• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Variabel Kekuatan Lingkungan Industri dan Kemitraan Bisnis

2.1.6 Penelitian Terdahulu

2.1.6.2 Hubungan antara Variabel Kekuatan Lingkungan Industri dan Kemitraan Bisnis

Tabel 2.12

Review Jurnal tentang Hubungan antara Variabel Kekuatan Lingkungan Industri dan Kemitraan Bisnis

No Peneliti, Judul, Tahun

Cases In Alpine Tourism Air dan Nature Park' di inti dan masalah kemitraan publik terkait kemitraan

Perbedaan :

Untuk menguji evolusi dan internet dalam proses tersebut

lingkungan industri dalam bidang 4 Buyukkeklik,

Ozoglu, Kemer

Metode : survey terhadap hotel melalui dokumen bisnis di Wilayah Cappadocia di stratejik agar dapat bersaing dan

Persamaan Meneliti kekuatan lingkungan industri dalam bidang pariwisata, terkait kemitraan Perbedaan :

No Peneliti, Judul,

pariwisata buyer-supplier relationship

mampu

menciptakan rantai pasok yang efektif.

Buyer-supplier

kuesioner kepada kantor wisata di tempat olahraga musim dingin di peran aktif dalam memastikan lingkungan induttri dalam bidang

Weiermair, Peters, Frehse (2008:7) mengungkapkan bahwa pariwisata, di satu sisi sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah dan di sisi lain didorong oleh swasta. Makalah mereka menganalisis manfaat inti dan masalah kemitraan publik swasta (PPP/ private public partnerships) dalam industri pariwisata.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan prinsip-prinsip dan keharusan manajemen untuk pembentukan kemitraan swasta-publik di bidang pariwisata. Dalam rangka untuk mengevaluasi prinsip-prinsip tersebut, maka dipilih dua contoh PPP pengembangan pariwisata Austria Alpine. Kasus pertama melibatkan pengembangan 'Mountain Beach Air dan Nature Park' di Pegunungan Alpen Austria Barat, studi kasus kedua mengevaluasi proyek pembangunan jalan kabel 'Muttersberg' dari Silvretta Nova Group di Vorarlberg (Austria). Salah satu kesimpulannya mengungkapkan :

“Framework conditions must be suitable: the economic and social framework to invest in PPPs has to be stable. The industry in question has to have experience with the establishment of private enterprises (‘corporatization’) and the market has to be open for new and innovative market entrants. The private partner also has to have sufficient freedom to work on a common project in an entrepreneurial manner while certain rules and incentives have to be formulated in the PPP agreement to secure the fulfilment of the PPPs social goals” (2008 :19)

Kesimpulan mengungkapkan bahwa kerangka ekonomi dan sosial untuk berinvestasi di PPP harus stabil. Industri yang bersangkutan harus memiliki pengalaman dengan pembentukan perusahaan swasta (korporatisasi) dan pasar harus terbuka untuk pemain baru (new entrants) dan inovatif. Mitra swasta juga harus memiliki kebebasan yang cukup untuk bekerja pada sebuah proyek bersama dengan cara kewirausahaan sementara aturan dan insentif tertentu harus dirumuskan dalam perjanjian PPP untuk mengamankan pemenuhan tujuan-tujuan sosial PPP.

Tulisan Weiermair, Peters, Frehse (2008) memiliki persamaan dengan disertasi ini yaitu meneliti kekuatan lingkungan industri dalam bidang pariwisata, terkait kemitraan bisnis, namun dengan perbedaan dimana tulisan tersebut menggunakan studi kasus kemitraan publik swasta dalam pengembangan di pegunungan Alpen, Austria.

Crispin (2003:109) menggunakan teori jaringan strategis, untuk membahas hubungan antara pariwisata e-mediaries dalam lingkungan yang kompetitif. Ia berargumen bahwa jaringan strategis telah digunakan oleh pariwisata e-mediaries sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan strategis yang berkelanjutan.

Makalah ini mengulas teori jaringan strategis dan kemudian mengusulkan

kerangka kerja untuk menganalisis jaringan strategis pariwisata e-mediaries.

Crispin mengemukakan mengenai cost-benefit analysis of strategic networks for tourism e-mediaries, yang diantaranya memuat resources sebagai salah satu analisis dalam aspek benefit (hal 116).

Tulisan Crispin (2003) memiliki persamaan dengan disertasi ini yaitu meneliti Competitive Forces, dalam bidang pariwisata, terkait sumber daya, kemitraan namun dengan perbedaan dimana Crispin mengusulkan kerangka kerja analisis strategi untuk menganalisis cost-benefit strategy.

Temuan Kracht and Wang (2010:736) menunjukkan bahwa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi belum mengurangi jumlah perantara dalam saluran distribusi, melainkan menghasilkan arah perantara yang semakin kompleks. Struktur industri pariwisata telah mengambil bentuk jaringan global yang kompleks. Dalam perjuangan untuk berhasil dalam lingkungan ini, pelaku industri di berbagai tingkatan akan terus bersaing, bekerja sama, menggabungkan, membentuk kemitraan, dan mengubah hubungan secara teratur. Struktur distribusi pariwisata dalam tulisan John Kracht and Youcheng Wang (2010) melibatkan supplier dan konsumen .

Tulisan Kracht and Wang (2010) memiliki persamaan dengan disertasi ini yaitu meneliti kekuatan lingkungan industri, dalam bidang pariwisata, terkait kemitraan namun dengan perbedaan dimana Kracht and Wang (2010) menyoroti struktur distribusi pariwisata yang di dalamnya melibatkan aspek supplier dan konsumen.

Buyukkeklik, Ozoglu, Kemer (2014:660) menyelidiki hubungan pembeli-pemasok hotel dalam manajemen rantai pasokan pariwisata. Populasi penelitian adalah hotel dengan dokumen bisnis di Wilayah Cappadocia di Turki. Dalam kesimpulan penelitiannya diutarakan bahwa hotel yang berlokasi di Cappadocia Region harus meningkatkan alokasi masalah stratejik agar dapat bersaing dan mampu menciptakan rantai pasok yang efektif. Oleh karena itu, pihak hotel harus melakukan pendekatan cooperation-oriented dalam hubungan antara pembeli dan supplier.

Tulisan Buyukkeklik, Ozoglu, Kemer (2014) memiliki persamaan dengan disertasi ini yaitu meneliti kekuatan lingkungan industri dalam bidang pariwisata terkait kemitraan namun dengan perbedaan dimana Buyukkeklik, Ozoglu, Kemer (2014) menyoroti hubungan antara supplier-buyer hotel.

Skoric & Bartoluci (2012:168) mengungkapkan dalam kemitraan publik-swasta menunjukkan bahwa sektor publik mengambil peran aktif dalam memastikan kondisi yang diperlukan untuk mengembangkan pariwisata olahraga musim dingin. Hal ini dimungkinkan melalui partisipasi dalam pembangunan infrastruktur, hukum, peraturan dan arahan yang mengatur kemungkinan dan aturan investasi dalam pengembangan pariwisata olahraga musim dingin. Dalam makalah tersebut dikemukakan beberapa pihak terkait dalam tujuan wisata musim dingin (Flagestad and Hope, 2004:7):

1. Community-based stakeholders (local government, permanent residents, environment, culture/heritage)

2. Service providers / Business unit-stakeholders:

a. Destination ski management company

b. Independent service providers (private and public) (accommodation, food service, shops, ski lifts, ski schools, ski rentals, entertainment, medical service, police, mountain (ski) security, post and telecom, local transport, information office, etc.)

3. Employees (permanent and seasonal)

4. Market-based stakeholders (customers/visitors, tour operators, competitors, big events organizers, etc.)

5 Owner-based stakeholders (owners of land, local, shareholders-external, etc.)

6. Financial stakeholders (banks, other debt owners)

7. Others stakeholders (media, unions, environmental groups, suppliers, sports clubs, marketing alliances, voluntary organizations).

(hal 169-170)

Tulisan Skoric & Bartoluci (2012) memiliki persamaan dengan disertasi ini yaitu meneliti kekuatan lingkungan industri, dalam bidang pariwisata, terkait kemitraan namun dengan perbedaan dimana Skoric & Bartoluci (2012) menyoroti kemitraan publik dan privat.

2.1.6.3 Hubungan antara Variabel Kekuatan Lingkungan Industri dan