TINJAUAN PUSTAKA
METODOLOGI PENELITIAN
K. Hubungan Variabel Eksogen Pola Asuh Dengan Variabel Endogen
Stunting
Berdasarkan hasil analisis hubungan langsung antara pola asuh
dengan stunting memiliki nilai T Test < 1,97. Hal ini menggambarkan bahwa tidak terdapat hubungan langsung antara pola asuh dengan kejadian
stunting di MI Muhammadiyah, Haurgeulis, Indramayu tahun 2015. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arifin (2013) yang
menyatakan bahwa pola asuh terkait gizi tidak berhubungan dengan
kejadian gizi kurang (p > 0,05, p : 0,44). Namun, berdasarkan nilai
proporsi ada kecenderungan bahwa anak yang memiliki status gizi kurang
lebih banyak memiliki pola asuh gizi yang kurang. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian dengan melihat rata – rata pola asuh, pola asuh kelompok control lebih tinggi dari pola asuh kelompok case.
Hubungan timbal balik antara pola asuh orang tua dan anak akan
mendominasi kebiasaan awal makan anak (Black dan Abound, 2011).
Kurangnya timbal balik akan mendahului kesulitan makan awal dan
pertumbuhan yang buruk (Black dan Abound, 2011). Sehingga, interaksi
anak dan orang tua terutama ibu akan menentukan pola diet awal
kehidupan (Black dan Abound, 2011). Pola interaksi yang sehat akan
berdampak pada perlaku diet yang sehat sehingga dapat terhindari stunting (Black dan Aboud, 2011). Selama tahun pertama, bayi dan ibu akan mulai
belajar mengenali dan menafsirkan sinyal komunikasi baik verbal maupun
non verbal. Sehingga, akan terbentuk ikatan emosional antara anak dan ibu
Pola asuh bukanlah merupakan faktor tunggal yang dapat
menyebabkan stunting. Hal tersebut karena sebelum menyebabkan stunting, pola asuh membentuk pola diet anak terlebih dahulu (Black dan Abound, 2011). Dalam penelitian ini asupan makan baik kelompok case dan kelompok control memiliki rata – rata lebih rendah dari yang dianjurkan oleh AKG 2013. Sehingga diasumsikan bahwa pola asuh
kelompok case dan control juga masih rendah. Meskipun terlihat ada perbedaan poin antara kelompok case dan kelompok control, namun hasil uji U menyatakan tidak ada perbedaan rata – rata antara kelompok case dan control. Maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh terkait gizi masih rendah.
Selain itu, hasil univariat penelitian ini juga menggambarkan
bahwa ibu anak atau walinya banyak diantara mereka yang bekerja atau
beraktifitas fisik diluar rumah. Ibu yang bekerja, akan lebih sedikit
memiliki waktu bermain dengan anak (Yousafzai dkk,. 2014). Waktu
bermain dengan anak merupakan kesempatan ibu untuk memiliki
hubungan atau berinteraksi dengan anak, sehingga rendahnya waktu
bermain akan berhubungan dengan rendahnya interaksi antara ibu dan
anak. Pada akhirnya menurunkan kualitas pola asuh terhadap anak
(Yousafzai dkk,. 2014).
Selain itu, hasil penelitian ini baik di kelompok case atau control banyak ibu dari anak atau walinya memiliki pekerjaan seperti mengajar
atau berdagang. Sudah diketahui sebelumnya, bahwa pada kelompok case ibu yang bekerja lebih banyak jika dibandingkan dengan ibu pada
kelompok control. Sehingga waktu bermain ibu dengan anak pada kelompok case lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelompok control. Oleh karena itu, meskipun memiliki pola asuh yang sama rendah,
namun kelompok case memiliki kesempatan untuk berinteraksi antara anak dan ibu jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelompok
control. Sehingga, kemungkinan hal ini yang menyebabkan kelompok case mengalami stunting.
Peneliti menyarankan bagi ibu yang memiliki pekerjaan selain
pekerjaan rumah tangga atau memiliki aktifitas fisik diluar rumah lebih
tinggi. Ibu disarankan untuk lebih baik dalam membagi waktu antara
waktu dengan keluarga terutama anak dengan waktu bekerja.
Contoh rekomendasi pembagian waktunya seperti berikut. Bagi ibu
yang berdagang mengajar, ibu dapat membeli sarapan yang sudah siap
tersedia seperti nasi uduk, nasi lengko atau ketupat sayur. Ibu yang sudah
selesai mengajar dapat berbelanja sayuran untuk waktu makan siang dan
makan malam. Bahan belanjaan ini dapat dioleh pada waktu yang
bersamaan sehingga anak tidak akan terlewat makan malamnya. Karena
ibu yang lelah, peneliti mengasumsikan bahwa anak memiliki risiko tinggi
untuk tidak makan malam. Sehingga, makan malam diolah bersamaan
dengan makan siang.
Kemudian, pada sore hari ketika anak sudah beristirahat siang dan
ibu juga sudah menyelesaikan tugas – tugasnya. Ibu dapat mengobrol dengan anak di rumah sambil menonton tv atau mengonsumsi makanan
sebaiknya ibu mengikutsertakan anak – anak. Waktu malam, ketika anak –
anak memiliki waktu belajar, ibu dapat menyelesaikan tugas – tugas dari sekolah seperti menilai hasil pekerjaan siswa dan sebagainya. Hal ini dapat
dilakuan bersama oleh anak, karena anak akan sibuk juga dengan pelajaran
dari sekolahnya.
L. Hubungan Variabel Eksogen Terhadap Variabel Endogen Melalui
Variabel Intervenning
Pathway stunting yang dimulai dari pola asuh ialah pola asuh mempengaruhi perilaku makan, perilaku makan yang salah akan
membentuk stunting sehingga dalam hal ini asupan energi, protein dan lemak merupakan perantara antara pola asuh terhadap stunting.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pola asuh terhadap stunting melalui asupan energi, protein, lemak dan infeksi dengan nilai T Test < 1,97. Namun, diantara semua perantara
penyakit infeksi merupakan variabel laten dengan hubungan yang kuat
terhadap pola asuh. Hal ini menggambarkan bahwa pola asuh terhadap
penyakit infeksi memiliki hubungan yang kuat terhadap kejadian stunting. Hubungan antara orang tua dan anak, akan mempengaruhi anak –
anak baik secara emosional dan pengembangan sosial. Selain itu,
hubungan orang tua dan anak ditemukan sebuah bukti bahwa hubungan
tersebut merupakan faktor penentu kesehatan (Waylen dkk., 2008).
Pola asuh terhadap anak selain berdampak pada diet makan, pola
Selain itu, pola asuh juga dapat mempengaruhi perkembangan sosial
seperti perilaku, gangguan hiperaktif, kecemasan dan depresi (Waylen
dkk., 2008).
Pola asuh terhadap anak merupakan penentu dalam pola makan
anak dan kesehatan fisik anak. Namun, hasil dari pola asuh terhadap pola
makan dan kesehatan anak tidak dapat diukur secara langsung dengan
menggunakan antropometri, yang mana hasil pengukuran antropometri ini
digunakan untuk menyatakan keadaan stunting. Perubahan komposisi tubuh yang pada akhirnya secara tidak langsung digambarkan dalam
melalui pengukuran antropometri. Sehingga, diketahui bahwa tubuh
mengalami stunting adalah kekurangan energi, protein dan lemak (Briend dkk., 2015).
Pola asuh memiliki hubungan terhadap energi, protein, lemak dan
penyakit infeksi. Namun, energi, protein, lemak dan penyakit infeksi
memiliki afinitas yang besar terhadap perubahan komposisi tubuh, hal
berlawanan dengan pola asuh. Sedangkan, untuk menyatakan anak
mengalami stunting atau tidak, harus melalui pengukuran antropometri terkait tinggi badan yang berhubungan dengan komposisi tubuh. Padahal
dalam penelitian ini, energi, protein, lemak dan penyakit infeksi tidak
memiliki hubungan langsung terhadap stunting. Sehingga, tidak ada hubungan antara pola asuh terhadap stunting melalui energi, protein, lemak dan penyakit infeksi.
BAB VII