• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.7 Profil Informan

4.7.1. Informan Pertama (Sekretaris Camat) Nama : Zulfikar Lubis S.sos (ZL)

Umur : 45 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Tambiski Nauli

Bapak ZL termasuk salah satu aparatur pemerintah yang ada di Kecamatan Naga Juang. Bapak ZL yang bertempat tanggal lahir di Tanjung 17 Mei 1968 ini, memiliki gelar Sajana Sosial yang diperolehnya setelah mengenyam pendidikan S1 di Universitas Medan Area.

Melihat situasi yang sedang terjadi di Kecamatan Naga Juang yaitu perpecahan diantara masyarakat mengenai tolak atau pro terhadap masuknya perusahaan tambang PT. Sorikmas Mining, Pak Zulfikar merasa sangat prihatin namun tidak dapat berbuat banyak. Menurut penuturan beliau, selaku aparatur pemerintahan yang melayani kepentingan masyarakat beliau dan stafnya yang lain mengambil sikap sesuai dengan apa yang diaspirasikan oleh masyarakat Naga Juang. Namun, di sisi lain beliau juga tidak kuasa menentang putusan Pemerintah Pusat terkait kehadiran PT. Sorikmas Mining.

Pemerintah tidak dapat berbuat banyak mengingat kewenangan untuk memberikan izin usaha pertambangan penanam modal asing saat itu masih di tangan pemerintah pusat dan alasan apabila terjadi pemutusan kontrak akan

ditempuh melalui Lembaga Arbitrasi Internasional yang sudah barang tentu akan merusak citra Pemerintah Republik Indonesia.

Salah satu masalah yang juga dihadapi oleh Pemerintah Tingkat Kecamatan saat ini adalah sifat sentimen masyarakat Naga Juang kepada mereka selaku pengayom masyarakat. Menurut penuturan beliau, sebagian masyarakat terutama masyarakat yang tolak tambang menyalahkan pemerintah akibat masuknya PT. Sorikmas Mining. Beberapa pernyataan masyarakat yang sedikit keras, mengatakan kalau pemerintah telah menjual desa mereka kepada pihak perusahaan. Akibatnya, pemerintah menyetujui begitu saja mengenai pemberian izin untuk kontrak karya Perusahaan Tambang Sorikmas Mining tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada masyarakat bahwa di sekitar desa mereka akan dibuka lahan untuk pertambangan. Masyarakat beranggapan kalau pemerintah mereka telah menerima sejumlah uang sebagai “pelicin”.

Sementara dari pihak perusahaan tambang juga menyalahkan pemerintah atas situasi yang saat ini terjadi. Perusahaan merasa bahwa pemerintah tidak tegas kepada masyarakat. Bapak ZL mengatakan bahwa saat ini posisi pemerintah sedang terjepit. Pemerintah kini tidak dipercaya lagi oleh masyarakat, dan kemudian disalahkan juga oleh pihak perusahaan. Hingga saat ini pemerintah belum menemukan solusi yang tepat untuk menyikapi masalah ini dengan baik, namun beliau tetap berharap masalah perbedaan sikap di antara masyarakat Naga Juang terkait penerimaan terhadap masuknya PT. Sorikmas Mining dapat segera berakhir.

Bapak ZL ini dijadikan sebagai salah satu informan karena beliau selaku Pemerintah Tingkat Kecamatan Naga Juang pasti mengetahui betul seluk-beluk dan apa saja yang telah terjadi di antara masyarakat Naga Juang. Selaku, pemerintah, Bapak ZL ini seharusnya menjadi perantara dan bersentuhan langsung dengan masyarakat Naga Juang khususnya desa Tarutung Panjang dan pihak perusahaan. Dari Bapak ZL juga peneliti memperoleh berbagai informasi dan data-data yang akurat tentang Kecamatan Naga Juang.

4.7.2. Informan Kedua (Kepala Desa)

Nama : Sabungan Simanjuntak (SS)

Umur : 47 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan Alamat : Desa Tarutung Panjang

Bapak SS adalah Kepala Desa Tarutung Panjang, tidak terlalu sulit bagi beliau pada saat pemilihan Kepala Desa untuk memperoleh jabatan yang saat ini dimilikinya. Saat itu masyarakat Tarutung Panjang tidak banyak yang berminat mencalonkan diri menjadi Kepala Desa. Hal ini menunjukan bahwa partisipasi masyarakat desa Tarutung Panjang masih sangat minim dalam hal berpolitik.

Di awal munculnya kelompok tolak tambang, Bapak SS adalah koordinator kelompok tersebut. Menurut pengakuan beliau masyarakat Desa Tarutung Panjang yang pro tambang berkisar 68 KK dan yang tolak tambang

178 KK Namun, Bapak SS mengaku bahwa hal tersebut sudah tidak terjadi lagi di desa Tarutung Panjang saat ini.

Sejak Bapak SS memutuskan untuk pro tambang, berbagai gejolak mulai muncul di desa Tarutung Panjang. Pada awalnya di tahun 2010 seluruh masyarakat Desa Tarutung Panjang bersepakat bahwa mereka adalah “satu suara” yaitu menyatakan penolakan terhadap tambang. Masyarakat sepakat jika ada yang pro terhadap tambang maka akan diusir dari desa Tarutung Panjang. Sampai Bapak SS memutuskan pro tambang sebagian masyarakat yang masih kerabat dan keluarga Bapak SS memutuskan untuk ikut pro tambang.

Sejak itu Bapak SS mendapat kesulitan menjalankan tugasnya sebagai Kepala Desa karena sebagian masyarakat terutama yang masih menyatakan tolak kepada tambang menjadi kecewa. Bapak SS kesulitan mengkoordinasikan dan memimpin masyarakatnya, yang kebanyakan memilih sikap untuk tidak peduli kepada Kepala Desa akibat Kepala Desa dianggap telah berkhianat kepada masyarakat. Bapak SS juga dicurigai oleh beberapa menerima sejumlah uang untuk dibagi-bagikan kepada warganya yang pro tambang.

Kesulitan Bapak BB menjalankan tugasnya terlihat dari, ketidaklengkapan data-data tentang desa Tarutung Panjang baik itu data tentang letak dan kependudukan desa Tarutung Panjang tidak ada satupun yang dimiliki oleh Bapak SS selaku Kepala Desa.

Alasan memilih Bapak SS sebagai informan adalah Bapak SS merupakan Kepala Desa yang diharapkan mengetahui seluk-beluk desanya dan tentunya mengetahui dengan pasti apa yang tengah berlangsung di desanya.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak SS diperoleh informasi bahwa polarisasi tidak hanya terjadi pada lapisan masyarakat biasa saja, namun juga terlihat jelas hingga ke aparat pemerintah.

4.7.3. Informan Ketiga (Pihak Perusahaan Sorikmas Mining)

Nama : Nurul

Umur : -

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Gunung Tua, Mandailing Natal

Bapak Nurul merupakan salah seorang dari pihak perusahaan PT. Sorikmas Mining yang pada saat itu berkesempatan untuk diwawancarai. Bapak Nurul berasal dari Kota Bogor. Namun, untuk beberapa saat Bapak Nurul tinggal di Gunung Tua, Mandailing Natal di sebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu jauh dari lokasi kantor PT. Sorikmas Mining. Bapak Nurul bekerja selama 4 minggu di Gunung Tua, Mandailing Natal lalu setelah itu libur 2 minggu dan pulang ke Bogor untuk bertemu dengan keluarganya.

Bapak Nurul mengatakan ada tiga hal yang menjadi penyebab PT. Sorikmas Mining tidak diterima oleh masyarakat Naga Juang yaitu: 1) masyarakat Naga Juang iri hati kepada perusahaan yang mengelola pertambangan padahal itu adalah daerah sekitar desa mereka; 2) masyarakat Naga Juang tidak konsisten, mereka melakukan penolakan terhadap PT. Sorikmas Mining dengan alasan kerusakan lingkungan yang nantinya akan

ditimbulkan oleh kegiatan produksi PT. Sorikmas Mining padahal sesungguhnya penambangan secara swadaya yang dilakukan oleh masyarakatlah yang akan menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan. Proses penambangan yang dilakukan masyarakat secara swadaya tidak memenuhi standar dan melalui prosedur-prosedur penambangan yang telah ditetapkan. Bahan kimia yang digunakan masyarakat untuk memisahkan logam mulia emas seperti merkuri dibuang begitu saja tanpa dinetralisir terlebih dahulu; 3) menurut beliau warga mengetahui bahwa di sekitar desa mereka mengandung deposit emas adalah sejak PT. Sorikmas Mining melakukan eksplorasi dilokasi mereka tersebut.

PT. Sorikmas Mining sejak tahun 1998 mendapatkan kontrak karyanya untuk melakukan penambangan di wilayah tersebut setelah sekian lama melakukan eksplorasi hingga saat ini memasuki tahap AMDAL. Dampak dari sikap masyarakat yang tidak menerima kehadiran PT. Sorikmas Mining ini tentu menjadi masalah yang cukup serius, kegiatan operasional perusahaan menjadi terganggu. Perusahaan sejauh ini telah melakukan banyak pendekatan kepada masyarakat mulai dari kegiatan sosialisasi, CSR, bantuan pembangunan rumah ibadah, pembibitan, dan sebagainya. Hal ini membutuhkan modal yang tidak sedikit, sementara masyarakat masih saja melakukan penolakan terhadap kehadiran perusahaan PT. Sorikmas Mining.

Salah satu kendala yang juga akan dihadapi oleh PT. Sorikmas Mining terkait penolakan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kehadirannya di sekitar Kecamatan Naga Juang adalah ongkos produksi yang akan meningkat.

Jika masyarakat menolak kehadiran mereka dan tidak bersedia desanya dilalui alat-alat transportasi milik PT. Sorikmas Mining. Maka, pihak perusahaan akan mencari jalan lain yang lebih jauh dan memakan biaya yang lebih besar lagi.

Salah satu yang membuat Bapak Nurul bingung adalah jika masyarakat diajak berdiskusi satu persatu, mereka terkesan menerima kehadiran perusahaan. Anehnya saat masyarakat telah berkumpul maka suara mereka akan berubah 180 derajat. Bapak Nurul merasa ada pihak-pihak tertentu yang memprovokasi masyarakat Naga Juang agar menolak kehadiran PT. Sorikmas Mining.

Menurut Bapak Nurul pihak perusahaan telah melakukan cara-cara persuasif untuk menarik simpati masyarakat. Namun, hingga kini belum mencapai hasil yang di harapkan. Saat ini perusahaan sedang tidak tahu usaha bagaimana lagi yang dapat dilakukan untuk memperoleh simpati masyarakat. 4.7.4. Informan Keempat (Tokoh Adat)

Nama : Op. Murian Hutapea

Umur : 78 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan Alamat : Desa Tarutung Panjang

Sejarah singkat tentang Desa Tarutung Panjang dari hasil wawancara dengan tokoh adat (Op. Murian Hutapea) yang merupakan anak dari sipuka huta (perintis desa). Pada tahun 1927, Desa Tarutung Panjang yang saat itu

belum memiliki nama didatangi oleh perantau dari Sambilan Julu, Toba. Marga-marga dari para pendatang itu adalah Sianipar, Hutapea, dan Silitonga dan masih menganut kepercayaan kepada Mula Jadi Na Bolon. Desa Tarutung Panjang saat itu masih seperti hutan dan banyak di tumbuhi tarutung harangan (durian hutan), durinya panjang-panjang dan tidak dapat dimakan. Oleh sebab itu diberi nama desa ini dinamakan Tarutung Panjang.

Pada tahun 1928 mulai masuk agama Kristen, dan pada saat itu juga untuk pertama kalinya dibentuk sistem pemerintahan pada masyarakat Desa Tarutung Panjang dengan ditunjuknya Kepala Ripe (kepala desa) Raja Simon marga Silitonga. Kepala Ripe ditunjuk untuk kepentingan upacara adat, yang mana menurut penuturan Op. Murian sebagai tokoh adat upacara adat dalam Suku Batak dianggap sah apa bila disaksikan oleh Kepala Ripe setempat. Op. Murian juga merupakan salah satu anggota masyarakat Desa Tarutung Panjang yang aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan gereja HKI (Huria Kristen Indonesia), gereja dimana Op. Murian berjemaat. Op. Murian di gereja tersebut merupakan pelatih koor ina (paduan suara kaum ibu) dan koor ama (paduan suara kaum bapak). Namun, sudah hampir 7 tahun Op. Murian sudah mengurangi aktifitas dalam melatih koor akibat usia dan gangguan kesehatan pernafasannya.

Op. Murian bercerita waktu itu banyak sekali orang-orang berdatangan ke Tarutung Panjang untuk mengusahakan minyak nilam. Minyak nilam pada saat itu memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Untuk memproduksi minyak nilam yang berkualitas pada saat itu dibutuhkan banyak soban (kayu bakar)

dalam proses penyulingan minyak yang dimasak dengan api. Sehingga banyak kayu-kayu dari hutan sekitar Tarutung Panjang yang ditebang dan digunakan untuk bahan bakar. Sehingga mengakibatkan babiat (harimau) yang turun ke desa dan beberapa kali berjatuhan korban jiwa yang meninggal dimakan harimau.

Menurut penuturan Op. Murian masyarakat desa Tarutung Panjang sejak dulu sangat menjaga lingkungan desa mereka. Masyarakat desa tidak sembarangan menebangi hutan, walau jarak desa mereka sangat dekat dengan hutan. Masyarakat desa tahu pasti resiko apa yang akan mereka hadapi jika mereka tidak menjaga kelestarian hutan mereka.

Daerah mereka juga sangat rentan terhadap banjir karena merupakan Daerah Aliran Sungai Batang Gadis yang merupakan luas aliran sungai terbesar. Aliran sungai mencapai panjang 180,00 km dan lebar aliran 65 m, dengan volume normal sekitar 25.781,11 m3. Secara umum sungai-sungai yang berada di daerah ini biasa digunakan untuk sarana irigasi, perhubungan, MCK (mandi, cuci, dan kakus) dan lainnya. Oleh sebab itu selama ini masyarakat dan pemerintah sepakat untuk menjaga hutan sebagai daerah resapan air.

Masyarakat desa Tarutung Panjang juga sejauh ini selalu menjaga hubungan baik terutama dalam kegiatan-kegiatan adat. Marga-marga si puka huta yaitu sianipar, silitonga dan hutapea merupakan marga-marga yang dituakan di Desa Tarutung Panjang karena dianggap berjasa dalam membuka kampung tersebut.

Hal ini dipertegas karena hanya desa Tarutung Panjang dan Desa Humbang I merupakan desa yang mayoritas penduduknya suku Batak Toba. Selebihnya, desa-desa lain merupakan desa yang mayoritas penduduknya Batak Mandailing dan beragama malai (Islam).

Op. Murian adalah salah satu masyarakat yang tolak tambang. Beliau mengecam sekali masuknya perusahaan tambang ke sekitar desa mereka. Menurut beliau perusahaanlah yang paling bertanggung jawab atas rusaknya tatanan adat istiadat di Desa Tarutung Panjang. Beliau pernah beberapa kali ingin ikut berdemo bersama masyarakat yang lain mengungkapkan aspirasinya yang tidak setuju akan kehadiran perusahaan, hanya saja beliau sudah tua dan dilarang oleh anaknya.

Beliau mengatakan jika ada yang melakukan horja (hajat) baik itu pernikahan, kelahiran, kematian, memasuki rumah baru dari kelompok pro tambang, maka yang hadir dan membantu terlaksananya horja tersebut adalah masyarakat yang pro tambang. Demikian juga apa bila yang melakukan horja adalah tolak tambang maka yang akan menghadiri horja tersebut adalah warga yang tolak tambang.

Dalam adat batak pada saat dilaksanakan sebuah horja setiap orang mempunyai kedudukannya masing-masing di dalam horja tersebut sesuai dengan aturan sistem sosial Orang Batak yaitu dalihan na tolu. Ada hula-hula, dongan sahuta dan anak boru. Akibat kelompok yang terpecah menjadi pro dan tolak tambang semua jadi terganggu dan tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Op. Murian terpilih menjadi informan karena beliau merupakan tokoh adat yang dapat memberikan informasi sejauh mana perubahan-perubahan yang terjadi semenjak polarisasi telah mempengaruhi sistem sosial dan interaksi mereka sebagai Orang Batak. Op. Murian memahami dan tahu betul pola interaksi terutama di dalam kegiatan adat saat ada horja sebelum terjadi polarisasi dan sesudah terjadi polarisasi.

4.7.5. Informan Kelima (Koordinator Tolak Tambang) Nama : Bapak Jefri Pardede (JP)

Umur : 51 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Keristen Protestan Alamat : Tarutung Panjang

Bapak JP merupakan koordinator tolak tambang yang mewakili desa Tarutung Panjang. Beliau dan beberapa masyarakat tolak tambang dari desa-desa lain di Kecamatan Naga Juang menyusun dasar dan pertimbangan masyarakat menolak tambang di Wilayah Tor Sihayo-Sambung dan sekitarnya.

Bapak JP berkata di dalam Dasar dan Pertimbangan Masyarakat Menolak Tambang di Wilayah Tor Sihayo-Sambung dan Sekitarnya, terkumpul segala arsip tentang kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Forum Masyarakat Naga Juang Tolak Tambang untuk memperjuangkan segala aspirasi

mereka. Mereka tidak setuju dilakukannya proses pertambangan di Wilayah Tor Sihayo-Sambung dan sekitarnya.

Salah satu usaha yang mereka lakukan adalah mengirimkan surat kepada Bapak Presiden RI pada tanggal 11 Oktober 2010. Surat itu berisikan permohonan peninjauan kembali Kontrak Karya PT. Sorikmas Mining di wilayah Kabupaten Mandailing Natal (khususnya Kecamatan Naga Juang). Surat tersebut mereka buat atas dasar hukum Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan melarang pertambangan terbuka di kawasan hutan lindung. Selain hutan lindung, taman nasional juga menjadi “tumpang-tindih” dengan perusahaan tersebut.

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan forum tersebut yang membuat mereka memutuskan untuk melakukan penolakan terhadap tambang, diantaranya adalah:

Kekhawatiran bencana alam seperti yang terjadi dibeberapa wilayah di Tanah Air yaitu, Wasior di Irian Jaya, Lapindo di Jawa Timur, Bahorok di Sumut, masalah Mercury di Sulawesi Utara, Tambang Freeport di Irian Jaya dan sebagainya.

Melihat kondisi Kec. Naga Juang yang mempunyai ketinggian atau elevansi ± 100 meter diatas permukaan laut lebih rendah dari wilayah tambang yang berkisar antara ± 400 – 1350 meter diatas permukaan laut dikhawatirkan limbah kimia akan merusak lingkungan kesehatan masyarakat setempat.

Wilayah tambang merupakan kantong air yang kontribusi air ke sungai aek gajah, aek lobu, aek garut. Jika ada tambang berarti ada eksploitasi yang

berarti merusak tatanan hutan dan akan merusak lingkungan (ekologi) dan ekosistem.

Beliau juga berkata bahwa masyarakat sadar dan paham bahwa Kabupaten Mandailig Natal secara geologis berada di daerah yang dikategorikan daerah rawan bencana, termasuk Naga Juang dan sekitarnya. Dan merupakan daerah vulkanik aktif dengan jenis tanah yang rawan erosi dan longsor serta curah hujan yang tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir sudah 3 kali terjadi banjir bandang dan memakan korban jiwa.

Daerah Naga Juang dilalui Patahan Besar Sumatera yang rawan gempa, dengan kondisi geologis yang sedemikian peka maka bila terjadi pembukaan terhadap tutupan hutan alam di kawasan hutan resiko bencana alam yang terjadi semakin tinggi.

Masyarakat Naga Juang sebagaimana yang diketahui bersama bahwa 90% penduduknya sangat tergantung pada sektor pertanian/perkebunan, pasokan air yang teratur dan iklim yang stabil merupakan faktor penentu kelangsungan pertanian dan perkebunan.

Psikologis masyarakat akan terganggu karena akan banyak sarana yang menyebabkan polusi suara, kendaraan-kendaraan yang lalu-lalang, kehidupan yang berubah secara drastis sedangkan sumber daya manusia sekitar masih rendah. Beliau juga beranggapan bahwa kerawanan sosial akan terjadi karena sebagian besar wilayah pertambangan di Indonesia, masyarakat sekitarnya selalu termarjinalkan atau termiskinkan.

Tenaga kerja yang diserap memang sebagian merupakan penduduk lokal, tetapi hanya sebagai buruh kasar, jika dihitung bila masyarakat Naga Juang diberi hutan 5 hektar per KK dan diberi Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini akan jauh lebih menguntungkan rakyat dan alam tetap lestari, dan masih ada beberapa alasan lagi yang menjadi alasan masyarakat Naga Juang menolak pertambangan.

Gerakan masyarakat tolak tambang ini di usung oleh organisasi Pemuda Pancasila. Namun, saat ini forum sedang vakum karena ada masalah intern di dalam organisasi tersebut.

Bapak JP dipilih sebagai informan karena beliau merupakan perwakilan dari masyarakat Desa Tarutung Panjang yang tolak tambang. Bapak JP memberikan informasi tentang masyarakat tolak tambang, baik itu alasan mengapa mereka menolak tambang, dan upaya-upaya perjuangan yang telah mereka lakukan selama ini.

4.7.6. Informan Keenam (Masyarakat Tolak Tambang)

Nama : PP

Umur : 32 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Kristen Protestan Alamat : Tarutung Panjang

Ibu PP adalah penduduk asli desa Tarutung Panjang, dilahirkan di Tarutung Panjang. Ibu PP menikah dengan Bapak MS. Bapak MS berasal dari

Sidempuan, namun pada saat SMP Bapak MS dan keluarga pindah ke Tarutung Panjang. Di Tarutung Panjang Ibu PP dan Bapak MS bertemu dan menikah. Ibu PP hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 2 SMA, demikian juga Bapak MS tidak tamat SMA. Bapak MS pernah merantau ke Pulau Batam saat anak mereka masih dua orang. Namun, karena tidak juga mendapat pekerjaan maka Bapak MS kembali pulang kampung ke Tarutung Panjang. Saat itu Ibu PP dan anak-anak tinggal di kampung. Jika Bapak MS mendapat pekerjaan tetap maka keluarga pindah ke Pulau Batam.

Ibu PP merupakan ibu dari lima orang anak, anak pertamanya berjenis kelamin perempuan yang saat ini duduk di bangku SMP kelas dua, anak keduanya laki-laki yang saat ini duduk di bangku SMP kelas satu, anak ketiga laki yang saat ini sedang duduk di bangku kelas 4 SD, anak keempat laki-laki saat ini sudah TK, anak bungsunya baru saja lahir awal Januari 2013 lalu. Anak-anak ibu JP selalu mendapat juara di kelasnya. Mereka bersekolah di sekolah negeri sehingga biaya pendidikannya lebih ringan.

Selain mengurus rumah tangga dan kelima anaknya, sehari-hari pekerjaan Ibu PP adalah petani. Walau hingga saat ini beliau belum memiliki lahan sawah sendiri, namun penghasilannya setiap panen cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selama ini Ibu PP menyewa tanah orang untuk lahannya bertanam padi.

Suaminya yang dulunya paragat, namun karena tidak ada lagi pohon kelapa yang bisa disewa saat ini suaminya bekerja serabutan sesekali membantu ibu PP. Saat ini Ibu PP dan keluarganya menumpang di rumah dinas

yang sebenarnya diperuntukan kepada bidan desa yang ditugaskan di Tarutung Panjang. Namun, karena bidan desanya sudah menikah dan tidak menempati bangunan tersebut Ibu PP menumpang di sana. Sebelumnya Ibu PP mengontrak rumah penduduk desa, saat masa kontrakan habis ibu PP tidak dapat menyambung kontrakan lagi.

Alasan Ibu PP dan keluarganya memilih tolak tambang selain alasan lingkungan, yaitu alasan perpecahan yang terjadi terutama di dalam upacara adat. Ibu JP merasa sedih melihat situasi kampungnya yang saat ini sedang terbelah dua antara tolak tambang dan pro tambang.

Ibu PP mengatakan setahun yang lalu istri sepupunya meninggal dunia. Sepupunya Ibu PP termasuk ke dalam masyarakat pro tambang. Pada saat mau dikebumikan ada masalah mengenai siapa yang akan menutup batang (peti mayat) istri sepupunya itu. Seharusnya menurut adat batak, yang menutup batang adalah tulang (paman). Tulang dari istri sepupunya adalah marga Sianipar yang tolak tambang. Marga Sianipar tersebut tidak datang ke acara kematian tersebut, sehingga keluarga yang kemalangan sibuk mencari Marga Sianipar yang bersedia menutup batang istri sepupunya tersebut. Pada saat itu Ibu PP berkata,

Dokumen terkait