• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Menonton Dengan Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Remaja di Pedesaan

Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Remaja dan Lama Menonton

Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Remaja

Lama Menonton Memiliki Usaha Sendiri Banyak Harta Terkenal Bahagia Lahir Batin Keluarga Harmonis Bisa Berangkat Haji n % n % n % n % n % n % <1 Jam 17 47,22 8 32 3 17,65 10 76,92 4 80 2 66,67 1-2 jam 19 52,78 12 48 1 5,88 3 23,08 0 0 1 33,33 2-3 Jam 0 0 5 20 2 11,76 0 0 0 0 0 0 > 3 Jam 0 0 0 0 11 64,71 0 0 1 20 0 0 Total 36 100 25 100 17 100 13 100 5 100 3 100

Hubungan perilaku menonton dengan representasi sosial kesuksesan hidup remaja di pedesaan dapat dilihat di Tabel 20. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson Chi Square dengan mengunakan SPSS 22. dinyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara perilaku menonton dengan representasi sosial kesuksesan hidup remaja di pedesaan karena nilai koefisiennya lebih kecil dari α=0,05, berarti dapat dikatakan

bahwa terdapat hubungan antara lamanya menonton dengan representasi sosial kesuksesan hidup remaja di pedesaan. Remaja yang menonton tayangan infotainment kurang dari 1 jam per hari mengatakan bahwa kesuksesan hidup adalah apabila mereka merasa bahagia lahir dan batin, yang menonton 1 jam hingga 2 jam per hari mengatakan bahwa kesuksesan hidup adalah apabila punya usaha sendiri, sedangkan remaja yang menonton tayangan infotainment 2 jam hingga 3 jam mengatakan bahwa kesuksesan hidup adalah apabila banyak harta, dan remaja yang menonton tayangan infotainment lebih dari 3 jam mengatakan bahwa kesuksesan hidup adalah apabila terkenal. Ini menunjukkan bahwa walaupun remaja di pedesaan menonton tayangan infotainment akan tetapi terdapat perbedaan representasi sosial mengenai kesuksesan hidup bagi selebritis dan representasi sosial kesuksesan hidup bagi diri remaja itu sendiri.

Representasi sosial kesuksesan hidup selebritis bagi remaja di pedesaan yaitu terkenal, kaya dan pintar sedangkan representasi sosial kesuksesan hidup bagi remaja itu sendiri ialah apabila mereka merasa sudah bahagia lahir batin, mempunyai usaha sendiri, banyak harta, dan terkenal

Diduga menonton televisi beberapa jam sehari bisa mempengaruhi apa yang kita pikirkan, apa yang kita percayai serta apa yang kita hargai berkenaan dengan hal-hal tertentu. Analisa atau teori Kultivasi dari Gerbner menyebutkan bahwa televisi merupakan media unik dengan karakter TV yang bersifat pervasive, accessible, dan coherent, semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk menonton televisi, semakin kuat kecenderungan orang menyamakan realitas televisi dengan realitas sosial. Selanjutnya, Gerbner mengelompokkan penonton menjadi 2 kategori, yaitu light viewers (penonton ringan) cenderung menggunakan jenis media dan sumber informasi yang lebih bervariasi, menonton rata-rata dua jam perhari atau kurang dan hanya tayangan tertentu. Sementara, kategori kedua yaitu heavy viewers (penonton berat cenderung mengandalkan televisi sebagai sumber informasi mereka, menonton rata-rata 4 jam perhari atau lebih dan tidak hanya tayangan tertentu (Infate dalam Mediator 2007). Dalam teori kultivasi disebutkan bahwa remaja meniru apa yang dilihatnya, baik dalam keseharian maupun dalam media massa. Medialah yang telah membentuk sebagian dari kepribadian. Jika media televisi secara gamblang menyajikan adegan-adegan visual dalam program untuk remaja, maka dari situlah pada mulanya remaja melakukan proses peniruan.

Penelitian mengenai lama menonton dengan perilaku khas yang ditimbulkan pernah dilakukan oleh Riza Hernawati dan Maya Amalia Oesman Palapah. Dalam jurnal nya yang berjudul “Pola Konsumsi Remaja Dalam Menonton Televisi” dituliskan bahwa remaja yang menonton televisi kurang lebih hanya 1 jam setiap hari mempunyai perilaku khas seperti remaja cenderung lebih bisa membedakan proses manipulatif yang dilakukan televisi, pada kondisi remaja ini masih menyukai permainan anak-anak zaman dulu seperti sondah dan domikado. Sedangkan remaja yang menonton televisi lebih dari 4 jam setiap hari mempunyai perilaku khas cenderung tidak bisa membedakan mana tayangan yang manipulatif ataupun tayangan yang sebenarnya terjadi di dunia nyata, lebih dewasa dibandingkan umurnya, sudah mengenal “percintaan”, selalu ingin menjadi pribadi yang tampil sempurna dalam penampilan harus matching dari baju sampai asesoris yang digunakan, suka berbicara kasar meniru bahasa pembawa acara yang ditontonnya, lebih penakut dan malas.

Penelitian mengenai pengaruh media televisi juga pernah dilakukan oleh Redatin Parwadi, dalam jurnal nya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Media Televisi Terhadap Penyimpangan Nilai dan Perilaku Remaja (Kekerasan, Seks dan Konsumtif di Kota Yogyakarta) menyebutkan bahwa Persaingan yang terjadi antar televisi swasta mengakibatkan banyaknya produksi tayangan hiburan untuk menarik perhatian pemirsa. Namun persaingan tersebut semakin lama memunculkan tayangan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di Indonesia seperti adegan seks, dendam, dan kekerasan. Oleh sebab itu banyak kekhawatiran muncul akan dampak yang dihasilkan oleh tayangan-tayangan tersebut terhadap pemirsa usia muda. Disamping itu, semakin sibuknya orangtua sehingga tidak bisa mengawasi anak-anak atau remaja saat menonton televisi. Namun, walaupun didampingi orang tua bukan tidak mungkin tayangan- tayangan tersebut berpengaruh kepada anak-anak sehingga mereka terbiasa dengan hal- hal negatif yang ditayangkan di televisi seperti contohnya kekerasan.

Menurut hasil penelitian Parwadi, hipotesis pertama yaitu penggunaan media mempunyai kontribusi atau pengaruh terhadap terjadinya penyimpangan nilai dan perilaku dapat terbukti secara empiris. Parwadi menemukan bahwa melalui penggunaan media, terjadi penyimpangan perilaku yang dilakukan di Kota Yogyakarta yaitu remaja cenderung lebih permisif, berani dan tidak sungkan-sungkan lagi melakukan hal-hal yang dianggap tabu atau dilarang agama maupun masyarakat. Pada penelitian Parwadi ditemukan bahwa penyimpangan yang disebabkan oleh penggunaan media sebagian besar adalah masyarakat yang berusia 14-22 tahun (73,87%) dan sering menonton acara-acara yang berbau seks (76,13%), kekerasan (62,40%) dan iklan (66,93%). Selanjutnya, hasil uji dari hipotesis kedua yaitu faktor pendidikan, gaya hidup konsumtif, lingkungan keluarga, dan ketaatan beragama ikut menentukan besarnya pengaruh penggunaan televisi terhadap penyimpangan nilai dan perilaku juga terbukti secara signifikan. Dalam pengujian hipotesis ini, variabel yang paling berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan nilai dan perilaku adalah variabel lingkungan keluarga dan ketaatan beragama. Menurut hasil pengujian kedua variabel tersebut, penyimpangan nilai dan perilaku cenderung terjadi pada remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga dan ketaatan agama yang kurang baik. Ketaatan beragama mempunyai peran yang sangat penting bagi remaja sehingga dapat menjaga remaja dari kepungan sikap dan perilaku permisif dan agresif.

Penelitian lain mengenai dampak program televisi pada remaja juga pernah dilakukan oleh Pandiya. Dalam jurnal nya yang berjudul “Dampak Negatif Program Televisi pada Remaja Kota Semarang” dituliskan bahwa media televisi yang sudah berkembang di Indonesia telah mempengaruhi kebiasaan masyarakat. Berbagai macam program televisi yang ditawarkan oleh perusahaan penyiaran banyak menarik perhatian sehingga masyarakat cenderung ketergantungan atau kecanduan dengan program- program yang ditayangkan. Namun tidak semua program-program yang ditayangkan memberikan efek positif pada masyarakat. Program-program yang ditayangkan tersebut ditayangkan untuk berbagai kalangan, tak terkecuali remaja. Oleh karena itu, remaja pun tidak luput dari dampak negatif dari program televisi.

Hasil dari penelitian ini adalah program televisi favorit dari remaja di Kota Semarang yaitu liputan olahraga (21,7%), film luar negeri/film asing (15,8%), petualangan (8,3%) dan lainnya (40%). Motif remaja pada penelitian ini dalam menonton televisi adalah untuk pemenuhan kebutuhan hiburan (37%) , kebutuhan akan informasi (28,3%), kebutuhan akan ilmu pengetahuan (27,5%), pengalaman baru (9,2%), kebutuhan akan materi (3,3%), mengisi waktu luang (0,8%) dan lain-lain (0,1%). Dampak negatif yang ditemui pada penelitian ini adalah radiasi (24,2%), kecanduan (21,7%), pornografi dan pornoaksi (13,3%). Kiat yang dilakukan untuk menghindari dampak negatif program televisi yang paling banyak digunakan responden adalah memindahkan saluran televisi (36,7%), menonton bersama orang tua (30%) dan pembatasan waktu menonton televisi (19,2%). Dalam penelitian ini, responden sebagian besar tidak mempunyai waktu menonton televisi yang pasti, namun 39 orang responden atau sebesar 32,5 persen dari responden yang memakai waktu malam hari untuk menonton televisi. Durasi yang paling banyak digunakan responden untuk menonton televisi adalah 1-4 jam perhari (18,3%). Meskipun begitu, terdapat pula 14 orang responden yaitu 11,7 persen dari responden yang durasi menonton televisinya sebanyak 5-8 jam perhari.

Perbedaan Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Selebritis Dengan