Penelitian survei ini bersifat deskriptif yaitu mengetahui gambaran proses pembuatan tahu dan hasil analisis bahaya fisik, bahaya kimia dan bahaya biologis pada Tahu Cina dan Tahu Sumedang yang di produksi di industri rumah tangga di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. Penelitian ini dilakukan di dua industri rumah tangga yang memproduksi Tahu Cina dan yang
memproduksi Tahu Sumedang di
Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. Sampel dari lokasi penelitian kemudian
dibawa ke laboratorium Balai Riset dan
Standarisasi Industri Medan
(BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya. Untuk pemeriksaan bahaya fisik dilakukan di laboratorium Gizi FKM USU.
Objek penelitian adalah Tahu Cina dan Tahu Sumedang yang diproduksi di Kelurahan Sari Rejo. Data primer diperoleh dengan observasi langsung dan dokumentasi proses pembuatan Tahu Cina dan proses pembuatan Tahu Sumedang. Pada setiap tahapan proses pembuatan tahu akan digunakan form pohon keputusan (decision tree). Data sekunder meliputi gambaran umum wilayah Kelurahan Sari Rejo dan informasi yang relevan dengan penelitian ini. Analisa data diolah secara manual, disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Industri rumah tangga pembuatan tahu yang menjadi lokasi penelitian yaitu 1 industri Tahu Sumedang yang berada di Jalan Ayahanda dan 1 indutri Tahu Cina yang berada di Jalan Langgar. Industri rumah tangga pembuatan Tahu Cina mempunyai luas kira-kira 9x6 meter, Industri ini menggunakan tiga mesin penggiling kedelai dan tiga mesin perebusan bubur kedelai serta satu alat penyaring. Industri Tahu Sumedang mempunyai luas bangunan 7x7 meter, dengan satu alat penggiling kedelai, dua kuali perebusan dan dua alat penyaring.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahaya Fisik pada Tahu
Produk Bahaya fisik
Tahu Cina Pasir
Tahu Sumedang -
Dari tabel di atas, ditemukan bahaya fisik berupa pasir pada Tahu Cina. Hal ini disebabkan karena pada proses pembuatan Tahu Cina tidak ada pencucian kedelai sebelum diproses sehingga didapati pasir pada produk.
Tabel 4.2 Pemeriksaan Formalin pada Tahu Produk Hasil Tahu Cina Tahu Sumedang Positif Positif
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa kedua jenis tahu yang menjadi sampel positif mengandung formalin. Pada kenyataannya, formalin sebagai bahan pengawet dilarang ditambahkan pada makanan karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Tabel 4.3 Pemeriksaan Logam Berat pada Tahu (mg/kg) Produk Baku mutu Timbal Hasil uji Baku mutu Tembaga Hasil uji Baku mutu Arsen Hasil uji Tahu
Cina Maks. <0,02 Maks. 2,41 Maks. 0,03 Tahu
Sumedang
2,0 <0,02 30 3,23 1,0 0,03
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa cemaran logam berat yaitu timbal, tembaga dan arsen pada kedua jenis tahu belum melewati baku mutu yang sudah ditetapkan.
Tabel 4.4 Pemeriksaan Mikrobiologi pada Air Perendaman Kedelai
Sampel E.coli Salmonella Baku mutu Satuan Hasil uji Baku mutu Satuan Hasil uji 1. 10/ 100ml MPN/ 100ml 16000 0 Col/ ml 0 2. 10/ 100ml MPN/ 100ml 16000 0 Col/ ml 0
Keterangan. 1: air perendaman kedelai Tahu Cina 2:air perendaman kedelai Tahu Sumedang
Dari tabel di atas kedua air perendaman kedelai negatif untuk pemeriksaan Salmonella. Sedangkan untuk keberadaan E.coli kedua air perendaman sama-sama mengandung E.coli dengan jumlah 16000/100ml. Hal ini menunjukkan bahwa air yang digunakan sangat tercemar.
Tabel4.5 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi pada Tahu
Sampel E.coli Salmonella Baku mutu Satuan Hasil uji Baku mutu Satuan Hasil Uji Tahu Cina 0 MPN/ 100ml 0 0 MPN/ 100ml 0 Tahu Sumedang 0 MPN/ 100ml 0 0 MPN/ 100ml 0
Tabel 4.5 di atas menunjukkan tidak ada pertumbuhan E.coli maupun Salmonella untuk kedua jenis tahu. E.coli yang terdapat pada air perendaman mati saat proses perebusan dengan suhu yang tinggi sehingga tidak ditemukan lagi pada produk.
Tabel 4.6 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Cina di Industri Rumah Tangga Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia
Proses pembuatan Tahu Bahaya M/K/F Jenis bahaya Sumber bahaya Cara pencegahan Perendaman F M Ranting, E.coli Terikut dari kedelai, Air Melakukan sortasi, Menggunak an kaporit pada air Penggilingan K Logam berat Mesin penggiling Membersihk an alat penggiling Perebusan K Logam berat Pipa untuk menyalurka n uap Mengganti pipa secara rutin Penyaringan
Penggumpalan K CaSO4 Bahanpeng gumpal Penggunaan bahan penggumpal tidak sesuai Pencetakan M Keringat pekerja, Pekerja Pekerja memakai pakaian Keterangan. M= mikrobiologi ; K = kimia ; F = fisik
Tabel 4.7 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Sumedang di Industri Rumah Tangga Kelurahan Sari Rejo
Proses pembuatan Tahu Bahaya M/K/F Jenis Bahaya Sumber bahaya Cara pencegahan Perendaman F M Ranting, lumut E.coli kedelai, ember perendaman Air Sortasi, membersihka n ember Penggunaan air bersih Penggilingan M K E.coli Logam berat Air Mesin penggiling Penggunaan air bersih Mengganti alat penggiling Perebusan K Logam berat Wadah perebusan dan pipa untuk menyalurka n uap Membersihka n wadah perebusan, Penggantian pipa secara rutin Penyaringan F Butiran kecoklat an Kedelai Melakukan sortasi kedelai, Penggunaan kain saring berpori-pori rapat Penggumpalan F Lumut Dari wadah tempat bahan penggumpal Membersihka n tabung wadah penggumpal Pencetakan
Pemotongan M Keringat Pekerja Memakai pakaian Perendaman Keterangan. M= mikrobiologi ; K = kimia ; F = fisik Analisis Bahaya Bahaya Fisik
Hasil pemeriksaan pada Tahu Cina yang diproduksi di Industri Rumah Tangga di Kelurahan Sari Rejo menunjukkan adanya bahaya fisik yaitu pasir dan cemaran kedelai hitam. Bahaya fisik berupa pasir tidak bisa hilang pada proses pemasakan, dan bisa melukai mulut saat mengonsumsi tahu, sedangkan cemaran berupa kedelai hitam hanya membuat produk terlihat tidak bersih saja.
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan yaitu sortasi kedelai dan pada tahap penyaringan. Adanya cemaran fisik diakibatkan oleh proses penyaringan yang
kurang benar oleh pekerja juga pori-pori kain saring yang terlalu besar. Untuk itu pekerja harus berhati-hati saat menyaring sari kedelai, juga penggantian karing saring dengan pori-pori yang lebih kecil.
Bahaya fisik juga bisa berasal dari debu atau kotoran yang menempel di langit-langit, karena dari hasil pengamatan langit-langit kedua industri terlihat kotor. Sarang laba-laba maupun debu yang menempel bisa jatuh kapan saja selama proses produksi. Debu dari sekitar lokasi juga bisa mengotori proses maupun tahu yang sudah jadi.
Bahaya Kimia
1. Formalin
Hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa kedua jenis tahu yaitu Tahu Cina dan Tahu Sumedang positif mengandung formalin. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nungki Nurul pada tahun 2006 di Industri Rumah Tangga pembuatan tahu di Plamongansari, Semarang menunjukkan hasil negatif untuk formalin.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 711/MenKes/Per/IX/1988 bahwa salah satu pengawet yang dilarang ditambahkan ke dalam makanan yaitu formalin. Formalin merupakan larutan yang digunakan sebagai desinfektan. Selain itu juga digunakan pada industri tekstil untuk mencegah bahan menjadi kusut dan meningkatkan ketahanan bahan tenunan. Dalam bidang farmasi formalin digunakan sebagai obat penyakit kutil. Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit disertai radang. Hal ini karena sifatnya yang merupakan iritan kuat. Formalin juga dapat menyebabkan muntah dan diare.
2. Batu Tahu ( Kalsium Sulfat)
Dari hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan terdapat 1,02 gr b/b kalsium sulfat atau jika dikonversi terdapat 1,02 gram kalsium sulfat dalam
100 gram larutan bubur kedelai. Pada dasarnya dosis batu tahu (kalsium sulfat) yang diperbolehkan yaitu 1 gram per 1 liter sari kedelai atau setara dengan 1 gram per 1000 gram larutan ( 0,1 gram per 100 gram larutan bubur kedelai). Hal ini
menunjukkan penggunaan bahan
penggumpal yang berlebihan dalam proses penggumpalan tahu, bahkan 10 kali lipat dari takaran yang dianjurkan.
Ada dua jenis bahan pengeras makanan yang umum digunakan yaitu bahan aluminium sulfat beserta turunan kimianya (aluminium ammonium sulfat ataupun aluminium natrium sulfat) dan segala jenis turunan kimia dari garam kalsium seperti kalsium karbonat, kalsium sulfat, kalsium laktat dan kalsium klorida. Garam kalsium dinilai memiliki banyak kadar kalsium yang secara langsung akan menyebabkan menumpuknya kalsium dalam darah yang menyebabkan fungsi saraf memburuk, kinerja tubuh menurun, kerusakan ginjal dan terjadinya penggumpalan pada aliran darah dan cairan dalam tubuh.
Untuk menghindari dampak buruk seperti yang diungkapkan di atas, maka produsen perlu memahami takaran penggunaan bahan penggumpal. Setelah itu, produsen memakai alat takar seperti sendok atau cangkir yang pas untuk menambahkan bubuk kalsium sulfat ke dalam bubur tahu.
3. Logam berat
Jenis logam berat yang diperiksa pada tahu yaitu timbal (Pb), tembaga (Cu) dan Arsen (As). Timbal (Pb) merupakan salah satu formulasi penyambung pipa yang mengakibatkan air untuk rumah tangga mempunyai banyak kemungkinan kontak dengan Pb. Tembaga juga dipakai pada proses pembuatan pipa ledeng sama seperti timbal. Jadi saat proses perebusan, pipa uap yang dipakai dan setiap hari kontak dengan bubur kedelai menyebakan menumpuknya sisa-sisa bubur kedelai pada pipa sehingga menimbulkan karat dan mencemari produk. Cemaran tembaga juga bisa berasal dari proses penggilingan,
dimana alat penggiling yang digunakan sudah rusak
Meskipun kandungan logam berat (timbal, tembaga, arsen) pada kedua jenis tahu masih berada di bawah baku mutu, konsumsi tahu setiap hari bisa membuat menumpuknya logam berat ini di dalam tubuh. Ditambah dengan konsumsi makanan lain setip hari yang tidak bisa dijamin keamanannya dalam hal logam berat, bisa memperparah akumulasi logam berat yang bisa membahayakan kesehatan.
Bahaya Mikrobiologis
Pada umumnya, bakteri E.coli dapat ditemukan dalam usus besar manusia karena merupakan flora normal. E.coli dapat menguntungkan manusia dengan mencegah bakteri lain di dalam usus. E.coli menjadi patogen jika berada di luar usus yaitu yang keluar bersama tinja. Bakteri ini bisa mencemari makanan, minuman maupun sumber air, yang bilamana masuk ke dalam tubuh akan membahayakan kesehatan.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi pada air perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Cina dan air perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Sumedang menunjukkan hasil positif untuk keberadaan bakteri E.coli dan hasil negatif untuk keberadaan Salmonella pada kedua air perendaman. Air yang kontak langsung
dengan pangan harus memenuhi
persyaratan air minum yaitu keberadaan E.coli maksimal 0/100 ml air. Dari hasil
analisa, kedua air perendaman
mengandung E.coli sebanyak 16000/100 ml air. Menurut Depkes RI 2001 berdasarkan standar mutu bakteriologis air, jumlah bakteri (MPN/100 ml) 5000– 50000 merupakan kategori polusi berat yang memerlukan penanganan khusus.
Sumber air yang digunakan untuk proses produksi Tahu Cina dan Tahu Sumedang sama-sama menggunakan air sumur. Tingginya cemaran E.coli
kemungkinan besar disebabkan
terkontaminasinya sumber air oleh kotoran manusia/ tinja melalui septic tank yang
jaraknya berdekatan dengan sumber air
(sumur) sehingga menyebabkan
merembesnya kotoran. Selain itu kebersihan pekerja, ember yang kurang bersih yang digunakan juga bisa menjadi penyebab keberadaan e.coli.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu melakukan strerilisasi air untuk mengurangi bakteri seperti penaburan kaporit pada air sumur. Kaporit menjadi salah satu alternatif desinfektan yang dapat digunakan karena murah, mudah didapatkan, serta mudah cara penggunaannya. Kaporit bekerja dengan cara melepaskan zat klorin yang mampu
mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme. Ember yang digunakan saat kegiatan produksi jangan diletakkan sembarangan di tanah atau di tempat kotor. Selain itu, pekerja juga harus membersihkan tangan dengan sabun setelah dari kamar mandi untuk mengurangi kontaminasi E.coli terhadap air yang digunakan.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi untuk Tahu Cina dan Tahu Sumedang menunjukkan hasil negatif untuk keberadaan bakteri E. coli dan Salmonella. E.coli yang ditemukan pada air rendaman kedelai, saat proses perebusan dengan suhu yang tinggi mengakibatkan E.coli mati.
Lokasi industri yang kurang bersih, seperti banyaknya sampah berserakan maupun tumpukan kayu bisa memicu lalat beterbangan dan memindahkan kuman penyakit. Hal ini bisa dikendalikan dengan membersihkan lingkungan sekitar pabrik, membuat tempat sampah sehingga sampah bisa dikumpul di satu tempat, juga tidak membuang sampah sembarangan.
Identifikasi Titik Kritis
Titik Kritis pada Pembuatan Tahu Cina
Dari hasil pemeriksaan
laboratorium dan pengamatan di lokasi penelitian, yang menjadi titik kritis untuk proses pembuatan Tahu Cina adalah pada tahap perendaman kedelai, penggumpalan dan pencetakan.
1) Tahap perendaman kedelai
Tahap perendaman menjadi titik kritis karena dari hasil pemeriksaan di laboratorium air perendaman kedelai mengandung E.coli dalam jumlah yang tidak sedikit. Selain itu lumut dari bak perendaman kedelai bisa saja terikut saat kedelai diambil untuk digiling. Dinding bak perendaman kedelai yang tidak diplester juga bisa menjadi sumber terikutnya pasir ke produk yang dihasilkan. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu membersihkan bak untuk mengurangi cemaran fisik.
2) Tahap penggumpalan
Tahap penggumpalan menjadi titik kritis pada proses pembuatan Tahu Cina karena bahan penggumpal yang digunakan tidak sesuai takaran. Kalsium sulfat yang berlebihan akan menumpuk di dalam darah dan menyebabkan kerusakan syaraf dan kerusakan ginjal. Penggunaan drum plastik sebagai wadah pengumpal juga berbahaya karena proses penggumpalan dilakukan saat bubur kedelai dalam keadaan panas. Drum plastik dalam keadaan panas bisa terkikis atau lepas dan terikut ke bubur tahu.
3) Pencetakan tahu
Tahap pencetakan pada Tahu Cina menjadi titik kritis karena pada tahap ini pekerja tidak memakai pakaian dan dalam kondisi berkeringat oleh karena suhu lingkungan kerja yang panas, juga tangan pekerja yang kontak langsung dengan pangan tanpa menggunaan sarung. Keringat bisa mengenai tahu dan menjadi tempat bertumbuhnya jamur maupun
bakteri. Karyawan seharusnya
mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan untuk menghindari kontaminasi dari pekerja.
Titik Kritis pada Pembuatan Tahu Sumedang
Yang menjadi titik kritis untuk proses pembuatan Tahu Sumedang adalah pada tahap perendaman kedelai, pemotongan tahu dan perendaman tahu yang sudah jadi
1) Tahap perendaman kedelai
Tahap perendaman kedelai
pembuatan Tahu Sumedang menjadi titik kritis karena dari hasil pemeriksaan di laboratorium air perendaman kedelai mengandung bakteri E.coli. jeregen-jeregen perendaman yang digunakan untuk perendaman juga dipenuhi lumut dan kondisi jeregen yang berwarna kekuningan akibat sudah usang juga menjadi penyebab timbulnya bahaya. Pencegahan yang dapat dilakukan misalnya mencuci jeregen dengan menggunakan sabuk pembersih dan jangan hanya disiram saja.
2) Tahap pemotongan tahu
Tahap pemotongan pada
pembuatan Tahu Sumedang menjadi titik kritis karena pada tahap ini digunakan alat pemotong yang kurang bersih, tangan pekerja yang tidak memakai pelindung bersentuhan langsung dengan tahu kemungkinan bisa mencemari produk. Petugas pemotong tahu yang mengenakan pakaian tanpa lengan berpotensi membuat jatuhnya keringat ke produk. Pencegahan yang bisa dilakukan yaitu membersihkan dan mengeringkan alat pemotong setelah selesai digunakan, pekerja supaya memakai pakaian berlengan /celemek yang bisa menghindari jatuhnya keringat pada tahu yang sedang dipotong.
3) Tahap perendaman tahu yang sudah jadi
Tahap perendaman merupakan titik kritis karena pada tahap ini bakteri bisa secara cepat tumbuh pada air perendaman. Juga tahu yang telah siap dipotong dipindahkan ke ember perendaman oleh pekerja tanpa menggunakan sarung tangan sehingga bisa terjadi kontaminasi. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu petugas pemotong tahu menggunakan sarung tangan untuk memindahkan tahu ke dalam ember perendaman.
Titik Kendali Kritis
Titik kendali kritis adalah suatu langkah pengendalian untuk mencegah atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat aman. Pada proses pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang titik kendali kritis yang ada yaitu pada tahap perebusan dan penyaringan.
1. Tahap perebusan
Tahap perebusan pada proses pembuatan tahu bertujuan untuk mengurangi bau langu pada susu kedelai, menambah keawetan produk akhir dan merubah sifat protein kedelai sehingga mudah dikoagulasikan. Pada tahap ini juga bakteri E.coli yang ditemukan pada air yang digunakan pada proses sebelumnya mati karena proses perebusan dengan suhu tinggi.
2. Tahap penyaringan
Tahap penyaringan berfungsi untuk memisahkan ampas dari sari kedelai yang akan digumpalkan. Selain itu, tahap ini berfungsi untuk menyaring cemaran fisik yang terikut pada proses pengolahan.
KESIMPULAN
1. Titik kritis pada pembuatan Tahu
Cina adalah pada tahap
perendaman kedelai, tahap
penggumpalan, dan tahap
pencetakan tahu. Pada pembuatan Tahu Sumedang titik kritis yaitu pada tahap perendaman kedelai, pemotongan tahu dan perendaman tahu yang sudah jadi.
2. Bahaya kimia yang ditemukan yaitu formalin pada Tahu Cina dan
Tahu Sumedang. Kandungan
logam berat (timbal, tembaga, arsen) masih di bawah batas aman untuk kedua jenis tahu.
3. Bahaya mikrobiologis yang ditemukan pada kedua air perendaman kedelai yaitu bakteri E.coli, sedangkan pada produk tidak ditemukan bakteri E.coli maupun Salmonella.
4. Bahaya fisik yang ditemukan yaitu pada Tahu Cina berupa pasir dan kedelai hitam, sedangkan pada Tahu Sumedang yaitu kedelai hitam.
SARAN
1. Diharapkan kepada produsen Tahu Cina dan Tahu Sumedang untuk tidak menggunakan bahan kimia berbahaya dan produsen Tahu Cina supaya menggunakan bahan penggumpal sesuai takaran.
2. Produsen menggunakan air bersih untuk proses pembuatan Tahu agar tidak membahayakan konsumen. 3. Agar produsen memperhatikan
kebersihan peralatan dan jangka waktu penggunaan mesin-mesin produksi.
4. Diharapkan kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih menggiatkan pembinaan terhadap industri rumah tangga dalam hal penggunaan formalin.
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, Nungki Nurul. 2006. Penetapan
Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) pada Tahu yang Diproduksi di Industri Rumah Tangga Plamongansari Pedurungan, Kota Semarang.
Skrispi Fakutas Kesehatan
Masyarakat Universitas
Diponegoro. Semarang.
Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi
“Keracunan Makanan.” Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan
Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi
Aksara: Jakarta.
Giska, dkk. 2013. Analisis Nilai Tambah
dan Strategi Pemasaran Usaha Industri Tahu di Kota Medan.
Jurnal Agribisnis vol.2 no.1 tahun 2013. Medan.
Irianto, Kus dan Kusno Waluyo. 2004.
Gizi dan Pola Hidup Sehat.
Yrama Widya: Bandung.
Mortimore, Sara dan Carol Wallace. 2004.
HACCP: Sekilas Pandang.
EGC: Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan RI no.711/Menkes/Per/IX/1988
tentang Bahan Tambahan
Makanan.
Sarwono, Pieter Saragih. 2005. Membuat
Aneka Tahu. Penebar Swadaya:
Depok.
Suprapti, Lies. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan Pembuatan Tahu. Kanisius: Yogyakarta.
1
HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN INFEKSI