• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.8 Interpretasi Data

4.8.3 Perubahan Struktur Sosial/Ekonomi Masyarakat

4.8.3.2 Hubungan di antara Sesama Anggota

Dalam interaksi yang terbentuk di antara kelompok tolak tambang dan pro tambang terlihat jelas adanya jarak sosial yang terjadi antar kelompok karena pendapat mereka yang berbeda tentang kehadiran PT. Sorikmas Mining di daerah mereka. Namun berbeda dengan hubungan yang terbentuk antara sesama anggota kelompok tersebut baik itu dalam kelompok tolak tambang atau pro tambang.

Menurut Soerjono Soekanto ada beberapa kriteria terbentuknya kelompok sosial yaitu: (1) setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan; (2) ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya; (3) ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat, misalnya: nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain (4) berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku (5) bersistem dan berproses (Soekanto, 1990).

Masyarakat desa Tarutung Panjang sesama anggota kelompok tolak tambang atau pro tambang memiliki hubungan yang cukup erat diantara anggotanya. Masyarakat tolak tambang misalnya membentuk sebuah forum yang bernama Forum Masyarakat Naga Juang Tolak Tambang. Forum tersebut merupakan suatu wadah bagi mereka yang sependapat menyatakan tolak tambang terhadap kehadiran PT. Sorikmas Mining. Beberapa kegiatan yang mereka lakukan bersama untuk memperjuangkan aspirasi mereka, seperti yang dikatakan salah satu informan yang merupakan koordinator masyarakat tolak tambang di desa Tarutung Panjang.

Kami masyarakat yang tolak tambang sudah beberapa kali mengirimkan surat ke pemerintah pusat, kami juga pernah melakukan demo di sekitar lokasi tambangnya Sorikmas biar mereka secepatnya menutup perusahaannya itu.” (Informan JP)

Seiring dengan aktivitas yang selalu mereka lakukan bersama disadari atau tidak telah terbentuk solidaritas di antara anggota kelompok tersebut. Pada tingkat yang lebih ekstrem jika ada penyelenggaraan kegiatan adat baik itu pesta-pesta pernikahan, kematian, dan kegiatan-kegiatan lain maka yang hadir adalah sesama anggota tolak tambang atau pro tambang. Seperti yang dikatakan salah satu informan ini.

“Kalau ada pesta di masyarakat tolak tambang yang datang yah yang tolak tambang juga. Saya dan mertua saya sebenarnya berbeda kelompok, mertua saya itu pro tambang sedangkan saya tolak tambang. Jadi, kalo ada pesta-pesta gitu kami gak sama.” (Informan PP)

Demikian juga halnya dengan masyarakat pro tambang walau kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat pro tambang tidak terorganisir sebaik kelompok tolak tambang namun pada saat ada kegiatan yang dilaksanakan salah satu anggota pro tambang maka yang ikut membantu atau menghadiri acara tersebut adalah masyarakat pro tambang.

Sesama anggota kelompok merasa memiliki musuh yang sama. Misalnya anggota kelompok tolak tambang merasa kalau musuh mereka adalah pro tambang oleh sebab itu terjadi persaingan di antara kelompok-kelompok tersebut. Pada saat perayaan natal kelompok pro tambang bekerja keras agar acara yang mereka langsungkan itu lebih baik dari kelompok yang lain.

4.8.3.3. Perubahan pada Struktur Ekonomi

Selain mempengaruhi struktur sosial polarisasi juga mempengaruhi struktur ekonomi masyarakat desa Tarutung Panjang. Terjadi perubahan struktur ekonomi yang terjadi setelah masuknya PT. Sorikmas Mining. Perubahan tersebut berupa mata pencaharian yang semakin variatif. Masyarakat yang semula hanya menggantungkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, biaya sosial, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya kepada kegiatan agraris mulai banyak yang berdagang. Berdagang sebagai mata pencaharian alternatif.

Awalnya sebelum masuknya kegiatan pertambangan masyarakat Desa Tarutung Panjang merupakan masyarakat agraris. Kegiatan agraris masyarakat Desa Tarutung Panjang adalah bertani padi, berkebun tanaman-tanaman tua seperti karet dan kemiri. Namun, belum ada yang mengusahakan tanaman sayur-sayuran dengan masksimal. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari beberapa masyarakat menanami pekarangan mereka dengan daun ubi dan terong seadanya.

Masyarakat desa Tarutung Panjang biasanya belanja sayur ke poken (pasar) yang lumayan jauh dari desa mereka. Hal ini menyebabkan biaya transportasi yang mahal Rp 15.000,- sampai dengan Rp 20.000,- untuk sekali jalan. Poken (pasar) yang terdekat dengan desa mereka bernama Poken Jangkrik hanya buka hari senin setiap minggunya. Selain itu setiap hari minggu ada pedagang dari Toba datang dengan kendaraan mobil membawa dagangan sayur-mayur.

Di sini perusahaan tambang PT. Sorikmas Mining melakukan pembibitan tanaman sayur-sayuran, seperti sayur bayam. Pembibitan ini tentu membutuhkan tenaga kerja dalam mengelolaannya. PT. Sorikmas Mining mengupah anggota masyarakat desa Tarutung Panjang yang pro tambang untuk bekerja di pembibitan milik PT. Sorikmas Mining. Masyarakat pro tambang yang bekerja di pembibitan tersebut memperoleh upah Rp.50.000,- per harinya. Selain itu mereka bisa menjual sayur-mayur hasil pembibitan kepada masyarakat Desa

Tarutung Panjang. Seperti yang telah diungkapkan oleh informan, selaku masyarakat pro tambang:

Boru ku yang siampudan (anak perempuan yang paling kecil) hampir setiap hari jualan sayur bayam dengan cara berkeliling kampung, harga sayurnya kira-kira Rp.2000 per ikat. Penghasilan dari jualannya lumayan Rp.10.000 - Rp.15.000 per hari.” (Informan BS)

Struktur ekonomi masyarakat desa Tarutung Panjang mengalami peningkatan setelah masuknya pertambangan ke desa mereka. Terjadi beberapa perubahan yang cukup signifikan salah satunya adalah aktivitas ekonomi semakin variatif, sebelumnya masyarakat desa cenderung monoton dan menggantungkan sumber mata pencaharian hanya pada sektor agraris. Masyarakat desa yang mau berdagang sangat minim sekali.

Saat ini masyarakat desa Tarutung Panjang sudah mulai berdagang. Hal ini disebabkan letak desa Tarutung Panjang yang tidak terlalu jauh dari lokasi pertambangan masyarakat. Sejak perusahaan tambang PT. Sorikmas Mining mulai beroperasi dilokasi tambang, banyak masyarakat setempat bahkan pendatang dari berbagai tempat melakukan pertambangan masyarakat. Banyaknya pendatang menjadikan peluang bagi masyarakat untuk berjualan memenuhi kebutuhan mereka. Seperti yang telah diungkapkan oleh informan berikut selaku masyarakat tolak tambang.

Sekali-sekali saya berjualan gorengan, kopi, pop mie, rokok, dan senter kepala disekitar lokasi pertambangan

masyarakat. Disinikan banyak orang berdatangan mau ngambil batu mas. Hasilnya sangat lumayan nambah-nambah uang belanja saya.” (Informan RS)

Selain melakukan perdagangan, masyarakat desa Tarutung Panjang yang memiliki lahan di sekitar lokasi tambang mengusahakan parkir. Parkir ini mereka buat untuk kendaraan para penambang yang naik ke dolok (bukit) untuk mencari batu-batu emas. Biaya parkir yang dkenakan berkisar Rp 5000,- hingga Rp 10.000,- per kendaraan. Seperti yang diungkapkan informan berikut.

Anak laki-laki saya kadang-kadang ikut juga sama kawan-kawannya naik ke dolok untuk jadi tukang parkir. Pak Uda nya ada yang punya lahan di dolok,jadinya anak saya itu yang bantu-bantu jadi tukang parkir kereta sama motor.” (Informan PN)

Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan lahan parkir ini tentu tidak sedikit karena jumlah kendaraan yang berdatangan setiap hari tidak sedikit. Puluhan bahkan ratusan kendaraan bisa naik setiap harinya ke dolok. Keuntungan yang lumayan besar ini hanya bisa diraup oleh segelintir masyarakat Desa Tarutung Panjang. Hanya beberapa orang saja yang memiliki lahan disekitar lokasi pertambangan saja yang bisa memperoleh keuntungan dari pengeloaan parkir.

Perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat Desa Tarutung Panjang yang semakin variatif, disadari atau tidak mengakibatkan peningkatan dari segi ekonomi bagi masyarakat desa sendiri. Daya beli masyarakat semakin tinggi akibat penghasilan yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pedagang yang berdatangan silih-berganti

setiap harinya. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut selaku masyarakat pro tambang:

Hampir tiap hari berbagai macam pedagang datang ke sini jualan paling sering pedagang keliling kayak pedagang baju, sprei, tikar, perabotan rumah tangga, sampai jajanan anak-anak hampir tiap hari datang. Padahal dulu kalau panen ajah kampung ini didatangi pedagang.” (Informan PN)

Poken-poken terdekat yang berada disekitar desa juga kelihatan semakin ramai dikunjungi masyarakat desa jika sedang pekan. Namun peningkatan ekonomi ini tidak berlangsung merata. Masih banyak juga penduduk desa yang tidak ikut merasakan kemajuan dibidang ekonomi tersebut. Misalnya masyarakat tolak tambang yang tidak ikut dalam kegiatan pembibitan oleh PT. Sorikmas Mining. Timbul rasa iri dan sentimen antara anggota kelompok masyarakat tersebut jika terus dibiarkan hal ini bisa sampai ketahap konflik. Dalam hal lain ada rasa dengki yang muncul jika usaha yang lain lebih maju dari usaha yang dimiliknya.

Manifestasi konflik sedemikian itu bisa terjadi pada logika orang Batak yang kompetitif, bahkan didalam pengertian yang negatif sekalipun, berupa rasa iri yang dalam bahasa toba disebut late. Sifat-sifat seperti ini menurut peneliti disebabkan oleh masyarakat desa yang masih memiliki pengetahuan minim. Penduduk desa cenderung bersaing namun dengan cara yang tidak sehat. Sebaiknya penduduk desa yang

ingin usahanya maju harus lebih ulet dan meningkatkan kreativitas mereka agar lebih unggul dari yang lain.

Dokumen terkait