• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Selebritis Dengan Representasi Sosial Hidup Remaja Di Pedesaan

Berdasarkan kata-kata yang sering digunakan responden dalam menggambarkan kesuksesan hidup selebritis maka dapat disimpulkan representasi sosial kesuksesan hidup selebritis adalah kerja keras, cantik/tampan, terkenal, pintar, kaya, dan untuk menjadi seorang selebritis dirasa sulit. Sedangkan representasi sosial kesuksesan hidup bagi dirinya sendiri menurut remaja di pedesaan adalah mempunyai usaha sendiri, kaya atau banyak harta, dikenal banyak orang, pintar dan untuk meraih kesuksesan tersebut sulit dan membutuhkan kerja keras. Pada dasarnya terdapat persamaan prinsip mengenai representasi sosial kesuksesan hidup selebritis dengan representasi sosial kesuksesan hidup remaja di desa Kuta Sirna, akan tetapi menunjuk pada hal yang berbeda. Salah satu representasi sosial kesuksesan hidup selebritis adalah ‘terkenal’ dengan kriteria bahwa selebritis tersebut dikenal masyarakat luas dan muncul hampir setiap hari di televisi, berbeda dengan ‘terkenal’ dalam representasi sosial kesuksesan hidup remaja yaitu berarti bahwa terkenal di desanya sebagai orang yang sukses. Begitu pula dengan representasi sosial tentang ‘pintar’ yang berarti professional atau ahli di bidang seni peran, berbeda dengan pintar dalam representasi sosial kesuksesan hidup remaja yaitu pintar dalam bidang akademik. Sedangkan ‘kaya’ bagi representasi sosial hidup selebritis adalah apabila memiliki barang mewah seperti mobil mewah atau perhiasan, berbeda dengan representasi ‘kaya’ bagi remaja di pedesaan adalah apabila mempunyai sawah, tanah, dan lahan yang luas. Di representasi sosial kesuksesan hidup selebritis ada kaitan fisik untuk menjadi sukses yaitu cantik/tampan, akan tetapi untuk representasi sosial hidup remaja tidak ada kaitan fisik.

Tabel 21. Perbedaan representasi sosial kesuksesan hidup selebritis dengan representasi sosial kesuksesan hidup remaja

Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Selebritis Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Remaja 1. Kerja keras

2. Terkenal 3. Kaya

4. Pintar (ahli di bidangnya/professional) 5. Cantik/Tampan

6. Sulit

1. Kerja keras

2. Dikenal banyak orang 3. Banyak harta

4. Pintar akademik

5. Mempunyai usaha sendiri 6. Sulit

Tabel 21. juga menunjukkan hipotesis dasar analisis teori Kultivasi yang mengatakan semakin banyak waktu seseorang dihabiskan untuk menonton TV, maka semakin seseorang menganggap bahwa realitas sosial sama dengan yang digambarkan di televisi tidak sepenuhnya benar. Remaja desa Kuta Sirna cenderung terpengaruh oleh gaya bicara dan gaya dandanan seperti model rambut dan pakaian para selebritis, akan tetapi tidak sampai mempengaruhi gaya hidup remaja desa Kuta Sirna.

Hal tersebut sesuai dengan teori social comparison bahwa manusia pada dasarnya ingin bergabung dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan yang berpengaruh adalah yang terdekat seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Festinger (1954) menyebutkan bahwa teori perbandingan sosial yaitu proses saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self evaluation). Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Dalam proses perbandingan manusia cenderung memilih

orang sebaya atau rekan sendiri untuk menjadi perbandingan. Untuk mendapatkan penilaian yang seimbang, tidak berat sebelah terhadap apa yang dilakukannya. Jika perbedaan pendapat atau kemampuan dalam kelompok terlalu besar, ada kecenderungan untuk menghentikan perbandingan tersebut. Hal tersebut dapat terlihat dalam penelitian ini bahwa remaja desa Kuta Sirna hanya mengagumi, melihat dan meniru selebritis dari gaya berbicara, model rambut atau pakaiannya saja. Walaupun mereka meniru secara fisik tetapi mereka tidak menginginkan menjadi seorang selebritis karena dianggap adanya perbedaan kemampuan yang terlalu besar. Dapat dikatakan juga bahwa tayangan infotainment tidak sepenuhnya memberikan dampak yang buruk terhadap remaja di pedesaan, dilihat bahwa remaja di pedesaan pun menyadari bahwa untuk mencapai kesuksesan dibutuhkan kerja keras dan untuk mencapai kesuksesan adalah hal yang sulit.

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh C. Suprapti Dwi Takarini yang berjudul “Pengaruh Sinetron Remaja di Televisi Swasta terhadap Sikap Mengenai Gaya Hidup Hedonis”, di dalam penelitian tersebut dituliskan bahwa sinetron televisi saat ini banyak menyedot perhatian pemirsa. Menurut peneliti, faktor yang mendorong lakunya permintaan terhadap tayangan sinetron di antaranya adalah daya tarik cerita dan tokoh cerita. Sinetron televisi banyak menampilkan cerita mengenai remaja dari kalangan kelas atas dan mempunyai konflik hampir sama yaitu problematika cinta. Hal tersebut dikhawatirkan dapat mempengaruhi perilaku remaja terutama perilaku konsumtif dan hedonis. Gaya hidup hedonis diyakini peneliti kini tidak hanya terjadi pada kehidupan remaja perkotaan namun juga remaja di daerah pinggiran, dimana arah orientasi hidupnya telah berarah pada kesenangan dan hidup instan. Hasil pertama yang dibahas pada jurnal penelitian ini adalah jawaban dari hipotesis pertama yaitu pengaruh intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi swasta terhadap sikap mengenai gaya hidup hedonis. Menurut hasil penelitian, intensitas menonton tayangan sinetron remaja memberi kontribusi pengaruh sebesar 24,9 persen terhadap sikap mengenai gaya hidup hedonis remaja. Melalui angka tersebut dijelaskan bahwa semakin lama remaja menonton televisi, semakin kuat dan melekat pesan dari tayangan sinetron tersebut. Hasil ini didukung oleh teori dari Bandura bahwa melalui proses perhatian, pengingatan, reproduksi motoris, dan motivasional, seseorang akan meniru atau meneladani apa yang dilihatnya di televisi dalam hal ini adalah tayangan sinetron remaja di televisi.

Hasil kedua dari penelitian ini adalah adanya pengaruh lain terhadap sikap remaja mengenai gaya hidup hedonis yaitu daya tarik dari tayangan sinetron remaja tersebut. Adapun pengaruh yang diberikan dari daya tarik tayangan tersebut adalah sebesar 8,4 persen. Menurut hasil tersebut, dibuktikan bahwa daya tarik tayangan sinetron remaja tidak memberikan pengaruh yang besar. Hasil terakhir yaitu hubungan antara pengaruh isi pesan tayangan sinetron remaja di televisi swasta terhadap sikap mengenai gaya hidup hedonis. Berdasarkan hasil penelitian dari jurnal ini, hubungan diantara kedua variabel tersebut adalah sebesar 12,4 persen.

Berbeda dengan penelitian di atas, Hanna Karima Husni dan Herdina Indrijati dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Komparasi Sosial pada Model dalam Iklan Kecantikan di Televisi terhadap Body Image Remaja Putri yang Obesitas” menemukan berdasarkan hasil penelitian ada pengaruh komparasi sosial pada model dalam iklan kecantikan di televisi terhadap body image remaja putri yang obesitas, bahwa semakin meningkat komparasi sosial pada model dalam iklan kecantikan di televisi maka semakin menurun body image pada remaja putri yang obesitas.

Belakangan ini pertelevisian Indonesia juga mulai ikut menayangkan drama seri Korea. Di Indonesia khususnya sekarang telah menyebar wabah Korea baik itu boybad, girlband, fashion ala Korea hingga drama seri Koreanya. Yessi Paradina Sella melakukan penelitian mengenai pengaruh menonton televisi khususnya drama seri Korea terhadap perilaku remaja dengan jurnal yang berjudul “Analisa Perilaku Imitasi Dikalangan Remaja Setelah Menonton Tayangan Drama Seri Korea di Indosiar (Studi Kasus Perumahan Pondok Karya Lestari Sei Kapih Samarinda)”. Hasil dari penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini disebutkan bahwa adanya perilaku dasar remaja yang mengalami perubahan akibat paparan secara rutin oleh media televisi melalui drama seri Korea. Perubahan tersebut adalah perilaku meniru cara berpakaian dan memakai makeup secara keseluruhan atau yang disebut dengan imitasi. Bentuk perilaku imitasinya itu berupa memakai pakaian (baju, rok, celana) yang mengikuti idolanya yang memakai busana berpotongan rendah yang jauh dari norma ketimuran serta perilaku imitasi lainnya adalah memakai makeup yang seharusnya belum mereka lakukan diusia dini.

Hubungan Representasi Sosial Kesuksesan Hidup Remaja di Pedesaan