• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK WISATAWAN DENGAN EFEKTIVITAS MEDIA KOMUNIKASI PEMASARAN

Pembahasan dalam bab ini adalah menganalisis hubungan antara karakteristik wisatawan Kampoeng Wisata Cinangneng dengan efektivitas media komunikasi pemasaran Kampoeng Wisata Cinangneng. Karakteristik wisatawan dalam penelitian ini meliputi usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, ragam tujuan kunjungan, dan jenis jangkauan geografis. Efektivitas media komunikasi pemasaran dilihat berdasarkan tingkat kognisi, tingkat afeksi, dan tingkat konasi. Berikut adalah hasil uji korelasi pada masing-masing variabel. Hasil pengujian korelasi antara karakteristik wisatawan dengan efektivitas media komunikasi pemasaran Kampoeng Wisata Cinangneng terdapat pada Tabel 14.

Tabel 14 Nilai koefisiensi korelasi dan signifikansi antara karakteristik wisatawan dengan efektivitas media komunikasi pemasaran

Karakteristik Wisatawan

Efektivitas Media Komunikasi Pemasaran

Tingkat Kognisi Tingkat Afeksi Tingkat Konasi

Usia -0.369** 0.139 0.403** Jenis pekerjaan 11.362 (sig. 0.182) 5.357 (sig. 0.253) 10.955 (sig. 0.027)* Tingkat pendidikan -0.299* 0.235 0.215 Ragam tujuan kunjungan -0.280* 0.119 0.062 Jenis jangkauan

geografis 1.912 (sig. 0.752) 3.618 (sig.0.164) 6.710 (sig. 0.035)* Keterangan: ** signifikan korelasi pada taraf α 0,01 (2-tailed)

* signifikan korelasi pada taraf α 0.05 (2-tailed)

Hubungan Usia dengan Tingkat Kognisi

Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara usia dengan tingkat kognisi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar -0.369. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi moderat karena nilai hitung tersebut berada diantara nilai 0.30–0.49. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan moderat. Nilai tersebut juga memiliki korelasi atau hubungan yang negatif. Menurut Sarwono (2009) jika koefisien korelasi negatif maka hubungan kedua variabel tidak searah. Sementara, untuk nilai signifikansi ialah sebesar 0.008, nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata atau α sebesar 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara variabel usia dengan tingkat kognisi terdapat hubungan nyata yang negatif, memiliki korelasi yang moderat, dan signifikan antar kedua variabel.

Berdasarkan hasil uji statistik dapat dikatakan bahwa hipotesis uji kedua variabel mengenai semakin tinggi tingkatan usia maka semakin tinggi tingkat pengetahuan wisatawan ditolak. Hal tersebut disebabkan oleh penyebaran informasi yang dilakukan oleh Kampoeng Wisata Cinangneng adalah semua kalangan, tidak ada karakteristik usia tertentu untuk dapat menikmati obyek wisata ini. Pihak pengelola Kampoeng Wisata Cinangneng menawarkan kegiatan wisata yang dapat dinikmati oleh semua kategori usia, seperti mempelajari kebudayaan tradisional Sunda/Jawa Barat dan mempelajari kehidupan perdesaan yang dapat dinikmati mulai dari usia anak-anak hingga usia dewasa tua.

Perbedaan usia dapat menentukan bahwa seseorang mengetahui atau tidak mengenai informasi Kampoeng Wisata Cinangneng. Pada penelitian ini mayoritas responden kategori dewasa awal (19–26 tahun) cenderung lebih mengetahui informasi mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng karena pada usia tersebut responden masih dapat mengingat informasi yang terdapat pada media komunikasi pemasaran Kampoeng Wisata Cinangneng. Sementara, responden usia dewasa menengah (27–37 tahun) dan usia dewasa tua (≥ 38 tahun) cenderung kurang mengetahui informasi mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng yang terdapat pada media komunikasi pemasaran Kampoeng Wisata Cinangneng. Hal ini sesuai dengan penuturan beberapa responden kategori usia dewasa tua yang mengaku tidak dapat mengingat informasi mengenai lokasi dan fasilitas wisata Kampoeng Wisata Cinangneng.

Responden kategori usia dewasa awal memiliki kecenderungan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dibandingkan dengan responden yang termasuk dalam kategori usia dewasa menengah dan usia dewasa tua. Mayoritas responden kategori usia dewasa awal menggunakan lebih dari satu media komunikasi pemasaran untuk mendapatkan informasi mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng sehingga informasi yang didapat oleh mereka pun cenderung beragam. Berbeda dengan responden usia dewasa menengah dan usia dewasa tua yang merasa sudah cukup dengan mendapatkan informasi mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng melalui satu jenis media komunikasi pemasaran saja.

Hubungan Usia dengan Tingkat Afeksi

Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara usia dengan tingkat afeksi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.139. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi atau hubungan yang sangat lemah karena nilai tersebut berada diantara nilai 0.10–0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada diantara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah. Sementara, untuk nilai signifikansi ialah sebesar 0.335, nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa variabel usia dengan tingkat afeksi tidak terdapat hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang lemah, hubungan yang searah, dan tidak signifikan antara kedua variabel tersebut.

Berdasarkan hasil uji statistik dapat dikatakan bahwa hipotesis uji kedua variabel mengenai semakin tinggi tingkatan usia maka semakin tinggi tingkat

afeksi wisatawan tidak dapat diterima. Hal ini menyatakan bahwa berbagai tingkatan usia tidak menentukan perbedaan dalam memberikan ketertarikan, rasa senang, dan respon positif terhadap Kampoeng Wisata Cinangneng. Mayoritas jawaban responden dari berbagai tingkatan usia menilai setuju dan sangat setuju mengenai konsep pengembangan wisata, fasilitas, dan kegiatan di Kampoeng Wisata Cinangneng. Mereka memberikan ketertarikan, rasa senang, dan respon positif yang sama terhadap Kampoeng Wisata Cinangneng. Penyebaran informasi yang dilakukan oleh Kampoeng Wisata Cinangneng adalah semua kalangan, tidak ada karakteristik usia tertentu untuk dapat menikmati obyek wisata ini. Pihak pengelola Kampoeng Wisata Cinangneng menawarkan kegiatan wisata yang dapat dinikmati oleh semua kategori usia, seperti mempelajari kebudayaan tradisional Sunda / Jawa Barat dan mempelajari kehidupan perdesaan yang dapat dinikmati mulai dari usia anak-anak hingga usia dewasa tua.

Hubungan Usia dengan Tingkat Konasi

Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara usia dengan tingkat konasi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.403. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi moderat karena nilai hitung yang berada diantara 0.30–0.49. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan moderat. Sementara, untuk nilai signifikansi ialah sebesar 0.004, nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata atau α sebesar 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara variabel usia dengan tingkat konasi memiliki hubungan yang nyata, memiliki hubungan yang moderat, memiliki hubungan yang searah, dan kedua variabel signifikan.

Berdasarkan hasil uji statistik dapat dikatakan bahwa hipotesis kedua uji variabel mengenai semakin tinggi tingkatan usia wisatawan maka semakin tinggi tingkat konasi wisatawan dapat diterima. Mayoritas responden dengan kategori usia dewasa tua memiliki ketertarikan terhadap informasi yang disampaikan melalui media komunikasi pemasaran Kampoeng Wisata Cinangneng sehingga memiliki tindakan nyata untuk melakukan kunjungan ke Kampoeng Wisata Cinangneng dan kecenderungan untuk menginformasikan Kampoeng Wisata Cinangneng kepada rekan dan kerabat mereka.

Beberapa responden dengan kategori usia dewasa menengah dan usia dewasa tua tua menuturkan memiliki keinginan untuk kembali mengunjungi Kampoeng Wisata Cinangneng dan menginformasikan Kampoeng Wisata Cinangneng kepada teman dan kerabat mereka. Responden dengan kategori usia dewasa awal sudah melakukan tindakan nyata untuk berkunjung ke Kampoeng Wisata Cinangneng, namun belum tentu memiliki keinginan untuk kembali mengunjungi Kampoeng Wisata Cinangneng serta menginformasikan Kampoeng Wisata Cinangneng kepada rekan dan kerabat mereka.

“…saya nggak pengen kesini lagi karena ternyata tempatnya biasa aja, kayaknya sekali kesini udah cukup deh. Kalo nggak ada sesuatu atau pengembangan yang baru dari fasilitas dan atraksinya, berikut-berikutnya

ya males sih hehehe jadi perlu adanya pengembangan dan sesuatu yang

baru biar pengunjungnya mau kesini…” (SR, Laki-laki, 26 Tahun)

Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Kognisi

Hasil penelitian menggunakan uji beda Chi-Square antara jenis pekerjaan dengan tingkat kognisi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.182. Nilai signifikansi lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05 maka p > 0.05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua uji variabel mengenai semakin beragam jenis pekerjaan maka semakin tinggi tingkat kognisi wisatawan ditolak. Jenis pekerjaan tidak dapat menentukan seseorang mengetahui atau tidak mengenai informasi Kampoeng Wisata Cinangneng. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Morissan (2010) bahwa konsumen dengan jenis pekerjaan tertentu cenderung memilih barang atau jasa tertentu karena pada penelitian ini konsumen, dalam hal ini wisatawan, menikmati obyek wisata yang sama.

Hal tersebut disebabkan oleh penyebaran informasi yang dilakukan oleh Kampoeng Wisata Cinangneng adalah semua kalangan, tidak ada karakteristik jenis pekerjaan tertentu untuk dapat menikmati obyek wisata ini. Pihak pengelola Kampoeng Wisata Cinangneng menawarkan kegiatan wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan dengan beragam jenis pekerjaan wisatawan, seperti mempelajari kebudayaan tradisional Sunda / Jawa Barat dan mengenal kehidupan perdesaan. Mayoritas responden Kampoeng Wisata Cinangneng dengan beragam jenis pekerjaan memiliki perubahan tingkat kognisi setelah mendapatkan informasi mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng melalui media komunikasi pemasaran. Hal ini karena responden menggunakan media komunikasi pemasaran dalam mendapatkan informasi mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng sehingga responden cenderung memerhatikan dan mengetahui informasi mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng.

Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Afeksi

Hasil penelitian menggunakan uji beda Chi-Square antara jenis pekerjaan dengan tingkat afeksi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.235. Nilai signifikansi lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05 maka p > 0.05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua uji variabel mengenai semakin beragam jenis pekerjaan maka semakin tinggi tingkat afeksi wisatawan ditolak. Jenis pekerjaan tidak dapat menentukan seseorang memiliki ketertarikan, penilaian, dan respon positif mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Morissan (2010) bahwa konsumen dengan jenis pekerjaan tertentu cenderung memilih barang atau jasa tertentu karena pada penelitian ini konsumen, dalam hal ini wisatawan, menikmati obyek wisata yang sama.

Hal tersebut karena responden dengan jenis pekerjaan apa pun memiliki ketertarikan, rasa senang, dan respon positif yang sama terhadap konsep pengembangan wisata, fasilitas, dan kegiatan yang ditawarkan oleh Kampoeng

Wisata Cinangneng. Selain itu, beberapa responden menyatakan bahwa mereka senang dengan suasana alam yang sejuk dengan pemandangan perdesaan yang dapat menghilangkan sejenak kejenuhan mereka dari rutinitas pekerjaan di kota.

Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Konasi

Hasil penelitian menggunakan uji beda Chi-Square antara jenis pekerjaan dengan tingkat konasi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.027. Nilai signifikansi lebih kecil dari taraf nyata atau α sebesar 0.05 maka p < 0.05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua uji variabel mengenai semakin beragam jenis pekerjaan maka semakin tinggi tingkat konasi wisatawan dapat diterima. Jenis pekerjaan dapat menentukan seseorang melakukan tindakan nyata untuk mengunjungi Kampoeng Wisata Cinangneng serta menentukan wisatawan untuk menginformasikan Kampoeng Wisata Cinangneng kepada orang lain atau tidak. Menurut penuturan beberapa responden yang memiliki profesi sebagai guru sekolah, mereka akan menginformasikan Kampoeng Wisata Cinangneng kepada rekan dan kerabat mereka serta berkunjung kembali ke Kampoeng Wisata Cinangneng untuk mengenalkan wisata edukasi kepada siswa-siswinya.

…kayaknya sih bakal kembali kesini, malahan kayaknya nanti saya mau ngajak anak-anak yang playgroup sama anak-anak yang kelas 1 sampai 3

SD karena kegiatannya cocok juga buat mereka…” (EN, Perempuan, 24

tahun)

Beberapa responden yang berprofesi sebagai pelajar dan mahasiswa mengaku tidak ingin kembali mengunjungi Kampoeng Wisata Cinangneng dan tidak ingin menginformasikan Kampoeng Wisata Cinangneng kepada orang lain. Mereka mengaku dengan berkunjung ke Kampoeng Wisata Cinangneng satu kali sudah membuat mereka puas. Selain itu, mereka merasa apabila tidak terdapat pengembangan atau sesuatu yang baru dari Kampoeng Wisata Cinangneng, mereka tidak ingin datang kembali ke Kampoeng Wisata Cinangneng.

…saya tidak ingin kembali ke Kampoeng Wisata Cinangneng karena

memang belum ada event kampus lagi. Tidak ingin menginformasikan kepada orang lain karena menurut saya untuk orang Indonesia rasanya Kampoeng Wisata Cinangneng belum begitu menarik. Kalo turis asing

bisalah diinformasikan ke mereka…” (EIP, Perempuan, 19 tahun)

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kognisi

Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara tingkat pendidikan dengan tingkat kognisi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng menunjukkan bahwa nilai korelasi sebesar -0.299. Nilai tersebut berada diantara nilai 0.10–0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada diantara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah. Nilai tersebut

juga memiliki korelasi atau hubungan yang negatif. Menurut Sarwono (2009) jika koefisien korelasi negatif maka hubungan kedua variabel tidak searah. Sementara, untuk nilai signifikansi ialah sebesar 0.035, nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan kedua variabel yang signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat kognisi terdapat hubungan nyata, memiliki korelasi yang lemah, memiliki hubungan yang tidak searah, namun signifikan antar kedua variabel.

Berdasarkan hasil uji statistik dapat dikatakan bahwa hipotesis uji kedua variabel mengenai semakin tinggi tingkatan pendidikan wisatawan maka semakin tinggi tingkat pengetahuan wisatawan ditolak. Penyebaran informasi dari pihak Kampoeng Wisata Cinangneng adalah semua kalangan, tidak ada karakteristik latar belakang pendidikan tertentu untuk dapat menikmati obyek wisata ini. Perbedaan latar belakang pendidikan dapat menentukan bahwa seseorang mengetahui atau tidak mengenai informasi Kampoeng Wisata Cinangneng.

Responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah, umumnya adalah pelajar dan mahasiswa, memiliki keingintahuan yang lebih besar sehingga menyebabkan mereka ingin mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng. Hal ini berbeda dengan responden yang termasuk dalam kategori tingkat pendidikan sedang dan tinggi yang mendapatkan informasi cenderung sekadarnya, seperti melalui rekan atau kerabat mereka yang telah lebih dulu datang mengunjungi Kampoeng Wisata Cinangneng.

…saya pertama kali tahu informasi tentang Kampoeng Wisata Cinangneng

dari senior saya yang udah lebih dulu pernah dateng kesini, saya dikasih

tau, katanya tempatnya bagus…” (MM, Perempuan, 42 tahun)

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Afeksi

Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara tingkat pendidikan dengan tingkat afeksi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng menunjukkan bahwa nilai korelasi sebesar 0.235. Nilai tersebut berada diantara nilai 0.10–0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada diantara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah. Sementara, untuk nilai signifikansi ialah sebesar 0.100, nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat afeksi tidak terdapat hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang lemah, memiliki hubungan yang searah, dan tidak signifikan antar kedua variabel.

Berdasarkan hasil uji statistik dapat dikatakan bahwa hipotesis uji kedua variabel mengenai semakin tinggi tingkatan pendidikan maka semakin tinggi tingkat afeksi wisatawan tidak dapat diterima. Perbedaan latar belakang pendidikan tidak dapat menentukan tingkat afeksi responden. Responden yang memiliki tingkatan pendidikan rendah, sedang, dan tinggi merasa tertarik, senang, dan memiliki penilaian positif yang sama terhadap konsep pengembangan wisata, fasilitas, dan kegiatan yang ditawarkan oleh pihak Kampoeng Wisata Cinangneng.

Pihak pengelola Kampoeng Wisata Cinangneng menawarkan kegiatan wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan dengan beragam latar belakang pendidikan terakhir, seperti mempelajari kebudayaan tradisional Sunda / Jawa Barat dan mengenal kehidupan perdesaan. Hal ini karena dari sisi pemasaran, semua konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda adalah konsumen potensial bagi semua produk dan jasa (Sumarwan 2011).

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Konasi

Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara tingkat pendidikan dengan tingkat konasi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng menunjukkan bahwa nilai korelasi sebesar 0.215. Nilai tersebut berada diantara nilai 0.10–0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada diantara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah. Sementara, untuk nilai signifikansi ialah sebesar 0.134, nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat afeksi tidak terdapat hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang lemah, memiliki hubungan yang searah, dan tidak signifikan antar kedua variabel.

Berdasarkan hasil uji statistik dapat dikatakan bahwa hipotesis uji kedua variabel mengenai semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat konasi wisatawan tidak dapat diterima. Perbedaan latar belakang tidak dapat menentukan tingkat konasi responden. Responden dengan seluruh tingkatan pendidikan terakhir yang berbeda telah melakukan tindakan nyata untuk berkunjung ke Kampoeng Wisata Cinangneng serta menginformasikan Kampoeng Wisata Cinangneng kepada rekan dan kerabat mereka. Pihak pengelola Kampoeng Wisata Cinangneng menawarkan kegiatan wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan dengan beragam latar belakang pendidikan terakhir, seperti mempelajari kebudayaan tradisional Sunda / Jawa Barat dan mengenal kehidupan perdesaan. Hal ini karena dari sisi pemasaran, semua konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda adalah konsumen potensial bagi semua produk dan jasa (Sumarwan 2011).

Hubungan Ragam Tujuan Kunjungan dengan Tingkat Kognisi

Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara ragam tujuan kunjungan dengan tingkat kognisi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng menunjukkan bahwa nilai korelasi sebesar -0.280. Nilai tersebut berada diantara nilai 0.10–0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada diantara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang sangat lemah. Nilai tersebut memiliki korelasi atau hubungan yang negatif. Menurut Sarwono (2009) jika koefisien korelasi negatif maka hubungan kedua variabel tidak searah. Sementara, untuk nilai signifikansi ialah sebesar 0.049, nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan kedua variabel tersebut signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara

variabel ragam tujuan kunjungan dengan tingkat kognisi terdapat hubungan nyata yang negatif, memiliki korelasi yang lemah, namun signifikan antar kedua variabel.

Berdasarkan hasil uji statistik kedua variabel mengenai semakin tinggi ragam tujuan kunjungan wisatawan maka semakin tinggi tingkat kognisi wisatawan ditolak. Ragam tujuan kunjungan yang dimiliki responden dapat menentukan tingkat kognisi responden. Hal ini disebabkan oleh responden yang memiliki ragam tujuan kunjungan rendah sudah mengetahui informasi mengenai Kampoeng Wisata Cinangneng, seperti konsep pengembangan wisata, fasilitas, dan kegiatan wisata yang ditawarkan namun mereka hanya melakukan satu tujuan kunjungan, seperti belajar atau study tour saja.

“…pas saya liat di website ternyata tempat ini bagus soalnya nggak cuma untuk wisata edukasi aja tapi ada rekreasinya. Soalnya di tempat lain tuh ada juga yang mirip kayak gini tapi menurut saya itu lebih ke penelitian, nggak ada rekreasinya…” (AH, Laki-laki, 30 tahun).

Hubungan Ragam Tujuan Kunjungan dengan Tingkat Afeksi

Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara ragam tujuan kunjungan dengan tingkat afeksi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng menunjukkan bahwa nilai korelasi sebesar 0.119. Nilai tersebut berada diantara nilai 0.10–0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada diantara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah. Sementara, untuk nilai signifikansi ialah sebesar 0.409, nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan kedua variabel tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara variabel ragam tujuan kunjungan denga tingkat afeksi tidak terdapat hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang lemah, memiliki hubungan yang tidak searah, dan tidak signifikan antar kedua variabel.

Berdasarkan hasil uji statistik dapat dikatakan bahwa hipotesis uji kedua variabel mengenai semakin tinggi ragam tujuan kunjungan maka semakin tinggi tingkat afeksi tidak dapat diterima. Hal ini karena ragam tujuan kunjungan yang dimiliki responden tidak dapat menentukan tingkat afeksi responden. Responden dengan ragam tujuan kunjungan rendah, sedang, dan tinggi tidak memberikan perbedaan pada tingkat afeksi dalam memberikan ketertarikan, rasa senang, dan respon yang positif terhadap Kampoeng Wisata Cinangneng. Mereka menunjukkan ketertarikan, rasa senang, dan respon positif yang sama terhadap Kampoeng Wisata Cinangneng.

Hubungan Ragam Tujuan Kunjungan dengan Tingkat Konasi

Hasil penelitian menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara ragam tujuan kunjungan dengan tingkat konasi pada responden Kampoeng Wisata Cinangneng menunjukkan bahwa nilai korelasi sebesar 0.062. Nilai tersebut berada diantara nilai 0.01–0.09. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji

berada diantara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang kurang berarti. Sementara, untuk nilai signifikansi ialah sebesar 0.667, nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan kedua variabel tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara variabel ragam tujuan kunjungan dengan tingkat konasi tidak terdapat hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang kurang berarti, memiliki hubungan yang searah, dan tidak signifikan antar kedua variabel.

Berdasarkan hasil uji statistik dapat dikatakan bahwa hipotesis uji kedua variabel mengenai semakin tinggi ragam tujuan kunjungan wisatawan maka semakin tinggi tingkat konasi wisatawan tidak dapat diterima. Hal ini disebabkan