• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi jenis tanaman kayu komersil (komoditas perdagangan) yang dikembangkan oleh petani hutan rakyat di Desa Padasari antara lain seperti tercantum pada Tabel 6. Sedangkan tanaman perkebunan yang dikembangkan petani hutan rakyat antara lain: kopi, lada, cengkeh, vanili, dan tanaman buah- buahan.

Tabel 6 Potensi jenis tanaman kayu komersil di Desa Padasari

No. Nama lokal Nama umum Nama ilmiah*

1. Antopeka Mahoni uganda Khaya anthotheca

2. Bayur Bayur Pterospermum javanicum Jungh.

3. Dahu Dahu Dracontomelon mangiferum Bl.

4. Durian Durian Durio zibethinus Murr

5. Jati Jati Tectona grandis L.f.

6. Kamper Kamper Dryobalanops aromatica Gaertn.

7. Kelapa Kelapa Cocos nucifera L.

8. Ki Hiang Wangkal Albizia procera (Roxb.) Benth

9. Mahoni Mahoni Swietenia mahagoni (L.) Jacq.

10. Manglid Manglid Magnolia Blumei Prantl.

11. Matoa Matoa Pometia pinnata J.R.& G.Forst

12. Menteng Menteng Baccaurea racemosa Muell. Arg

13. Mindi Mindi Melia azedarach L.

14. Nangka Nangka Artocarpus heterophyllus Lam

15. Picung Kluwak Pangium edule

16. Puspa Puspa Schima wallichii (DC.) Korth.

17. Salam Salam Syzygium polyanthum Wigh Walp

18. Sengon merah Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen

19. Sobsi Kayu afrika Maesopsis eminii Engl.

20. Surian Surian Toonasp.

21. Teureup Benda Artocarpus elastica Reinw

22. Tisuk Waru Gunung Hibiscus macrophyllus Roxb. ex Hornem

* Sumber: Plantamor (2010)

Berdasarkan hasil pengamatan, hutan rakyat di Desa Padasari merupakan usaha turun temurun, sehingga petani pemilik lahan saat ini tidak membangun hutan rakyat dari awal. Tanaman kehutanan yang terdapat di lahan petani umumnya berasal dari tanaman alami yang tumbuh di tempat tersebut atau ditanam oleh orang tua petani saat ini. Dengan kata lain, hutan rakyat di Desa Padasari berusia cukup tua.

Gambar 3 memperlihatkan salah satu lokasi tegakan hutan rakyat di Desa Padasari. Tegakan yang terlihat cukup rapat dan tinggi. Pada gambar juga dapat

22

dilihat tanaman muda yang berada di bawah naungan sebagai tanda bahwa terdapat permudaan pada tegakan hutan rakyat di Desa Padasari.

Gambar 3 Kondisi tegakan hutan rakyat di Desa Padasari

Adapun teknik silvikultur yang diterapkan petani ialah teknik permudaan campuran antara alami dan buatan. Permudaan alami berasal dari perkembangbiakan tanaman-tanaman itu sendiri. Sedangkan permudaan buatan dilakukan dengan menanami kembali lahan yang kosong setelah pemanenan.

Pada proses permudaan tanaman kehutanan, teknik-teknik yang diterapkan masih sederhana. Teknik persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari rumput dan tanaman liar sampai mencukupi untuk penanaman bibit tanaman kehutanan. Bibit yang diperoleh berasal dari persemaian sederhana milik kelompok tani Bagjamulya.

Teknik penanaman cukup sederhana, yaitu dengan teknik cabutan. Tidak ada keterangan jelas mengenai waktu yang khusus untuk melakukan penanaman. Jarak tanam yang diterapkan petani beragam, berkisar antara 11 m sampai 66 m, namun pada umumnya jarak tanam yang diterapkan ialah 33 m. Petani juga tidak mengkhususkan jenis tertentu dengan jarak tanam tertentu, pada prinsipnya bahwa tanaman kehutanan ditanam cukup renggang agar dapat tumbuh dengan baik. Jika terdapat jarak tanam yang renggang, itu merupakan alokasi untuk penanaman tanaman perkebunan.

Seperti dijelaskan sebelumnya, petani di Desa Padasari menerapkan sistem

agroforestry dengan pola penanaman acak dan mosaik. Hal ini disebabkan oleh

topografi lahan yang cenderung miring dan berbukit-bukit akibat keberadaan wilayah Desa Padasari yang terletak di kaki Gunung Tampomas.

Gambar 4 Penerapan sistem agroforestry oleh petani hutan rakyat di Desa Padasari

Penerapan sistem agroforestry dapat dilihat pada Gambar 4, dimana tanaman kehutanan ditanam berkelompok pada celah antara kumpulan tanaman kehutanan. Tanaman perkebunan yang dibudidayakan oleh petani di Desa

24

Padasari antara lain cengkeh, kopi, lada, vanili, cabai merah, cabai rawit, dan buah-buahan. Pemanenan tanaman tersebut umumnya dilakukan tahunan. Pada gambar juga dapat dilihat bahwa penanaman tanaman perkebunan dilakukan pada lahan yang datar, sedangkan tanaman kehutanan tidak terpengaruhi topografi.

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh petani hanya sebatas memberikan ruang yang cukup bagi tanaman agar bisa tumbuh tanpa hambatan dari tanaman sekitarnya. Bentuk pemeliharaan seperti pembersihan rumput dan tanaman pengganggu lain di sekitar tanaman tersebut. Jika sudah cukup besar, pemangkasan batang dilakukan untuk membentuk tajuk yang rapi dan batang utama yang lurus. Kegiatan penyulaman juga dilakukan apabila terdapat tanaman yang kering atau mati, bibit untuk penyulaman berasal dari anakan tanaman di sekitarnya. Frekuensi pemeliharaan tidak dilakukan secara teratur.

Di samping menerapkan sistem agroforestry, petani juga mengolah lahannya untuk sawah. Hasil dari sawah umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka sendiri. Hal ini disebabkan harga gabah yang cenderung rendah, gangguan hama, dan cuaca yang sulit diprediksi sehingga petani terkadang merugi jika menjual hasil sawah mereka. Akan tetapi, untuk petani yang memiliki lahan sawah luas, mereka tetap akan menjual sebagian hasilnya. Kontribusi pendapatan dari sawah sebesar 14,25%, seperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kontribusi sumber pendapatan tahunan terhadap pendapatan total tahunan petani hutan rakyat di Desa Padasari

Sumber pendapatan Jumlah pendapatan tahunan (Rp/th) Kontribusi (%)

Kebun 126.658.000 8,06 Gula aren 27.000.000 1,72 Kayu rakyat 32.654.024 2,08 Sawah 223.800.000 14,25 Ternak 110.100.000 7,01 Buruh 177.500.000 11,30 Gaji 493.460.000 31,41 Dagang 298.850.000 19,02 Jasa 81.000.000 5,16 Total 1.571.022.024 100,00

Tabel 7 memperlihatkan struktur kombinasi sumber pendapatan tahunan terhadap pendapatan total tahunan petani hutan rakyat. Sumber pendapatan terbesar berasal dari gaji, yaitu 31,41%. Kontribusi sumber pendapatan dari usaha hutan rakyat sebesar 11,48%. Hasil dari hutan rakyat mencakup hasil kebun

(8,06%), gula aren (1,72%), dan kayu rakyat (2,08%). Kontribusi usaha kayu rakyat yang rendah diakibatkan oleh banyaknya pemakaian kayu rakyat untuk penggunaan pribadi (Lampiran 3).

Pada tahun 1991, beberapa petani di Desa Padasari membentuk kelompok tani yang bernama Bagjamulya. Saat ini, Kelompok Tani Bagjamulya dipimpin oleh Bapak Entis Sutisna dan memiliki anggota berjumlah 33 jiwa petani. Adapun petani yang terdapat di Desa Padasari sejumlah 110 jiwa petani. Kegiatan Kelompok Tani Bagjamulya ialah melakukan pembinaan kepada anggota tentang teknik budidaya tanaman-tanaman komersil yang cocok dengan kondisi lingkungan di desa tersebut. Manfaat keanggotaan kelompok tani ialah kemudahan akses bantuan yang berbentuk bibit tanaman dari Dinas Kehutanan Sumedang; dan bimbingan teknik budidaya tanaman komersil, baik tanaman kehutanan maupun tanaman perkebunan.

Keanggotaan kelompok tani Bagjamulya hanya 30% dari seluruh petani yang terdapat di Desa Padasari. Hal itu disebabkan oleh dua sebab, yaitu kekurangan kesadaran tentang manfaat keanggotaan kelompok tani, atau rasa kekecewaan terhadap kelompok tani Bagjamulya yang dianggap tidak aspiratif dan kurang adil.

Petani di Desa Padasari terdiri dari tiga jenis, yaitu petani lokal petani hamparan, dan petani penggarap. Petani lokal ialah petani yang bertempat tinggal dan memiliki lahan di wilayah Desa Padasari. Petani hamparan ialah petani yang hanya memiliki lahan di wilayah Desa Padasari, sementara tempat tinggal mereka di desa lain. Petani penggarap ialah petani yang menggarap lahan milik orang lain. Umumnya, petani hamparan bekerja sama dengan petani penggarap dengan sistem bagi hasil. Menurut penuturan masyarakat setempat, lahan petani hamparan lebih luas, karena lahan tersebut diperoleh dari hasil pembelian, sementara petani lokal memperoleh lahan dari warisan yang umumnya sudah dibagi-bagi.

Kegiatan inventarisasi tegakan yang dilakukan petani berupa penaksiran sederhana terhadap besar batang (diameter) dan tinggi pohon. Petani jarang sekali melakukan pengukuran diameter dan tinggi dengan menggunakan alat-alat khusus seperti meteran atau pengukur tinggi. Jika sudah diukur dengan salah satu alat

26

pengukur tersebut, terutama pengukur diameter, maka mereka sudah dapat menaksir pertumbuhan dan perkembangan pohon tersebut selanjutnya.

Berdasarkan keterangan masyarakat setempat, petani di Desa Padasari memiliki pemahaman mengenai kelestarian alam lingkungan mereka. Petani berpandangan bahwa mereka akan berusaha memelihara lokasi lahan yang terletak di hulu sungai, karena merupakan sumber air bagi lingkungan tempat tinggal mereka. Jika lahan mereka berada di daerah tersebut, maka mereka akan mengolahnya dengan bijaksana, walaupun tetap mengusahakan lahan tersebut agar dapat memberikan nilai ekonomi bagi mereka. Setidaknya, mereka tidak akan membiarkan lahan tersebut tidak terawat. Bentuk kebijaksanaan mereka ialah dengan memanen tanaman kayu jika memang terpaksa sekali.

Pada bulan Agustus 2010, di Desa Padasari telah terjadi bencana tanah longsor. Lokasi bencana terjadi pada lahan bukan pemukiman. Kejadian tersebut telah mengubur lahan perkebunan milik sejumlah petani. Menurut keterangan beberapa peneliti yang memberitahukan kepada masyarakat setempat, tanah di Desa Padasari didominasi kandungan pasir, sehingga mudah longsor bila terguyur hujan yang cukup lama. Kejadian ini juga membuat pemerintah setempat membuat himbauan untuk mengungsi kepada masyarakat yang tinggal di wilayah yang topografinya cukup curam. Relokasi pemukiman saat ini sedang direncanakan untuk menjamin keselamatan masyarakat.

Dokumen terkait