• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIDIK BIBIR SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI DALAM KEDOKTERAN GIGI FORENSIK PADA ETNIS BATAK TOBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SIDIK BIBIR SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI DALAM KEDOKTERAN GIGI FORENSIK PADA ETNIS BATAK TOBA"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

SIDIK BIBIR SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI DALAM KEDOKTERAN GIGI FORENSIK

PADA ETNIS BATAK TOBA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

REBECCA SIREGAR NIM : 140600180

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Tahun 2018

Rebecca Siregar

Sidik Bibir Sebagai Sarana Identifikasi Dalam Kedokteran Gigi Forensik Pada Etnis Batak Toba

xii + 70 Halaman

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan untuk membantu penyidik dalam menentukan identitas seseorang. Penentuan identitas merupakan bagian terpenting dalam penyidikan. Salah satu teknik identifikasi yang digunakan adalah sidik bibir dengan melihat pola dan alur kerutan pada permukaan mukosa bibir. Sidik bibir menjadi teknik identifikasi karena memiliki karakteristik yang unik, permanen, dan terklasifikasi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola sidik bibir dominan menurut kuadran dan secara keseluruhan, menganalisa perbedaan pola sidik bibir dominan menurut tipe dan hubungan panjang serta lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir mahasiswa/i etnis Batak Toba. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan design cross sectional. Sampel penelitian terdiri dari 31 orang laki-laki dan 31 orang perempuan etnis Batak Toba di FKG USU. Bibir subjek diaplikasikan lipstik, direkatkan selotip untuk mencetak pola sidik bibir, kemudian hasil cetakan dibagi menjadi empat kuadran, pola sidik bibirnya diamati berdasarkan klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi. Data dianalisis menggunakan Uji Chi-square dan Uji Korelasi Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola sidik bibir dominan etnis Batak Toba menurut kuadran dan secara keseluruhan adalah Tipe I. Dengan Uji Chi-square didapati bahwa tidak terdapat perbedaan pola sidik bibir dominan menurut tipe dan dengan Uji Korelasi Pearson didapati bahwa tidak terdapat hubungan antara panjang dan lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir. Kesimpulannya adalah baik laki- laki maupun perempuan etnis Batak Toba memiliki pola sidik bibir dominan Tipe I dan tidak terdapat perbedaan pola sidik bibir dominan menurut tipenya, serta tidak terdapat hubungan antara panjang dan lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir.

(3)

Kata kunci: Sidik bibir, Ilmu kedokteran gigi forensik, etnis Batak Toba, Suzuki- Tsuchihashi

Daftar Rujukan: 42 (2001-2017).

(4)

SIDIK BIBIR SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI DALAM KEDOKTERAN GIGI FORENSIK

PADA ETNIS BATAK TOBA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

REBECCA SIREGAR NIM : 140600180

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(5)
(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal

TIM PENGUJI:

KETUA : Yendriwati, drg., M.Kes NIP. 196306131990032002

ANGGOTA : 1.Dr. Ameta Primasari, drg., M.DSc, M.Kes NIP. 196803111992032001

2. Minasari Nasution, drg., MM NIP. 195811191988032001

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yang terhormat Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

2. Yang terhormat Dr. Ameta Primasari, drg., M.Dsc, M.Kes selaku Ketua Departemen Biologi oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

3. Yang terhormat Yendriwati, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, serta saran dari awal pengerjaan skripsi, penelitian sampai akhirnya skripsi ini diselesaikan.

4. Yang terhormat seluruh dosen pengajar Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Rehulina Ginting, drg., M.Si, Lisna Unita, drg., M.Kes, Minasari Nasution, drg., M.M, dan Yumi Lindawati, drg yang telah memberikan nasihat, saran kepada penulis serta para staff administrasi yang telah membantu penulis.

5. Yang terhormat Aida Fadhillah Darwis, drg., MDSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah membina, memotivasi, dan mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Yang terhormat dan terkasih Saut Maruli Siregar dan Esra Mery Tampubolon selaku orangtua penulis serta saudara-saudara terkasih Sarah Margareth

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Mafaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah ... 7

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah... 8

2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Bibir ... 10

2.1.3 Anatomi Bibir ... 10

2.1.4 Histologi Bibir ... 12

2.1.5 Variasi Bibir ... 13

2.1.5.1 Variasi Ketebalan Bibir ... 13

2.1.5.2 Variasi Panjang dan Lebar Bibir ... 13

2.2 Identifikasi Kedokteran Gigi Forensik ... 14

2.2.1 Cheiloscopy/ Sidik Bibir ... 15

2.2.2 Pemeriksaan Gigi Geligi ... 15

2.2.3 Pemeriksaan DNA ... 15

2.2.4 Bite Mark ... 16

2.2.5 Palatosscopy ... 16

2.3 Sejarah Sidik Bibir ... 17

(10)

2.4 Karakteristik Sidik Bibir ... 18

2.5 Jenis Sidik Bibir ... 18

2.5.1 Sidik Bibir Tampak ... 19

2.5.2 Sidik Bibir Laten ... 19

2.6 Metode Pengambilan Sidik Bibir ... 19

2.6.1 Metode Lipstik ... 19

2.6.2 Metode Bahan Cetak ... 21

2.6.3 Metode Fotografi ... 23

2.6.4 Metode Bubuk Sidik Jari ... 24

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengambilan Sidik Bibir ... 24

2.7.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Lipstik ... 24

2.7.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bahan Cetak ... 24

2.7.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Fotografi ... 25

2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bubuk Sidik Jari ... 25

2.8 Metode Pengamatan Sidik Bibir ... 25

2.8.1 Pengamatan Pola Sidik Bibir secara Keseluruhan ... 25

2.8.2 Pengamatan Pola Sidik Bibir Setelah Dibagi Menjadi 4 Kuadran ... 26

2.9 Klasifikasi Sidik Bibir ... 26

2.9.1 Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi ... 27

2.9.2 Klasifikasi Renaud ... 28

2.9.3 Klasifikasi Martin Santos ... 29

2.9.4 Klasifikasi Afcharbayat ... 30

2.10 Ras dan Etnis ... 30

2.10.1 Latar Belakang Etnis Batak Toba ... 31

2.11 Landasan Teori ... 33

2.12 Kerangka Teori... 35

2.13 Kerangka Konsep ... 36

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 37

3.1 Rancangan Penelitian ... 37

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

3.3 Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1 Populasi ... 37

3.3.2 Sampel ... 37

3.3.2.1 Besar Sampel ... 38

3.4 Kriteria Sampel ... 39

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 39

3.4.2 Kriteria Eksklusi... 39

3.5 Variabel Penelitian ... 39

3.6 Alat dan Bahan ... 40

3.6.1 Alat Penelitian ... 40

3.6.2 Bahan Penelitian... 40

(11)

3.7 Defenisi Operasional ... 40

3.8 Prosedur Pengumpulan Data ... 42

3.8.1 Pemilihan Sampel ... 42

3.8.2 Cara Mendapatkan Sidik Bibir ... 42

3.8.3 Pengumpulan Data ... 43

3.8.4 Cara Mendapatkan Panjang dan Lebar Bibir ... 43

3.9 Pengolahan Analisis Data ... 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 45

4.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian ... 48

4.2 Data Distribusi Pola Sidik Bibir Dominan Menurut Kuadran Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Berdasarkan Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi ... 48

4.2.1 Frekuensi Distribusi Pola Sidik Bibir Dominan Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Pada Kuadran I ... 48

4.2.2 Frekuensi Distribusi Pola Sidik Bibir Dominan Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Pada Kuadran II ... 50

4.2.3 Frekuensi Distribusi Pola Sidik Bibir Dominan Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Pada Kuadran III... 52

4.2.4 Frekuensi Distribusi Pola Sidik Bibir Dominan Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Pada Kuadran IV ... 53

4.3 Data Pola Sidik Bibir Dominan Seluruh Kuadran Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Berdasarkan Klasifikasi SuzukiTsuchihashi ... 55

4.3.1 Frekuensi Distribusi Pola Sidik Bibir Dominan Seluruh Kuadran Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Berdasarkan Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi ... 55

4.3.2 Perbedaan Pola Sidik Bibir Dominan Menurut Tipe Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Berdasarkan Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi ... 56

4.4. Data Rerata Panjang dan Lebar Bibir Pada Mahasiswa/i Etni Batak Toba ... 58

4.5 Hubungan antara Panjang Bibir dan Lebar Bibir Terhadap Jumlah Sidik Bibir ... 58

4.5.1 Hubungan Panjang Bibir dan Jumlah Sidik Bibir Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba ... 58

4.5.2 Hubungan Lebar Bibir dan Jumlah Sidik Bibir Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba ... 59

(12)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 60

5.1 Pola Sidik Bibir Dominan Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Menurut Kuadran Berdasarkan Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi ... 61

5.2 Pola Sidik Bibir Dominan Seluruh Kuadran Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Berdasarkan Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi ... 64

5.3 Perbedaan Pola Sidik Bibir Dominan Pada Mahasiswa/i Etnis Batak Toba Menurut Tipe Berdasarkan Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi ... 65

5.4 Rerata Ukuran Panjang Bibir dan Lebar Bibir pada Etnis Batak Toba ... 66

5.5 Hubungan Panjang Bibir dan Lebar Bibir terhadap Jumlah Sidik Bibir ... 67

BAB 6 KESIMPULAN ... 68

6.1 Kesimpulan ... 68

6.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Frekuensi distribusi pola sidik bibir dominan mahasiswa/i

etnis batak toba pada kuadran I ... 49 2. Frekuensi distribusi pola sidik bibir dominan mahasiswa/i

etnis batak toba pada kuadran II ... 51 3. Frekuensi distribusi pola sidik bibir dominan mahasiswa/i

etnis batak toba pada kuadran III ... 52 4. Frekuensi distribusi pola sidik bibir dominan mahasiswa/i

etnis batak toba pada kuadran IV ... 54 5. Frekuensi distribusi pola sidik bibir dominan seluruh

kuadran pada mahasiswa/i etnis batak toba berdasarkan

klasifikasi suzuki-tsuchihashi ... 55 6. Perbedaan pola sidik bibir dominan menurut tipe pada

mahasiswa/i etnis batak toba berdasarkan klasifikasi

suzuki-tsuchihashi ... 57 7. Rerata panjang dan lebar bibir pada mahasiswa/i

etnis batak toba berdasarkan jenis kelamin ... 57

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pertumbuhan dan perkembangan wajah ... 8

2. Vermillion border ... 11

3. Titik pengukuran bibir ... 14

4. Alat dan bahan pencetakan sidik bibir menggunakan metode lipstik ... 20

5. Teknik pencetakan sidik bibir metode lipstik ... 21

6. Alat dan bahan pencetakan sidik bibir menggunakan bahan cetak alginet ... 21

7. Teknik pencetakan sidik bibir menggunakan bahan cetak alginet ... 22

8. Alat dan bahan pencetakan sidik bibir dengan bahan cetak elastomer ... 23

9. Teknik pencetakan sidik bibir dengan bahan cetak elastomer ... 23

10. Pola dan alur sidik bibir menurut suzuki dan tsuchihashi ... 28

11. Pola dan alur sidik bibir berdasarkan klasifikasi renaud ... 29

12. Kuadran Bibir ... 46

13. Pola Sidik Bibir Tipe I ... 46

14. Pola Sidik Bibir Tipe I‟ ... 47

15. Pola Sidik Bibir Tipe II ... 47

16. Pola Sidik Bibir Tipe III ... 47

17. Pola Sidik Bibir Tipe IV ... 48

18. Pola sidik bibir dominan mahasiswa/i etnis batak toba pada kuadran I ... 50

19. Pola sidik bibir dominan mahasiswa/i etnis batak toba pada kuadran II ... 51

20. Pola sidik bibir dominan mahasiswa/i etnis batak toba pada kuadran III ... 53 21. Pola sidik bibir dominan mahasiswa/i etnis batak toba

(15)

pada kuadran IV ... 54 22. Pola sidik bibir dominan seluruh kuadran pada

mahasiswa/i etnis batak toba berdasarkan

klasifikasi suzuki-tsuchihashi ... 56 23. Sebaran data antara panjang bibir dan jumlah sidik bibir ... 58 24. Sebaran data antara lebar bibir dan jumlah sidik bibir ... 59

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Pikir 2. Skema Alur Penelitian 3. Kuesioner

4. Lembar Penjelasan Subjek Penelitian 5. Informed Consent

6. Ethical Clearance

7. Surat Izin Penelitian FKG USU

8. Surat Izin Penelitian Departemen Biologi Oral FKG USU 9. Data Hasil Penelitian

10. Data Uji Statistika

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan untuk membantu penyidik dalam menentukan identitas seseorang. Proses identifikasi manusia merupakan suatu proses paling menantang dan sulit untuk dilakukan. Penentuan identitas korban seperti halnya penentuan identitas tersangka pelaku kejahatan merupakan bagian terpenting dalam penyidikan.1

Ilmu kedokteran gigi forensik merupakan cabang dari ilmu kedokteran forensik mengenai cara penanganan, pemeriksaan, dan evaluasi bukti-bukti melalui gigi dan rongga mulut serta pemaparan hasil-hasil untuk kepentingan peradilan. Pemeriksaan utama dari kegiatan kedokteran gigi forensik adalah pemeriksaan dan evaluasi terhadap gigi, rahang, serta jaringan rongga mulut, pemeriksaan terhadap jejas untuk mengidentifikasi dugaan terhadap pelaku, pemeriksaan terhadap penemuan- penemuan yang terdapat pada rongga mulut atau bagian tubuh dengan maksud untuk identifikasi selanjutnya.2 Dalam proses identifikasi di kedokteran gigi forensik ada banyak teknik yang dapat digunakan, seperti cheiloscopy, pemeriksaan gigi, pemeriksaan DNA, bite mark, palatoscopy, dan banyak lainnya.1

Cheiloscopy berasal dari kata cheilos yang berarti „bibir‟ dan e skopein yang berarti „melihat‟ sehingga didefinisikan sebagai teknik identifikasi forensik dengan melihat pola dan alur kerutan pada permukaan mukosa bibir.3 Cheiloscopy pertama kali diperkenalkan oleh seorang antropolog yang bernama Fischer pada tahun 1902.

Cheiloscopy dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu karena setiap individu memiliki karakteristik yang khas pada pola dan alur sidik bibir yang tidak akan pernah sama dengan individu lainnya.4,5

Bibir merupakan gabungan dari dua otot orbicularis oris pada sekeliling rongga mulut yang dilapisi oleh kulit pada bagian luar dan mukosa pada bagian dalamnya. Bagian luar dan dalam tersebut berbatasan pada zona transisi atau

(18)

vermillion zone. Epitel daripada vermillion zone ini menunjukkan lapisan stratum corneum yang kurang berkembang dibandingkan dengan kulit. Vermillion zone tidak memiliki stratum lucidum. Bagian epidermis dari vermillion zone yang transparan dan bagian dermis yang memiliki banyak pleksus pembuluh darah membuat bibir bewarna merah. Bibir memiliki variasi pada ketebalannya. Ketebalan bibir dapat bervariasi seiring pertumbuhan dan perkembangan individu. Telah terbukti bahwa pertumbuhan dan perkembangan bibir akan melambat pada usia 16 tahun dan akan stabil untuk seterusnya. Ketebalan bibir individu bervariasi menurut ras, seperti pada ras Kaukasoid bibir akan terlihat tipis, pada ras Mongoloid ketebalan bibir bersifat medium, dan pada ras Negroid bibir akan terlihat tebal dan sangat tebal. Oleh karena bibir memiliki variasi menurut ketebalannya pada ras individu, maka penulis juga tertarik untuk melihat variasi yang ada pada panjang dan lebar bibir pada suku yang akan diteliti oleh penulis.

Menurut The American Join Committee of Cancer bibir merupakan bagian dari rongga mulut yang dimulai dari vermillion border, yaitu perbatasan antara kulit dan vermillion zone hingga seluruh vermillion zone. Vermillion zone memiliki suatu bentuk pola dan alur yang khas berupa garis atau fisur yang disebut dengan sidik bibir.7 Sejak pembentukannya, pola dan alur dari sidik bibir tidak akan berubah. Sidik bibir sudah ada sejak seseorang dilahirkan dan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti kapan pembentukannya. Namun, ada yang berpendapat bahwa sidik bibir terbentuk pada minggu keenam kehidupan intrauterine dan sudah dapat diidentifikasi saat bayi berusia empat bulan. Sejak saat itu, polanya tidak berubah bahkan setelah terjadi spasme otot saat kematian.4,5 Pola dan alur sidik bibir tersebut dapat diklasifikasikan.6

Beberapa klasifikasi untuk pola dan alur sidik bibir adalah klasifikasi Suzuki- Tsuchihashi, Klasifikasi Renaud, klasifikai Martin Santos, klasifikasi Afcharbayat.

Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi dipilih penulis sebagai klasifikasi pola dan alur sidik bibir karena beberapa alasan, yaitu memiliki rentang lebih luas dari segi pola sidik bibir, memiliki gambaran yang jelas, dan lebih sering dipakai oleh para peneliti.7

(19)

Pola sidik bibir juga berpotensi untuk mengidentifikasi jenis kelamin seseorang. Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis sidik bibir dalam identifikasi jenis kelamin namun, masih banyak kontroversi. Menurut Joey (2017) laki-laki dan perempuan memiliki pola sidik bibir yang berbeda. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitiannya pada populasi mahasiswa etnis Tionghoa Malaysia di Universitas Sumatera Utara yang menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan berdasarkan klasifikasi Suzuki Tsuchihashi yang paling banyak untuk subjek laki-laki adalah Tipe II.8 Sesuai dengan penelitian sebelumnya, yaitu Juniastuti dkk. (Jakarta, 2005) yang menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan laki-laki adalah Tipe II.9 Namun, berbeda dengan penelitian Saputri dkk. (Surakarta, 2011) yang menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan laki-laki adalah tipe IV8, sedangkan untuk subjek perempuan Joey (2017) menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan paling banyak berdasarkan klasifikasi Suzuki Tsuchihashi adalah tipe IV.8 Sesuai dengan penelitian sebelumnya, yaitu Indri (Palembang, 2015) yang menyatakan pola sidik bibir dominan perempuan adalah tipe IV.10 Namun, berbeda dengan penelitian Siti dkk. (Jember, 2016) yang menyatakan bahwa sidik bibir dominan perempuan adalah Tipe I‟.11

Pola sidik bibir juga dapat digunakan untuk memperkirakan antara satu suku dengan suku lainnya yang ada di Indonesia. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap beberapa suku dalam kaitannya dengan sidik bibir menyatakan bahwa pola sidik bibir antar individu memperlihatkan perbedaan antara suku dan ras. Menurut Xu dkk. (2012) beberapa ras di Malaysia mempunyai pola sidik bibir yang berbeda.11 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Joey (2017) pada populasi mahasiswa etnis Tionghoa Malaysia di Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan secara keseluruhan pada etnis Tionghoa Malaysia adalah Tipe II8. Xu dkk.

(2012) menyatakan bahwa pola sidik bibir dominan secara keseluruhan pada etnis India dan China, adalah Tipe I.11

Beberapa metode pengambilan sidik bibir antara lain metode lipstik, bahan cetak gigi, fotografi, dan bahan bubuk yang digunakan untuk identifikasi sidik jari.

Metode lipstik dipilih penulis sebagai metode pengambilan sidik bibir karena dapat

(20)

menghasilkan cetakan sidik bibir yang jelas, alat dan bahan yang digunakan sederhana, tidak mahal, serta mudah dan praktis dalam aplikasinya karena tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama.12

Indonesia didiami oleh berbagai suku dan ras. Ras Melayu adalah golongan ras terbesar yang ditemukan di Indonesia. Golongan ini dibagi atas ras Melayu Tua (Proto Melayu) dan ras Melayu Muda (Deutro Melayu). Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatera. Suku ini memiliki beberapa sub suku yang masih memiliki ikatan kuat antara satu dengan lainnya, yaitu sub suku Toba, Karo, Mandailing, Simalungun dan Pakpak. Beberapa pendapat ada yang menyatakan bahwa terdapat sebelas sub suku, yaitu ditambah dengan Pasisir, Angkola, Padang Lawas, Melayu, Nias, dan Alas Gayo.13 Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dilaporkan bahwa suku Batak menempati urutan ketiga dalam jumlah terbanyak dan persentase terbesar penduduk menurut kelompok suku bangsa. Penduduk yang bersuku Batak di Indonesia berjumlah 8.466.969 jiwa (3,58%).14 Persebaran penduduk bersuku Batak Toba di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2001 dilaporkan bahwa Medan menempati urutan pertama, yaitu sebanyak 335.758 jiwa.15 Penelitian sidik bibir pada etnis Batak Toba belum pernah dilakukan. Untuk alasan-alasan tersebut penulis memilih untuk meneliti sidik bibir pada suku Batak Toba.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pola sidik bibir dominan menurut kuadran pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU berdasarkan klasifikasi Suzuki- Tsuchihashi?

2. Bagaimanakah pola sidik bibir dominan seluruh kuadran pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU berdasarkan klasifikasi Suzuki- Tsuchihashi?

(21)

3. Apakah terdapat perbedaan pola sidik bibir dominan menurut tipe pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU berdasarkan klasifikasi Suzuki- Tsuchihashi?

4. Bagaimanakah ukuran panjang dan lebar bibir pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU?

5. Apakah terdapat hubungan antara panjang terhadap jumlah sidik bibir?

6. Apakah terdapat hubungan antara lebar terhadap jumlah sidik bibir?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola sidik bibir dominan menurut kuadran pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU berdasarkan klasifikasi Suzuki- Tsuchihashi.

2. Mengetahui pola sidik bibir dominan seluruh kuadran pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU berdasarkan klasifikasi Suzuki- Tsuchihashi.

3. Menganalisa perbedaan pola sidik bibir dominan menurut tipe pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU berdasarkan klasifikasi Suzuki- Tsuchihashi.

4. Mengetahui ukuran panjang dan lebar bibir pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU.

5. Menganalisa hubungan antara panjang bibir terhadap jumlah sidik bibir.

6. Menganalisa hubungan antara lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir.

1.3 Hipotesis

Ho : Tidak ada perbedaan pola sidik bibir dominan pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU.

Hα : Ada perbedaan pola sidik bibir dominan pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU.

Ho : Tidak ada hubungan antara panjang bibir terhadap jumlah sidik bibir.

(22)

Hα : Ada hubungan antara panjang terhadap jumlah sidik bibir.

Ho : Tidak ada hubungan antara lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir.

Hα : Ada hubungan antara lebar terhadap jumlah sidik bibir.

1.4 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Mendapatkan data dan informasi mengenai pola sidik bibir pada laki- laki dan perempuan etnis Batak Toba .

2. Mendapatkan data dan informasi mengenai panjang dan lebar bibir pada etnis Batak Toba.

3. Sebagai preliminary study dalam membuka wawasan para peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pola sidik bibir.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Menghimbau pemerintah untuk memakai sidik bibir sebagai identitas personal layaknya sidik jari.

2. Menghimbau ahli-ahli forensik untuk menggunakan sidik bibir dalam mengidentifikasi.

3. Menghimbau tenaga-tenaga medis agar membuat sidik bibir dalam rekam medis.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah

Embriologi wajah diawali dengan perkembangan kepala dan leher. Gambaran paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah terbentuknya lengkung brankialis atau lengkung faring. Lengkung-lengkung ini tampak dalam perkembangan janin pada minggu ke-4 dan ke-5. Lengkung faring tidak ikut membentuk leher, tetapi memiliki peranan penting dalam pembentukan kepala. Pada akhir minggu ke-4, bagian tengah wajah dibentuk oleh stomodeum yang dikelilingi oleh lengkung faring pasangan pertama. Ketika janin berusia 41/2 minggu, maka dapat dikenali 5 buah tonjolan mesenkim, yaitu lengkung pertama terdiri atas satu bagian dorsal yang dikenal sebagai prominensia maksilaris, yang meluas dibawah daerah mata, dan satu bagian ventral, prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel. Pada perkembangan selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang, kecuali dua bagian kecil diujung dorsal dan masing-masing memebentuk inkus dan malleus. Mesenkim prominensia maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila, os zigomatikus, dan bagian os temporalis melalui penulangan membranosa. Mandibula juga terbentuk melalui penulangan membranosa jaringan mesenkim yang mengelilingi tulang rawan Meckel.16

Pada akhir minggu ke-4, mulai tampak tonjolan-tonjolan wajah yang terutama dibentuk oleh mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan terutama dibentuk oleh pasangan lengkung faring pertama. Tonjolan maksila dapat dikenali disebelah lateral stomodeum dan tonjolan mandibula disebelah kaudal stomodeum. Prominensia frontonasalis, yang dibentuk oleh proloferasi mesenkim disebelah ventral vesikel otak, merupakan tepi atas stomodeum. Di sisi kanan dan kiri prominensia frontonalis muncul penebalan-penebalan setempat dari ektoderm permukaan, yaitu plakoda nasal (olfaktorius ) yang berada di bawah pengaruh induksi bagian ventral otak depan.

Selama minggu ke-5, plakoda-plakoda hidung tersebut mengalami invaginasi

(24)

membentuk lobang hidung. Dalam hal ini, plakoda nasal membentuk suatu jaringan dengan permukaan tidak teratur yang mengelilingi masing-masing lubang dan membentuk tonjolan hidung. Tonjolan yang berada ditepi luar lubang adalah tonjolan hidung lateral dan yang berada ditepi dalam adalah tonjolan hidung medial.17

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wajah antara lain:18

a. Herediter

Kerusakan genetik mungkin akan tampak setelah lahir atau baru tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial serta perannya sebagai penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai bagian dari gen mana yang berperan dalam pemasakan muskulatur orofasial.

Gambar 1. Pertumbuhan dan perkembangan wajah.8

(25)

b. Nutrisi

Malnutrisi yang terjadi pada masa pertumbuhan akan mengalami kemunduran daripada pertumbuhannya. Selama anak dalam kandungan, ibu harus memperoleh cukup kalsium, fosfor, vit A, C, D untuk menjamin kebutuhan fetus akan zat-zat tersebut. Pengonsumsian zat-zat ini dengan pengawasan fungsi hormon yang seimbang merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan tulang.

c. Trauma

Trauma prenatal seperti lutut atau kaki dapat menekan muka sehingga menyebabkan asimetri pertumbuhan muka dan menghambat pertumbuhan mandibula.

Trauma postnatal seperti trauma pada persendian temporomandibularis menyebabkan fungsi dan pertumbuhan yang tidak seimbang sehingga terjadi asimetri dan disfungsi persendian.

d. Penyakit

Penyakit sistemik yang berlangsung lama dan berat dapat mempengaruhi pertumbuhan. Gangguan kalenjar endokrin yang ikut berperan pada pertumbuhan dapat menyebabkan kemunduran pada pertumbuhannya.Ketidakseimbangan kelenjar endokrin mempengaruhi metabolisme zat-zat yang ada dalam tubuh. Hiperfungsi atau hipofungsi kelenjar endokrin akan menyebabkan gangguan metabolik dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan perkembangan kraniodentofasial.

e. Pengaruh hormonal

Pertumbuhan manusia pada prinsipnya dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan yang dihasilkan kalenjar hipofisis. Pada masa pubertas hormon sex mulai aktif, maka hormon ini juga memengaruhi perkembangan wajah.

f. Kebiasaan buruk

Beberapa kebiasaan yang dapat merangsang pertumbuhan rahang secara normal misalnya gerakan bibir dan penguyahan yang fisiologis. Kebiasaan abnormal mempengaruhi pola pertumbuhan wajah yang akan mempengaruhi fungsi orofasial yang mempunyai pengaruh penting pada pertumbuhan kraniofasial dan fisiologi oklusal.

(26)

2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Bibir

Pertumbuhan dan perkembangan bibir terjadi pada minggu ke-6 dan ke-7.

Pada minggu ini tonjolan maksila terus bertambah besar ukurannya. Bersamaan dengan itu, tonjolan maksila ini tumbuh kearah medial sehingga mendesak tonjolan hidung ke medial kearah garis tengah. Selanjutnya, celah antara tonjolan hidung medial dan tonjolan maksila hilang sehingga keduanya bersatu. Oleh karena itu, bibir atas dibentuk oleh tonjolan hidung medial dan kedua tonjolan maksila tersebut.

Tonjolan hidung lateral tidak ikut dalam pembentukan bibir atas. Bibir bawah dan rahang bawah dibentuk dari tonjolan mandibula yang menyatu digaris tengah. 17

Pertumbuhan bibir atas pada awalnya lebih cepat dibandingkan dengan bibir bawah. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan maksila yang juga lebih cepat dibandingkan mandibula. Saat embrio berusia sekitar 7-8 minggu, mandibula masih terlihat kecil dan terletak lebih kebelakang dibandingkan maksila. Hal ini disebabkan karena kepala embrio masih menekuk kebawah sehingga mandibula belum bias tumbuh secara maksimal. Ketika embrio berusia 9 minggu, kepala sudah terangkat dan mandibula akantumbuh cepat untuk menyamakan posisinya dengan maksila.

Denganmikian posisi maksila dan mandibula akan sejajar begitu juga dengan bibir atas dan bibir bawah.

Laju pertumbuhan bibir sejalan dengan laju pertumbuhan wajah, dimana mencapai puncaknya sewaktu lahir dan akan mengalami penurunan dengan tajam dan mencapai laju minimalnya mencapai masa pubertas. Menurut penelitian yang telah dilakukan, pertumbuhan bibir akan melambat saat individu berusia 16 tahun hingga akhirnya berhenti dan stabil. Laju pertumbuhannya dua tahun lebih cepat pada anak perempuan di banding dengan anak laki – laki.

2.1.3 Anatomi Bibir

Bibir merupakan gabungan dari dua otot orbicularis oris pada sekeliling rongga mulut yang dilapisi oleh kulit pada bagian luar dan mukosa pada bagian dalamnya. Bagian luar dan dalam tersebut berbatasan pada zona transisi atau vermillion zone. Zona transisi ini memiliki warna merah karena banyak terdapat

(27)

pleksus pembuluh darah dibawahnya.7 Vermillion zone merupakan karakteristik khas yang dimiliki setiap individu. Perbatasan dari vermillion zone dan kulit disebut vermillion border.17 Menurut The American Join Committee of Cancer bibir merupakan bagian dari rongga mulut yang dimulai dari vermillion border dan meliputi seluruh vermillion zone.10 Bibir terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, vernillion, dan permukaan dalam mukosa.7

Cuspid bow adalah proyeksi ke bawah dari philtrum yang memberi bentuk bibir secara khas. Bagian tengah dari vermillion bibir atas lebih menonjol yang disebut dengan tuberkulum. Bibir bawah menunjukkan sedikit lekukan kedalam pada bagian tengahnya sesuai dengan tuberkulum. Bentuk bibir semakin menyimpit dari tengah bibir sampai ke sudut bibir.17

Inervasi sensoris bibir bagian atas berasal dari cabang saraf kranialis V, yaitu N. trigeminus dan N. infraorbitalis. Bibir bawah mendapat inervasi sensoris dari N.mentalis. Inervasi motorik bibir berasal dari saraf kranialis VII, yaitu N. facialis.

Pada ramus bukalis terdapat N. facialis yang menginervasi muscularis orbicularis oris dan musculus levator labii. Pada ramus mandibularis terdapat N. facialis yang menginervasi musculus orbicularis oris dan musculus depressor labii.10

Gambar 2. Vermillion Border 10

(28)

Otot bibir terdiri dari kelompok otot sfingter bibir dan otot dilator yang terdiri dari satu seri otot kecil yang menyebar keluar dari bibir. Fungsi otot sfingter bibir adalah untuk merapatkan bibir, sedangkan fungsi otot dilator bibir adalah untuk membuka bibir.10

2.1.4 Histologi Bibir

Permukaan bibir bagian luar adalah kulit dan permukaan dalamnya adalah mukosa labial. Diantara dua jaringan ini terdapat zona bibir yang bewarna merah disebut dengan vermillion zone. Bibir memiliki striated muscle pada bagian intinya yang merupakan bagian daripada otot ekspresi wajah. Vermillion zone memiliki dukungan kulit yang kurang. Kalenjar minyak dapat ditemukan khususnya pada daerah sudut mulut walaupun sangat jarang. Karena vermillion zone juga kurang dukungan kalenjar lendir maka dibutuhkan kelembaban dengan air liur oleh lidah untuk mencegah kekeringan pada bibir. Epitel daripada vermillion zone adalah epitel berkeratin yang tipis dan tranlusen. Jaringan ikat papila daripada lamina propria relatif panjang dan sempit, serta mengandung lubang-lubang keluaran pembuluh kapiler.17

Lapisan submukosa mengandung serat elastin yang berlanjut di sekitar otot rangka di tengah bibir dan di dalam lamina propria. Serat elastin ini mengikat erat membran mukosa sehingga mencegah terbentuknya lipatan mukosa yang dapat tergigit saat gigi geligi atas dan bawah berkontak.10 Warna merah yang pada vermillion zone didapat dari pembuluh darah yang dekat ke permukaan serta epitel diatasnya yang tipis dan translusen. Perbatasan antara vermillion zone dan mukosa labial disebut dengan intermediate zone. Daerah ini memiliki lapisan granular yang sedikit dan cenderung memiliki lapisan tebal daripada parakeratin. 17

2.1.5 Variasi Bibir

Pertumbuhan dan perkembangan biibr akan melambat pada usia 16 tahun hingga pada akhirnya berhenti dan stabil. Seiring pertumbuhan dan perkembangan

(29)

bibir akan mengalami perubahan-perubahan yang nantinya menjadi variasi bibir pada individu.

2.1.5.1 Variasi Ketebalan Bibir

Terdapat beberapa variasi pada bibir berdasarkan ketebalannya. Bibir yang tipis merupakan tipe variasi bibir pada ras Kaikasoid, dimana jarak daripada subnasal dan lapisan kulit bibir bawah biasanya besar. Bibir dengan tipe variasi medium memiliki ketebalan sekitar 8-10 milimeter pada vermillion zone nya. Variasi tipe medium ini yang paling banyak dijumpai dan sering terlihat pada ras Mongoloid.

Tipe variasi bibir tebal dan sangat tebal memiliki volume bibir yang besar dengan labial cord yang sangat mudah untuk diidentifikasi. Bibir yang tebal dan sangat tebal merupakan tipe variasi bibir pada ras Negroid.7,11

2.1.5.2 Variasi Panjang dan Lebar Bibir

Panjang total bibir diukur dari titik labial suferius (Ls) pada bibir atas dan labial inferius (Li) pada bibir bawah. Lebar bibir diukur dari titik cheilion (Ch) pada sudut bibir kanan dan sudut bibir kiri. Titik cheilion merupakan titik tengah pertemuan antara bibir atas dan bibir bawah. Untuk pengukuran bibir tersebut subjek diinstruksikan untuk rileks dan mengoklusikan gigi dengan posisi bibir dalam keadaan istirahat.Pengukuran ini dapat dilakukan menggunakan penggaris digital.

Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali sebagai aspek akurasi dan presisi.19

(30)

2.2 Identifikasi Kedokteran Gigi Forensik

Ilmu kedokteran gigi forensik merupakan cabang dari ilmu kedokteran forensik mengenai cara penanganan, pemeriksaan, dan evaluasi bukti-bukti melalui gigi dan rongga mulut serta pemaparan hasil-hasil untuk kepentingan peradilan. Pemeriksaan utama dari kegiatan kedokteran gigi forensik adalah pemeriksaan dan evaluasi terhadap gigi,rahang dan jaringan rongga mulut, pemeriksaan terhadap jejas untuk mengidentifikasi dugaan terhadap pelaku, pemeriksaan terhadap penemuan- penemuan yang terdapat pada rongga mulut atau bagian tubuh dengan maksud untuk identifikasi selanjutnya. Dalam proses identifikasi di kedokteran gigi forensik ada banyak teknik yang dapat digunakan, seperti identifikasi melalui cheilosccopy, pemeriksaan gigi, pemeriksaan DNA, bite mark, palatoscopy, dan banyak lainnya.1 Dalam ruang lingkupnya di kedokteran gigi forensik teknik-teknik identifikasi ini memiliki peran sebagai identifikasi personal dan investigasi kriminalitas.20

Gambar 3. Titik pengukuran bibir.19

(31)

2.2.1 Cheiloscopy/ Sidik Bibir

Cheiloscopy berasal dari kata cheilos yang berarti „bibir‟ dan e skopein yang berarti „melihat‟ sehingga didefinisikan sebagai teknik identifikasi forensik dengan melihat pola dan alur kerutan pada permukaan mukosa bibir.3 Sidik bibir adalah suatu pola dan alur yang khas berupa garis dan fisur yang ada di zona transisi bibir manusia ,yaitu antara mukosa labial pada bagian dalamnya dan kulit pada bagian luarnya menyebutnya “figura linearum labiorum rubrorum”. Sidik bibir sudah ada sejak kita lahir yang sampai saat ini belum diketahui dengan pasti kapan pembentukannya, namun ada yang berpendapat bahwa sidik bibir terbentuk pada minggu keenam kehidupan intrauterine dan sudah dapat diidentifikasi saat bayi berusia empat bulan.

Sejak saat itu polanya tidak berubah bahkan setelah kematian.4

2.2.2 Pemeriksaan Gigi Geligi

Dalam identifikasi kedokteran gigi forensik pemeriksaan dari gigi geligi memegang peran utama dalam mengidentifikasi individu terutama saat mengidentifikasi jenazah. Kerusaknya jenazah yang sangat parah membuat metode visual tidak dapat digunakan sehingga identifikasi melalui pemeriksaan gigi sangat penting karena gigi merupakan bagian yang tidak terurai pasca kematian dan bagian yang memiliki kekuatan yang cukup besar. Identifikasi tergantung pada ketersediaan, kecukupan dan keakuratan catatan gigi ante-mortem yang dapat dibandingkan dengan temuan gigi post-mortem. Selama pengumpulan pemeriksaan post-mortem gigi geligi yang ada sebagai informasi harus diperhatikan.4

2.2.3 Pemeriksaan DNA

Ilmu kedokteran gigi forensik telah mengembangkan teknik identifikasi dengan pemeriksaan DNA yang ditemukan pada pulpa, dentin, sementum, dan serat ligamen periodontal. Sumber lain dari pada DNA yang terdapat dalam rongga mulut adalah saliva dan hapusan mukosa. Penggunaan DNA sebagai sarana identifikasi sangat efektif. Banyak teknik yang melibatkan nuclear DNA tetapi teknik dengan mitochondrial DNA lebih banyak digunakan. Teknik ini dapat digunakan apabila

(32)

teknik dengan nuclear DNA tidak cukup. Pada dentin dan sementum banyak terdapat mitochondrial DNA.5

2.2.4 Bite Mark

Identifikasi dengan teknik bite mark dapat digunakan untuk menghubungkan tersangka dengan kejahatan. Mac Donald memberikan defenisi dari bite mark sebagai tanda yang dibuat oleh gigi manusia atau hewan di kulit orang yang hidup, mayat atau benda. Selain untuk mengidentifikasi tersangka, analisis tanda gigitan dalam penyelidikan forensik juga dapat menjelaskan jenis kekerasan dan waktu kejadiannya.

Hal ini dapat menunjukkan apakah gigitan itu dibuat sebelum kejadian atau setelah kejadian. Ada banyak kekurangan analisis tanda gigitan. Ukurannya mungkin menyusut dalam durasi waktu yang relatif singkat (10-20 menit) dan ini memerlukan pemeriksaan sedini mungkin. Tanda gigitan minimal mencakup empat sampai lima gigi untuk dianalisis.5

2.2.5 Palatoscopy

Palatoscopy adalah studi yang mempelajari palatal rugae untuk menentukan identitas seseorang. Palatoscopy pertama kali dikenalkan pada tahun 1932 oleh seorang peneliti berkebangsaan Spanyol bernama Trobo Hermosa. Palatal rugae adalah ridge yang tidak beraturan dan asimetris yang membentang dari papilla insisivus di sebelah lateral dan bagian anterior dari median palatal raphe . Palatal rugae terbentuk pada bulan ke 3 kehidupan intrauterine. Jumlah dan susunan rugae palatal pada manusia berbeda-beda yang merupakan ciri khas daripada manusia. Pola individual palatal rugae dan biaya pemanfaatannya yang rendah membuatnya menjadi alat pemandu yang andal dalam identifikasi forensik dan kepentingan klinisnya dapat ditemukan di bidang kedokteran gigi.20

(33)

2.3 Sejarah Sidik Bibir

Fischer (1902) merupakan antropolog pertama yang memperkenalkan tentang sidik bibir. Pada tahuan 1932, Edmond Locard, salah satu kriminolog terbaik di Perancis, ikut merekomendasikan sidik bibir untuk identifikasi personal dalam investigasi kriminalitas. Pada tahun 1950, Synder melaporkan dalam bukunya yang berjudul Homicide Investigation bahwa karakteristik dari sidik bibir sama khasnya dengan sidik jari yang dimiliki setiap individu. Poland (1966) tertarik menggunakan sidik bibir untuk memecahkan kasus pencurian. Suzuki (1967) membuat detail investigasi dengan menggunakan bibir yakni dengan melihat warna dan bentuk.

Selanjutnya Suzuki-Tsuchihashi (1970-1971) melakukan penelitian kepada 107 keluarga Jepang dengan melihat sulci labiorum yaitu celah atau fisur pada permukaan bibir.21

Mc Donell melakukan penelitian pada tahun 1972 terhadap anak kembar yang secara fisik sama dan tidak dapat dibedakan namun, memiliki sidik bibir yang berbeda. Cotton (1981) melaporkan dalam bukunya yang berjudul Outline of Forensic Dentistry bahwa cheiloscopy merupakan salah satu teknik yang spesial dalam mengidentifikasi personal. Di Polandia antara tahun1985-1987 pemeriksaan sidik bibir digunakan pada 85 kasus, yakni 65 kasus pencurian, 15 kasus pembunuhan,dan 5 kasus pemerkosaan dengan 34 kasus diantaranya berhasil dipecahkan menggunakan sidik bibir. Pada tahun 1990, Kasprazak melakukan penelitian kepada 1500 orang dalam jangka waktu 5 tahun mrnggunakan sidik bibir.

Vahanwala (2000) mempromosikan betapa pentingnya sidik bibir dalam mengidentifikasi personal. Oleh karena itu, dari seluruh penelitian terebut dapat disimpulkan bahwa sidik bibir dapat dijadikan alat bantu untuk mengidentifikasi individu.21

(34)

2.4 Karakteristik Sidik Bibir

Sidik bibir dianggap valid untuk identifikasi individu karena memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

a. Unik

Telah dilakukan penelitian bahwa pola dan alur sidik bibir setiap individu tidak akan pernah sama dengan individu lainnya kecuali pada kembar monozigot.4,6 Penelitian yang dilakukan pada empat kuadran bibir menunjukkan bahwa tidak ada individu yang memiliki pola dan alur sidik bibir tunggal pada bibirnya dan tidak ada dua atau lebih individu yang memiliki pola dan alur sidik bibir yang sama.Walaupun ada penelitian yang menyatakan bahwa pola dan alur yang dimiliki dua individu sama pada bagian yang sama juga tetapi terdapat spesifikasi pada letak, jumlah, dan pola cabang atau retikular setelah dibandingkan.23

b. Permanen

Pola dan alur sidik bibir tidak berubah sejak pembentukannya seiring pertumbuhan dan perkembangan individu. Telah terbukti bahwa karakteristik bibir di bagian mukosa dapat pulih sepenuhnya setelah mengalami perubahan patologis yang terkait dengan bibir, seperti bekas luka, herpes, dan lain-lain.6 Namun, sifat permanen dan kestabilan dari sidik bibir masih menjadi kontroversi. Untuk membuktikan cheiloscopy merupakan studi ilmu yang baru dan valid maka dilakukan penelitian dengan membandingkan sidik bibir selama tiga tahun pada individu yang sama dan didapati bahwa 89,6% dari pengamatan menunjukan pola dan alur yang identik.22 c. Terklasifikasi

Pola dan alur sidik bibir memiliki banyak klasifikasi sehingga memudahkan dalam proses identifikasi individu.6

2.5 Jenis Sidik Bibir

Dalam kasus criminal, ditemukannya sidik bibir pada suatu benda menunjukkan bahwa bibir seseorang telah menyentuh benda lain yang dapat dikaitkan dengan kemungkinan orang tersebut terkait dengan kasus kriminal.3

2.5.1 Sidik Bibir Tampak

(35)

Sidik bibir yang tertinggal pada suatu benda dan dapat terlihat disebut dengan sidik bibir tampak. Sidik bibir ini sering tertinggal jika bibir orang yang memakai lipstik menyentuh benda lain. Hal ini disebabkan lipstik mengandung beberapa komponen seperti minyak dan wax sehingga dapat terlihat secara kasat mata.24 Lipstik meninggalkan bekas tertentu pada objek ditandai oleh kepermanenannya dan persistensinya. Bekas lipstik ini dapat digunakan untuk investigasi bahkan setelah selang beberapa hari.23

2.5.2 Sidik Bibir Laten

Bibir tanpa lipstik yang menyentuh benda lain dapat meninggalkan bekas pada benda yang disentuhnya namun, tidak dapat terlihat oleh kasat mata. Sidik bibir ini disebut sidik bibir laten. Ball menyatakan bahwa sidik bibir laten tersedia karena adanya kalenjar saliva minor dan kalenjar minyak yang banyak pada tepi bibir yang juga berhubungan dengan folikel rambut, kalenjar keringat, dan sekresi minyak.

Sekresi ini yang menjadi sidik bibir laten.24 Untuk membuktikan adanya sidik bibir tersebut maka harus digunakan bahan dan material lain seperti bubuk sidik jari dan lysocrome dye agar dapat menganalisis pola dan alur sidik bibir untuk proses identifikasi.20,25

2.6 Metode Pengambilan Sidik Bibir

Pemeriksaan dengan menggunakan sidik bibir sampai sekarang belum banyak dilakukan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kemungkinan sidik bibir merupakan lapangan studi yang baru dikembangkan dan juga belum adanya kesepakatan mengenai standar pencetakan sidik bibir antara satu peneliti dengan peneliti lainnya.

2.6.1 Metode Lipstik

Metode untuk pengambilan dan dokumentasi sidik bibir menggunakan lipstik dapat dilakukan dengan menggunakan dua teknik yaitu teknik single motion dan teknik Prabhu. Dalam teknik single motion dibutuhkan beberapa alat dan bahan antara lain, lipstik, selotip transparan, gunting, kertas putih polos, kaca pembesar dan

(36)

kertas tissue,12 sedangkan pada metode Prabu diperlukan alat dan bahan antara lain kertas putih, lipstik, glass plate, dan kaca pembesar.

Tahapan pengambilan dan dokumentasi sidik bibir dengan menggunakan metode lipstik dilakukan dengan cara lipstik dioleskan pada bibir subjek secara merata, kemudian selotip ditempelkan pada bibir yang telah diolesi lipstik, lalu ditekan secara perlahan, setelah itu selotip ditarik satu arah dari kanan ke kiri atau kiri ke kanan.12 Perbedaan antara teknik single motion dan teknik Prabhu terletak pada cara penempelan selotip ke bibir subjek, jika pada teknik single motion selotip ditempelkan searah dari arah kanan ke kiri atau sebaliknya, kemudian selotip dilepas searah, tetapi pada teknik Prabhu, selotip ditempelkan pada bibir bagian tengah kemudian selotip ditekankan pada bibir bagian kanan dan kiri.27

Gambar 4. Alat dan bahan pencetakan sidik bibir menggunakan metode lipstik 12

(37)

2.6.2 Metode Bahan Cetak

Metode untuk pengambilan dan dokumentasi sidik bibir menggunakan bahan cetak kedokteran gigi dapat menggunakan bahan cetak seperti alginat, dan elastomer (polyvinyl siloxane). Hasil cetakan sidik bibir dengan menggunakan alginat memberikan hasil yang cukup detail sehingga mudah dianalisa dan dapat bertahan lama. Dalam metode ini dibutuhkan alat dan bahan antara lain, rubber bowl, spatula, alginat, dan sendok cetak perorangan.12

Gambar 5. Teknik pencetakan sidik bibir metode lipstik 12

Gambar 6. Alat dan bahan pencetakan sidik bibir menggunakan bahan cetak alginet 12

(38)

Tahapan pencetakan sidik bibir dengan menggunakan alginat dilakukan dengan cara bibir pasien diolesi vaselin, kemudian adonan alginat diaduk dan dituangkan ke seluruh permukaan bibir, lalu ditekan dengan menggunakan sendok cetak perorangan yang telah disesuaikan dengan ukuran bibir subjek, setelah alginat agak mengeras sendok cetak diangkat, dan akhirnya didapatkan cetakan negatif dari sidik bibir, setelah itu cetakan tersebut diisi dengan menggunakan dental stone.12

Hasil cetakan sidik bibir dengan menggunakan elastomer (polyvinyl siloxane) sangat detail. Dalam metode ini dibutuhkan alat dan bahan antara lain rubber bowl, spatula, polyvinyl siloxane, sendok cetak perorangan, vaselin, dan applicating gun.12,26

Tahapan pencetakan sidik bibir dengan menggunakan polyvinyl siloxane dilakukan dengan cara bibir pasien diolesi vaselin, kemudian bahan light body dioleskan keseluruh permukaan bibir dengan menggunakan alat bantu applicating gun, lalu sendok cetak perorangan yang telah isi dengan menggunakan heavy body ditekankan ke bibir yang telah terolesi lightbody , kemudian ditunggu sampai 15-20 menit, setelah agak mengeras sendok cetak diangkat dan akhirnya didapatkan cetakan

Gambar 6. Teknik pencetakan sidik bibir mengunakan bahan cetak alginet 12

Teknik pencetakan sidik bibir dengan bahan cetak alginet 12

Gambar 7.

(39)

negatif sidik bibir, setelah itu cetakan tersebut diisi dengan menggunakan dental plaster.12

2.6.3 Metode Fotografi

Metode untuk pengambilan dan dokumentasi sidik bibir menggunakan fotografi dapat menggunakan foto konvensional maupun foto digital. Pemanfaatan foto digital lebih sering digunakan karena hasilnya dapat dilihat langsung sehingga pengambilan foto dapat diulang jika hasilnya kurang bagus. Selain itu, hasil foto dapat dilakukan perbaikan kualitas gambar.12

Alat dan bahan pencetakan sidik bibir dengan bahan cetak elastomer 12

Gambar 8.

Tenik pencetakan sidik bibir dengan bahan cetak elastomer 12

Gambar 9.

(40)

2.6.4 Metode Bubuk Sidik Jari

Sidik bibir dapat tertinggal pada sebuah benda yang tidak dapat terlihat oleh mata. Dalam kasus ini sidik bibir dapat divisualisasikan dengan menggunakan bantuan bahan bubuk sidik jari. Beberapa alat dan bahan yang dibutuhkan dalam metode ini adalah kuas, bubuk sidik jari atau bahan pewarna.24

Tahapan pengambilan sidik bibir dengan menggunakan bubuk sidik jari dilakukan dengan cara subjek diinstruksikan untuk menempelkan bibir ke sebuah kertas, kemudian kertas yang telah terdapat sidik bibir laten tersebut ditaburkan bubuk sidik jari, lalu diratakan dengan menggunakan kuas sampai terlihat sidik bibir yang menempel pada kertas tersebut.12

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengambilan Sidik Bibir

Untuk kepentingan identifikasi sidik bibir harus dapat ditampilkan dan didokumentasikan dengan baik sehingga mudah untuk dianalisis. Hasil dokumentasi dan analisis sidik bibir yang baik akan dapat menjadi alat bukti di persidangan. Dari beberapa metode pengambilan sidik bibir masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.

2.7.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Lipstik

Keunggulan dari metode lipstik adalah alat dan bahan yang digunakan sederhana, tidak mahal, mudah dan praktis dalam aplikasinya karena tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Kelemahan dari metode lipstik ini adalah belum terdapat standar warna baku dari lipstik yang digunakan dan tidak semua subjek mau diaplikasikan lipstik terutama laki-laki.12

2.7.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bahan Cetak

Keunggulan metode dengan menggunakan alginat adalah dapat menghasilkan cetakan tiga dimensi sehingga memudahkan proses analisis, hasil cetakan tahan lama, dan bahan alginate mudah didapatkan. Kelemahan dari metode dengan menggunakan bahan cetak alginate adalah, kurang praktis, waktu pencetakan yang lama, kurang

(41)

lebih 30 menit, dan tidak optimal jika subjek yang akan diambil sidik bibirnya banyak atau masal.12

Keunggulan metode dengan menggunakan elastomer (polyvinyl siloxane) adalah dapat menghasilkan cetakan tiga dimensi yang sangat akurat dan hasil cetakan tahan lama. Kelemahan dari metode ini adalah kurang praktis, biaya mahal, waktu pencetakan teralu lama, dan tidak optimal jika diaplikasikan pada subjek masal.12

2.7.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Fotografi

Dalam metode fotografi ini diperlukan keterampilan dari fotografer dan juga beberapa aspek dalam fotografi seperti cahaya, fokus, dan jarak. Metode ini direkomendasikan pertama kali oleh Tsuchihasi. Keunggulan dari metode ini adalah hasil dokumentasi sidik bibir tahan lama sehingga dapat digunakan untuk di kemudian hari, proses pengambilan yang praktis dan tidak membutuhkan waktu yang lama, serta dapat diaplikasikan pada subjek masal. Beberapa kelemahan dalam metode ini adalah masih belum adanya standar baku dari teknik fotografi, jika hasil foto kurang maksimal akan menyulitkan dalam proses analisa, alat dan bahan yang digunakan mahal.12

2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bubuk Sidik Jari

Keunggulan metode ini adalah dapat memperlihatkan sidik bibir laten sehingga dapat didokumentasikan dan dianalisis namun, kekurangan metode ini adalah bubuk sidik jari relatif mahal dan kurang praktis.12

2.8 Metode Pengamatan Sidik Bibir

2.8.1 Pengamatan Pola Sidik Bibir secara Keseluruhan

Metode ini pertama kali dilakukan oleh Tsuchihashi pada 22 orang laki-laki dan 42 orang perempuan yang tinggal di Yokohama, Jepang. Setelah dilakukan pengamatan yang lebih mendetail, terlihat bahwa pola sidik bibir bukanlah sebuah pola tunggal, tetapi gabungan dari beberapa pola. Untuk itu, Tsuchihashi

(42)

menyarankan agar pola sidik bibir dibagi menjadi empat kuadran terlebih dahulu sebelum diamati.28

2.8.2 Pengamatan Pola Sidik Bibir Setelah Dibagi Menjadi 4 Kuadran Pada metode ini dibuat garis horizontal untuk memisahkan bibir atas dan bibir bawah, selanjutnya dibuat garis vertikal pada median bibir untuk memisahkan belahan bibir sebelah kiri dan kanan. Kedua garis ini tegak lurus satu sama lain.

Dengan demikian, sidik bibir terbagi menjadi 4 kuadran. Penamaan kuadran-kuadran tersebut dimulai dari kuadran pertama, yaitu sebelah kanan atas, kuadran kedua pada sebelah kiri atas, kuadran ketiga sebelah kiri bawah, dan kuadran keempat sebelah kanan bawah.28

Terdapat dua metode pencatatan pola sidik bibir yang muncul pada masing- masing kuadran. Metode pertama mencatat semua pola yang muncul di tiap-tiap kuadran sehingga dalam satu kuadran didapatkan lebih dari datu pola sidik bibir.

Metode ini adalah metode yang disarankan Tsuchihashi untuk identifikasi individu yang spesifik. Selain itu, metode ini disarankan untuk pengamatan pola hereditas sidik bibir. Metode kedua mencatat pola dominan yang muncul ditiap-tiap kuadran.

Jadi, dalam satu kuadran terdapat satu pola sidik bibir dominan. Metode ini digunakan oleh beberapa peneliti untuk melihat hubungan antara sidik bibir dan jenis kelamin.28

2.9 Klasifikasi Sidik Bibir

Beberapa peneliti melakukan identifikasi dan mengklasifikasikan pola dan alur sidik bibir namun, belum ada kesepakatan mengenai pola dan alur sidik bibir yang digunakan sebagai acuan internasional. Bibir manusia memiliki sejumlah garis dan fisur pada permukaan luarnya yang membentuk suatu pola karakteristik yang disebut dengan sidik bibir. Titik acuan anatomis dari bibir meliputi chelion (titik paling lateral saat mulut dalam posisi terbuka), stomion (titik pertemuan antara bibir bawah dan bibir atas pada bidang mid-sagital), dan labrale superius serta labre

(43)

inferius (titik tertinggi dan terendah dari tepi bibir atas dan bibir bawah pada bidang mid-sagital).29

Berbagai faktor dapat memengaruhi perekaman daripada sidik bibir. Sidik bibir harus diperoleh dalam waktu 24 jam setelah waktu kematian untuk mencegah terjadinya kekeliruan dalam pengambilan data akibat perubahan postmortem pada bibir. Pola sidik bibir yang diambil bergantung dari posisi mulut. Bila mulut berada dalam keadaan tertutup, pola dan alur sidik bibir akan tampak lebih jelas. Adanya keabnormalan yang terdapat pada bibir seperti mukokel atau perubahan pasca operatif pada bibir dapat mempengaruhi pola sidik bibir yang tercetak. Demikian juga halnya dengan adanya debris atau cairan pada permukaan bibir, aplikasi pemulas bibir dalam lapisan yang tebal atau peregangan berlebihan dari selotip dapat merubah cetakan sidik bibir.

2.9.1 Klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi

Suzuki-Tsuchihashi mempertimbangkan 6 jenis pola sidik bibir yang berbeda.22 Klasifikasi ini paling banyak digunakan dalam penelitian-penelitian menggunakan sidik bibir, yaitu: 21

Type I : Alur yang jelas secara vertikal pada seluruh bagian bibir.

Type I‟ : Alur vertikal yang tidak pada seluruh bagian bibir.

Type II : Alur yang bercabang.

Type III : Alur yang saling menyilang.

Type IV : Alur yang membentuk kotak- kotak.

Type V : Alur yang tidak termasuk dalam tipe I-IV .

(44)

2.9.2 Klasifikasi Renaud

Renaud membagi bibir menjadi kanan dan kiri, dan setiap alur berdasarkan bentuknya memiliki penomoran, kemudian dilakukan formulasi dengan mendeskripsikan bagian bibir atas terlebih dahulu menggunakan huruf kapital untuk kanan (R), kiri (L), dan huruf kecil sesuai topologi alur kemudian bagian bibir bawah huruf keccil untuk kanan (r), kiri (l), dan huruf kapital untuk topologi alurnya. Dalam hal ini Renaud membagi pola tersebut menjadi 10 bagian, yaitu:30

a. Vertikal penuh b. Vertikal tidak penuh c. Bifurkasi lengkap d. Bifurkasi tidak lengkap e. Percabangan lengkap

f. Percabangan tidak lengkap g. Bentuk reticular

h. Bentuk X atau koma i. Horizontal

j. Bentuk lain (segitiga, elips) Gambar 10. Pola dan alur sidik bibir menurut Suzuki-

Tsuchihashi 5

(45)

2.9.3 Klasifikasi Martin Santos

Santos memberikan klasifikasi pola dan alur sidik bibir menjadi 2 bagian, yaitu:6

a. Sederhana apabila terdiri dari satu elemen topologi saja, seperti garis, kurva, sudut, sinusoid.

b. Majemuk apabila terdiri dari beberapa elemen topologi walaupun terdapat berbagai klasifikasi lain yang merupakan variasi dari klasifikasi utama yang ada namun, perbedaan yang ditunjukkan tidak signifikan.

Gambar 11. Pola dan alur sidik bibir berdasarkan klasifikasi Renaud 10

(46)

2.9.4 Klasifikasi Afcharbayat

Klasifikasi ini membagi pola dan alur sidik bibir menjadi 7 bagian, yaitu:6 A1 : Alur vertikal dan lurus meluas sepanjang bibir.

A2 : Alurnya seperti A1, tetapi tidak meluas sepanjang bibir.

B1 : Alur bercabang yang lurus.

B2 : Alur bercabang yang bersudut.

C : Alur yang bertemu disatu titik.

D : Alur reticular.

E : Alur dengan bentuk lain.

2.10 Ras dan Etnis

Coakley (2001) berpendapat bahwa ras menunjuk pada kelompok orang yang dipandang berbeda secara sosial karena mereka membagi sifat-sifat yang disalurkan secara genetik dipercaya menjadi penting oleh orang dengan kekuatan dan berpengaruh dalam masyarakat. Hal itu sejalan dengan yang diungkapan oleh Woods (2007) yang menyatakan bahwa istilah ras digunakan untuk sifat-sifat yang diturunkan secara genetik dari generasi ke generasi, sedangkan Maguire, et al (2002) menjelaskan bahwa ras juga digunakan ketika mendiskusikan prasangka dan diskriminasi. Para ilmuwan sosial menganggap istilah ras mempunyai makna yang sempit dan ini diaplikasikan sebagai rasisme. Ras digunakan untuk mengategorikan orang berdasarkan pada sifat-sifat dan karakteristik yang diturunkan secara genetik dari generasi ke generasi, sedangkan istilah rasisme digunakan pada pemahaman dalam berbagai permasalahan orang banyak yang menyangkut keunggulan suatu ras tertentu.31

Etnis berbeda dengan pengertian ras. Seperti yang diungkap oleh Coakley (2001) bahwa etnis mengacu pada warisan budaya dari kelompok tertentu. Maguire, et al. (2002) menjelaskan juga bahwa istilah etnis menjadi sebuah kata yang tepat untuk memandang orang dari berbagai asal-usul. Lebih lanjut diungkapkan pula bahwa etnis mungkin dipertimbangkan dalam istilah kelompok apapun yang

(47)

didefinisikan atau disusun oleh asal-usul budaya, agama, nasional atau beberapa kombinasi dari kategori-kategori tersebut. Pengertian-pengertian etnis membentuk pengertian kelompok etnis.31

Kelompok etnis merupakan sebuah kategori orang yang berbeda secara sosial karena mereka membagi sebuah jalan kehidupan dan komitmen pada segala sesuatu cita-cita, norma-norma, dan meteril yang terdapat pada jalan kehidupan itu. Greely dan McCready dalam Maguire, et al. (2002) berpendapat bahwa kelompok etnis adalah sebuah kolektivitas yang didasarkan pada dugaan asal-usul yang lazim dengan sebuah sifat menarik yang menandai mereka diluar atau yang tetap menanamkan mereka pada keanehan dengan populasi asli dalam kampung pedalaman.31

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka terdapat dua istilah yaitu etnis dan kelompok etnis. Etnis mengacu pada orang yang didasarkan pada asal-usul sebagai warisan budaya kelompok orang tertentu. Kelompok etnis merupakan suatu kelompok manusia yang memiliki jalan kehidupan dan memiliki sifat serta karakteritik yang menarik. 31

2.10.1 Latar Belakang Etnis Batak Toba

Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-tengah dari Utara ke Selatan. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan Daratan Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama Danau Toba yang menjadi pemukiman orang Batak.13

Untuk mengetahui sejak kapan manusia pertama sekali mendiami areal tanah dalam kehidupan masyarakat Batak Toba belum dapat ditentukan secara pasti.

Tonggak sejarah asal usul manusia etnis Batak Toba adalah dimulai dari kehidupan di Pusuk Buhit, dan manusia yang pertama berasal dari Pusuk Buhit tersebut dianggap sebagai nenek moyang bagi etnis Batak Toba. Kemudian dilanjutkan lagi dengan penyebaran etnis Batak Toba dari Pusuk Buhit ini menyebar keseluruh areal yang

(48)

menjadi kawasan kehidupan pertumbuhan individu-individu masyarakat Batak Toba.13

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dilaporkan bahwa jumlah terbanyak dan persentase terbesar penduduk menurut kelompok suku bangsa yang pertama adalah suku Jawa berjumlah 95.217.022 jiwa (40,22%), kemudian suku Sunda berjumlah 36.701.670 jiwa (15,5%), dan selanjutnya suku Batak berjumlah 8.466.969 jiwa (3,58%).14,15

(49)

2.11 Landasan Teori

Embriologi wajah diawali dengan perkembangan kepala dan leher. Gambaran paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah terbentuknya lengkung brankialis atau lengkung faring. Lengkung-lengkung ini tampak dalam perkembangan janin pada minggu ke-4 dan ke-5. Pada minggu ke-5 janin, tumbuh dua penonjolan maxillary prominence akan tumbuh kearah tengah dan menekan frontonasal prominence kearah midline. Penyatuan kedua penonjolan ini akan membentuk bibir.17 Bibir adalah dua lipatan tebal pada sekeliling rongga mulut yang dilapisi oleh kulit pada bagian luar dan mukosa pada bagian dalamnya.10 Bagian merah pada bibir disebut dengan vermillion zone, merupakan karakteristik khas yang dimiliki setiap individu. Perbatasan dari vermillion zone dan kulit disebut vermillion border.17

Sidik bibir adalah suatu pola dan alur yang khas berupa garis dan fisur yang ada di zona transisi bibir manusia antara mukosa labial pada bagian dalam serta kulit pada bagian luar, dan oleh Suzuki dinamakan “figura linearum labiorum rubrorum”.5 Cheiloscopy berasal dari kata cheilos yang berarti „bibir‟ dan e skopein yang berarti

„melihat‟ sehingga didefinisikan sebagai teknik identifikasi forensik dengan melihat pola dan alur pada permukaan mukosa bibir.3 Sidik bibir yang tertinggal pada suatu benda dan dapat terlihat disebut dengan sidik bibir tampak.24 Bibir tanpa lipstik yang menyentuh benda lain dapat meninggalkan bekas pada benda yang disentuhnya namun, tidak dapat terlihat oleh kasat mata. Sidik bibir ini disebut sidik bibir laten.27

Beberapa metode pengambilan sidik bibir diantaranya, yaitu metode lipstik, bahan cetak gigi, fotografi, dan bahan bubuk yang digunakan untuk identifikasi sidik jari. Metode lipstik dipilih penulis sebagai metode pengambilan sampel karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu alat dan bahan yang digunakan sederhana, tidak mahal serta mudah dan praktis dalam aplikasinya karena tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama.12 Pada metode ini dibuat garis horizontal untuk memisahkan bibir atas dan bibir bawah, selanjutnya dibuat garis vertikal pada median bibir untuk memisahkan belahan bibir sebelah kiri dan kanan. Kedua garis ini tegak lurus satu sama lain. Dengan demikian, sidik bibir terbagi menjadi 4 kuadran. Penamaan kuadran-kuadran tersebut dimulai dari kuadran pertama, yaitu sebelah kanan atas,

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan kepada subjek penelitian dan sudah mengerti serta bersedia untuk turut serta sebagai subjek penelitian, dalam penelitian atas nama

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan kepada subjek penelitian dan sudah mengerti serta bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian atas nama M Rifqy Halim yang

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan kepada subjek penelitian dan sudah mengerti serta bersedia untuk turut serta sebagai subjek penelitian, dalam penelitian atas nama

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan kepada subjek penelitian dan sudah mengerti serta bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian atas nama M Rifqy Halim yang

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan kepada subjek penelitian dan sudah mengerti serta bersedia untuk turut serta sebagai subjek penelitian, dalam penelitian atas nama

nama Joey Wong Joe yang berjudul “Sidik Bibir Sebagai Sarana dalam Identifikasi Forensik Etnis Tionghoa Malaysia di Medan” dan menyatakan tidak keberatan maupun melakukan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola sidik bibir berdasarkan klasifikasi Suzuki dan Tsuchihashi menurut kuadran, perbedaan pola sidik bibir dominan secara

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan kepada subjek penelitian dan sudah mengerti serta bersedia untuk turut serta sebagai subjek penelitian, dalam penelitian atas nama