• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.5.1 Hubungan Kelompok Usia Responden dengan Motivasi Pemanenan Kayu Rakyat

Berdasarkan Tabel 17, motivasi yang disebabkan oleh kebutuhan tempat tinggal sering muncul dengan persentase kemunculan sebesar 56,01%. Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi banyak menyebar pada kelompok usia 40–74 tahun. Kebutuhan rumah pada kelompok usia ini disebabkan beberapa alasan seperti: (1) kondisi rumah yang ada saat ini sudah tua, membutuhkan perbaikan, dan bahkan tidak layak huni; (2) banyak keluarga muda yang masih tinggal bersama orang tua mereka dalam rumah yang sama; dan (3) ketidakmampuan responden mencukupi kebutuhan tempat tinggal dari pendapatan utama mereka, sehingga menggunakan tabungan berupa kayu rakyat. Adapun persentase kemunculan tertinggi terdapat pada kelompok usia 60–64 tahun. Mereka membangun rumah baru untuk diberikan kepada anak mereka yang telah berkeluarga dan belum mampu menjadi alasan bagi sebagian responden di kelompok usia ini untuk melakukan perbaikan rumah.

Motivasi membangun rumah sebagai motivasi yang disebabkan kebutuhan tempat tinggal menyebar hampir di seluruh kelompok usia (38,67%). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan tempat tinggal yang menyebabkan membangun rumah muncul pada hampir seluruh kelompok usia. Persentase kemunculan terbesar motivasi membangun rumah terdapat pada kelompok usia antara 40–44 tahun (8%) dan kelompok usia antara 60–64 tahun (8%). Adapun pada kelompok usia 40–44 tahun, responden masih tinggal bersama orang tua mereka, dan mereka membangun rumah untuk keluar dari rumah tersebut. Selanjutnya pada kelompok usia 60–64 tahun, responden membangun rumah untuk diberikan kepada anak mereka yang telah berkeluarga namun belum memiliki rumah sendiri.

Berkaitan dengan kebutuhan tempat tinggal, motivasi memperbaiki rumah menyebar pada kelompok usia 45–74 tahun (14,67%). Persentase kemunculan terbanyak terdapat pada kelompok usia 60–64 tahun (5,33%).

46 Tabel 17 Persentase kemunculan motivasi pemanenan kayu rakyat pada kelompok usia responden

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa responden mulai banyak membangun rumah pada kelompok usia 40–44 tahun, responden kelompok usia 45–54 tahun setelah memiliki rumah baru akan membantu orang tuanya untuk melakukan perbaikan terhadap rumah lamanya, mengganti bagian-bagian yang rusak, dan menambah ruang maupun menambah fasilitas di dalamnya. Sedangkan responden kelompok usia 55–74 tahun memperbaiki rumah setelah mereka ditinggalkan anak mereka yang sudah memiliki rumah baru. Selain menambah ruang dan memperbaiki bagian yang rusak, mereka juga meningkatkan kenyamanan dan fasilitas rumah mereka tersebut.

Berdasarkan Tabel 17, motivasi yang disebabkan oleh kebutuhan investasi muncul dengan persentase kemunculan sebesar 36%. Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi menyebar pada kelompok usia 45–69 tahun. Bagi kelompok usia ini, mereka berinvestasi untuk mendapatkan pendapatan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga sehari-hari. Mulai usia 45 tahun, beberapa responden mengaku bahwa kebutuhan mereka meningkat akibat kondisi anak mereka yang sudah beranjak besar. Setelah usia 69 tahun, beberapa responden telah melepaskan tanggungan secara ekonomi dari anak-anak mereka. Selain itu, responden tidak mampu mencukupi kebutuhan investasi dari pendapatan utama mereka, sehingga menggunakan tabungan berupa kayu rakyat. Adapun persentase kemunculan tertinggi terdapat pada kelompok usia 60–64 tahun. Mereka lebih banyak membeli tanah (4%) untuk berinvestasi dibanding menjadikan hasil pemanenan kayu rakyat sebagai modal usaha dan biaya pendidikan. Pembelian tanah pada kelompok usia 60–64 tahun disebabkan oleh: (1) pandangan umum bahwa harga tanah tetap atau cenderung naik dari waktu ke waktu; (2) tanah yang dibeli dapat ditanami sehingga dapat meningkatkan pendapatandari usaha tani; dan (3) persiapan untuk memberikan warisan bagi anak-anak mereka.

Motivasi modal usaha menyebar pada kelompok usia 40–69 tahun (13,33%) dan kelompok usia 75–84 tahun (2,67%), seperti terlihat pada Tabel 17. Persentase terbanyak terjadi pada kelompok usia 50–54 tahun (4%). Pada kelompok usia 40-69 tahun, beberapa responden baru bisa melakukan pemanenan kayu rakyat, karena mereka umumnya baru memanen ketika tanaman-tanaman

48

kehutanan yang mereka tanam saat awal mengolah lahan telah cukup besar. Pada kelompok usia 75–84 tahun, modal usaha biasanya diberikan kepada anak mereka untuk menambah modal usaha yang telah ada atau membuka usaha baru.

Motivasi membeli tanah menyebar pada kelompok usia 60–74 tahun (8%), seperti tercantum dalam Tabel 17. Persentase terbanyak terjadi pada kelompok usia 60–64 tahun (4%). Terdapat beberapa sebab mengenai motivasi membeli tanah, yaitu responden pada kelompok ini telah merasakan manfaat dari lahan yang dimilikinya, sehingga mereka ingin menambah luas lahan kepemilikan mereka. Selain itu, terdapat beberapa responden yang baru mulai fokus berusaha tani setelah pensiun dari pekerjaan sebelumnya, mereka sebenarnya telah memiliki lahan, namun mereka juga ingin menambah lahan milik mereka.

Motivasi biaya pendidikan menyebar merata pada kelompok usia 45–64 tahun (9,33%), seperti tercantum dalam Tabel 17. Pada kelompok usia tersebut, anak mereka sedang menempuh tingkat pendidikan yang membutuhkan biaya besar. Oleh karena penghasilan utama mereka tidak mencukupi, penggunaan hasil penjualan kayu rakyat merupakan solusi bagi mereka.

Kelompok terakhir ialah kebutuhan lain-lain yang menyebabkan kemunculan motivasi dengan persentase kemunculan sebesar 7,99% (Tabel 17). Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi menyebar pada kelompok usia 55–74 tahun. Bagi kelompok usia ini, kebutuhan yang beragam tidak menentu, bersifat mendesak, dan bergantung kepada kesiapan masing- masing dalam melakukan pemanenan kayu rakyat. Selain itu, responden tidak mampu mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut dari pendapatan utamanya, sehingga menggunakan tabungan berupa kayu rakyat.

Menurut BPS (2010c), usia produktif berkisar antara usia 15–64 tahun. Pada Tabel 17, kelompok usia responden produktif yang melakukan pemanenan kayu rakyat ialah antara usia 30–64 tahun (73,33%), namun sebaran kemunculan banyak terjadi pada kelompok usia 40–64 tahun (69,33%). Pada selang usia tersebut, terdapat lima besar motivasi pemanenan kayu rakyat dengan kemunculan terbesar. Hal ini tidak dijumpai pada kelompok usia tidak produktif.

Usia produktif ialah usia dimana seseorang memiliki kemampuan untuk bekerja dan menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dirinya pribadi

atau keluarganya (BPS 2010c). Pada usia tersebut, responden masih mampu untuk mengolah lahan miliknya sendiri. Pemanenan kayu rakyat yang dilakukan responden produktif akan menjamin penanaman kembali lahan yang telah dipanen, sehingga usaha hutan rakyat akan berlanjut.

Menurut hubungan antara kelompok usia responden dengan motivasi pemanenan kayu rakyat, kelompok usia 40–64 tahun (usia produktif manusia) merupakan responden yang paling produktif menghasilkan kayu rakyat. Dengan kecenderungan ini, kelompok usia 40–64 tahun merupakan objek pembinaan bagi pihak yang berkepentingan untuk menjaga keberlanjutan produksi kayu rakyat yang merupakan komoditas alternatif bagi pemenuhan kebutuhan kayu selama ini. Sementara kelompok usia lainnya merupakan objek pembinaan bagi pihak yang berkepentingan dalam menjaga kelestarian alam, sehingga hutan rakyat tetap memiliki manfaat secara ekologi.

Terdapat beberapa macam bentuk program pembinaan. Pengenalan jenis baru yang cocok dengan kondisi lingkungan, cepat tumbuh, dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keberlanjutan usaha kayu rakyat bergantung pada ketergantungan petani terhadap hasil kayu rakyat. Untuk mempertahankannya, petani dibina untuk terus menanam tanaman kehutanan.

Selain itu, terkait dengan daur volume maksimum, petani diberikan pengetahuan mengenai teknik pengaturan hasil. Hai itu dilakukan agar petani memperoleh pendapatan optimal. Daur butuh yang selama ini diterapkan petani tidak memberikan keuntungan yang optimal, karena nilai ekonomis kayu bisa saja masih rendah. Faktor ekologis juga terpengaruh, karena tanaman kehutanan kurang optimal memberikan manfaat bagi lingkungannya.

Oleh karena adanya kebutuhan-kebutuhan pada rumah tangga yang menyebabkan motivasi pemanenan kayu rakyat, diperlukan suatu lembaga seperti kelompok tani atau koperasi yang memberikan bantuan berupa sumbangan atau pinjaman untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sumber dana bagi lembaga tersebut dapat berasal dari uang swadaya, bantuan pemerintah, atau donasi sponsor.

50

5.5.2 Hubungan Jenis Kelamin Responden dan Motivasi Pemanenan Kayu Rakyat

Berdasarkan Tabel 18, motivasi yang disebabkan oleh kebutuhan tempat tinggal sering muncul dengan persentase kemunculan sebesar 56,01%. Baik pria maupun wanita sama-sama membutuhkan tempat tinggal. Kebutuhan pria dan wanita ini disebabkan beberapa alasan seperti: (1) kondisi rumah yang ada saat ini sudah tua, membutuhkan perbaikan, dan bahkan tidak layak huni; (2) banyak keluarga muda yang masih tinggal bersama orang tua mereka dalam rumah yang sama; dan (3) ketidakmampuan responden mencukupi kebutuhan tempat tinggal dari pendapatan utama mereka, sehingga menggunakan tabungan berupa kayu rakyat. Kebutuhan tempat tinggal banyak terjadi pada pria, sementara pada wanita hanya sedikit..

Tabel 18 Persentase kemunculan motivasi pemanenan kayu rakyat pada jenis kelamin responden

Motivasi pemanenan kayu Jenis kelamin

Pria Wanita Total

1. Kebutuhan tempat tinggal

a. Membangun rumah 37,33 1,33 38,67 b. Memperbaiki rumah 13,33 1,33 14,67 c. Membeli rumah 2,67 0,00 2,67 Sub-total 53,33 2,66 56,01 2. Kebutuhan investasi a. Modal usaha 14,67 1,33 16,00 b. Membeli tanah 10,67 0,00 10,67 c. Biaya pendidikan 8,00 1,33 9,33 Sub-total 33,34 2,66 36,00 3. Kebutuhan sehari-hari a. Biaya kesehatan 1,33 0,00 1,33 b. Biaya pernikahan 1,33 0,00 1,33 c. Kebutuhan sehari-hari 1,33 0,00 1,33 d. Membayar utang 2,67 0,00 2,67

e. Ongkos naik haji 1,33 0,00 1,33

Sub-total 7,99 0,00 7,99

Berdasarkan Tabel 18, motivasi membangun rumah sebagai motivasi yang disebabkan kebutuhan tempat tinggal menyebar pada pria dan wanita (38,67%). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan tempat tinggal yang menyebabkan membangun rumah muncul pada pria dan wanita. Persentase kemunculan terbesar motivasi membangun rumah terdapat pada jenis kelamin pria (37,33%). Adapun pada jenis kelamin pria, kebutuhan tempat tinggal terkait dengan statusnya

sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah bagi rumah tangga. Alasan pria membutuhkan rumah karena rumah mereka saat ini sudah tua, sempit, beberapa bagian rusak, dan bahkan belum memiliki rumah (menumpang di rumah orang tua mereka). Selain itu, pria juga memanen kayu rakyat untuk membangun rumah yang akan diberikan kepada anak mereka yang telah berkeluarga dan belum mampu memiliki rumah sendiri. Jenis kelamin wanita yang termotivasi untuk membangun rumah disebabkan keinginan untuk memberikan rumah kepada anaknya yang belum memiliki rumah sendiri.

Hampir sama dengan motivasi membangun rumah, motivasi memperbaiki rumah menyebar pada pria dan wanita (14,67%). Kebutuhan rumah akibat kondisi yang dijelaskan sebelumnya, memungkinkan responden memiliki pilihan untuk membangun rumah baru atau memperbaiki rumah lama. Perbaikan dapat dilakukan jika rumah lama masih cukup layak untuk dipertahankan.

Motivasi membeli rumah muncul pada kelompok pria. Hal ini karena responden pada kelompok jenis kelamin ini membutuhkan rumah baru untuk diberikan kepada anak mereka tanpa harus membangun rumah dari awal. Rumah yang dibeli berada di luar wilayah Desa Padasari.

Berdasarkan Tabel 18, motivasi yang disebabkan oleh kebutuhan investasi muncul dengan persentase kemunculan sebesar 36%. Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi menyebar pada pria dan wanita. Baik pria maupun wanita menganggap bahwa investasi berguna untuk periode waktu jangka pendek dan jangka panjang. Manfaat investasi untuk jangka pendek ialah bahwa mereka dapat menghasilkan pendapatan dari investasi dan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan manfaat jangka panjang ialah adanya pendapatan yang dihasilkan dari investasi saat ini atau kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan baru bagi anak mereka sehingga dapat hidup mandiri.

Motivasi modal usaha menyebar juga pada pria dan wanita (16%), seperti terlihat pada Tabel 18. Hal itu menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita menggunakan hasil hutan rakyatnya untuk digunakan sebagai modal usaha. Adapun penggunaan hasil hutan rakyat berupa penggunaan kayu rakyat sebagai bahan baku kegiatan usaha furnitur ataupun kayu rakyat dijual sehingga menghasilkan uang untuk modal usaha. Persentase terbanyak terjadi pada jenis

52

kelamin pria (14,67%), karena status pria sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah. Sementara wanita menggunakan hasil penjualan kayu rakyat dari hasil pemanenan kayu rakyatnya untuk keperluan menambah modal usaha dagang.

Motivasi membeli tanah hanya terjadi pada jenis kelamin pria (10,67%), seperti tercantum dalam Tabel 18. Bagi responden pria, hasil dari lahan miliknya cukup menguntungkan, kemudian dia berpikir untuk menambah luas lahannya dengan cara membeli tanah. Ketika tanah sudah bertambah, akan diolah sehingga mendapatkan penghasilan saat panen tiba. Harga tanah yang semakin lama semakin naik juga merupakan bahan pertimbangan.

Motivasi biaya pendidikan menyebar pada semua jenis kelamin (9,33%), seperti tercantum dalam Tabel 18. Baik pria maupun wanita berharap bahwa anak mereka menempuh pendidikan setinggi yang mereka mampu. Walaupun dalam perwujudannya hanya sedikit yang mampu dan mau berkorban demi menyekolahkan anak mereka masing-masing.

Kelompok terakhir ialah kebutuhan lain-lain yang menyebabkan kemunculan motivasi dengan persentase kemunculan sebesar 7,99% (Tabel 18). Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi hanya terjadi pada pria. Bagi responden pria sendiri, kebutuhan yang beragam tidak menentu, bersifat mendesak, dan bergantung kepada kesiapan masing-masing dalam melakukan pemanenan kayu rakyat. Selain itu, responden tidak mampu mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut dari pendapatan utamanya, sehingga menggunakan tabungan berupa kayu rakyat.

Menurut hubungan antara jenis kelamin responden dengan motivasi pemanenan kayu rakyat, pria merupakan responden yang paling produktif menghasilkan kayu rakyat. Dengan kecenderungan ini, kelompok responden pria merupakan objek pembinaan bagi pihak yang berkepentingan untuk menjaga keberlanjutan produksi kayu rakyat yang merupakan komoditas alternatif bagi pemenuhan kebutuhan kayu selama ini. Sementara kelompok responden wanita merupakan objek pembinaan bagi pihak yang berkepentingan dalam menjaga kelestarian alam, sehingga hutan rakyat tetap memiliki manfaat secara ekologi.

Terdapat beberapa macam bentuk program pembinaan. Pengenalan jenis baru yang cocok dengan kondisi lingkungan, cepat tumbuh, dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keberlanjutan usaha kayu rakyat bergantung pada ketergantungan petani terhadap hasil kayu rakyat. Untuk mempertahankannya, petani dibina untuk terus menanam tanaman kehutanan.

Selain itu, terkait dengan daur volume maksimum, petani diberikan pengetahuan mengenai teknik pengaturan hasil. Hai itu dilakukan agar petani memperoleh pendapatan optimal. Daur butuh yang selama ini diterapkan petani tidak memberikan keuntungan yang optimal, karena nilai ekonomis kayu bisa saja masih rendah. Faktor ekologis juga terpengaruh, karena tanaman kehutanan kurang optimal memberikan manfaat bagi lingkungannya.

Oleh karena adanya kebutuhan-kebutuhan pada rumah tangga yang menyebabkan motivasi pemanenan kayu rakyat, diperlukan suatu lembaga seperti kelompok tani atau koperasi yang memberikan bantuan berupa sumbangan atau pinjaman untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sumber dana bagi lembaga tersebut dapat berasal dari uang swadaya, bantuan pemerintah, atau donasi sponsor.

5.5.3 Hubungan Pendidikan Terakhir Responden dan Motivasi Pemanenan Kayu Rakyat

Berdasarkan Tabel 19, motivasi yang disebabkan oleh kebutuhan tempat tinggal sering muncul dengan persentase kemunculan sebesar 56,01%. Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi banyak menyebar pada kelompok pendidikan terakhir. Kebutuhan tempat tinggal disebabkan beberapa alasan seperti: (1) kondisi rumah yang ada saat ini sudah tua, membutuhkan perbaikan, dan bahkan tidak layak huni; (2) banyak keluarga muda yang masih tinggal bersama orang tua mereka dalam rumah yang sama; dan (3) ketidakmampuan responden mencukupi kebutuhan tempat tinggal dari pendapatan utama mereka, sehingga menggunakan tabungan berupa kayu rakyat. Adapun persentase kemunculan tertinggi terdapat pada kelompok pendidikan terakhir setingkat Sekolah Dasar (SD). Mereka berpendidikan rendah, memiliki kesempatan kerja yang terbatas, dan cenderung bergantung pada hasil pengolahan

54

lahan mereka. Hal ini mengakibatkan mereka melakukan pemanenan kayu rakyat untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.

Berdasarkan Tabel 19, motivasi membangun rumah menyebar di seluruh kelompok pendidikan terakhir (38,67%). Persentase kemunculan terbesar motivasi membangun rumah terdapat pada kelompok pendidikan terakhir setingkat SD dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), masing-masing sebesar 12 %. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan tempat tinggal yang menyebabkan membangun rumah muncul pada hampir seluruh kelompok pendidikan terakhir. Oleh karena pendidikan terakhir mereka yang rendah, kesempatan kerja bagi mereka menjadi sempit, dan kemampuan berinovasi pun juga rendah. Hal ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal melalui pemanenan kayu rakyat.

Berkaitan dengan kebutuhan tempat tinggal, motivasi memperbaiki rumah (14,67%) menyebar pada kelompok pendidikan terakhir setingkat SD dan SLTP. Persentase kemunculan terbanyak terdapat pada kelompok pendidikan terakhir setingkat SD (9,33%). Oleh karena pendidikan terakhir mereka yang rendah, kesempatan kerja bagi mereka menjadi sempit, dan kemampuan berinovasi pun juga rendah. Hal ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan perbaikan bagian rumah yang rusak melalui pemanenan kayu rakyat.

Tabel 19 Persentase kemunculan motivasi pemanenan kayu rakyat pada pendidikan terakhir responden

Motivasi pemanenan kayu Pendidikan terakhir

SD SLTP SMA S1 Total

1. Kebutuhan tempat tinggal

a. Membangun rumah 12,00 12,00 10,67 4,00 38,67 b. Memperbaiki rumah 9,33 5,33 0,00 0,00 14,67 c. Membeli rumah 0,00 0,00 1,33 1,33 2,67 Sub-total 21,33 17,33 12,00 5,33 56,01 2. Kebutuhan investasi a. Modal usaha 9,33 5,33 1,33 0,00 16,00 b. Membeli tanah 6,67 1,33 2,67 0,00 10,67 c. Biaya pendidikan 2,67 2,67 1,33 2,67 9,33 Sub-total 18,67 9,33 5,33 2,67 36,00 3. Kebutuhan sehari-hari a. Membayar utang 2,67 0,00 0,00 0,00 2,67 b. Biaya kesehatan 1,33 0,00 0,00 0,00 1,33 c. Biaya pernikahan 0,00 0,00 0,00 1,33 1,33 d. Kebutuhan sehari-hari 1,33 0,00 0,00 0,00 1,33

e. Ongkos naik haji 0,00 1,33 0,00 0,00 1,33

Motivasi membeli rumah muncul pada kelompok pendidikan terakhir setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Strata 1 (S1). Hal ini karena responden pada kelompok responden ini membutuhkan rumah baru untuk diberikan kepada anak mereka tanpa harus membangun rumah dari awal. Rumah yang dibeli berada di luar wilayah Desa Padasari.

Berdasarkan Tabel 19, motivasi yang disebabkan oleh kebutuhan investasi muncul dengan persentase kemunculan sebesar 36%. Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi menyebar pada seluruh kelompok pendidikan terakhir. Responden menganggap bahwa investasi berguna untuk periode waktu jangka pendek dan jangka panjang. Manfaat investasi untuk jangka pendek ialah bahwa mereka dapat menghasilkan pendapatan dari investasi dan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan manfaat jangka panjang ialah adanya pendapatan yang dihasilkan dari investasi saat ini atau kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan baru bagi anak mereka sehingga dapat hidup mandiri.

Motivasi modal usaha menyebar pada kelompok pendidikan terakhir setingkat SD sampai SMA, yaitu sebesar 13,33%, seperti terlihat pada Tabel 19. Persentase terbanyak terjadi pada kelompok pendidikan terakhir setingkat SD (9,33%). Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin sedikit pemanenan kayu rakyat yang disebabkan kebutuhan modal usaha.

Motivasi membeli tanah menyebar pada kelompok pendidikan terakhir setingkat SD sampai SMA (10,67%), seperti tercantum dalam Tabel 19. Persentase terbanyak terjadi pada kelompok pendidikan terakhir setingkat SD (6,67%). Pada kelompok responden ini, kebutuhan hidupnya bergantung pada usaha pengolahan lahannya, sehingga dengan meningkatkan tanah dapat meningkatkan pendapatannya.

Motivasi biaya pendidikan menyebar merata pada kelompok pendidikan terakhir setingkat SD sampai S1 (9,33%), seperti tercantum dalam Tabel 19. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan terakhir apapun memiliki kepedulian terhadap pendidikan anaknya, sehingga memenuhi kebutuhan biaya pendidikan dari hasil pemanenan kayu rakyat.

56

Kelompok terakhir ialah kebutuhan lain-lain yang menyebabkan kemunculan motivasi dengan persentase kemunculan sebesar 7,99% (Tabel 19). Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi menyebar pada kelompok pendidikan terakhir setingkat SD, SLTP, dan S1. Bagi kelompok tersebut, kebutuhan yang beragam tidak menentu, bersifat mendesak, dan bergantung kepada kesiapan masing-masing dalam melakukan pemanenan kayu rakyat. Selain itu, responden tidak mampu mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut dari pendapatan utamanya, sehingga menggunakan tabungan berupa kayu rakyat.

Menurut hubungan antara kelompok pendidikan terakhir responden dengan motivasi pemanenan kayu rakyat, kelompok pendidikan terakhir setingkat SD dan SLTP merupakan responden yang paling produktif menghasilkan kayu rakyat. Semakin rendah tingkat pendidikan terakhir maka semakin sempit kesempatan kerja dan semakin rendah kemampuan berinovasi sehingga untuk memenuhi kebutuhan ekonominya mereka hanya bergantung pada alam, yaitu usaha tani (sawah, kebun, dan hutan rakyat). Dalam kelompok tersebut, terdapat sembilan dari 11 motivasi pemanenan kayu rakyat. Hal itu menunjukkan bahwa kebutuhan yang terjadi pada kelompok itu beragam.

Dengan kecenderungan ini, kelompok pendidikan terakhir setingkat SD dan SLTP merupakan objek pembinaan bagi pihak yang berkepentingan untuk menjaga keberlanjutan produksi kayu rakyat yang merupakan komoditas alternatif bagi pemenuhan kebutuhan kayu selama ini. Sementara kelompok pendidikan terakhir setingkat SMA dan S1 merupakan objek pembinaan bagi pihak yang berkepentingan dalam menjaga kelestarian alam, sehingga hutan rakyat tetap memiliki manfaat secara ekologi.

Terdapat beberapa macam bentuk program pembinaan. Pengenalan jenis baru yang cocok dengan kondisi lingkungan, cepat tumbuh, dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keberlanjutan usaha kayu rakyat bergantung pada ketergantungan petani terhadap hasil kayu rakyat. Untuk mempertahankannya, petani dibina untuk terus menanam tanaman kehutanan.

Selain itu, terkait dengan daur volume maksimum, petani diberikan pengetahuan mengenai teknik pengaturan hasil. Hai itu dilakukan agar petani

memperoleh pendapatan optimal. Daur butuh yang selama ini diterapkan petani tidak memberikan keuntungan yang optimal, karena nilai ekonomis kayu bisa saja masih rendah. Faktor ekologis juga terpengaruh, karena tanaman kehutanan kurang optimal memberikan manfaat bagi lingkungannya.

Oleh karena adanya kebutuhan-kebutuhan pada rumah tangga yang menyebabkan motivasi pemanenan kayu rakyat, diperlukan suatu lembaga seperti kelompok tani atau koperasi yang memberikan bantuan berupa sumbangan atau pinjaman untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sumber dana bagi lembaga tersebut dapat berasal dari uang swadaya, bantuan pemerintah, atau donasi sponsor.

5.5.4 Hubungan Jenis Pekerjaan Pokok Responden dan Motivasi Pemanenan Kayu Rakyat

Berdasarkan Tabel 20, motivasi yang disebabkan oleh kebutuhan tempat tinggal sering muncul dengan persentase kemunculan sebesar 56,01%. Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi banyak menyebar pada kelompok jenis pekerjaan pokok Guru SD, kepala desa, mandor bangunan, pengusaha, pesuruh, petani, supir, TNI-AD, dan tukang servis. Kebutuhan rumah pada kelompok responden tersebut disebabkan beberapa alasan seperti: (1) kondisi

Dokumen terkait