• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Lebar Bibir dan Jumlah Sidik Bibir Pada

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.5 Hubungan antara Panjang Bibir dan Lebar Bibir Terhadap

4.5.2 Hubungan Lebar Bibir dan Jumlah Sidik Bibir Pada

Berdasarkan gambar dibawah (Gambar 18), diketahui bahwa semakin besar ukuran lebar bibir, maka terdapat kecenderungan jumlah sidik bibir meningkat. Dapat disimpulkan bahwa lebar bibir memiliki hubungan yang positif dengan jumlah sidik bibir. Dengan menggunakan uji korelasi Pearson diketahui bahwa korelasi yang terjadi antara panjang bibir dan jumlah sidik bibir termasuk ke dalam kategori keeratan lemah dengan r = 0,165.

Gambar 24. Sebaran data antara lebar bibir dan jumlah sidik bibir

r = 0,165

BAB 5 PEMBAHASAN

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan untuk membantu penyidik dalam menentukan identitas seseorang. Proses identifikasi manusia merupakan suatu proses paling menantang dan sulit untuk dilakukan.1 Ilmu kedokteran gigi forensik merupakan cabang dari ilmu kedokteran forensik mengenai cara penanganan, pemeriksaan, dan evaluasi bukti-bukti melalui gigi dan rongga mulut serta pemaparan hasil-hasil untuk kepentingan peradilan. Pemeriksaan utama dari kegiatan kedokteran gigi forensik adalah pemeriksaan dan evaluasi terhadap gigi, rahang, serta jaringan rongga mulut, pemeriksaan terhadap jejas untuk mengidentifikasi dugaan terhadap pelaku, pemeriksaan terhadap penemuan-penemuan yang terdapat pada rongga mulut atau bagian tubuh dengan maksud untuk identifikasi selanjutnya.2

Cheiloscopy berasal dari kata cheilos yang berarti „bibir‟ dan e skopein yang berarti „melihat‟ sehingga didefinisikan sebagai teknik identifikasi forensik dengan melihat pola dan alur kerutan pada permukaan mukosa bibir.4 Bibir merupakan gabungan dari dua otot orbicularis oris pada sekeliling rongga mulut yang dilapisi oleh kulit pada bagian luar dan mukosa pada bagian dalamnya. Bagian luar dan dalam tersebut berbatasan pada zona transisi atau vermillion zone. Menurut The American Join Committee of Cancer bibir merupakan bagian dari rongga mulut yang dimulai dari vermillion border, yaitu perbatasan antara kulit dan vermillion zone hingga seluruh vermillion zone. Vermillion zone memiliki suatu bentuk pola dan alur yang khas berupa garis atau fisur yang disebut dengan sidik bibir.7

Sejak pembentukannya, pola dan alur dari sidik bibir tidak akan berubah.

Sidik bibir sudah ada sejak seseorang dilahirkan dan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti kapan pembentukannya. Namun, ada yang berpendapat bahwa sidik bibir terbentuk pada minggu keenam kehidupan intrauterine dan sudah dapat diidentifikasi saat bayi berusia empat bulan. Sejak saat itu, polanya tidak berubah

bahkan setelah terjadi spasme otot saat kematian.4,5 Pola dan alur sidik bibir tersebut dapat diklasifikasikan.6

5.1 Pola Sidik Bibir Dominan Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Menurut Kuadran Berdasarkan Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi

Hasil penelitian mengenai pola sidik bibir dominan menurut kuadran berdasarkan klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan mahasiswa laki-laki etnis Batak Toba yang terbanyak pada kuadran I adalah Tipe I sebanyak 12 orang (19,4%), dan pola sidik bibir dominan mahasiswi perempuan etnis Batak Toba yang tebanyak pada kuadran I adalah Tipe I sebanyak 16 orang (25,8%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anila dkk.

(Karnataka, 2013) yang memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Manipur pada kuadran I adalah Tipe I.32 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bharathi dan Thenmozhi (Tamil, 2015) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Tamil pada kuadran I adalah Tipe I.4 Joey (Medan, 2017) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan etnis Tionghoa Malaysia pada kuadran I adalah Tipe II.8 Ashish dkk. (Moradabad, 2016) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Moradabad pada kuadran I adalah Tipe II.33 Pola sidik bibir dominan yang sama dan yang berbeda pada kuadran I ini dapat dipengaruhi oleh etnis. Setiap etnis memiliki pola sidik bibir dominan yang menjadi karakteristik kuadran etnis tersebut.

Pola sidik bibir dominan mahasiswa laki-laki etnis Batak Toba yang terbanyak pada kuadran II adalah Tipe I sebanyak 16 orang (25,8%), dan pola sidik bibir dominan mahasiswi perempuan etnis Batak Toba yang tebanyak pada kuadran II adalah Tipe I sebanyak 19 orang (30,7%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anila dkk. (Karnataka, 2013) yang memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Manipur pada kuadran II adalah Tipe I.32 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bharathi dan Thenmozhi (Tamil, 2015) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Tamil pada kuadran II adalah Tipe II.4 Joey (Medan, 2017) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan etnis Tionghoa Malaysia pada kuadran II adalah Tipe II.8 Ashish dkk. (Moradabad, 2016) memaparkan bahwa pola

sidik bibir dominan populasi Moradabad pada kuadran II adalah Tipe III.33 Pola sidik bibir dominan yang sama dan yang berbeda pada kuadran II ini dapat dipengaruhi oleh etnis. Setiap etnis memiliki pola sidik bibir dominan yang menjadi karakteristik kuadran etnis tersebut.

Pola sidik bibir dominan mahasiswa laki-laki etnis Batak Toba yang terbanyak pada kuadran III adalah Tipe I sebanyak 18 orang (29,0%), dan pola sidik bibir dominan mahasiswi perempuan etnis Batak Toba yang tebanyak pada kuadran III adalah Tipe I sebanyak 22 orang (35,5%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anila dkk. (Karnataka, 2013) yang memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Manipur pada kuadran III adalah Tipe I.32 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bharathi dan Thenmozhi (Tamil, 2015) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Tamil pada kuadran III adalah Tipe II.4 Joey (Medan, 2017) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan etnis Tionghoa Malaysia pada kuadran III adalah Tipe II.8 Ashish dkk. (Moradabad, 2016) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Moradabad pada kuadran III adalah Tipe III.33 Pola sidik bibir dominan yang sama dan yang berbeda pada kuadran III ini dapat dipengaruhi oleh etnis. Setiap etnis memiliki pola sidik bibir dominan yang menjadi karakteristik kuadran etnis tersebut.

Pola sidik bibir dominan mahasiswa laki-laki etnis Batak Toba yang terbanyak pada kuadran IV adalah Tipe I sebanyak 15 orang (24,2%), dan pola sidik bibir dominan yang paling sedikit adalah Tipe IV, sebanyak 2 orang (3,2%). dan pola sidik bibir dominan mahasiswi perempuan etnis Batak Toba yang tebanyak pada kuadran IV adalah Tipe I, sebanyak 16 orang (25,8%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anila dkk. (Karnataka, 2013) yang memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Manipur pada kuadran IV adalah Tipe I.32 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bharathi dan Thenmozhi (Tamil, 2015) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Tamil pada kuadran IV adalah Tipe I.4 Joey (Medan, 2017) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan etnis Tionghoa Malaysia pada kuadran IV adalah Tipe II.8 Ashish dkk. (Moradabad, 2016) memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan populasi Moradabad pada kuadran IV

adalah Tipe II.33 Pola sidik bibir dominan yang sama dan yang berbeda pada kuadran IV ini dapat dipengaruhi oleh etnis. Setiap etnis memiliki pola sidik bibir dominan yang menjadi karakteristik kuadran etnis tersebut.

Pola sidik bibir dominan yang sama dan yang berbeda pada setiap kuadrannya ini dapat dipengaruhi oleh ras dan etnis. Hal ini didukung oleh beberapa literatur yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh perbedaan ketebalan bibir pada setiap ras. Bibir yang tipis merupakan tipe variasi bibir yang sering dijumpai pada ras Kaukasoid, tipe variasi bibir medium biasanya dijumpai pada ras Mongoloid, dan tipe variasi bibir tebal dan sangat tebal biasanya dijumpai pada ras Negroid.6 Ketebalan bibir akan berpengaruh pada keadaan otot-otot bibir. Keadaan otot-otot bibir yang rileks akan menghasilkan pola sidik bibir yang baik dimana pola horizontal akan terlihat jelas.34 Hasil penelitian yang diperoleh peneliti pada etnis Batak Toba, Anila dkk.

(Karnataka, 2013) pada populasi Manipur, Joey (Medan, 2017) pada etnis Tionghoa Malaysia merupakan ras Mongoloid, hasil penelitian oleh Bharathi dan Thenmozhi (Tamil, 2015) merupakan ras Negroid, dan hasil penelitian oleh Ashish dkk.

(Moradabad, 2016) merupakan ras Kaukasoid. Ras Mongoloid memiliki kecenderungan karakteristik pola sidik bibir dominan di setiap kuadrannya adalah sama, berbeda dengan ras Negroid dan Kaukasoid yang memiliki perbedaan pola sidik bibir dominan paling sedikit di dua kuadran.

Selain faktor perbedaan ras dan etnis, variasi pola sidik bibir setiap kuadrannya juga dapat dikaitkan dengan faktor kontinuitas bibir dengan kulit yang berdekatan. Lévêque dan Goubanova (1984) menyatakan bahwa terdapat kontinuitas antara vermillion border dan kulit dalam bentuk garis-garis. Perbedaan kontinuitas antara vermillion border dan kulit pada setiap kuadran menghasilkan garis-garis pada kulit dan berpotongan dengan alur yang ada pada bibir membentuk pola sidik bibir yang berbeda.1

5.2 Pola Sidik Bibir Dominan Seluruh Kuadran Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Berdasarkan Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi

Hasil penelitian mengenai pola sidik bibir dominan seluruh kuadran pada mahasiswa/i etnis Batak Toba berdasarkan klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi memaparkan bahwa pola sidik bibir dominan seluruh kuadran adalah Tipe I dengan menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan seluruh kuadran pada populasi di India Utara adalah Tipe I.1 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Moumita dkk. (Raipur, 2016) menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan seluruh kuadran pada populasi di Chattisgargh adalah Tipe I.23 Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosa (Aceh, 2016) yang menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan etnis Aceh adalah Tipe II, dan pola sidik bibir dominan etnis Gayo adalah Tipe I‟.36 Penelitian yang dilakukan oleh Dedi dan Melissa (Riau, 2017) menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan etnis Melayu Riau adalah Tipe II.7 Pola sidik bibir dominan seluruh kuadran bisa saja sama namun, bila ditinjau dari setiap kuadrannya akan memiliki perbedaan yang dapat dikaitkan dengan ras dan etnis.37

Salah satu faktor yang mempengaruhi pola sidik bibir selain ras dan etnis adalah genetik. Penelitian yang dilakukan oleh Larissa dkk. (Barzil, 2017) dan Vankatesh dkk. (India, 2011) menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan seluruh kuadran pada saudara kembar akan sama dengan pola sidik bibir dominan seluruh kuadran yang dimiliki ayah ataupun ibunya.38,39 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Nagalaxmi dkk. (India, 2014) yang melihat pola sidik bibir dominan seluruh kuadran pada satu keluarga pada tiga generasi menyatakan bahwa anggota keluarga memiliki pola sidik bibir dominan seluruh kuadran yang sama, tetapi terdapat variasi pada distribusi nya, yaitu spesifikasi pada letak, jumlah, dan pola

cabang atau retikularnya.20 Hal ini menunjukkan genetik mempengaruhi pola sidik bibir dominan seluruh kuadran yang diturunkan kepada keturunan dibawahnya.

Perbedaan pola sidik bibir juga tergantung pada posisi mulut ketika dilakukan pencetakan sidik bibir. Posisi mulut dalam keadaan tertutup dan istirahat akan menghasilkan cetakan pola sidik bibir yang jelas.34

5.3 Perbedaan Pola Sidik Bibir Dominan Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Menurut Tipe Berdasarkan Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi

Hasil penelitian mengenai perbedaan pola sidik bibir dominan pada mahasiswa/i etnis Batak Toba menurut tipe berdasarkan klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi memaparkan bahwa Tipe I memiliki nilai p=0,423>0,05. Nilai signifikasi ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswi perempuan yang memiliki pola sidik bibir Tipe I. Pola sidik bibir dominan Tipe I‟ pada mahasiswa/i etnis Batak Toba memiliki nilai p=0,257>0,05. Nilai signifikasi ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswi perempuan yang memiliki pola sidik bibir Tipe I‟. Pola sidik bibir dominan Tipe II pada mahasiswa/i etnis Batak Toba memiliki nilai signifikasi p=1.Nilai signifikasi ini menunjukkan bahwa sama sekali tidak terdapat perbedaan antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswi perempuan yang memiliki pola sidik bibir Tipe II. Pola sidik bibir dominan Tipe III, Tipe IV, dan Tipe V pada mahasiswa/i etnis Batak Toba tidak dapat diuji secara statistik.

Dapat disimpulkan bahwa pola sidik bibir dominan menurut tipe antara laki laki dan perempuan etnis Batak Toba tidak dapat dibedakan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Verma (Rajasthan, 2013), Moumita dkk.

(Raipur, 2014), Bindal dkk. (Malaysia, 2015) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pola sidik bibir dominan antara laki-laki dan perempuan.7,8,23 Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan Joey (Medan, 2017), Rao dkk. (Malaka, 2014), Qomariah dkk. (Jember, 2016) yang menyatakan bahwa terdapat perebedaan pola sidik bibir dominan pada laki-laki dan perempuan.8,11

Hal ini mungkin terjadi karena selain pengaruh genetik, ras, dan etnis terdapat perbedaan pertumbuhan dan perkembangan pada laki-laki dan perempuan yang dapat mempengaruhi pola sidik bibir dominan. Telah dilakukan penelitian bahwa bibir mencapai kematangannya di akhir masa remaja. Laki-laki mencapai kematangan bibir maksila dan kematangan bibir mandibula sekitar usia 18 tahun, sedangkan kematangan bibir maksila perempuan terjadi pada usia 14 tahun dan kematangan bibir mandibula pada usia 16 tahun sehingga pola sidik bibir dominan pada perempuan lebih mudah untuk diklasifikasikan karena pola dan alurnya lebih dahulu mengalami kematangan dan terlihat jelas.1 Pada penelitian ini mahasiswa/i etnis Batak Toba berumur 18-25 tahun karena pada usia tersebut pola sidik bibir mencapai kematangannya. Penelitian mengenai pola sidik bibir dominan etnis Batak Toba belum pernah dilakukan sehingga penulis tidak mendapatkan referensi sebagai pembanding.

5.4 Rerata Ukuran Panjang Bibir dan Lebar Bibir pada Etnis Batak Toba

Hasil penelitian mengenai rerata ukuran panjang bibir dan lebar bibir pada etnis Batak Toba memaparkan bahwa bibir laki-laki memiliki ukuran yang lebih panjang jika dibandingkan dengan perempuan dimana rerata panjang bibir mahasiswa laki-laki etnis Batak Toba adalah 48,7 dengan standar deviasi 4,4, sedangkan rerata panjang bibir pada perempuan adalah 44,5 dengan standar deviasi 3,3. Pada lebar bibir laki-laki juga memiliki ukuran yang lebih lebar jika dibandingkan dengan perempuan dimana rerata lebar bibir mahasiswa laki-laki etnis Batak Toba adalah 20,8 dengan standar deviasi 3,7, sedangkan rerata panjang bibir pada perempuan adalah 19,5 dengan standar deviasi 2,2.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bindal dkk. (Malaysia, 2015), Ulfa dkk. (Surabaya, 2011) yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki ukuran yang lebih panjang jika dibandingkan dengan perempuan dan laki-laki juga memiliki ukuran yang lebih lebar jika dibandingkan dengan perempuan.7,40 Perbedaan ukuran panjang bibir dan lebar bibir pada laki-laki dan

perempuan dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor pertama, yaitu akselerasi pertumbuhan pubertas pada laki-laki lebih lambat dua tahun dari perempuan, dan faktor kedua, yaitu jalannya masa pertumbuhan pubertas berbeda kekuatan dan durasinya sehingga menimbulkan beda ukuran yang nyata pada kedua jenis kelamin.41

5.5 Hubungan Panjang Bibir dan Lebar Bibir terhadap Jumlah Sidik Bibir

Hasil penelitian mengenai hubungan panjang bibir dan lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir memaparkan bahwa terdapat hubungan yang positif sehingga dapat diartikan dengan semakin besar ukuran panjang bibir dan lebar bibir maka terdapat kecenderungan jumlah sidik bibir meningkat. Dengan menggunakan Uji Korelasi Pearson diketahui bahwa hubungan yang terjadi antara panjang bibir terhadap jumlah sidik bibir termasuk ke dalam kategori keeratan sedang, dengan r = 0,381, dan hubungan yang terjadi antara lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir termasuk ke dalam kategori keeratan lemah dengan r = 0,165.42

Nilai keeratan yang sedang dan lemah inilah yang menjadi kemungkinan tidak terdapatnya referensi yang membahas tentang hubungan panjang dan lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir.

BAB 6 KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan:

1. Pola sidik bibir dominan menurut kuadran etnis Batak Toba adalah Tipe I.

2. Pola sidik bibir dominan seluruh kuadran etnis Batak Toba adalah Tipe I.

3. Tidak terdapat perbedaan pola sidik bibir dominan menurut tipe antara laki-laki dan perempuan etnis Batak Toba.

4. Ukuran panjang dan lebar bibir laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan etnis Batak Toba.

5. Tidak terdapat hubungan antara panjang bibir terhadap jumlah sidik bibir.

6. Tidak terdapat hubungan antara lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan:

1. Pada penelitian selanjutnya dilakukan perbandingan antara pola sidik bibir dominan etnis Batak Toba dengan etnis lainnya untuk mengetahui keragaman hasil penelitian.

2. Pada penelitian selanjutnya subjek penelitian diperbanyak agar hasil penelitian lebih beragam.

3. Tenaga medis disarankan untuk mengambil pola sidik bibir pasien sebagai catatan antemortem agar dapat dibandingkan dengan data postmortem jika pasien meninggal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Randhawa K, Narang RS, Arora PC. Study of the effect of age changes on lip print pattern and its reliability in sex determination. J Forensic Odontostomatol 2011; 29(2): 45-51.

2. Leung CKK. Forensic odontology. Dental Bulletin 2008; 13(11): 16-20.

3. Gupta S, Gupta K, Gupta OP. A study of morphological patterns of lip prints in relation to gender of north indian population. J Oral Bio Craniofacial Res 2011;

1(1): 12-6.

4. Bharathi S, Thenmozhi MS. Cheiloscopy-Lip print, an determination of sex and individual. J Pharm Sci Res 2015; 7(6): 330-3.

5. Sharma B, Srivastav A, Rajwar YC, Sharma S, Sharma D, Batra P. Forensic: at first sight. Annals Dent Specialty 2014; 2(2): 59-63.

6. Berrios JZ, Garcia MC, Mojica JM, Mujica A, Penalver MG, Jaure JLF, dkk.

Cheiloscopy as a tool for human identification. Attorney General‟s Office Magazine 2013:111-31.

7. Bindal U, Shajan K, Mitra NK, Priydarshni B. Morphological analysis of vermillion border and its forensic applications. J Dentistry Oral Medicine 2015;

3(1): 21-28.

8. Joe JW. Sidik bibir sebagai sarana dalam identifikasi forensik pada etnis tionghoa Malaysia. Skripsi. Medan: FKG USU, 2017:56-62.

9. Juniastuti M, Suisna I. Perbandingan antara pola sidik bibir posisi normal dengan posisi bibir terbuka, tersenyum, dan mengecup. Indonesian J Dent 2005; 12(2):

100-2.

10. Septadina IS. Identifikasi individu dan jenis kelamin berdasarkan pola sidik bibir.

J Kedokteran Kesehatan 2015; 2(2): 231-6.

11. Qomariah SN, Novita M, Wulandari E. Hubungan antara pola sidik bibir dengan jenis kelamin pada mahasiswa fakultas kedokteran gigi universitas jember. J Pustaka Kesehatan 2016; 4(2): 385-93.

12. Atmaji M, Yuni M, Atmadja DS. Metode pengambilan sidik bibir untuk kepentingan identifikasi individu. J PDGI 2013; 62(3): 64-70.

13. Togatorop LT. Persepsi masyarakat suku batak toba dan batak karo dalam konteks komunikasi antarbudaya. Fakultas Bahasa dan Seni USU, Medan 2012.

Skripsi.

14. Sumarwanto,Iriantono T. Kewarganegaraan, suku bangsa, agama, dan bahasa sehari-hari penduduk indonesia hasil sensus penduduk 2010. Badan Pusat statistik:Jakarta.

15. Kewarganegaraan, suku bangsa, agama, dan bahasa sehari-hari penduduk indonesia hasil sensus penduduk 2001.Badan Pusat statistik:Jakarta.

16. Burdi AR. Developmental biology and morphogenesis of the face, lip,palate:3-12.

17. Sadler TW. Langman‟s medical embryology. 12th ed. Baltimore: Lippincott William&Wilkins 2012: 276-7.

18. Sadler TW. Langman‟s medical embryology. 12th ed. Baltimore: Lippincott William&Wilkins 2012: 276-7.

19. Heidari Z, Hamidreza MS, Rad AA, Dahmardeh N. Anthropometric measurements of the lips in 18-25-year-old men of sistani and baluch descent.

Bulletin Environment, Pharm Life Sci 2014; 3(12): 139-42.

20. Nagalaxmi V, Ugrappa S, Jyothi N, Lalitha C, Maloth KN, Kodangal S.

Cheiloscopy, palatoscopy and odontometrics in sex prediction and discrimination-a compdiscrimination-ardiscrimination-ative study. Dent J 2014; 8: 269-79.

21. Reddy LVK. Lip prints: an overview in forensic dentistry. J Advanced Dent Res 2011; 2(1): 17-20.

22. Eldomiaty MA, Anwar RI, Algaidi SA. Stability of lip print pattern: a longitudinal study of Saudi females. J Forensic Legal Med 2014: 154-8.

23. Sinha M, Kar A, Mitra M. Extent of lip print pattern variation among people of Raipur, Chhattisgarh, india. Int J Current Res 2016; 8(4): 28965-70.

24. Prabhu RV, Dinkar AD, Prabhu VD. Collection of lip prints as a forensic evidence at the crime scene- an insight. J Oral Health Res 2010; 1(4): 129-35.

25. Agarwal A, Dwivedi N, Khare P. Latent lip print: a new possibility. Indian J Forensic 2013; 6(1): 17-22.

26. Augustine J, Barpande SR, Tupkari JV. Cheiloscopy as an adjunt to forensic identification: a study of 600 individuals. J Forensic Odontostomatol 2008; 26(2):

44-52.

27. Rathod S, Rathod Y, Wanikar I, Sarode P. Latent lip print, a tool in crime investigation. Int J Innovations Dent Sci 2017; 2(2): 15-9.

28. Adamu LH, Taura MG, Hamman WO,Ojo SA, Dahiru AU, Sadeeq AA, dkk.

Study of lip prints among nigerians. J Comparative Human Bio 2015; 66(6): 561-9.

29. Siahaan M. Penentuan bentuk dan pola permukaan bibir orang indonesia menurut tipe suzuki dan tsuchihashi. FK USU, Medan 2012. Tesis.

30. Domiaty MAE, AL-gaidi SA, Elavat AA, Safwat MD, Galal SA. Morphological patterns of lip prints in Saudi arabia at almadinah almonawarah province.

Forensic Science Int 2010; 200: 179.e1-179.e9.

31. Sibarani B. Bahasa, etnisitas dan potensinya terhadap konflik etnis. Fakultas Bahasa dan Seni UNIMED, Medan 2012. Skripsi.

32. Koneru A, Surekha R, Nellithady GS, Vanishree M, Ramesh DNSV, Patil RS.

Comparison of lip prints in two different populations on india: reflections based on a prelimenary examination. J Forensic Dent Sci 20013; 5(1): 11-5.

33. Gupta A, Sharma N, Jain SK, Khatun SS. Cheiloscopy: a tool for sexual dimorphism in india. Int J Anat Res 2016; 4(3): 2577-83.

34. Kaul R, Shilpa PS, Padmashree S, Bhat S, Sultana N. Study of lip prints in different ethno-racial groups in india. Indian J Dent Res 2017; 28(5): 545-8.

35. Nia, Vardini. Variasi pola sidik bibir pada suku jawa dan cina di sumatera barat.

FMIPA Unand, Padang 2016. Thesis.

36. Oktaviani R. Gambaran bentuk dan pola sidik bibir suku campuran antara gayo, aceh, dan melayu pada mahasiswa fakultas kedokteran gigi universitas syiah kuala. FKG Unsyiah, Aceh 2016. Disertasi.

37. Afandi D, Mandatasari M. Hubungan antara pola sidik bibir dan jenis suku melayu riau. MKB 2017; 49(4): 231-6.

38. Fernandes LCC, Oliviera JA, Santiago BM, Rabello PM, Carvalho MPD, Campello RIC, dkk. Cheiloscopic study among monozygotic twins, non-twin brothers and non-relative individuals. Brazilian Dent J 2017; 28(4): 517-22.

39. Vankatesh R, David MP. Cheiloscopy: An aid for personal identification. J

39. Vankatesh R, David MP. Cheiloscopy: An aid for personal identification. J