• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ASUPAN NATRIUM DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BINJAI

TAHUN 2014

Enita Rizka Wahyuni Nst1, Arifin Siregar2, Zulhaida Lubis2

1

Mahasiswi Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU 2

Dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155

Email: nitarizkawahyuninst@gmail.com

ABSTRACT

The excessive sodium intake can increase the blood pressure. Intake sodium will be directly absorbed into blood vessels. This causes sodium level in the blood increases. Sodium has water holding trait, that cause the blood volume increase. Consuming of high sodium continuously causes hypertension. The purpose of this study is to know the relationship of sodium intake with hypertension in UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai years 2014.

Types of research using a cross-sectional study design. Total population as many as 180 of elderly and uses as a sample 0f 63 elderly. The sampling technique with purposive sampling. Measurements on the incidence of hypertension using a sphygmomanometer is done by nurses. The collecting of data on food consumption of the elderly in panti werdha obtained by food weighing and recording food from outside the panti werdha using a recall. The content of sodium in diet was analyzes using software nutrisurvey. The relationship of sodium intake with the occurrence of hypertension was analyzed by Chi-square test.

The results of this study show that sodium intake into more sufficient category (66.7%) did not suffer hypertension and sodium intake into over category (70%) suffer hypertension, and obtained p=0,005 means there is significant relationship between sodium intake with the occurrence of hypertension in the elderly in UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai years 2014.

From the results of this research suggested nutritionist to more better maintain and supervise the food consumed elderly. It suggested for elderly to limit salt intake and reducing the sodium content of foods high in order to keep blood pressure normal.

2 mempertahankan tekanan darah tetap

normal (Jain Ritu, 2011). Pada umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Hipertensi ditemukan sebanyak 60-70% pada populasi berusia di atas 65 tahun. Lansia yang berumur di atas 80 tahun sering mengalami hipertensi persisten, dengan tekanan sistolik menetap di atas 160 mmHg. Jenis hipertensi yang khas sering ditemukan pada lansia adalah isolated systolic hypertension (ISH), di mana tekanan sistoliknya saja yang tinggi ≥140 mmHg namun tekanan diastolik tetap normal < 90 mmHg (JNC VII, 2003).

Menurut WHO dan the

International Society of Hypertension (ISH), terdapat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, dan 3 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya (Rahajeng dan Tuminah). Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7 % atau 1 dari 3 orang dewasa mengalami hipertensi, sebanyak 76,1% tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi. Prevalensi hipertensi diperkirakan akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi (Depkes, 2013).

Hasil Riskesdas 2007 menunjukan bahwa prevalensi hipertensi di Sumatera Utara yaitu sebesar 26,3% (Depkes, 2007). Sedangkan menurut hasil Riskesdas 2013 prevalensi hipertensi di Sumatera Utara sebesar 24,7%. Dan prevalensi hipertensi berdasarkan umur untuk usia 55-64 tahun sebesar 45,9%, 65-74 tahun sebesar 57,6% sedangkan untuk usia lebih dari 75 tahun memiliki resiko sebesar 63,8%. (Depkes, 2013).

Berkembangnya hipertensi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain, kelebihan berat badan, kurang berolahraga, mengkonsumsi makanan yang berkadar garam tinggi, kurang mengkonsumsi buah dan sayuran segar, dan terlalu banyak minum alkohol (Palmer, 2005).

Dalam kenyataannya, konsumsi garam masyarakat Indonesia masih

terbilang tinggi, yaitu tiga kali lebih besar dari angka anjuran maksimal 6 gram perhari. Itulah salah satu penyebab angka hipertensi di Indonesia meningkat setiap tahunnya (Khasanah, 2012). Menurut muchtady dkk dalam Siagian (1999), konsumsi garam yang tinggi dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan ion-ion dalam cairan tubuh. Dalam menjaga proses keseimbangan ion-ion dalam cairan tubuh, perbandingan antara kalium dan natrium harus 1:1 untuk mencegah terjadinya hipertensi.

Hasil Penelitian Mulyati dkk, (2011), menunjukan mengkonsumsi Natrium dalam jumlah yang tinggi adalah 5,6 kali lebih besar terkena hipertensi dibandingkan dengan yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang rendah. Natrium memiliki hubungan yang sebanding dengan timbulnya hipertensi. Semakin banyak jumlah natrium di dalam tubuh, maka akan terjadi peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Meskipun demikian, reaksi seseorang terhadap jumlah natrium di dalam tubuh berbeda-beda.

Hasil penelitian Mamoto fifi dkk, (2013), terdapat hubungan yang bermakna antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas uji hubungan ini menunjukan OR sebesar 4,063, ini berarti bahwa responden yang mengkonsumsi asupan natrium lebih memiliki peluang 4,063 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang mengkonsumsi natrium cukup.

Mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium dapat meningkatkan tekanan darah. Natrium yang masuk ke dalam tubuh akan langsung diserap ke dalam pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kadar natrium dalam darah meningkat. Natrium mempunyai sifat menahan air, sehingga menyebabkan

volume darah menjadi naik.

Mengkonsumsi natrium secara terus-menerus dapat menyebabkan hipertensi

3 hingga komplikasi seperti stroke, gagal

jantung, kerusakan ginjal dan angina.

Perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan asupan natrium dengan kejadian hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai”.

Tujuan penelitian ini adalah Menganalisis hubungan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai.

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Jenis rancangan penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pelayanan Sosial Usia Lanjut (Panti Werdha) Binjai pada bulan November 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah 180 orang dan yang dijadikan sampel sebanyak 63 orang.

Data primer meliputi karakteristik lansia, asupan natrium, dan kejadian hipertensi. Data karakteristik lansia meliputi umur, jenis kelamin, suku, dan riwayat penyakit diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan bantuan formulir isian data penelitian. Data asupan natrium diperoleh dari makanan. Data asupan antrium lansia diperoleh dari makanan yang dikonsumsi lansia selama satu hari. Makanan yang dikonsumsi dari dapur diperoleh denngan penimbangan berat makanan yang dikonsumsi lansia. Penimbangan makanan dilakukan untuk makan pagi, siang dan malam hari. Kemudian dicatat kedalam formulir food weighing. Sedangkan makanan selingan yang dikonsumsi lansia dari luar panti diperoleh dengan melakukan recall dalam setiap kali penimbangan. Kemudian makanan yang dikonsumsi lanjut usia dianalisis dengan menggunakan software nutrisurvey versi Indonesia untuk mengatahui asupan natrium lanjut usia selama satu hari. Pengukuran asupan natrium lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai dilakukan selama dua hari tidak

berturutData kejadian hipertensi diperoleh melalui pemeriksaan tekanan darah pada lansia dengan menggunakan alat tensimeter.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Distribusi karakteristik lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.Karakteristik Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014. No Karakteristik Lansia n % 1. Jenis Kelamin Laki-laki 31 49,2 Perempuan 32 50,8 Total 63 100,0 2. Umur (tahun) 55-64 11 17,5 60-74 33 52,4 ≥75 19 30,2 Total 63 100,0 3. Suku Batak 31 49,2 Jawa 25 39,7 Padang 5 7,9 Aceh 2 3,2 Total 63 100,0 4. Riwayat Penyakit Tidak ada 13 20,6 Hipertensi 30 47,6 Rematik 9 14,3 Diabetes 2 3,2 Maag 6 9,5 TB Paru 3 4,8 Total 63 100,0

Pada tabel 1 diatas diketahui bahwa jenis kelamin lansia paling dominan adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 32 orang (50,8%). Umur lansia yang paling dominan pada penelitian ini adalah lansia yang berumur 65-74 tahun, yaitu sebanyak 33 orang (52,4%). Suku lansia paling dominan adalah lansia yang bersuku batak, yaitu sebanyak 31 orang (49,2%). Riwayat penyakit lansia paling dominan

4 adalah lansia yang menderita hipertensi

sebanyak 30 orang (47,6%).

Tabel 2. Distribusi Kejadian Hipertensi Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 Kejadian Hipertensi n % Tidak Hipertensi 31 49,2 Hipertensi 32 50,8 Total 63 100,0

Pada tabel 2 diatas diketahui bahwa lansia dalam penelitian ini yang memiliki kejadian hipertensi dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg sebanyak 32 orang (50,8%). Dan tidak hipertensi dengan tekanan darah <140/90 mmHg sebanyak 31 orang (49,2%).

Tabel 3. Distribusi Asupan Natrium Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014

Asupan Natrium n %

Cukup 33 52,4

Lebih 30 47,6

Total 63 100,0

Pada tabel 3 diatas diketahui bahwa lansia dengan asupan natrium dalam kategori cukup (<2400 mgNa) sebanyak 33 orang (52,4%) dan lansia dengan asupan natrium dalam kategori lebih (>2400 mgNa) sebanyak 30 orang (47,6%).

Tabel 4. Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014

Jenis Kelamin Kejadian Hipertensi p Tidak Hipertens i Hipertensi Total n % n % n % Laki-laki 11 35,5 20 64,5 31 100,0 0,045 Perempu an 20 62,5 12 37,5 32 100,0

Pada tabel 4 diatas diketahui bahwa jenis kelamin laki-laki dan wanita memiliki persentase yang sama terhadap kejadian hipertensi. Akan tetapi jenis kelamin laki-laki 64,5% cenderung menderita hipertensi. Hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi didapat nilai p sebesar 0,045 (p<0,05) artinya jenis kelamin berhubungan dengan kejadian hipertensi. Hal ini disebabkan karena gaya hidup lansia laki-laki yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kejadian hipertensi, seperti kebiasaan merokok pada kebanyakan lansia yang berjenis kelamin laki-laki, stress, konsumsi kopi, dan makan tidak terkontrol.

Menurut Irza (2009) pada dasarnya prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Pada wanita premenopouse wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini akan terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita 45-55 tahun. Oleh karena itu ketika wanita sudah monopuse akan sama beresikonya untuk terkena penyakit hipertensi dengan jenis kelamin laki-laki.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu (2014), di menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan hipertensi dengan nilai p=0,001 (<0,05) artinya terdapat hubungan yang

5 bermakna antara jenis kelamin dengan

kejadian hipertensi. Dan nilai OR 2,043 artinya jenis kelamin laki-laki lebih beresiko 2.043 kali lebih beresiko terkena hipertensi dibanding kan jenis kelamin perempuan.

Tabel 5. Tabulasi Silang Umur dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 Umur (thn) Kejadian Hipertensi p Tidak

Hipertensi Hipertensi Total

n % n % n %

55-64 6 54,5 5 45,5 11 100,0

0,520

65-74 14 42,4 19 57,6 33 100,0

≥75 11 57,9 8 42,1 19 100,0

Pada tabel 5 diatas diketahui bahwa kejadian hipertensi pada lansia memiliki rentang umur yang sama yaitu 65-74 tahun. Hasil tabulasi silang antara umur dengan kejadian hipertensi didapat nilai p sebesar 0,520 (p>0,05) artinya umur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi.

Menurut Rahayu (2012)

peningkatan kejadian hipertensi yang dipengaruhi oleh bertambahnya umur terjadi secara alami sebagai proses menua dan didukung oleh beberapa faktor eksternal. Hal ini berkaitan dengan

perubahan struktur dan fungsi

kardiovaskular. Seiring dengan

bertambahya umur, dinding vertrikel kiri dan katub jantung menebal serta elastisitas pembuluh darah menurun. Atherosclorosis meningkat, terutama pada individu dengan gaya hidup tidak sehat. Kondisi inilah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik berdampak pada peningkatan tekanan darah.

Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth (2011) tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi pada kelompok umur > 60 tahun dengan nilai p 0,570 (>0,05).

Tabel 6. Tabulasi Silang Asupan Natrium dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014

Asupan Natrium

Status Hipertensi

p

Tidak

Hipertensi Hipertensi Total

n % n % n %

Cukup 6 54,5 5 45,5 11 100,0

0,005

Lebih 9 30,0 21 70,0 32 100,0

Pada tabel 6 diatas diketahui bahwa asupan natrium lansia baik dalam kategori cukup dan lebih memiliki persentase yang hampir sama terhadap kejadian hipertensi. Dengan rata-rata asupan natrium lansia sebesar 1856,42 mgNa . Asupan natrium lebih 70% cenderung menyebabkan hipertensi. Hasil tabulasi silang antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi didapat nilai p sebesar 0,005 (p<0,05) artinya asupan natrium memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi.

Untuk mengukur asupan natrium didalam tubuh terhadap kejadian hipertensi dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada waktu sore hari. Karena ketika sore hari lanjut usia sudah beristirahat disetiap

wisma masing-masing. Sehingga

pemeriksaan tekanan darah menjadi lebih optimal. Rata-rata tekanan darah lansia yaitu 140/90 mmHg atau disebut juga hipertensi tingkat ringan.

Untuk mengetahui asupan natrium lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014 dilakukan penimbangan makanan pagi, siang dan malam hari. Penimbangan makanan dilakukan selama dua hari tidak berturut. Sedangkan untuk makanan selingan yang dikonsumsi lansia dari luar panti dilakukan recall kepada lansia dengan menanyakan makanan apa saja yang dikonsumsi lansia setiap kali penimbangan makanan.

Asupan natrium yang berlebih menyebabkan hipertensi dikarenakan lansia menambah garam ke dalam

6 makanan dan membeli makanan dari luar

panti atau memasak makanan sendiri. Hal ini disebabkan karena tidak cukupnya atau kurang selera makan lansia terhadap makanan yang diberikan oleh panti. Panti membuat siklus menu 7 harian yang menyebabkan lansia bosan dengan menu yang sama setiap minggunya. Makanan selingan seperti buah-buahan juga dibagikan kepada lansia setiap seminggu sekali. Adapun jenis makanan yang tinggi akan kandungan natrium yang dikonsumsi oleh lansia yang disediakan dari panti adalah ikan teri, susu, sayur sawi, tahu, tempe, nasi goreng, indomi dan garam. Makanan yang dikonsumsi lansia dari luar panti yang tinggi akan kandungan natriumnya adalah gorengan, lontong, nasi gurih, roti coklat, keripik.

Asupan natrium yang berlebih namun tidak menyebabkan hipertensi pada lansia hal ini disebabkan karena lansia tersebut lebih banyak melakukan aktifitas fisik sehingga cenderung menurunkan tekanan darahnya.

Asupan natrium yang cukup namun menyebabkan hipertensi pada lansia hal ini disebabkan karena pada dasarnya lansia sudah memiliki riwayat penyakit hipertensi. Asupan natrium yang dianjurkan untuk penderita hipertensi yaitu <1200 mgNa. Akan tetapi asupan natrium lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai yang penderita hipertensi

selalu ≥1200 mgNa sehingga

menyebabkan tekanan darah penderita selalu diatas 140/90 mmHg. Asupan natrium yang terus-menerus tinggi menyebabkan tekanan darah juga ikut tinggi. Dan jika tekanan darah terus-menerus tinggi menyebabkan terjadinya hipertensi dan dapat memicu terjadinya komplikasi pada lansia seperti gagal jantung, perdarahan otak, kerusakan pada retina mata, gagal ginjal dan angina. Adapun yang menyebabkan panti tidak mampu untuk membedakan menu antara penyakit tertentu disebabkan karena kurangnya anggaran dari pemerintah sehingga diet yang disajikan tidak optimal.

Pengaruh asupan natrium terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan

ekstraseluler meningkat. Untuk

menormalkannya, cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya cairan ekstraseluler tersebut meningkatkan volume darah. Disamping itu, konsumsi garam dalam jumlah yang tinggi dapat mengecilkan diameter arteri, sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang semangkin sempit akibatnya dapat menyebabkan hipertensi (Anggraini, 2008).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mamoto,dkk (2013) di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi dengan nilai p 0,003 (nilai <0,05). Dengan nilai OR 4,063 artinya asupan natrium lebih dari 2400 mgNa lebih beresiko 4,063 kali lebih beresiko terkena hipertensi dibandingkan asupan natrium kurang dari 2400 mgNa.

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarifuddin (2012), dari 100 lansia hanya 21 orang yang asupan natriumnya lebih sehingga didapatkan nilai p dari uji chi-square 1,000 artinya tidak terdapat hubungan antara lansia yang mengkonsumsi asupan natrium lebih dengan kejadian hipertensi.

Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

a. Lansia yang berada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai ada 50,8% yang menderita hipertensi, lebih banyak terjadi pada lansia yang berjenis kelamin laki-laki (64,5% ) dengan rentang umur 65-74 tahun sebesar (57,6%).

7 b. Asupan natrium lansia di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai dengan kategori lebih sebesar 70% yang mengalami hipertensi. Ada hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2014

2. Saran

a. Diharapkan ahli gizi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai lebih menjaga dan

mengawasi makanan yang

dikonsumsi lansia dengan

melakukan pemantauan kesetiap wisma lansia.

b. Diharapkan kepada lanjut usia untuk membatasi asupan garam dan mengurangi makanan tinggi kandungan natriumnya agar tekanan darah tetap normal.

Daftar Pustaka

Chobanian. 2003. The Seventh Report of

the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Jurnal The

JNC 7 Report. Diakses tanggal 05 Agustus 2014.

Departemen Kesehatan RI. 2013. Data

dan Informasi Kesehatan.

Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

Elisabeth, Margareth. 2012.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematang Siantar. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Irza, Sukraini 2009. Analisis Faktor

Resiko Hipertensi pada Masyarakat Nagari BungoTanjung Sumatera Barat 2009. Skripsi. Universitas

Sumatera Utara Diakses tanggal 03 Desember 2014.

Napitupulu, Susi. 2014. Faktor-Faktor

yang Behubungan dengan Hipertensi Pada Lansia Usia Pertengahan di Desa Belang Malum Kabupaten Dairi Tahun 2014. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Diakses tanggal 20 Desember 2014

Palmer, Anna, Bryan William, Elizabeth Yasmine, Rina Astikawati, dan Amalia Safitri. 2005. Tekanan

Darah Tinggi. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Rahayu, Hesti. 2012. Faktor Resiko

Hipertensi Pada Masyarakat RW 01 Srengseng Sawah Kecmatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan. Skripsi. Universitas Indonesia. Diakses tanggal 03 Desember 2014. Riskesdas. 2007. Laporan Nasional Hasil

Riset Kesehatan Dasar 2007.

Jakarta : Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan

Departemen Kesehatan RI.

Mamoto, Fifi; Grace D. Kandou; dan Victor D. Pijoh. 2013. Hubungan

Antara Asupan Natrium dan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Poliklinik Umum Di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Diakses tanggal 05

Agustus 2014.

Mulyati; Aminuddin; dan Syaifuddin. 2011. Hubungan Pola Konsumsi

Natrium dan Kalium Serta Aktifitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makasar. Jurnal Media Gizi

Masyarakat Indonesia. Diakses tanggal 03 Agustus 2014.

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI RSUD DR.