• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku Menonton Infotainment terhadap Representasi Sosial tentang Kesuksesan Hidup dan Pemilihan Pekerjaan oleh Remaja Pedesaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perilaku Menonton Infotainment terhadap Representasi Sosial tentang Kesuksesan Hidup dan Pemilihan Pekerjaan oleh Remaja Pedesaan"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

HERFIZA NOVIANTI

Pengaruh Perilaku Menonton

Infotainment

terhadap

Representasi Sosial tentang Kesuksesan Hidup dan

Pemilihan Pekerjaan oleh Remaja Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Penguji Luar Pada Ujian Tesis:

(3)

Judul Tesis : Pengaruh Perilaku Menonton Infotainment terhadap Representasi Sosial tentang Kesuksesan Hidup dan Pemilihan Pekerjaan oleh Remaja Pedesaan

Nama : Herfiza Novianti NIM : I352120151

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Nurmala K Pandjaitan, MS, DEA Ketua

Dr. Krishnarini Matindas, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr. Ir. Djuara P Lubis, MS

a.n. Dekan Sekolah Pascasarjana Sekretaris Program Magister

Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc.

(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Maret hingga April 2014 ini adalah media massa dan representasi sosial, dengan judul Pengaruh Perilaku Menonton Infotainment terhadap Representasi Sosial tentang Kesuksesan Hidup dan Pemilihan Pekerjaan oleh Remaja Pedesaan.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nurmala K. Pandjaitan MS, DEA dan Ibu Dr. Krishnarini Matindas, MS selaku komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Djuara P Lubis, MS selaku ketua program studi, atas arahan dan bimbingannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Endang beserta keluarga besar yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami, anak-anak dan juga kedua orang tua serta keluarga besar atas segala dukungan yang diberikan kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Media Massa 7

Televisi 11

Remaja 18

Representasi Sosial 23

Kesuksesan Hidup 26

Penelitian Terdahulu 27

Kerangka Pemikiran 29

Hipotesis Penelitian 30

Defenisi Operasional 30

METODE 37

Lokasi dan Waktu Penelitian 37

Metode Pengumpulan Data 38

Metode Analisis Data 39

HASIL DAN PEMBAHASAN 40

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 40

Gambaran Umum Responden 41

Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Selebritis Bagi Remaja di Pedesaan 49 Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Bagi Remaja di Pedesaan 55 Hubungan Perilaku Menonton Dengan Representasi Sosial Kesuksesan

Hidup Selebritis 58

Hubungan Perilaku Menonton Dengan Representasi Sosial Kesuksesan

Hidup Remaja di Pedesaan 61

(6)

Dengan Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Remaja di Pedesaan 64 Hubungan Representasi Sosial Kesuksesan Remaja di Pedesaan

Dengan Pemilihan Pekerjaan Oleh Remaja di Pedesaan 66

SIMPULAN DAN SARAN 69

LAMPIRAN 67

(7)

DAFTAR TABEL

1. Program Acara & Jam tayang infotainment 16

2. Defenisi Operasional 30

3. Jumlah & Persentase karakteristik Responden 41 4. Jumlah & Persentase karakteristik Orang tua responden 42 5. Jumlah & Persentase Waktu Nonton Infotainment 43 6. Jenis stasiun tv dan program tayangan infotainment 45 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Topik Tayangan

Infotainment 47

8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Motivasi Menonton

Tayangan Infotainment 47

9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Interaksi Responden 48 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Terpaan Media Lain 48 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Sukses

Selebritis 50

12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Dampak Kesuksesan

Selebritis 51

13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Selebritis

Kehilangan Kesuksesan 51

14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan yang Bisa Ditiru 51 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kesulitan 52 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keinginan Menjadi

Selebritis dampak sukses selebritis 53

17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan ingin jadi seleb 55 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan faktor sukses remaja 56 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pernyataan Remaja

Tentang Kesuksesan 56

20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pernyataan Remaja

Tentang Faktor Kesuksesan 57

21. Representasi sosial sukses remaja dengan lama menonton 59 22. Perbedaan representasi sosial sukses selebritis dengen sukses remaja 61 23. Pekerjaan Saat Ini dengan yang diinginkan 64

24. Pilihan daerah tujuan migrasi 66

DAFTAR GAMBAR

1. Perkembangan penonton program infotainment 16

2. Kerangka Pemikiran 29

3. Teknik Pengolahan Data Repsos 40

4. Foto Lokasi Penelitian 40

5. Gambar Hasil anyaman bambu 43

6. Perilaku responden menoton berdasarkan durasi per hari 44

7. Logo RCTI 44

8. Foto pembawa acar GO Spot dan insert trans tv 46

(8)

10. Gambar foto selebritis sukses 49 11. Gambar foto selebritis sukses walau tidak tampan 50

12. Jumlah dan persentase sukses remaja 55

13. Gambar logo acara musik 60

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner penelitian 77

2. Presentase Penduduk Daerah Perkotaan per Provinsi,

2000-2025 (http://www.datastatistik-indonesia.com) 86 3. Sensus penduduk pada tahun 1971, 1980, 1990,

2000. ((http://www.datastatistik-indonesia.com) 87 4. Data migrasi penduduk menurut wilayah pedesaan dengan status

(9)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Media massa sebagai sarana untuk menyampaikan informasi kepada khalayak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dewasa ini, masyarakat diterpa beragam media massa untuk memperoleh beragam informasi. Morisson (2013) menyatakan media massa memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai skala, mulai dari skala terbatas hingga dapat mencapai dan melibatkan siapa saja dalam masyarakat dalam skala yang luas. Istilah media massa mengacu kepada sejumlah media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu tetap digunakan hingga saat ini seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi dan internet. McQuail (2000) menyatakan media massa memiliki sifat atau karakteristik yang mampu menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas, menjadikan media massa memiliki kekuatan yang kehadirannya sangat diperhitungkan. Peran media massa yang besar menyebabkan media massa telah menjadi universality of reach, bersifat publik dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di media massa. Morisson (2013) menyebutkan karakter media tersebut memberikan konsekuensi bagi kehidupan politik dan budaya masyarakat kontemporer dewasa ini.

Karakter media yang mampu menjangkau massa dalam jumlah yang besar dan luas, menjadikan media massa memiliki kekuatan yang kehadirannya sangat diperhitungkan. Salah satu media massa yang menjadi perhatian penting masyarakat sejak kemunculannya pertama kali adalah media televisi (TV). Setiap hari masyarakat diterpa oleh berbagai macam informasi yang disampaikan melalui televisi. Merujuk pada hasil survei tentang ‘Indikator TIK Indonesia’ menyatakan bahwa tingkat kepemilikan radio hanya berkisar 55,52 persen sedangkan televisi dimiliki oleh 95,56 persen masyarakat Indonesia (Kominfo 2011). Minat yang tinggi terhadap tontonan yang disajikan media televisi dikarenakan televisi mampu menyentuh kepentingan dan kebutuhan masyarakat melalui tayangan-tayangannya. Televisi mampu memberikan pengaruh peran dalam pemaknaan pesan, penyampaian informasi, fakta maupun budaya masyarakat dari penyampai berita kepada masyarakat. Informasi yang seakan tak terbatas, disampaikan dan dirangkum sedemikian rupa oleh media televisi tidak hanya dari berbagai program yang ditawarkan, namun juga dari berbagai iklan yang merepresentasikan berbagai peristiwa dan fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Keanekaragaman isi pesan yang disampaikan melalui media televisi akan diinterpretasikan secara berbeda pula oleh masyarakat. Bersamaan dengan jalannya proses penerimaan isi pesan media televisi oleh masyarakat, dampak yang ditimbulkan juga akan beranekaragam. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tingkat pemahaman, informasi dan kebutuhan masyarakat terhadap isi pesan media televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi, termasuk di dalamnya pola menonton yang dilakukan oleh khalayak (Storey 2007).

(10)

mengandung bias serta cenderung memberikan pemahaman yang keliru mengenai produk yang sebenarnya. Televisi juga merupakan media massa yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia bila dibandingkan dengan media massa lainnya. Sebagai salah satu primadona media, televisi memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Kehadirannya secara langsung maupun secara tidak langsung memberikan pengaruh bagi perilaku dan pola pikir masyarakat. Televisi memiliki kemampuan yang dapat membius, membohongi, dan melarikan masyarakat pemirsanya dari kenyataan-kenyataan kehidupan sekelilingnya (Wiryono 2006).

Stasiun televisi memanjakan penonton dengan cara menyajikan tayangan-tayangan yang sesuai dengan selera penonton. Tayangan-tayangan-tayangan tersebut semakin beraneka ragam dengan kemasan yang menghibur, antara lain: program berita, talk show, reality show, dokumenter, film, sinetron, acara musik, olah raga, politik dan sebagainya. Salah satu tayangan televisi yang diminati oleh masyarakat Indonesia adalah sinetron. Hal ini dibuktikan dari peringkat rating sinetron yang relatif tidak terkalahkan jika dibandingkan dengan program televisi lainnya. Kisah dalam sinetron berisi intrik dan konflik dalam bentuk drama kehidupan yang mampu menggugah penontonnya. Sinetron sebagian besar menayangkan tema berbentuk kekerasan, kehidupan yang glamor, mistis, pergaulan remaja yang kurang baik, seperti hamil di luar nikah, sekolah yang dijadikan lokasi perkelahian, penjualan narkoba, pergaulan bebas, melawan orangtua dansebagainya. Astuti dan Nina (2007) menyampaikan bahwa bentuk kekerasan yang ditayangkan dalam sinetron 41,05 persen adalah kekerasan psikologis, 25,14 persen kekerasan fisik dan 10,97 persen, kekerasan relasional. Mengenai pelaku kekerasan cenderung diperankan oleh laki-laki dan korban kekerasan adalah kaum perempuan dan korban kekerasan psikologis terbanyak dalam sinetron adalah perempuan mencapai 39 persen. Usia pelaku kekerasan dan korban kekerasan diperankan remaja, masing-masing 51 persen dan 65 persen. Hasil diatas menunjukkan tayangan televisi belum mampu mencerdaskan khalayaknya bahkan berdampak negatif bagi penontonnya. Kondisi ini diperparah oleh rendahnya kemampuan masyarakat dalam memilih tontonan berkualitas yang ditayangkan oleh televisi. Lembaga Survey Nielsen Indonesia memaparkan bahwa televisi menjadi media pilihan utama bagi sebagian besar pendudukIndonesia, dan sebanyak 95 persen rumah tangga kelas menengah punya televisi. Survey tersebut juga menunjukkan bahwa jenis program televisi terbanyak di konsumsi pemirsa adalah program informasi, yang salah satunya adalah program infotainment (Susanto 2012).

(11)

yang sama. Implikasinya, satu liputan dapat muncul di beberapa acara dan beberapa waktu yang berbeda. Ibarat menjual satu barang berkali-kali (Budiasih 2004).

Berdasarkan catatan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP) frekuensi penayangan program infotainment di stasiun televisi swasta nasional dalam lima tahun terakhir menunjukkan frekuensi penayangan yang terus bertambah (Nugroho 2005). Tahun 2002, tercatat frekuensi tayangan sebanyak 24 episode infotainment setiap minggu. Atau tiga episode per hari yang ditayangkan 10 stasiun televisi tersebut. Tahun 2003 jumlah itu melonjak menjadi empat kali lipat atau naik 300 persen atau menjadi 101 episode setiap minggu (14 episode per hari). Tahun 2004 frekuensi pun kian bertambah menjadi 151 episode per minggu (22 episode per hari). Sedangkan tahun 2005 penayangan infotainment melonjak lagi menjadi 180 episode per minggu (26 episode per hari). Penelitian yang dilakukan oleh Agus Maladi Irianto pada tahun 2007 jumlah program acara infotainment yang ditayangkan dalam sehari rata-rata lebih dari 15 jam atau dalam satu minggu lebih dari 210 episode program acara infotainment yang ditayangkan. Bahkan, selama penelitian ini dilakukan, tercatat jumlah program acara infotainment sebanyak 24 tayangan infotainment per hari dari 11 stasiun televisi. Dengan bertambahnya frekuensi penayangan tersebut, kian menyuburkan program tayangan infotainment bahkan setiap stasiun televisi (swasta) dalam setiap harinya telah menayangkan lebih dari satu nama program tayangan infotainment.

Teori kultivasi berasal dari kata cultivation, yang berarti penguatan, pengembangan. Teori Kultivasi merupakan terpaan media televisi yang mampu memperkuat persepsi khalayak terhadap realitas sosial. Dengan kata lain, televisi dengan segala pesan dan gambar yang disajikan merupakan proses atau upaya untuk menanamkan cara pandang yang sama terhadap realitas dunia kepada khalayak. Televisi dipercaya sebagai instrumen atau agen yang mampu menjadikan masyarakat dan budaya bersifat homogen (homogenizing agent) sehingga media televisi mampu mempengaruhi bahkan meyakinkan penonton masing-masing. Para pecandu televisi ini akan memiliki kecenderungan sikap yang sama satu sama lain (Morissan 2005). Hal ini tampak pada hipotesis dasar analisis kultivasi, yaitu semakin banyak waktu seseorang dihabiskan untuk menonton TV, maka semakin seseorang menganggap bahwa realitas sosial sama dengan yang digambarkan di TV. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan George Gerbner beserta para koleganya di Annenberg School of Communication di Universitas of Pennsylvania. Penelitian kultivasi yang dilakukannya itu lebih menekankan pada ‘dampak’ (Giles 2003).

(12)

kesenangan, hidup mewah berfoya-foya, hidup tanpa batas yang semuanya hanya demi kepuasan hawa nafsu, tanpa menghiraukan akibat buruk di belakang hari, dan tanpa mengindahkan larangan agama.

Fase remaja merupakan fase peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik (Sarwono 2007). Tidak jarang fase remaja diidentikan dengan, salah satunya adalah kerentanan kepribadian. Sistem sosial pergaulan remaja memiliki norma dan nilai tersendiri. Hal ini menyebabkan remaja cenderung memiliki kecemasan, ketakutan dan kegelisahan akan tidak diterima oleh orang lain.

Infotainment yang menayangkan kehidupan mewah selebriti memberikan dorongan kepada remaja untuk melakukan hal yang sama, seperti yang ditulis pada bahwa mereka ingin meniru tingkah laku idolanya, gaya hidupnya, mode pakaiannya, dan segala hal tentang idolanya. Terkadang karena kemampuan ekonomi yang tidak mencukupi mendorong remaja-remaja tersebut mencari jalan pintas untuk memuaskan fantasi kesenangannya yang ditiru dari selebriti idolanya. Hal ini mengakibatkan mereka dapat terjerumus pada hal-hal yang negatif seperti rela menjual diri, atau menjadi pengedar narkoba. Melalui infotainment, audiens melihat bahwa indikator kesuksesan hidup adalah adalah kemapanan ekonomi. Dengan perkataan lain, kemapanan ekonomi adalah representasi dari kesuksesan hidup.

Abric (1976) mengatakan representasi sosial merupakan suatu mekanisme yang membentuk pola berpikir dan membicarakan tentang obyek maupun kejadian. Representasi sosial tentang kesuksesan hidup pada remaja serta representasi sosial remaja dalam memilih pekerjaan yang mereka inginkan maka kita harus mengetahui representasi sosial mereka terutama centralcore mengenai kesuksesan. Ketika ada perubahan pada central core maka hal itu akan berdampak pada representasi sosial secara keseluruhan.

(13)

mengingat adanya Undang-Undang Penyiaran pasal 4 yang menyebutkan bahwa penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta pasal 5 yang menyebutkan bahwa penyiaran diarahkan diantaranya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab. Dalam rangka mencapai hal tersebut maka televisi sebagai sarana komunikasi massa seharusnya tidak berdampak negatif bagi pemirsanya.

Grafik urbanisasi warga Kabupaten Sukabumi diprediksi terus meningkat. Dari catatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Sukabumi, jumlah penduduk yang keluar lebih banyak dibanding pendatang. Menurut laporan yang ada, penyebab banyaknya penduduk Sukabumi keluar daerah dan berpindah domisili ke kota, lantaran faktor lapangan pekerjaan semakin menyempit. Selama periode 2012 ini, jumlah penduduk Sukabumi hendak berpindah mencapai rata-rata 300 orang per bulan, atau sekitar 3600 orang per tahun. Sedang jumlah pendatang yang tercatat rata-rata sekitar 200 orang per bulan atau sekitar 2400 orang per tahun. (www.radarsukabumi.com)

Data yang didapat dari www.sukabumi.bps.go.id, berdasarkan hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Sukabumi mengalami penurunan sebanyak 63.064 rumah tangga dari 354.800 rumah tangga pada tahun 2003 menjadi 291.754 rumah tangga pada tahun 2013, yang berarti menurun sebesar 1,77 persen per tahun. Penurunan terbesar terjadi di Kecamatan Cisaat dan penurunan terendah terjadi di Kecamatan Cibitung, yaitu masing-masing sebesar 57,73 persen selama sepuluh tahun.

Gambaran remaja terhadap kesuksesan hidup dan terpaan tayangan infotainment serta faktor-faktor lain dapat mempengaruhi pandangan mereka mengenai kesuksesan hidup akan membentuk representasi sosial mereka terhadap kesuksesan dan kecenderungan dalam memilih pekerjaan yang diinginkan. Diduga apa yang ditayangkan infotainment mempengaruhi representasi sosial tentang kesuksesan hidup remaja pedesaan ini. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana perilaku remaja dalam menonton infotainment dan bagaimana remaja merepresentasikan kesuksesan hidup.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penelitian ini perlu dilakukan dengan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perilaku menonton infotainment remaja di pedesaan?

2. Bagaimana representasi sosial remaja di pedesaan tentang kesuksesan hidup selebritis dengan representasi kesuksesan hidup remaja di pedesaan?

3. Apakah terdapat hubungan perilaku remaja di pedesaan dalam menonton infotainment dengan representasi sosial tentang kesuksesan hidup?

4. Apakah terdapat hubungan representasi sosial kesuksesan hidup remaja di pedesaan dengan pemilihan pekerjaan oleh remaja di pedesaan?

Tujuan Penelitian

(14)

1. Menganalisis perilaku menonton infotainment remaja di pedesaan

2. Menganalisis representasi sosial remaja di pedesaan tentang kesuksesan hidup selebritis dengan representasi kesuksesan hidup remaja di pedesaan

3. Menganalisis hubungan perilaku remaja di pedesaan dalam menonton infotainment dengan representasi sosial tentang kesuksesan hidup

4. Menganalisis hubungan representasi sosial kesuksesan hidup remaja di pedesaan dengan pemilihan pekerjaan oleh remaja di pedesaan

Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka diharapkan manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan disiplin ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan khususnya yang berkaitan dengan terpaan media televisi terhadap perilaku remaja desa dan representasi sosial remaja pedesaan tentang kesuksesan hidup.

2. Secara praktis, bagi peneliti hasil penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pemahaman serta menjadi referensi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan perilaku menonton dan representasi sosial remaja di pedesaan tentang kesuksesan hidup.

(15)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab tinjauan pustaka merupakan tinjauan literatur yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti. Tinjauan pustaka ini akan menjadi bahan di dalam mengonstruksi kerangka pemikiran penelitian. Adapun topik yang akan diuraikan dalam tinjauan pustaka ini adalah media massa, pengaruh televisi, infotainment, perilaku remaja dalam menonton televisi, representasi sosial, kesuksesan hidup, teori uses and grativitation, teori kultivasi dan pemilihan pekerjaan.

Media Massa

Pengertian Komunikasi Massa

Suprapto (2009) menyatakan komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi, ide, dan sikap kepada banyak orang (biasanya dengan menggunakan mesin atau media yang diklasifikasikan ke dalam media massa, seperti radio siaran, televisi siaran, surat kabar/majalah dan film). Devito memberikan definisi yang lebih detail tentang komunikasi massa bahwa komunikasi massa merupakan komunikasi yang ditujukan kepada khalayak yang sangat banyak atau biasa disebut massa. Tapi ini tidak berarti bahwa massa yang dimaksud adalah orang-orang yang menonton televisi atau membaca koran, melainkan berarti masyarakat yang besar dan umumnya agak kurang jelas. Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio dan atau visual. Komunikasi mungkin akan lebih mudah dimengerti apabila didefinisikan dengan media penunjangnya, seperti televisi, radio, koran, majalah, buku, dan film (Effendy 1986).

Fungsi Komunikasi Massa

Lasswell menyebutkan fungsi komunikasi massa sebagai berikut:

1. Komunikasi massa dapat digunakan untuk mengamati lingkungan serta hal-hal yang terjadi dalam lingkungan tersebut.

2. Komunikasi massa juga dapat menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh lingkungan. Maksudnya bahwa komunikasi massa mampu menjembatani komunikasi antara semua lapisan masyarakat.

3. Komunikasi massa dapat meneruskan atau mewariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Atau komunikasi massa terus berlangsung antar generasi. Fungsi hiburan (entertainment) diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Dalam hal ini komunikasi massa bertujuan untuk memberikan hiburan tanpa mengharapkan efek-efek tertentu. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi) (Wiryanto 2004).

Teori Komunikasi Massa

(16)

1. Teori peluru atau jarum hipodermik, mengasumsikan bahwa media massa memiliki kekuatan perkasa dan komunikan dianggap pasif. Komponen-komponen komunikasi memiliki dominasi yang tinggi dalam mempengaruhi komunikan, seakan-akan komunikasi disuntikan langsung ke dalam jiwa komunikan sehingga pesan-pesan persuasif mengubah sistem psikologis komunikan.

2. Teori arus banyak tahap mengasumsikan sebagian besar orang menerima efek media dari tangan kedua yaitu opinion leader (para pemuka pendapat).

3. Teori proses selektif, penerima pesan media cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif).

4. Teori pembelajaran sosial, menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang dilihat di televisi melalui proses pembelajaran hasil pengamatan.

5. Teori difusi inovasi, penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru; dan

6. Teori kultivasi, teori yang berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra yang tidak konsisten dengan kenyataan.

Pengertian dan Fungsi Media Massa

Media massa merupakan kependekan dari istilah media komunikasi massa, yang secara sederhana dapat memberikan pengertian sebagai alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan serentak kepada khalayak banyak yang berbeda-beda dan tersebar di berbagai tempat (Effendy 2000).

Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indra kita. Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Untuk khalayak informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra (Nova 2009).

Fungsi media massa secara umum adalah sebagai berikut: (1) media massa memiliki fungsi pengantar (pembawa) bagi segenap macam pengetahuan. Jadi, media massa memainkan peran institusi lainnya, (2) media massa menyelenggarakan kegiatan dalam lingkungan publik. Pada dasarnya media massa dapat dijangkau oleh segenap anggota masyarakat secara sukarela, umum, dan murah, (3) pada dasarnya hubungan antara pengirim pesan dengan penerima pesan seimbang dan sama, (4) media masa menjangkau lebih banyak orang daripada institusi lainnya dan sejak dahulu “mengambil alih” peranan sekolah orang tua, agama, dan lain-lain (Nova 2009).

Dampak Media Massa

Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari (Gamble 2002). Adapun dampak media massa sebagai berikut :

1. Media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar itu dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat dari media.

(17)

begitu sempurna sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan perilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.

3. Media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/tampan, dan kuat. Contohnya anak-anak kecil dengan cepat mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus, mungkin remaja akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus.

4. Bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi "penentu", dimana mereka menentukan arah media popular saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.

Giles (2003) dalam bukunya yang berjudul “Media Psychology” menyebutkan ada tiga dampak dari komunikasi massa melalui media, yaitu:

1. Imitation adalah penonton suka meniru apa yang mereka lihat di TV atau media-media lainnya. Hal ini biasa terjadi terutama pada anak-anak dan remaja.

2. Excitation adalah tayangan-tayangan di televisi menimbulkan rangsangan terhadap pemirsanya.Contohnya seperti program yang menayangkan hal-hal yang mengandung unsur pornografi.

3. Desensitisation adalah tayangan dengan isi yang sama dan ditonton secara terus-menerus akan mempengaruhi persepsi dan pola pikir penontonnya terhadap hal yang terdapat atau isi dalam tayangan tersebut.

Teori Uses and Gratification

Teori uses and gratification (kegunaan dan kepuasan) ini dikenalkan pada tahun 1974 dalam bukunya “The Uses on Massa Communication. Current Perspectives on Gratification Research”. Teori uses and gratification milik Blumer dan Katz ini mengatakan bahwa menggunakan media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut (Santoso, Edi dan Setiansah, Mite 2010).

Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori uses and gratification mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya. Ardianto, dkk (2009) menyatakan khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Studi dalam bidang ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) media untuk mendapatkan kepuasan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Oleh karena itu, sebagian besar perilaku khalayak akan dijelaskan melalui berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan individu.

Teori ini jelas merupakan kebalikan dari teori peluru. Dalam teori peluru media sangat aktif dan all powerfull, sementara audience berada di pihak yang pasif. Sementara itu, dalam teori uses and gratification ditekankan bahwa audience aktif untuk menentukan media mana yang harus dipilih untuk memuaskan kebutuhannya. Apabila dalam teori peluru terpaan media akan mengenai audience sebab ia berada di pihak yang pasif, sementara dalam teori uses and gratification justru sebaliknya.

(18)

untuk memperlakukan media. Blumer dan Katz percaya bahwa tidak hanya ada satu jalan bagi khalayak untuk menggunakan media. Sebaliknya, mereka percaya bahwa ada banyak alasan khalayak untuk menggunakan media. Menurut pendapat teori ini, konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya. Teori ini juga menyatakan bahwa media dapat mempunyai pengaruh jahat dalam kehidupan. Penggunaan teori ini bisa dilihat dalam kasus selektivitas musik personal. Setiap orang menyeleksi musik tidak hanya karena cocok dengan lagunya, tetapi juga untuk motif-motif yang lain, misalnya untuk gengsi diri, kepuasan batin atau sekedar hiburan.

Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch menyebutkan uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain, barangkali termasuk juga yang tidak kita inginkan. Blumer dan Katz (1974) merumuskan asumsi-asumsi dasar dari uses and gratifications ini, yaitu:

1. Khalayak dianggap aktif, artinya sebagian penting dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan.

2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.

3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah bagian dari rentangan kebutuhan manusia yang lebih luas, bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung pada perilaku khalayak yang bersangkutan. 4. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan

anggota khalayak, artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.

5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.

Katz, Gurevitch dan Haas (1973), para peneliti tersebut membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil dari literature fungsi - fungsi sosial dan psikologis media massa, kemudian menggolongkannya ke dalam lima kategori:

1. Kebutuhan kognitif cognitive needs, yaitu memperoleh informasi, pengetahuan dan pemahaman. Kebutuhan ini berdasarkan pada hasrat untuk mengerti dan menguasai lingkungan sehingga bisa memuaskan rasa ingin tahu khalayak. 2. Kebutuhan afektif (affective needs), yaitu emosional, pengalaman

menyenangkan atau estetis. Inilah motivasi umum dari manusia dalam mengkonsumsi media.

3. Kebutuhan integrative personal (personal integrative needs), yaitu memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri, stabilitas dan status. Kebutuhan ini berangkat dari hasrat manusia untuk mempertahankan diri di lingkungannya.

4. Kebutuhan integrative sosial (social integrative needs), yaitu memperkuat hubungan dengan keluarga, teman dan sebagainya. Kebutuhan ini dikarenakan adanya kebutuhan manusia untuk diakui dan merasakan kasih sayang dari lingkungannya.

(19)

Televisi

Pengaruh Televisi

Kata televisi terdiri dari kata tele yang berarti “jarak” dalam bahasa Yunani dan kata visi yang berarti “citra atau gambar” dalam bahasa Latin. Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suaranya dari suatu tempat yang berjarak jauh (Sutisno 1993). Penelitian Huston, Siegle & Bremer pada tahun 1983 menunjukkan bahwa televisi dapat mengalihkan remaja dari media cetak dan buku. Studi ini menunjukkan bahwa anak-anak yang membaca buku dan media cetak ternyata lebih sedikit menonton televisi dibandingkan dengan yang tidak membaca. Santrock (2003) mengemukakan mereka yang tidak menonton televisi ternyata fisiknya lebih segar dan lebih aktif secara fisik dibandingkan dengan mereka yang banyak menonton televisi.

Televisi juga menyebabkan penjadwalan kembali jadwal sehari-hari. Dalam penelitian tentang efek televisi pada masyarakat, Muchtar (1980) melaporkan bahwa sebelum televisi ada, orang biasanya pergi tidur malam sekitar pukul delapan dan bangun pagi sekali karena harus berangkat kerja ke tempat yang jauh. Setelah televisi ada, banyak di antara mereka yang sering menonton televisi sampai malam.Hal ini menunjukkan bahwa televisi telah mengubah kegiatan penduduk desa.

Effendi (2003) dalam Surbakti (2008) yang dikutip oleh Surbakti, sadar atau tidak acara televisi pada umumnya mampu mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan penonton anak-anak, bahkan tidak terkecuali penonton dewasa.Ini sebenarnya adalah hal yang wajar dan logis saja. Jikalau ada program yang mengakibatkan penoton terharu, terpesona, atau latah, hal itu bukanlah sesuatu yang istimewa atau mengherankan sebab salah satu pengaruh psikologis dari siaran televisi ialah seakan-akan menghipnotis penontonnya. Akibatnya, penonton seolah-olah dihanyutkan oleh suasana pertunjukan televisi.

Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Schramm, Lyle, dan Parker (1961) menunjukkan dengan cermat bagaimana kehadiran televisi telah mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan menonton film pada sebuah kota di Amerika (mereka menyebutnya “Teletown”). Penelitian yang sama telah dilakukan di Inggris (Himmelweit et al. 1958), Norwegia (Werner, 1971), dan Jepang (Furu, 1971). Semuanya menunjukkan gejala yang disebut Joyce Cramond (1976) sebagai “displacement effects” (efek alihan) yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televisi; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi (Rakhmat 2003) .

(20)

menemukan beberapa aspek positif dari pengaruh televisi terhadap remaja. Salah satunya, televisi memberikan gambaran mengenai dunia yang berbeda dengan dunia remaja yang menontonnya. Ini berarti, melalui televisi, remaja mendapat cakrawala pengetahuan yang lebih luas daripada yang didapat hanya dari orang tua, guru, dan teman sebaya mereka (Santrock 2003).

Mengenai industri televisi di Indonesia, Sudibyo (2004) mengemukakan adanya problem yang muncul, yaitu industri televisi telah menjadi instrumen industri kapitalis. Apa dan bagaimana acara-acara yang mesti diproduksi dan ditayangkan televisi, lebih ditentukan berdasarkan korelasinya dengan permintaan pengiklan dan selera khalayak. Namun, para pengelola televisi sulit memenuhi tuntutan produksi ketika televisi telah menjadi entitas komersial. Mereka harus mempersiapkan sekian banyak acara untuk mengisi jam siaran yang semakin hari semakin panjang.

Pergerseran dari state regulation menuju market regulation dalam industri televisi, tidak selalu berkolerasi dengan kebebasan publik untuk mendapatkan keragaman isi dan kemasan dalam pasar bebas informasi dan hiburan. Produk industri televisi saat ini telah ditentukan oleh invisible hand (tangan tersembunyi) mekanisme pasar yang bertumpu pada kaidah permintaan dan penawaran, logika sirkuit modal, dan rasionalitas maksimalisasi produksi dan konsumsi (Syas 2010). Hal ini juga terjadi pada tayangan infotainment. Industri televisi cenderung bersifat pragmatis dan menghasilkan tayangan infotainment serba cepat, bahkan ada kecenderungan isinya sama, hanya kemasannya saja yang berbeda. Wardhana (2006) menyatakan bahwa enam karakteristik sosok infotainment Indonesia, yaitu mengarang realitas, menggelapkan fakta, memaksa bertanya persoalan selebritis yang mestinya punya hak bungkam, banyak istilah yang disalahkaprahkan, wawancara eksklusif bersama sumber sebagai kesempatan mempromosikan diri dan cenderung prestatif. Dalam hal ini persepsi pemirsa juga menunjukkan adanya keragaman dalam melihat infotainment.

Teori Kultivasi

Teori kultivasi berasal dari kata “cultivation”, yang berarti penguatan, pengembangan, perkembangan, penamaan, atau pereratan. Maksudnya bahwa terpaan media (khususnya TV) mampu memperkuat persepsi khalayak terhadap realitas sosial, atau dengan kata lain, TV dengan segala pesan dan gambar yang disajikannya merupakan proses atau upaya untuk ‘menanamkan’ cara pandang yang sama terhadap realitas dunia kepada khalayak. TV dipercaya sebagai instrumen atau agen yang mampu menjadikan masyarakat dan budaya bersifat homogeny (homogenizing agent), dengan kata lain media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu meyakininya. Jadi, para pecandu TV akan memiliki kecenderungan sikap yang sama satu sama lain (Morissan 2005).

Hal ini tampak pada hipotesis dasar analisis kultivasi, yaitu semakin banyak waktu seseorang dihabiskan untuk menonton TV, maka semakin seseorang menganggap bahwa realitas sosial sama dengan yang digambarkan di TV. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan George Gerbner beserta para koleganya di Annenberg School of Communication di Universitas of Pennsylvania. Penelitian kultivasi yang dilakukannya itu lebih menekankan pada dampak (Gerbner dalam Nurudin 2007)

(21)

dipertontonkan kepada khalayak jam demi jam dan minggu demi minggu (Griffin 2003). Menurut Gerbner, rata-rata pemirsa menonton televisi empat jam sehari, pemirsa berat bahkan lebih lama lagi. Gerbner menyatakan bahwa bagi pemirsa “berat”, televisi pada akikatnya memonopoli dan memasukkan sumber-sumber informasi, gagasan, dan kesadaran lain. Dampak dari semua keterbukaan ke pesan-pesan yang sama menghasilkan apa yang oleh para peneliti ini disebut kultivasi, atau pengajaran pandangan bersama tentang dunia sekitar, peran-peran bersama, dan nilai-nilai bersama. Bagi para pemirsa berat televisi, apa yang terjadi pada televisi itulah yang terjadi di dunia sungguhan (Nurudin, 2007). Gerbner mengemukakan alasan yang menjelaskan bagaimana kultivasi dapat terjadi karena proses kultivasi terjadi dalam dua cara yang terdiri atas mainstreaming dan resonansi (Morissan 2005)

West et al. (2007) mengemukakan kecenderungan bagi pemirsa berat untuk menerima suatu realitas budaya dominan yang sama dengan realitas yang digambarkan media, walaupun realitas yang digambarkan media tidak sama dengan yang sebenarnya. Jadi, proses mainstreaming biasa diartikan sebagai proses mengikuti arus utama yang terjadi ketika berbagai simbol, informasi, dan ide yang ditayangkan TV mendominasi atau mengalahkan simbol, informasi, dan ide yang berasal dari sumber lain. Proses ikut arus menjelaskan bahwa TV mampu membuat pemirsanya menjadi homogeny sedemikian rupa sehingga mereka yang menjadi anggota penonton kelompok berat akan memiliki orientasi, perspektif, dan makna yang sama satu sama lain. Cara kedua bagaimana kultivasi bekerja adalah melalui resonansi yang terjadi ketika apa yang disajikan oleh TV sama dengan realitas aktual sehari-hari yang dihadapi penonton. Dengan kata lain, realitas eksternal objektif masyarakat bergema atau bergaung di TV. Jadi, apa yang terjadi di masyarakat terdengar gema atau gaungnya di TV dan diterima oleh penonton, namun keadaan ini tetap menimbulkan kultivasi. Gerbner (1982) menyatakan kondisi ini memberikan dosis ganda (double dose) terhadap pesan yang akan memperkuat proses terjadinya kultivasi. Kesamaan yang ditayangkan dunia TV dan situasi dunia nyata dapat menghasilkan gaung dan mengarah pada pola-pola kultivasi yang semakin diperkuat. Realitas sosial yang ditanamkan ke dalam pikiran penonton boleh jadi sama atau sesuai dengan realitas objektif mereka, namun efek yang ditimbulkan adalah terjadinya penghalangan atau hambatan untuk terbentuknya realitas yang lebih optimis dan positif. Realitas yang ditayangkan TV menghilangkan harapan bahwa mereka dapat mewujudkan situasi yang lebih baik (Morissan 2005).

Gerbner yang memberikan proposisi-proposisi tentang teori kultivasi sebagai berikut:

1. Televisi merupakan suatu media yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus untuk diteliti.

2. Pesan-pesan televisi membentuk sebuah system yang koheren, mainstream dari budaya kita.

3. Sistem-sistem isi pesan tersebut memberikan tanda-tanda untuk kultivasi.

4. Analisis kultivasi memfokuskan pada sumbangan televisi terhadap waktu untuk berfikir dan bertindak dari golongan-golongan sosial yang besar dan heterogen. 5. Teknologi baru (seperti video cassette recorder) memperluas daripada

mengelakan jangkauan pesan TV.

(22)

Pengertian Infotainment

Budiasih (2004) menyatakan entertainment berarti hiburan atau pertunjukan jadi infotainment dapat dibayangkan sebagai acara berita tentang dunia hiburan. Isinya bisa agenda kegiatan kesenian, mengenal para pelakunya, serta apresiasi karya mereka. Kata infotainment merupakan kata bentukan yang berasal dari kata information dan entertainment, yakni sebuah informasi yang sekaligus menghibur. Infotainment di televisi swasta cenderung merupakan bisnis yang menjanjikan. Tayangan ini ada yang diproduksi oleh Production House, di luar kelembagaan pers. Hasil penelitian Nielsen Media Research, menyatakan dari jumlah belanja iklan di televisi sebesar 70 persen atau Rp. 16,22 Triliun, sebagian dari jumlah itu diperoleh dari infotainment. Program infotainment tetap dinilai kompetitif dengan program lain dalam hal meraih penonton, meskipun ditaruhpada pukul 07.00, 09.00, 15.00 dan 16.00. Harga jual bervariasi dari 15 hingga 60 juta per episode tapi rata-rata sekitar 25 juta per episode.

Fajar (2006) menjelaskan, Fatwa NU tentang pengharaman infotainment merupakan penguatan gerakan Civil Society yang resisten terhadap kebijakan publik yang distorsi akibat kepentingan ekonomi dan politik di industri media. Hal ini merupakan wujud kejengkelan masyarakat terhadap kebijakan di bidang penyiaran yang berpihak kepada industri dan mengorbankan hak-hak publik (Sukarelawati 2009).

Infotainment lazim disajikan di berbagai negara yang dilindungi oleh prinsip kemerdekaan berekspresi. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyatakan bahwa acara infotainment berisi tontonan dan tuntutan. Jadi suatu lembaga penyiaran dapat menyajikan suatu acara infotainment selama tunduk pada Undang-Undang Penyiaran, Undang-Undang Pers, Kitab Undang-UndangHukum Pidana (KUHP), Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) yang dikeluarkan oleh KPI dan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI).

Sukarelawati (2009) mengacu pada pendapat McQuail tentang unsur suatu berita atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, maka dapat diasumsikan bahwa dalam kategori infotainment, isi tayangan diharapkan memberikan solusi terhadap suatu persoalan sebagai berikut:

1. Sumbernya relevan, sesuai bidangnya, sehingga informasi akurat dengan mencantumkan sumbernya.

2. Informasi merupakan hasil konfirmasi dengan sumber beserta alamat dan tanggal kejadian.

3. Infotainment komplit, mengandung hal penting yang perlu diketahui oleh pemirsa, terkait dengan jawaban mengenai apa dan siapa, dimana dan kapan, serta mengapa dan bagaimana sesuatu hal yang diinformasikan.

4. Infotainment bersifat seimbang, antara lain mengungkap sesuatu hal yang terkait dengan sumber A dan B (yang menjadi topik informasi). Sehingga diharapkan informasi netral, tidak timpang atau berat sebelah (memihak kepada salah satu sumber informasi).

Namun, pada masa sekarang ini infotainment sudah berubah makna, bukan lagi hanya sebagai informasi yang berhubungan dengan dunia entertainment, akan tetapi sudah menjadi acara gosip yang menginformasikan kehidupan pribadi para selebritis.

(23)

punya hak bungkam, banyak istilah yang disalahkaprahkan, wawancara eksklusif bersama sumber sebagai kesempatan mempromosikan diri dan cenderung prestatif. Dalam hal ini persepsi pemirsa juga menunjukkan adanya keragaman dalam melihat infotainment.

Hasil penelitian Lestari (2005) menunjukkan penonton tayangan infotainment terbanyak 56 persen adalah wanita. Wanita lebih menyukai tayangan yang bersifat emosional, seperti acara infotainment, karena dalam acara tersebut menyuguhkan kasus-kasus atau masalah realita yang dihadapi orang ternama (selebritis). Wanita akan membicarakan kembali tayangan ini dengan teman wanita dan cenderung meniru perilaku selebritis tersebut. Bahkan bukan tidak mungkin bila mereka ditimpa masalah yang sama, maka akan menyelesaikan dengan cara seperti selebritis yang mereka idolakan, sedangkan pria cenderung berpikir realistis.

Perkembangan Infotainment

Syas (2010) menyampaikan hasil penelitian pada awal 2010 dimana terdapat 11 stasiun televisi, yakni sembilan stasiun televisi nasional dan dua lokal menyajikan program infotainment. Jika diakumulasi setiap hari, sebelas stasiun televisi tersebut menyajikan infotainment dengan total durasi 13 jam per hari. Tahun 2001, Carpini dan Williams menyebut beberapa alasan pokok penyebab maraknya infotainment, antara lain: perubahan struktural industri penyiaran dan telekomunikasi, integrasi vertikal dan horizontal industri media, tekanan pencapaian ekonomi, munculnya pekerja media yang hanya memiliki ketertarikan minim pada kode-kode etik jurnalistik, dan cara pandang bahwa lapangan jurnalisme dan hiburan itu sama saja.

Data yang ditulis oleh Nielsen, loyalitas (>50%) penonton program informasi, stasiun TV nasional periode: 1-22 Februari 2010 vs. 1-22 Februari 2011 dengan target pemirsa usia 5 tahun ke atas dan populasi TV sebanyak 52.213.276 individu dengan market Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar, Banjarmasin menunjukkan bahwa penonton loyal program informasi (seperti dokumenter, majalah TV, infotainment, hobi, gaya hidup, dsb) meningkat di Februari. Loyalitas penonton televisi terhadap program informasi bertambah paling besar dibandingkan program-program lainnya. Di bulan Februari 2011, sebanyak 61% dari penonton program informasi menyaksikan program tersebut minimal setengah dari total durasi tayangnya atau naik 4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Persentase penonton loyal dari program informasi (yang menonton minimal 50% dari total durasi tayang) ini memang sedikit lebih kecil daripada program serial, termasuk sinetron (65%), religi (64%) dan program anak (64%). Namun penonton loyal sinetron dan religi relatif tidak bertambah, sedangkan penonton loyal program anak berkurang 5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah penonton yang loyal terhadap program informasi, terutama bertambah di paruh waktu 06.00 hingga 18.00, yaitu sebanyak 6 persen menjadi 63 persen. Tayangan pada jam tersebut didominasi oleh program infotainment dan dokumenter.

(24)

mempertajam konflik, sarkasme, dan konfrontatif. Selain bermasalah dengan narasi, tayangan infotainment juga menyajikan visualisasi yang tidak relevan dengan topik yang diangkat.

Sumber : AC Nielsen Newsletter 2011 Gambar 1. Perkembangan Penonton Program Informasi, Stasiun TV Nasional Tabel 1. Program Acara dan Jam Tayang Infotainment Pada Tahun 2014

No. Stasiun Televisi Nama Acara Jam Tayang

1. RCTI Go Spot 06.00 – 07.30

Intens 10.30 – 11.00

Silet 11.00 – 12.00

Cek and Ricek 14.30 – 15.00

2. SCTV Was-Was 06.00 – 06.30

Halo Selebriti 08.45 – 10.00

3. ANTV Seleb @ Seleb 07.25 – 07.55

Seputar Obrolan Selebriti 12.25 – 12.55

4. Indosiar KISS Pagi 10.30 – 11.30

HOT KISS 14.00 – 15.00

5. MNC TV Pose 09.00 – 10.00

03.30 – 04.00

Tuntas 14.00 – 14.30

03.00 – 03.30

6. Trans 7 Selebrita Pagi 07.30 – 08.15

Selebrita Siang 12.00 – 12.30

7. Trans TV Insert Pagi 06.30 – 07.15

Insert 11.00 – 12.00

Insert Investigasi 14.45 – 15.30

8. Global TV Obsesi 10.00 – 11.00

Seleb On Cam 13.00 – 13.30

Fokus Selebriti 15.00 – 15.30

9. NET TV Entertainment News 08.30 – 09.00

11.00 – 12.00 18.00 – 19.00 23.00 – 00.00

10. B Channel Eksis 10.00 – 10.30

11. Kompas TV New Star 09.00 – 09.30

(25)

massa oleh produk production house, 7) mengumbar privasi, 8) mengancam, dan 9) penggunaan istilah selebritas yang tidak tepat.

Departemen Komunikasi dan Informatika (2006) menjelaskan bahwa acara infotainment hampir seluruhnya bernuansa hiburan dan menceritakan aib selebritas. Unsur pendidikan hampir tidak ada. Pihak televisi tidak melakukan fungsi media secara proporsional, yaitu fungsi informasi, pendidikan dan hiburan. Infotainment lazim disajikan di berbagai negara yang dilindungi oleh prinsip kemerdekaan berekspresi. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyatakan bahwa acara infotainment berisi tontonan dan tuntutan. Jadi suatu lembaga penyiaran dapat menyajikan suatu acara infotainment selama tunduk pada Undang-Undang penyiaran, Undang-Undang Pers, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) yang dikeluarkan oleh KPI dan Kode Etik Wartawan Indonesia(KEWI). Undang-Undang No.40/tahun 1999 tentang Pers Pasal 1, Ayat 14 menyebutkan, Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Kode etik yang berhubungan langsung adalah Kode Etik Jurnalistik dan P3SPS. Pada pasal 7 P3SPS dituliskan bahwa, “Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran ditetapkan dengan menghormati asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum, asas keamanan, asas keberagaman, etika, asas kemandirian, dan asas kebebasan dan tanggung jawab”. Bahkan tentang perinsip jurnalistik di Pasal 9 dikemukakan, “Lembaga penyiaran harus menyajikan informasi dalam program faktual dengan senantiasa mengindahkan prinsip akurasi, keadilan, dan imparsialitas”. Selain itu, di Pasal 19, tentang privasi ditegaskan, Lembaga penyiaran wajib menghormati hak privasi subyek dan obyek berita”. Hak privasi ini juga terkait dengan Pasal 20, tentang konflik dalam keluarga, yaitu: “Pelaporan mengenai konflik dan hal-hal negatif dalam keluarga, misalnya konflik antar anggota keluarga, perselingkuhan, dan perceraian, harus disajikan dalam cara tidak berlebihan dan senantiasa memperhatikan dampak yang mungkin ditimbulkan pemberitaan terhadap keluarga yang terkait denga pemberitaan maupun terhadap masyarakat secara luas (Syas 2010).

Sudibyo (2004) juga mempersoalkan privasi dalam tayangan infotainment di industri televisi tentang kelayakan tayangan infotainment sebagai tayangan informasi atau news karena yang ditampilkan adalah gosip yang tidak mendapatkan klarifikasi. Para wartawan infotainment, menurut Sudibyo, seringkali menghalalkan segala cara untuk mendapatkan informasi tentang artis. Mereka juga sering arogan dan sering melanggar privasi.

(26)

Remaja

Definisi Remaja

Remaja adalah individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa, dan individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menjadi suatu kemandirian (Sarwono 2007).

Oktaviana (2002) menuliskan bahwa masa remaja dipandang sebagai masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya (terutama fisik) telah mencapai kematangan. Masa ini diawali dengan apa yang disebut istilah pubertas. Kata ‘pubertas’ berasal dari bahasa Latin, yang berarti usia menjadi orang; suatu periode di mana anak dipersiapkan untuk mampu menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis melanjutkan keturunannya atau berkembang biak.

Dalam hal ini diacu pada pendapat Hurlock (1980) yang membagi masa remaja menjadi:

1. Pubertas atau preadolescence : usia 10-13/14 tahun. 2. Masa remaja awal: usia 13/14-17 tahun.

3. Masa remaja akhir: usia 17-21 tahun.

Sarwono (2007) mendefinisikan bahwa remaja untuk masyarakat Indonesia menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Usia 11 tahun adalah usia dimana para remaja umumnya tanda-tanda seksual skunder mulai tampak (kriteria fisik). Sebagian besar masyarakat Indonesia usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria seksual).

2. Pada usai tersebut mulai ada tanda-tanda pemyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity menurut Erick Erikson), tercapainya fase genetial dari perkembangan kognitif (menurut Piaget), maupun moral (menurut Kohlberg).

3. Batasan usai 24 tahun merupakan batasan maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebuat masih mengantungkan diri pada orang tua.

Status perkawinan sangat menentukan dalam definisi diatas karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan masyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja disini dibatasi khusus untuk orang-orang yang belum menikah. Ciri-Ciri Remaja

Havighurst dalam Sarwono (2007) ciri-ciri remaja atau remaja antara lain: 1. Masa remaja sebagai periode penting

Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat yang baru.

(27)

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap baru pada tahap berikutnya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun.

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu:

1) Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.

2) Remaja merasa diri mereka mandiri, sehingga mereka ingin menguasai masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap individualistis penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting bagitu anak laki-laki dan perempuan. Namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi. Kehidupan remaja muda takut bertangung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap remaja yang normal.

7. Masa remaja sebagai masa tidak realistik

Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Semakin tidak relistik cita-citanya ia semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apa bila orang lain mengecewakannya kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ia tetapkan.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

(28)

Perilaku Remaja Dalam Menonton Televisi

Gunarsa (dalam Mungniesjah 2003) menyatakan bahwa tingkah laku bermotivasi adalah tingkah laku (perilaku) yang dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian suatu tujuan agar dengan demikian suatu kebutuhan terpenuhi dan kehendak terpuaskan.

Beberapa pendapat tentang perilaku, diantaranya oleh Heller (Mugniesjah 2003) yaitu perilaku adalah kemauan untuk bertindak. Pengertian perilaku menurut Krech et al. dalam (Mugniesjah 2003) yaitu fikiran dan tindakan individu itu merefleksikan keinginan-keinginan (wants) dan tujuan (goals). Hubungan keduanya kompleks, yaitu bahwa tindakan yang sama bisa saja merefleksikan keinginan yang berbeda, sementara tindakan yang berbeda bisa saja merefleksikan keinginan yang sama. Selain itu, tujuan perilaku yang dicapai dilandasi prinsip homeostatis yaitu prinsip mempertimbangkan keseimbangan dalam jiwa manusia yang bersifat dinamis (berubah dan berkembang). Perilaku yang dimaksud adalah berdasarkan aspek kognisi, aspek afeksi dan aspek konasi menurut Taksonomi Bloom (Winkel 1989). Kognisi adalah pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki khalayak. Afektif adalah sikap khalayak mengenai tayangan berita di TV. Konasi adalah tindakan individu menurut cara tertentu.

Hurlock (1978) menjelaskan beberapa pola perilaku sosial pada masa anak-anak hingga remaja yaitu: (1) Hasrat akan penerimaan sosial, yaitu jika hasrat untuk diterima kuat, hal itu mendorong anak untuk menyesuaikan dengan tuntutan sosial. (2) Empati, yaitu kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut. (3) Sikap ramah yaitu memperlihatkan melalui kesediaan melakukan sesuatu untuk bersama orang lain. (4) Meniru, yaitu dengan meniru seseorang yang diterima baik oleh kelompok sosial.

Berkaitan dengan televisi terhadap perilaku remaja, Hurlock (1978) menjelaskan beberapa faktor (karakteristik remaja) yang mempengaruhi minat anak hingga remaja pada televisi yaitu: (1) Prestasi akademik. Siswa pandai menganggap pemborosan waktu untuk menonton acara yang disajikan. (2) Penerimaan sosial. Semakin mereka diterima secara sosial maka semakin kurang perhatiannya pada televisi dan sebaliknya. Artinya ada keinginan remaja untuk memanfaatkan waktu luang yang dimiliki di luar waktu sekolah. (3) Kepribadian. Anak yang introvert lebih banyak menonton TV dibanding anakyang extrovert, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh peranan orangtua. Faktor Personal Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Faktor personal seringkali dipengaruhi oleh motif sosiogenis, atau sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan dari motif primer (motif biologis). Secara singkat motif-motif sosiogenis dapat dijelaskan sebagai berikut (Rakhmat 2008):

1. Motif ingin tahu

Kecendrungan setiap orang untuk berusaha memahami dan memperoleh arti dari dunianya. Manusia membutuhkan kerangka rujukan (frame of reference) untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesuai.

2. Motif kompetisi

Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan kehidupan apapun. Perasaan mampu amat begantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional.

3. Motif cinta

(29)

4. Motif harga diri dan kebutuhan mencari identitas

Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi di dunia.

5. Kebutuhan akan nilai, kedambaan, dan makna kehidupan

Dalam menghadapi kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberkan makna pada kehidupannya.Termasuk ke dalam ini adalah motif-motif keagamaan.

6. Kebutuhan akan pemenuhan diri

Kebutuhan akan pemenuhan diri dilakukan melalui melalui berbagai bentuk: a) Mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi kita dengan cara

yang kreatif konstruktif, misalnyadengan seni musik, musik, sains, atau hal-hal yang mendorong ungkapan diri yang kreatif.

b) Memperkaya kualitas kehidupan dengan memperluas rentangan dan kualitas pengalaman serta pemuasan, misalnya dengan darmawisata.

c) Membentuk hubungan yang hangan dan berarti dengan orang-orang sekitar.

d) Berusaha “memanusia”, menjadi persona yang kita dambakan.

Motivasi seseorang juga akan ikut menentukan sebuah pesan diterima atau tidak. Hal ini juga berarti, motivasi untuk mencari hiburan contohnya akan menjadi dalih untuk menikmati media massa (Nurudin 2007). Menurut M. Sherif dan C.W. Sherif (Sarwono 2002), motif adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan.

Faktor Situasional Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Rakhmat (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor situasional yang mempengaruhi manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Faktor Ekologis

Kaum determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa keadaan alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku.

2. Faktor Temporal

Satu pesan komunikasi yang disampaikan di pagi hari, akan berbeda maknanya bila disampaikan pada tengah malam. Jadi, yang mempengaruhi manusia bukan saja dimana mereka berada tetapi juga bilamana mereka berada.

3. Suasana Perilaku (Behaviour Settings)

Pada setiap suasana terdapat pola-pola hubungan yang mengatur perilaku orang-orang di dalamnya.

4. Teknologi

Revolusi teknologi sering disusul dengan revolusi dalam perilaku sosial. Dalam ilmu komunikasi, McLuhan menunjukkan bahwa bentuk teknologi komunikasi lebih penting daripada isi media komunikasi.

5. Faktor-faktor Sosial

Sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah faktor-faktor sosial yang menata perilaku manusia.

6. Lingkungan psikososial

(30)

7. Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku

Situasi yang permisif memungkinkan orang melakukan banyak hal tanpa harus merasa malu. Sebaliknya, situasi restriktif menghambat orang untuk berperilaku sekehendak hatinya.

Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku Remaja

Setiap individu memiliki perilaku tertentu dalam menggunakan media massa. Rosengren (1974) dalam Rakhmat (2003) menyatakan bahwa penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan.

Beberapa laporan tentang pengaruh televisi terhadap perilaku remaja, Hurlock (1978) menjelaskan tentang: (1) Pengaruh pada sikap yaitu tokoh pada televisi biasanya digambarkan dengan berbagai stereotip. Anak kemudian mengetahui bahwa semua orang dalam kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar televisi. Ini mempengaruhi sikap anak-anak terhadap mereka. (2) Pengaruh pada perilaku yaitu karena anak suka meniru, mereka merasa bahwa apa saja yang disajikan dalam acara televisi tentunya merupakan cara yang dapat diterima baginya dalam bersikap sehari-hari. Dapat ditambahkan pengaruh pada pengetahuan remaja tersebut.

Perilaku menonton merupakan apa yang dilakukan seseorang dalam menonton televisi. Untuk mengidentifikasi perilaku anak-anak dan remaja dalam menonton televisi, Lowert dan De Fleur (1993) seperti yang dikutip Herlina (1999) menyatakan ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur, yaitu:

1. Total waktu yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari.

2. Pilihan program acara yang ditonton dalam sehari serta program acara yang paling disukai.

3. Frekuensi menonton program acara.

Sarwono (2007) mendefinisikan jenis-jenis perilaku remaja antara lain: 1. Hipoaktivisme

Hipoaktivisme berarti perilaku yang menunjukkan kurangnya aktivitas. Mereka yang tergolong hipoaktif ini biasanya lambat dianggap sebagai gangguan karena mereka umumnya tidak mengganggu orang lain. Keadaan hipoaktif bisa oleh gangguan jiwa.Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa, Edisi II 1983) ada beberapa gangguan keinginan yang kriteria diagnostiknya adalah hipoaktivisme.

2. Kultivisme

Salah satu bentuk reaksi ketidakpuasaan remaja terhadap kondisi lingkungan sosialnya adalah menarik diri ke dalam dirinya sendiri sehingga ia tampil sebagai orang yang pendiam, pemalu, atau pemurung. Akan tetapi, penarikan diri itu bisa juga berupa pemilihan lingkungan tertentu atau norma tertentu dan cenderung mengikatkan diri pada lingkuangan atau norma tertentu tersebut. 3. Perilaku Agresif

Perilaku agresif secara psikologis berarti cenderung (ingin) menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat.

(31)

Sadiman (1999) juga menyebutkan bahwa perilaku bukanlah karakteristik yangkekal sifatnya tetapi dapat berubah, diubah dan berkembang sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Perubahan bisa bersifat positif dan negatif. Sifat perubahan yang terjadi ditentukan oleh diri individu yang bersangkutan dengan lingkungannya. Proses perubahan perilaku bukanlah proses yang sekali jadi tetapi memerlukan waktu yang relatif sifatnya. Perilaku bukanpula bawaan atau turunan tetapi lebih merupakan produk belajar, yang mencakup kawasan-kawasan kognisi, afeksi dan konasi.

Perilaku khalayak menonton adalah cara menggunakan atau memperlakukan televisi sebagai tontonan yang meliputi motif menonton, frekuesi menonton, intensitas menonton dan jenis hiburan yang ditonton. (Harahap 2001). Hasil penelitian Greenberg di Inggris tahun 1972 menyatakan bahwa setiap individu membentuk pola tertentu dalam menggunakan media massa. Jika pola dan motif anak-anak dalam menggunakan media massa dapat diidentifikasi, maka pola tersebut akan terikut terus dan menjadi dasar dari pola penggunaan dan orientasi orang dewasa terhadap media massa (Herlina 1999).

Berdasarkan pengertian perilaku menonton diatas, maka pengertian perilaku menonton yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan dalam menonton infotainment di televisi meliputi frekuensi menonton tayangan infotainment di televisi, durasi menonton tayangan infotainment di televisi, acara infotainment yang ditonton dan stasiun televisi yang ditonton untuk menyaksikan tayangan infotainment.

Representasi Sosial

Pengertian Representasi Sosial

Moscovici (1973) dalam Putra et al. (2003) menyatakan bahwa representasi sosial adalah sebuah sistem dari nilai, gagasan, dan praktek dengan fungsi untuk membangun sebuah urutan yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan atau mengorientasikan dirinya pada dunia materi dan sosial mereka dan untuk menguasai lingkungannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkah laku adalah representasi sosial yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan. Berdasarkan sejumlah eksperimen yang dilakukannya dapat disimpulkan bahwa tingkah laku para subyek atau kelompok tidaklah didasari oleh karakteristik obyektif dari suatu situasi melainkan oleh representasi mereka atas situasi tersebut, Abric (1989) dalam Pandjaitan (2010).

Gambar

Gambar 1. Perkembangan Penonton Program Informasi, Stasiun TV Nasional
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Tabel 2.  Defenisi Operasional
Gambar 3. Teknik Pengolahan Data Representasi Sosial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Geografi terdapat dualisme di satu pihak Geografi mempelajari proses dan fenomena (gejala) yang bersifat alamiah seperti yang terjadi di litosfera, hidrosfera dan atmosfera,

Dalam pandangan ilmu ekonomi, modal adalah segala sesuatu yang dapat menguntungkan atau menghasilkan, modal itu sendiri dapat dibedakan atas (1) modal yang berbetuk

Persamaan fungsi trigonometri pada gambar grafik

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin seseorang dengan tingkat kepatuhan dalam menjalani pengobatan diabetes mellitus5. Kecendrungan Kepatuhan Terhadap

Untuk dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat pada saat ini, para pemilik studio musik dituntut untuk lebih memperhatikan kebutuhan dan keinginan pelanggan saat ini,

Hasil uji F menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan tidak cocok untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan, jenis pendapat auditor dan ukuran KAP terhadap audit delay

Dengan demikian hasil dari penelitian ini telah menjawab hipotesis penelitian yang ada, yaitu Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara lama

4.2 Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis berikut ketelitiannya dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat serta mengikuti kaidah angka penting untuk suatu