• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi tanaman kayu komersil di Desa Padasari terdiri dari beberapa jenis (Tabel 6). Berdasarkan hasil wawancara, jenis yang menjadi unggulan ialah jenis mahoni, karena harga jualnya yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kayu lain (Lampiran 3). Harga jual kayu jenis mahoni berkisar antara Rp 250.000,00/pohon sampai Rp 1.667.000,00/pohon, bergantung pada besar diameter dan umur. Sebagian besar petani hutan rakyat di Desa Padasari memiliki jenis tisuk atau waru gunung di lahan mereka, karena jenis ini memang tumbuh secara alami.

Morfologi tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb. ex Hornem) dicirikan oleh bentuk batang yang lurus dengan tinggi pohon sekitar 20 m, tinggi batang bebas cabang 7,5 m dan berdiameter 35 cm. kulit pohon berwarna abu-abu kecoklatan. Tajuk pohon tisuk ini bersifat terbuka, tidak teratur dan bercabang sedikit. Daun

penumpunya besar dan menutup kuncup daun yang bila gugur meninggalkan bekas berbentuk gelang mengelilingi ranting. Daunnya tunggal, bundar dengan ujung lancip dan berukuran besar, berbulu halus dan bertangkai panjang. Urat daun utamanya sekitar 7 buah yang tersusun seperti jari.

Kayu tisuk memiliki potensi yang cukup besar dari segi manfaatnya, maupun kegunaannya. Salah satu manfaat kayu tisuk dapat digunakan untuk konstruksi bangunan, batang, dan kotak korek api.

Seperti telah diungkapkan oleh Hardjanto (2000), bahwa kayu sebagai komoditi hasil hutan rakyat masih menempati urutan kurang penting dibanding komoditi lain oleh sebagian besar petani hutan rakyat. Hal ini disebabkan karena kayu tidak dapat memberikan hasil cepat, bukan merupakan komoditi konsumsi harian. Karenanya dalam struktur pendapatan rumah tangga petani, hutan rakyat merupakan pendapatan sampingan atau tambahan. Petani hutan rakyat di Desa Padasari memiliki pandangan yang sama pula. Mereka hanya melakukan pemanenan kayu rakyat hanya pada kondisi tertentu. Kontribusi pendapatan tahunan dari kayu rakyat hanya sebesar 2,08% dari pendapatan total tahunan (Tabel 7).

Dalam proses pemanenan, para petani menunggu tawaran dari pihak yang mereka sebut sebagai bandar atau pedagang pengumpul untuk membeli kayu milik mereka yang masih berupa tegakan. Setelah muncul tawaran dari pedagang pengumpul, petani melakukan negosiasi harga jual. Dalam proses negosiasi ini, petani jarang menggunakan data fisik tegakan mereka seperti diameter dan tinggi hasil pengukuran. Pedagang pengumpul terkadang tidak jauh berbeda, mereka sebelumnya hanya melakukan survei pendahuluan tentang kondisi lokasi, keadaan tegakan, dan jumlah tegakan di sana. Dasar penentuan harga yang digunakan oleh petani ialah besar batang utama pohon, jenis, dan jumlah pohon yang akan dijual. Secara umum ketika pedagang pengumpul sudah mencukupi kewajibannya terhadap petani, maka petani tidak ikut campur terhadap masalah proses penebangan dan pengangkutan.

Sebagai pembeli tahap pertama, pedagang pengumpul bertanggung jawab terhadap proses penebangan dan pengangkutan termasuk biaya-biaya di dalamnya. Dalam proses penebangan, pedagang pengumpul telah memiliki jaringan terhadap

28

sumber daya manusia, peralatan penebangan, dan peralatan pengangkutan. Gambar 5 memperlihatkan alat yang biasa digunakan untuk proses penebangan kayu rakyat (chainsaw) di Desa Padasari. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pedagang pengumpul sebelum bernegosiasi harga dengan petani belum memiliki data pengukuran yang pasti atau tepat. Ketika dalam proses penebangan, mereka melakukan pengukuran dimensi kayu masing-masing tegakan. Hasil pengukuran tersebut hanya menjadi rahasia mereka sendiri.

Setelah proses penebangan, pedagang pengumpul mengangkut kayu yang telah berupa sortimen ke lokasi-lokasi penumpukan yang berbeda-beda menurut jaringan yang mereka miliki. Gambar 6 memperlihatkan proses pengangkutan kayu rakyat dari lokasi penebangan ke tempat penampungan kayu rakyat semsntara. Kayu hutan rakyat tersebut kemudian menunggu permintaan dari industri perkayuan baik di daerah sekitar maupun dari daerah lain. Industri yang umumnya membeli kayu rakyat tersebut ialah industri furnitur skala kecil sampai menengah.

Selain dijual dalam bentuk tegakan, petani hutan rakyat di Desa Padasari pun melakukan pemanenan kayu untuk digunakan sendiri. Petani menyewa tenaga kerja harian untuk menebang pohon yang akan dipanen. Biaya yang ditimbulkan proses pemanenan menjadi tanggung jawab petani sendiri. Kayu hasil pemanenan umumnya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan untuk membangun rumah, memperbaiki rumah, atau sebagai bahan baku produksi usaha furnitur mereka sendiri.

Syahadat (2006) memberikan penjelasan bahwa untuk lebih

mengoptimalkan dalam pemanfaatan kayu rakyat oleh masyarakat dan untuk mempermudah dalam pemberian izin pemanfaatan hutan rakyat, maka dalam pemanfaatan kayu rakyat dari hutan rakyat dikelompokan ke dalam dua kategori, yaitu: (a) pemanfaatan kayu rakyat untuk memenuhi kebutuhan kayu sendiri atau digunakan sendiri; dan (b) pemanfaatan kayu rakyat untuk dikomersilkan atau diperjualbelikan.

Gambar 6 Proses pengangkutan kayu

Dengan merujuk pada Pasal 33, ayat (1) SK Menteri Kehutanan No. 126/2003 menyatakan bahwa setiap orang atau badan hukum yang memiliki hutan

30

hak atau rakyat yang akan melakukan penebangan pohon wajib melaporkan rencana penebangan kepada Kepala Desa setempat atau pejabat setara yang diangkat Kepala Dinas Propinsi dengan tembusan Kepada Kepala Dinas Kabupaten, kemudian pada ayat (2) Penyampaian rencana penebangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan: a) bukti kepemilikan hak atas tanah; b) peta areal hutan hak atau rakyat yang berisi letak, luas dan batas- batasnya diketahui oleh camat setempat; dan c) potensi tegakan hutan hak atau rakyat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/2005 pasal 17, ayat (1) yang menyatakan bahwa semua hasil hutan kayu dan bukan kayu yang berupa rotan dan gaharu dari areal hutan hak yang akan digunakan dan atau diangkut ke daerah lainnya dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang diterbitkan oleh Kepala Desa atau pejabat yang setara.

Untuk lebih mengoptimalkan dalam penatausahaan hasil hutan umumnya dan khususnya di hutan rakyat, maka dalam upaya menjaga kelestarian hutan sesuai dengan PP No. 34/2002, pejabat yang berwenang dalam menerbitkan bukti kepemilikan kayu rakyat atau SKAU dalam hal ini adalah Kepala Desa atau pejabat yang setara diberikan pelatihan setingkat pejabat penerbit lainnya seperti Pejabat Pengesah Laporan Hasil Penebangan (P2LHP), Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (P2SKSHH), Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) dan kemudian diberikan sertifikat serta Surat Ijin Penerbitan SKAU (SIPSKAU), sedangkan untuk pengendalian dan pengawasan terhadap pejabat tersebut dilakukan oleh Dinas Kabupaten setempat yang membidangi kehutanan.

Selanjutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 126/2005, pasal 33 ayat (3) huruf (d), yaitu kayu yang akan diterbitkan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) untuk diangkut atau dijual ke industri pengolahan kayu wajib dilakukan pengukuran oleh petugas kehutanan yang berkualifikasi Penguji Hasil Hutan (PHH), dan kemudian dalam huruf (e), dinyatakan bahwa hasil pemeriksaan dituangkan dalam Daftar Hasil Hutan dengan cap Kayu Rakyat (DHH-KR), dengan prosedur sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ditandatangani oleh petugas bersangkutan sebagai dasar penerbitan SKSHH oleh

P2SKSHH. DHH-KR dibuat atas dasar hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh PHH, dan harus disahkan oleh petugas Kehutanan yang berkualitas PHH, dan ini merupakan dasar dalam permohonan penerbitan SKSHH. Kemudian pada pasal 35, ayat (1) SK Menteri Kehutanan No. 126/2003, dinyatakan bahwa pemilik hutan hak atau rakyat termasuk pemilik kebun yang memanfaatkan kayu bulat dari

land clearing wajib membuat dan melaporkan realisasi penebangan atau

pemanenan dan pengangkutan kayu bulat dengan menggunakan format blanko Laporan Mutasi Kayu Bulat (LMKB), dan kemudian pada ayat (2) dinyatakan bahwa laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Dinas Kabupaten dengan tembusan Kepala Dinas Propinsi.

SKSHH sendiri terdiri dari tujuh lembar. Lembar pertama dan kedua menyertai perjalanan perjalanan kayu. Lembar ketiga dikirim ke Dinas Kehutanan Pusat sebagai arsip. Lembar keempat dikirim ke Kepala Dinas daerah yang dituju. Lembar kelima menjadi arsip penerbit, yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan (UPTD Kehutanan). Lembar keenam diberikan kepada pembeli kayu. Lembar terakhir dikirim ke Dinas Kehutanan Propinsi.

Walaupun prosedur telah disusun, tetapi pada pelaksanaan seringkali terjadi beberapa hal yang diluar prosedur. Petani seringkali tidak melakukan koordinasi dengan Kepala Desa atau UPTD Kehutanan setempat, karena menganggap bahwa kayu yang dijual ialah milik mereka dan berada di tanah mereka yang legal. Selain itu, tidak sedikit pula terdapat oknum yang mengatasnamakan UPTD Kehutanan dan melakukan pungutan liar terhadap petani maupun pedagang pengumpul. Tidak hanya itu, proses yang dilakukan oleh UPTD Kehutanan tidak jarang sangat memakan waktu, sementara petani tidak dapat menunggu lama karena kebutuhan mereka tidak dapat ditangguhkan. Jumlah tegakan yang dipanen juga terkadang menjadi penyebab petani tidak mau berkoordinasi dengan UPTD Kehutanan setempat, karena jumlah tegakan yang dipanen hanya sedikit.

Gambar 5 memperlihatkan kondisi tegakan hutan rakyat pasca pemanenan. Petani akan menanami kembali lokasi ini dengan dua pilihan yang bergantung pada kebutuhan mereka. Jika lahan perkebunan mereka saat ini dirasakan terlalu sempit, mereka akan menanami lahan pasca pemanenan ini dengan tanaman

32

perkebunan. Bila mereka sudah merasa cukup memiliki lahan untuk perkebunan, mereka menanami lokasi ini dengan tanaman kehutanan.

Gambar 7 Kondisi hutan rakyat pasca pemanenan kayu rakyat di Desa Padasari

Selain hasil hutan kayu, hutan rakyat di Desa Padasari memiliki potensi lain walaupun tidak banyak berupa hasil hutan bukan kayu, yaitu gula aren dan bambu. Prioritas usaha gula aren lebih menonjol dibandingkan dengan bambu, karena mereka membudidayakan tanaman aren secara teratur.

5.3 Karakteristik Petani Hutan Rakyat

Dokumen terkait