 2002).Konsumen yangmudah terpengaruh oleh harga produk yang ditawarkan dapat memicu terjadinya pembelian secara impulsif (Herabadi, Verplanken, dan Van Knippenberg, 2009). Maka bila dihubungkan dengan perilaku pembelian impulsif, keluarga dengan orientasi percakapan rendahakan memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi. Hal ini dikarenakan anak mudah terpengaruh oleh penawaran produk dan memilikikesulitan untuk mengontrol dirinya sehingga akan memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi (Mangkunegara, 1998).

Skema Dinamika Hubungan Antara Dimensi Pola Komunikasi Keluarga Dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Remaja

Tinggi Dampak pada remaja: 1. Kontrol diri kurang 2. Berpikir secara bebas 3. Kurang mampu menjaga relasi Kecenderungan Pembelian Impulsif Rendah Tinggi Dampak pada remaja : 1. Kontrol diri baik 2. Relasi baik 3. Mampu menghindari konflik Kecenderungan Pembelian Impulsif Tinggi Orientasi Kepatuhan Pola Komunikasi Keluarga Orientasi Percakapan Rendah Rendah Dampak pada remaja: 1. Terbuka dengan pendapat 2. Menciptaka n hubungan yang harmonis Dampak pada remaja: 1. Sering mengalami miss komunikasi 2. Mudah dibujuk atau dirayu Kecenderungan Pembelian Impulsif Rendah Kecenderungan Pembelian Impulsif Tinggi

Dokumen terkait