• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan terjadinya penularan HIV dengan faktor pendorong

MODEL PENCEGAHAN PENULARAN PADA ISTERI DARI ANGGOTA TNI AL HIV POSITIF DI SURABAYA

C. Hubungan terjadinya penularan HIV dengan faktor pendorong

Pada penelitian ini faktor pendorong yang diteliti terdiri dari beberapa variabel yaitu dorongan dari Toga dan Toma, dorongan keluarga, dorongan Pimpinan TNI AL, dorongan Yalasenastri, melaksanakan ajaran agama, dan diskriminasi

1. Hubungan terjadinya penularan HIV dengan variabel dorongan Toga dan Toma

Pada penelitian ini dorongan dari Toga dan Toma didapatkan, pada kelompok kontrol lebih banyak bernilai kurang dan pada kelompok kasus banyak bernilai baik. Dorongan dari Toga dan Toma memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya penularan HIV pada responden. Responden pada saat dilakukan penelitian telah mendapatkan konseling dari klinik VCT RSAL Dr ramelan Surabaya. Dorongan dari Toga dan toma diberikan melalui sarana komunikasi yang berisi nasehat, ajakan, dan bahkan penyampaian masalah agama. Keberhasilan dorongan dari Toga dan Toma sangat ditentukan oleh komunikasi

Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 2 Nomor 2/Agustus 2013

177

keduabelah pihak yaitu antara responden dengan Toga dan Toma. Gode (dalam Wiryanto, 2004: 6) memberikan pengertian mengenai komunikasi sebagai suatu proses yang membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula dimonopoli oleh satu atau beberapa orang. Raymond S. Ross (dalam Wiryanto, 2004) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih dan mengirim simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang

dimaksud oleh sang

komunikator.Komunikasi juga dapat berarti adanya kesamaan makna antara komunikator dan komunikan dengan tujuan mengubah sikap, opini, atau pandangan/prilaku orang lain tentang pesan yang disampaikan. Walaupun demikian tidak semua pesan yang disampaikan itu sesuai dengan apa yang diharapkan dan bahkan ada kesalahan maksud dalam penerimaan pesan tersebut, untuk itu diperlukan suatu komunikasi yang efektif. Shannon & Weaver (dalam Wiryanto, 2004: 7), bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.

Menurut Effendy (1992) komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh si penyampai. Efek yang ditimbulkan oleh komunikasi dapat diklarifikasikan pada efek Kognitif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, diperpsepsi oleh komunikan atau yang berkaitan dengan pikiran dan nalar/ratio. Dengan kata lain, pesan yang disampaikan ditujukan kepada pikiran komunikasi. Efek Afektif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang dirasakan atau yang berhubungan dengan perasaan. Dengan kata lain, tujuan komunikator bukan saja agar komunikan tahu tapi juga tergerak hatinya. Efek Konatif, yaitu perilaku yang nyata yang meliputi pola–pola tindakan, kegiatan kebiasaan atau dapat juga dikatakan

menimbulkan itikad baik untuk berprilaku tertentu dalam arti kita melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik (jasmaniah).

Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek kehidupan bermasyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang melukiskan komunikasi sebagai ubiquitos atau serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan kapan pun juga bisa menimbulkan suatu akibat (Hamid farid) Akibat tersebut terlihat pada responden kelompok kasus, walaupun mereka positif HIV namun demikian mereka mendapatkan dampak dari komunikasi Toga dan Toma. Mereka lebih menyiapkan dirinya untuk menghadapi penyakitnya dengan dorongan dari Toga dan Toma. Hal ini juga diperkuat oleh suami responden yang menyatakan bahwa sejak dinyatakan sakit justru lebih meningkatkan keimananya, seperti diutarakan oleh salah satu responden : “Hikmah dari sakit suami semakin kuat beribadah, lebih mendekatkan diri kepada Allah, sholat, dan mengaj” (Ny.DMNT)

2. Hubungan terjadinya penularan HIV dengan variabel dorongan keluarga Hasil penelitian didapatkan dorongan keluarga pada kelompok kontrol memiliki nilai kurang lebih banyak, sedangkan pada kelompok kasus didapatkan lebih banyak bernilai baik. Terdapat hubungan antara dorongan keluarga dengan status HIV responden.

Dorongan keluarga yang diberikan salah satunya dapat berupa pemberian rasa nyaman yang diciptakan keluarga bisa menjadi pendorong untuk mencegah terjadinya HIV. Banyak hal yang bisa menimbulkan rasa nyaman didalam keluarga sesuai kebutuhan manusia. Menurut Rogers setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain, dalam hal ini adalah dari anggota keluarga. Kebutuhan ini disebut need regard, yang terbagi lagi menjadi dua yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak

Model Pencegahan Penularan Pada Isteri Dari Anggota TNI AL HIV Positif (Kusdariah)

178

bersyarat). Jika individu menerima cinta tanpa syarat, maka ia akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya (unconditional positive regard) dimana anak akan dapat mengembangkan potensinya untuk dapat berfungsi sepenuhnya. Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan penghargaan positif bersyarat conditional positive regard), dimana dia akan mencela diri, menghindari tingkah laku yang dicela, merasa bersalah dan tidak berharga. Rogers mengembangkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Hal ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga dia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Dalam penanganan kasus HIV perlu adanya rasa mencintai tanpa syarat sehingga diharapkan penderita HIV akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya. Pemberian penghargaan kepada penderita HIV oleh keluarganya, diharapkan penderita tersebut memiliki kepercayaan diri penuh sehingga kemungkinan akan memberikan semangat untuk mengatasi penyakitnya.

3. Hubungan terjadinya penularan HIV dengan variabel dorongan dari pimpinan TNI AL

Dorongan dari pimpinan TNI AL dalam penelitian ini didapatkan, pada kelompok kontrol memiliki nilai kurang, sedangkan pada kelompok kasus didapatkan lebih banyak nilai baik. Dorongan dari pimpinan TNI AL memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya penularan HIV pada responden.

Dalam penelitian ini responden merupakan istri dari anggota TNI AL HIV positif. Secara kedinasan para istri tidak berhubungan langsung dengan pimpinan TNI AL. Adanya dorongan dari pimpinan sering tidak dikomunikasikan langsung dengan para istri. Biasanya dorongan disampaikan atau dikomunikasikan melalui suami atau organisasi para istri. Komunikasi merupakan aktifitas yang paling esensial dalam kehidupan manusia. Keberhasilan seseorang

dapat dilihat dari ketrampilannya dalam bekomunikasi. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Komunikasi amat erat hubungannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia, atau dengan kata lain ilmu komunikasi juga berkaitan dengan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia (Hamid Farid).

Adanya komunikasi yang tidak disampaikan secara langsung maka akan mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam hal ini dorongan pimpinan TNI AL kepada para istri anggota TNI AL positif HIV. Pesan yang tidak disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan akan menghasilkan perilaku yang tidak sesuai dengan keinginan pimpinan TNI AL. Dalam hal perilaku yang berhubungan dengan penanggulangan masalah HIV yang diderita. Kemungkinan menyebabkan istri anggota TNI AL (HIV positif) yang masih negatif masih kurang menerima kondisi suaminya yang positif HIV. Pada responden kelompok kasus, mereka telah memiliki pengalaman mengenai penyakitnya sehingga adanya dorongan dari pimpinan TNI AL dapat mengatasi penyakitnya dan bisa merubah perilaku untuk mengatasi penyakitnya. 4. Hubungan terjadinya penularan HIV

dengan variabel dorongan dari Yalasenastri

Dorongan dari yalasenastri dalam penelitian ini, pada kelompok kontrol banyak memiliki nilai kurang. Sedang pada kelompok kasus banyak bernilai baik. Dorongan dari Yalasenastri memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya penularan HIV pada responden. Hal ini sama yang terjadi pada dorongan dari pimpinan TNI AL. Yalasenastri merupakan organisasi isteri dari anggota TNI AL yang terstruktur pengurusannya, memiliki program kerja yang tersusun dalam program kerja tahuan. Salah satu seksi adalah seksi budaya dan sosial yang memiliki kegiatan salah satunya adalah memberikan support dan santunan kepada anggota dan keluarga yang menderita sakit. Pada penderita HIV positif tidak semua kelihatan sakit, dukungan diberikan melalui

Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 2 Nomor 2/Agustus 2013

179

ceramah kesehatan untuk menambah pengetahuan anggotanya.

5. Hubungan terjadinya penularan HIV dengan variabel diskriminasi

Pada penelitian ini didapatkan faktor diskriminasi pada kelompok kontrol banyak bernilai kurang, sedang pada kelompok kasus didapatkan nilai diskriminasi banyak bernilai baik. Diskriminasi pada penelitian ini memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya penularan HIV pada responden.

UNAIDS mendefinisikan stigma dan diskriminasi terkait dengan ciri negatif yang diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tidakan yang tidak wajar dan tidak adil terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV nya. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk menghadapi stigma dan diskriminasi adalah menjadi contoh yang baik, menerapkan apa yang sudah diketahui, memikirkan kata-kata yang kita gunakan dan bagaimana memperlakukan ODHA, lalu mencoba untuk merubah pikiran dan tindakan, berbagi dengan orang lain mengenai hal-hal yang sudah kita ketahui dan ajakan mereka untuk membicarakan tentang stigma dan bagaimana mengubahnya, mengatasi masalah stigma ketika berada dirumah, tempat kerja maupun masyarakat, bicara dan mengatakan masalahnya dan membuat orang paham bahwa stigma itu melukai, melawan stigma melalui kelompok, setiap kelompok dapat menemukan stigma dalam situasi mereka sendiri dan setuju untuk melakukan satu atau dua tindakan praktis agar terjadi perubahan, mengatakan stigma sebagai sesuatu yang salah atau buruk tidaklah cukup, buatlah orang untuk bertindak melakukan perubahan, setuju pada tindakan yang harus dilakukan, mengembangkan rencana dan melakukannya, berpikir besar, mulai dari yang kecil dan bertindak sekarang Diskriminasi merupakan faktor pendorong terjadinya perilaku tertularnya HIV. Lingkungan sosial atau masyarakat dapat mendorong tindakan individu untuk bekerja sama atau bergabung dengan kelompok yang membuat perubahan. Dukungan tersebut antara lain bisa dari anggota masyarakat. Apabila terjadi

diskriminasi dari anggota masyarakat terhadap orang HIV positif maka orang tersebut tidak bisa bergabung dan dengan sendirinya tidak bisa membuat perubahan. Pada kelompok kasus sudah memiliki pengalaman dengan sakitnya sehingga resonden kelompok kasus lebih bisa memberlakukan suaminya dengan cirri yang positif.

6. Hubungan kejadian HIV dengan variabel melaksanakan ajaran agama. Melaksanakan ajaran agama pada kelompok kontrol banyak bernilai kurang, sedang pada kelompok kasus banyak bernilai baik. Variabel melaksanakan ajaran agama memiliki hubungan secara bermakna dengan terjadinya penularan HIV pada responden. Kelompok kasus bernilai baik untuk melaksanakan ajaran agamanya, hal ini disebabkan kemungkinan dengan status HIV nya responden memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan ajaran agamanya. Penyakit HIV tidak bisa disembuhkan oleh karena itu jalan akhir pada umumnya lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

D. Hubungan kejadian HIV dengan faktor