• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola sidik bibir dominan menurut kuadran pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU berdasarkan klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi.

2. Mengetahui pola sidik bibir dominan seluruh kuadran pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU berdasarkan klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi.

3. Menganalisa perbedaan pola sidik bibir dominan menurut tipe pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU berdasarkan klasifikasi Suzuki-Tsuchihashi.

4. Mengetahui ukuran panjang dan lebar bibir pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU.

5. Menganalisa hubungan antara panjang bibir terhadap jumlah sidik bibir.

6. Menganalisa hubungan antara lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir.

1.3 Hipotesis

Ho : Tidak ada perbedaan pola sidik bibir dominan pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU.

Hα : Ada perbedaan pola sidik bibir dominan pada mahasiswa/i etnis Batak Toba di FKG USU.

Ho : Tidak ada hubungan antara panjang bibir terhadap jumlah sidik bibir.

Hα : Ada hubungan antara panjang terhadap jumlah sidik bibir.

Ho : Tidak ada hubungan antara lebar bibir terhadap jumlah sidik bibir.

Hα : Ada hubungan antara lebar terhadap jumlah sidik bibir.

1.4 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Mendapatkan data dan informasi mengenai pola sidik bibir pada laki-laki dan perempuan etnis Batak Toba .

2. Mendapatkan data dan informasi mengenai panjang dan lebar bibir pada etnis Batak Toba.

3. Sebagai preliminary study dalam membuka wawasan para peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pola sidik bibir.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Menghimbau pemerintah untuk memakai sidik bibir sebagai identitas personal layaknya sidik jari.

2. Menghimbau ahli-ahli forensik untuk menggunakan sidik bibir dalam mengidentifikasi.

3. Menghimbau tenaga-tenaga medis agar membuat sidik bibir dalam rekam medis.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah

Embriologi wajah diawali dengan perkembangan kepala dan leher. Gambaran paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah terbentuknya lengkung brankialis atau lengkung faring. Lengkung-lengkung ini tampak dalam perkembangan janin pada minggu ke-4 dan ke-5. Lengkung faring tidak ikut membentuk leher, tetapi memiliki peranan penting dalam pembentukan kepala. Pada akhir minggu ke-4, bagian tengah wajah dibentuk oleh stomodeum yang dikelilingi oleh lengkung faring pasangan pertama. Ketika janin berusia 41/2 minggu, maka dapat dikenali 5 buah tonjolan mesenkim, yaitu lengkung pertama terdiri atas satu bagian dorsal yang dikenal sebagai prominensia maksilaris, yang meluas dibawah daerah mata, dan satu bagian ventral, prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel. Pada perkembangan selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang, kecuali dua bagian kecil diujung dorsal dan masing-masing memebentuk inkus dan malleus. Mesenkim prominensia maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila, os zigomatikus, dan bagian os temporalis melalui penulangan membranosa. Mandibula juga terbentuk melalui penulangan membranosa jaringan mesenkim yang mengelilingi tulang rawan Meckel.16

Pada akhir minggu ke-4, mulai tampak tonjolan-tonjolan wajah yang terutama dibentuk oleh mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan terutama dibentuk oleh pasangan lengkung faring pertama. Tonjolan maksila dapat dikenali disebelah lateral stomodeum dan tonjolan mandibula disebelah kaudal stomodeum. Prominensia frontonasalis, yang dibentuk oleh proloferasi mesenkim disebelah ventral vesikel otak, merupakan tepi atas stomodeum. Di sisi kanan dan kiri prominensia frontonalis muncul penebalan-penebalan setempat dari ektoderm permukaan, yaitu plakoda nasal (olfaktorius ) yang berada di bawah pengaruh induksi bagian ventral otak depan.

Selama minggu ke-5, plakoda-plakoda hidung tersebut mengalami invaginasi

membentuk lobang hidung. Dalam hal ini, plakoda nasal membentuk suatu jaringan dengan permukaan tidak teratur yang mengelilingi masing-masing lubang dan membentuk tonjolan hidung. Tonjolan yang berada ditepi luar lubang adalah tonjolan hidung lateral dan yang berada ditepi dalam adalah tonjolan hidung medial.17

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wajah antara lain:18

a. Herediter

Kerusakan genetik mungkin akan tampak setelah lahir atau baru tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial serta perannya sebagai penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai bagian dari gen mana yang berperan dalam pemasakan muskulatur orofasial.

Gambar 1. Pertumbuhan dan perkembangan wajah.8

b. Nutrisi

Malnutrisi yang terjadi pada masa pertumbuhan akan mengalami kemunduran daripada pertumbuhannya. Selama anak dalam kandungan, ibu harus memperoleh cukup kalsium, fosfor, vit A, C, D untuk menjamin kebutuhan fetus akan zat-zat tersebut. Pengonsumsian zat-zat ini dengan pengawasan fungsi hormon yang seimbang merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan tulang.

c. Trauma

Trauma prenatal seperti lutut atau kaki dapat menekan muka sehingga menyebabkan asimetri pertumbuhan muka dan menghambat pertumbuhan mandibula.

Trauma postnatal seperti trauma pada persendian temporomandibularis menyebabkan fungsi dan pertumbuhan yang tidak seimbang sehingga terjadi asimetri dan disfungsi persendian.

d. Penyakit

Penyakit sistemik yang berlangsung lama dan berat dapat mempengaruhi pertumbuhan. Gangguan kalenjar endokrin yang ikut berperan pada pertumbuhan dapat menyebabkan kemunduran pada pertumbuhannya.Ketidakseimbangan kelenjar endokrin mempengaruhi metabolisme zat-zat yang ada dalam tubuh. Hiperfungsi atau hipofungsi kelenjar endokrin akan menyebabkan gangguan metabolik dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan perkembangan kraniodentofasial.

e. Pengaruh hormonal

Pertumbuhan manusia pada prinsipnya dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan yang dihasilkan kalenjar hipofisis. Pada masa pubertas hormon sex mulai aktif, maka hormon ini juga memengaruhi perkembangan wajah.

f. Kebiasaan buruk

Beberapa kebiasaan yang dapat merangsang pertumbuhan rahang secara normal misalnya gerakan bibir dan penguyahan yang fisiologis. Kebiasaan abnormal mempengaruhi pola pertumbuhan wajah yang akan mempengaruhi fungsi orofasial yang mempunyai pengaruh penting pada pertumbuhan kraniofasial dan fisiologi oklusal.

2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Bibir

Pertumbuhan dan perkembangan bibir terjadi pada minggu ke-6 dan ke-7.

Pada minggu ini tonjolan maksila terus bertambah besar ukurannya. Bersamaan dengan itu, tonjolan maksila ini tumbuh kearah medial sehingga mendesak tonjolan hidung ke medial kearah garis tengah. Selanjutnya, celah antara tonjolan hidung medial dan tonjolan maksila hilang sehingga keduanya bersatu. Oleh karena itu, bibir atas dibentuk oleh tonjolan hidung medial dan kedua tonjolan maksila tersebut.

Tonjolan hidung lateral tidak ikut dalam pembentukan bibir atas. Bibir bawah dan rahang bawah dibentuk dari tonjolan mandibula yang menyatu digaris tengah. 17

Pertumbuhan bibir atas pada awalnya lebih cepat dibandingkan dengan bibir bawah. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan maksila yang juga lebih cepat dibandingkan mandibula. Saat embrio berusia sekitar 7-8 minggu, mandibula masih terlihat kecil dan terletak lebih kebelakang dibandingkan maksila. Hal ini disebabkan karena kepala embrio masih menekuk kebawah sehingga mandibula belum bias tumbuh secara maksimal. Ketika embrio berusia 9 minggu, kepala sudah terangkat dan mandibula akantumbuh cepat untuk menyamakan posisinya dengan maksila.

Denganmikian posisi maksila dan mandibula akan sejajar begitu juga dengan bibir atas dan bibir bawah.

Laju pertumbuhan bibir sejalan dengan laju pertumbuhan wajah, dimana mencapai puncaknya sewaktu lahir dan akan mengalami penurunan dengan tajam dan mencapai laju minimalnya mencapai masa pubertas. Menurut penelitian yang telah dilakukan, pertumbuhan bibir akan melambat saat individu berusia 16 tahun hingga akhirnya berhenti dan stabil. Laju pertumbuhannya dua tahun lebih cepat pada anak perempuan di banding dengan anak laki – laki.

2.1.3 Anatomi Bibir

Bibir merupakan gabungan dari dua otot orbicularis oris pada sekeliling rongga mulut yang dilapisi oleh kulit pada bagian luar dan mukosa pada bagian dalamnya. Bagian luar dan dalam tersebut berbatasan pada zona transisi atau vermillion zone. Zona transisi ini memiliki warna merah karena banyak terdapat

pleksus pembuluh darah dibawahnya.7 Vermillion zone merupakan karakteristik khas yang dimiliki setiap individu. Perbatasan dari vermillion zone dan kulit disebut vermillion border.17 Menurut The American Join Committee of Cancer bibir merupakan bagian dari rongga mulut yang dimulai dari vermillion border dan meliputi seluruh vermillion zone.10 Bibir terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, vernillion, dan permukaan dalam mukosa.7

Cuspid bow adalah proyeksi ke bawah dari philtrum yang memberi bentuk bibir secara khas. Bagian tengah dari vermillion bibir atas lebih menonjol yang disebut dengan tuberkulum. Bibir bawah menunjukkan sedikit lekukan kedalam pada bagian tengahnya sesuai dengan tuberkulum. Bentuk bibir semakin menyimpit dari tengah bibir sampai ke sudut bibir.17

Inervasi sensoris bibir bagian atas berasal dari cabang saraf kranialis V, yaitu N. trigeminus dan N. infraorbitalis. Bibir bawah mendapat inervasi sensoris dari N.mentalis. Inervasi motorik bibir berasal dari saraf kranialis VII, yaitu N. facialis.

Pada ramus bukalis terdapat N. facialis yang menginervasi muscularis orbicularis oris dan musculus levator labii. Pada ramus mandibularis terdapat N. facialis yang menginervasi musculus orbicularis oris dan musculus depressor labii.10

Gambar 2. Vermillion Border 10

Otot bibir terdiri dari kelompok otot sfingter bibir dan otot dilator yang terdiri dari satu seri otot kecil yang menyebar keluar dari bibir. Fungsi otot sfingter bibir adalah untuk merapatkan bibir, sedangkan fungsi otot dilator bibir adalah untuk membuka bibir.10

2.1.4 Histologi Bibir

Permukaan bibir bagian luar adalah kulit dan permukaan dalamnya adalah mukosa labial. Diantara dua jaringan ini terdapat zona bibir yang bewarna merah disebut dengan vermillion zone. Bibir memiliki striated muscle pada bagian intinya yang merupakan bagian daripada otot ekspresi wajah. Vermillion zone memiliki dukungan kulit yang kurang. Kalenjar minyak dapat ditemukan khususnya pada daerah sudut mulut walaupun sangat jarang. Karena vermillion zone juga kurang dukungan kalenjar lendir maka dibutuhkan kelembaban dengan air liur oleh lidah untuk mencegah kekeringan pada bibir. Epitel daripada vermillion zone adalah epitel berkeratin yang tipis dan tranlusen. Jaringan ikat papila daripada lamina propria relatif panjang dan sempit, serta mengandung lubang-lubang keluaran pembuluh kapiler.17

Lapisan submukosa mengandung serat elastin yang berlanjut di sekitar otot rangka di tengah bibir dan di dalam lamina propria. Serat elastin ini mengikat erat membran mukosa sehingga mencegah terbentuknya lipatan mukosa yang dapat tergigit saat gigi geligi atas dan bawah berkontak.10 Warna merah yang pada vermillion zone didapat dari pembuluh darah yang dekat ke permukaan serta epitel diatasnya yang tipis dan translusen. Perbatasan antara vermillion zone dan mukosa labial disebut dengan intermediate zone. Daerah ini memiliki lapisan granular yang sedikit dan cenderung memiliki lapisan tebal daripada parakeratin. 17

2.1.5 Variasi Bibir

Pertumbuhan dan perkembangan biibr akan melambat pada usia 16 tahun hingga pada akhirnya berhenti dan stabil. Seiring pertumbuhan dan perkembangan

bibir akan mengalami perubahan-perubahan yang nantinya menjadi variasi bibir pada individu.

2.1.5.1 Variasi Ketebalan Bibir

Terdapat beberapa variasi pada bibir berdasarkan ketebalannya. Bibir yang tipis merupakan tipe variasi bibir pada ras Kaikasoid, dimana jarak daripada subnasal dan lapisan kulit bibir bawah biasanya besar. Bibir dengan tipe variasi medium memiliki ketebalan sekitar 8-10 milimeter pada vermillion zone nya. Variasi tipe medium ini yang paling banyak dijumpai dan sering terlihat pada ras Mongoloid.

Tipe variasi bibir tebal dan sangat tebal memiliki volume bibir yang besar dengan labial cord yang sangat mudah untuk diidentifikasi. Bibir yang tebal dan sangat tebal merupakan tipe variasi bibir pada ras Negroid.7,11

2.1.5.2 Variasi Panjang dan Lebar Bibir

Panjang total bibir diukur dari titik labial suferius (Ls) pada bibir atas dan labial inferius (Li) pada bibir bawah. Lebar bibir diukur dari titik cheilion (Ch) pada sudut bibir kanan dan sudut bibir kiri. Titik cheilion merupakan titik tengah pertemuan antara bibir atas dan bibir bawah. Untuk pengukuran bibir tersebut subjek diinstruksikan untuk rileks dan mengoklusikan gigi dengan posisi bibir dalam keadaan istirahat.Pengukuran ini dapat dilakukan menggunakan penggaris digital.

Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali sebagai aspek akurasi dan presisi.19

2.2 Identifikasi Kedokteran Gigi Forensik

Ilmu kedokteran gigi forensik merupakan cabang dari ilmu kedokteran forensik mengenai cara penanganan, pemeriksaan, dan evaluasi bukti-bukti melalui gigi dan rongga mulut serta pemaparan hasil-hasil untuk kepentingan peradilan. Pemeriksaan utama dari kegiatan kedokteran gigi forensik adalah pemeriksaan dan evaluasi terhadap gigi,rahang dan jaringan rongga mulut, pemeriksaan terhadap jejas untuk mengidentifikasi dugaan terhadap pelaku, pemeriksaan terhadap penemuan-penemuan yang terdapat pada rongga mulut atau bagian tubuh dengan maksud untuk identifikasi selanjutnya. Dalam proses identifikasi di kedokteran gigi forensik ada banyak teknik yang dapat digunakan, seperti identifikasi melalui cheilosccopy, pemeriksaan gigi, pemeriksaan DNA, bite mark, palatoscopy, dan banyak lainnya.1 Dalam ruang lingkupnya di kedokteran gigi forensik teknik-teknik identifikasi ini memiliki peran sebagai identifikasi personal dan investigasi kriminalitas.20

Gambar 3. Titik pengukuran bibir.19

2.2.1 Cheiloscopy/ Sidik Bibir

Cheiloscopy berasal dari kata cheilos yang berarti „bibir‟ dan e skopein yang berarti „melihat‟ sehingga didefinisikan sebagai teknik identifikasi forensik dengan melihat pola dan alur kerutan pada permukaan mukosa bibir.3 Sidik bibir adalah suatu pola dan alur yang khas berupa garis dan fisur yang ada di zona transisi bibir manusia ,yaitu antara mukosa labial pada bagian dalamnya dan kulit pada bagian luarnya menyebutnya “figura linearum labiorum rubrorum”. Sidik bibir sudah ada sejak kita lahir yang sampai saat ini belum diketahui dengan pasti kapan pembentukannya, namun ada yang berpendapat bahwa sidik bibir terbentuk pada minggu keenam kehidupan intrauterine dan sudah dapat diidentifikasi saat bayi berusia empat bulan.

Sejak saat itu polanya tidak berubah bahkan setelah kematian.4

2.2.2 Pemeriksaan Gigi Geligi

Dalam identifikasi kedokteran gigi forensik pemeriksaan dari gigi geligi memegang peran utama dalam mengidentifikasi individu terutama saat mengidentifikasi jenazah. Kerusaknya jenazah yang sangat parah membuat metode visual tidak dapat digunakan sehingga identifikasi melalui pemeriksaan gigi sangat penting karena gigi merupakan bagian yang tidak terurai pasca kematian dan bagian yang memiliki kekuatan yang cukup besar. Identifikasi tergantung pada ketersediaan, kecukupan dan keakuratan catatan gigi ante-mortem yang dapat dibandingkan dengan temuan gigi post-mortem. Selama pengumpulan pemeriksaan post-mortem gigi geligi yang ada sebagai informasi harus diperhatikan.4

2.2.3 Pemeriksaan DNA

Ilmu kedokteran gigi forensik telah mengembangkan teknik identifikasi dengan pemeriksaan DNA yang ditemukan pada pulpa, dentin, sementum, dan serat ligamen periodontal. Sumber lain dari pada DNA yang terdapat dalam rongga mulut adalah saliva dan hapusan mukosa. Penggunaan DNA sebagai sarana identifikasi sangat efektif. Banyak teknik yang melibatkan nuclear DNA tetapi teknik dengan mitochondrial DNA lebih banyak digunakan. Teknik ini dapat digunakan apabila

teknik dengan nuclear DNA tidak cukup. Pada dentin dan sementum banyak terdapat mitochondrial DNA.5

2.2.4 Bite Mark

Identifikasi dengan teknik bite mark dapat digunakan untuk menghubungkan tersangka dengan kejahatan. Mac Donald memberikan defenisi dari bite mark sebagai tanda yang dibuat oleh gigi manusia atau hewan di kulit orang yang hidup, mayat atau benda. Selain untuk mengidentifikasi tersangka, analisis tanda gigitan dalam penyelidikan forensik juga dapat menjelaskan jenis kekerasan dan waktu kejadiannya.

Hal ini dapat menunjukkan apakah gigitan itu dibuat sebelum kejadian atau setelah kejadian. Ada banyak kekurangan analisis tanda gigitan. Ukurannya mungkin menyusut dalam durasi waktu yang relatif singkat (10-20 menit) dan ini memerlukan pemeriksaan sedini mungkin. Tanda gigitan minimal mencakup empat sampai lima gigi untuk dianalisis.5

2.2.5 Palatoscopy

Palatoscopy adalah studi yang mempelajari palatal rugae untuk menentukan identitas seseorang. Palatoscopy pertama kali dikenalkan pada tahun 1932 oleh seorang peneliti berkebangsaan Spanyol bernama Trobo Hermosa. Palatal rugae adalah ridge yang tidak beraturan dan asimetris yang membentang dari papilla insisivus di sebelah lateral dan bagian anterior dari median palatal raphe . Palatal rugae terbentuk pada bulan ke 3 kehidupan intrauterine. Jumlah dan susunan rugae palatal pada manusia berbeda-beda yang merupakan ciri khas daripada manusia. Pola individual palatal rugae dan biaya pemanfaatannya yang rendah membuatnya menjadi alat pemandu yang andal dalam identifikasi forensik dan kepentingan klinisnya dapat ditemukan di bidang kedokteran gigi.20

2.3 Sejarah Sidik Bibir

Fischer (1902) merupakan antropolog pertama yang memperkenalkan tentang sidik bibir. Pada tahuan 1932, Edmond Locard, salah satu kriminolog terbaik di Perancis, ikut merekomendasikan sidik bibir untuk identifikasi personal dalam investigasi kriminalitas. Pada tahun 1950, Synder melaporkan dalam bukunya yang berjudul Homicide Investigation bahwa karakteristik dari sidik bibir sama khasnya dengan sidik jari yang dimiliki setiap individu. Poland (1966) tertarik menggunakan sidik bibir untuk memecahkan kasus pencurian. Suzuki (1967) membuat detail investigasi dengan menggunakan bibir yakni dengan melihat warna dan bentuk.

Selanjutnya Suzuki-Tsuchihashi (1970-1971) melakukan penelitian kepada 107 keluarga Jepang dengan melihat sulci labiorum yaitu celah atau fisur pada permukaan bibir.21

Mc Donell melakukan penelitian pada tahun 1972 terhadap anak kembar yang secara fisik sama dan tidak dapat dibedakan namun, memiliki sidik bibir yang berbeda. Cotton (1981) melaporkan dalam bukunya yang berjudul Outline of Forensic Dentistry bahwa cheiloscopy merupakan salah satu teknik yang spesial dalam mengidentifikasi personal. Di Polandia antara tahun1985-1987 pemeriksaan sidik bibir digunakan pada 85 kasus, yakni 65 kasus pencurian, 15 kasus pembunuhan,dan 5 kasus pemerkosaan dengan 34 kasus diantaranya berhasil dipecahkan menggunakan sidik bibir. Pada tahun 1990, Kasprazak melakukan penelitian kepada 1500 orang dalam jangka waktu 5 tahun mrnggunakan sidik bibir.

Vahanwala (2000) mempromosikan betapa pentingnya sidik bibir dalam mengidentifikasi personal. Oleh karena itu, dari seluruh penelitian terebut dapat disimpulkan bahwa sidik bibir dapat dijadikan alat bantu untuk mengidentifikasi individu.21

2.4 Karakteristik Sidik Bibir

Sidik bibir dianggap valid untuk identifikasi individu karena memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

a. Unik

Telah dilakukan penelitian bahwa pola dan alur sidik bibir setiap individu tidak akan pernah sama dengan individu lainnya kecuali pada kembar monozigot.4,6 Penelitian yang dilakukan pada empat kuadran bibir menunjukkan bahwa tidak ada individu yang memiliki pola dan alur sidik bibir tunggal pada bibirnya dan tidak ada dua atau lebih individu yang memiliki pola dan alur sidik bibir yang sama.Walaupun ada penelitian yang menyatakan bahwa pola dan alur yang dimiliki dua individu sama pada bagian yang sama juga tetapi terdapat spesifikasi pada letak, jumlah, dan pola cabang atau retikular setelah dibandingkan.23

b. Permanen

Pola dan alur sidik bibir tidak berubah sejak pembentukannya seiring pertumbuhan dan perkembangan individu. Telah terbukti bahwa karakteristik bibir di bagian mukosa dapat pulih sepenuhnya setelah mengalami perubahan patologis yang terkait dengan bibir, seperti bekas luka, herpes, dan lain-lain.6 Namun, sifat permanen dan kestabilan dari sidik bibir masih menjadi kontroversi. Untuk membuktikan cheiloscopy merupakan studi ilmu yang baru dan valid maka dilakukan penelitian dengan membandingkan sidik bibir selama tiga tahun pada individu yang sama dan didapati bahwa 89,6% dari pengamatan menunjukan pola dan alur yang identik.22 c. Terklasifikasi

Pola dan alur sidik bibir memiliki banyak klasifikasi sehingga memudahkan dalam proses identifikasi individu.6

2.5 Jenis Sidik Bibir

Dalam kasus criminal, ditemukannya sidik bibir pada suatu benda menunjukkan bahwa bibir seseorang telah menyentuh benda lain yang dapat dikaitkan dengan kemungkinan orang tersebut terkait dengan kasus kriminal.3

2.5.1 Sidik Bibir Tampak

Sidik bibir yang tertinggal pada suatu benda dan dapat terlihat disebut dengan sidik bibir tampak. Sidik bibir ini sering tertinggal jika bibir orang yang memakai lipstik menyentuh benda lain. Hal ini disebabkan lipstik mengandung beberapa komponen seperti minyak dan wax sehingga dapat terlihat secara kasat mata.24 Lipstik meninggalkan bekas tertentu pada objek ditandai oleh kepermanenannya dan persistensinya. Bekas lipstik ini dapat digunakan untuk investigasi bahkan setelah selang beberapa hari.23

2.5.2 Sidik Bibir Laten

Bibir tanpa lipstik yang menyentuh benda lain dapat meninggalkan bekas pada benda yang disentuhnya namun, tidak dapat terlihat oleh kasat mata. Sidik bibir ini disebut sidik bibir laten. Ball menyatakan bahwa sidik bibir laten tersedia karena adanya kalenjar saliva minor dan kalenjar minyak yang banyak pada tepi bibir yang juga berhubungan dengan folikel rambut, kalenjar keringat, dan sekresi minyak.

Sekresi ini yang menjadi sidik bibir laten.24 Untuk membuktikan adanya sidik bibir tersebut maka harus digunakan bahan dan material lain seperti bubuk sidik jari dan lysocrome dye agar dapat menganalisis pola dan alur sidik bibir untuk proses identifikasi.20,25

2.6 Metode Pengambilan Sidik Bibir

Pemeriksaan dengan menggunakan sidik bibir sampai sekarang belum banyak dilakukan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kemungkinan sidik bibir merupakan lapangan studi yang baru dikembangkan dan juga belum adanya kesepakatan mengenai standar pencetakan sidik bibir antara satu peneliti dengan peneliti lainnya.

2.6.1 Metode Lipstik

Metode untuk pengambilan dan dokumentasi sidik bibir menggunakan lipstik dapat dilakukan dengan menggunakan dua teknik yaitu teknik single motion dan teknik Prabhu. Dalam teknik single motion dibutuhkan beberapa alat dan bahan

Metode untuk pengambilan dan dokumentasi sidik bibir menggunakan lipstik dapat dilakukan dengan menggunakan dua teknik yaitu teknik single motion dan teknik Prabhu. Dalam teknik single motion dibutuhkan beberapa alat dan bahan