• Tidak ada hasil yang ditemukan

hujan air mata

Dalam dokumen Toekang Migas Menembus Batas (Halaman 91-96)

AKAMIGAS cEPU: JURUSAN EKSPLOITASI-PRODUKSI

02:8

AKAMIGAS cEPU: JURUSAN PENGOLAHAN

Romantika

Khas Mahasiswa

Jurusan Pengolahan paling banyak lulusannya.

Belajar hingga muntah di kolam ikan.

Stasiun Kereta Api Balun jadi saksi peristiwa

TOEKANG MIGAS MENEMBUS BATAS

P

ada saat Lebaran di Aceh, 11 Desember 1969,

rombongan dalam bus itu terjebak banjir besar. Perjalanan dari Banda Aceh menuju Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, terasa semakin berat. Aknasio Sabri hanya bisa berdoa agar rombongannya bisa sampai di tujuan sebelum tanggal 14 Desember. Aknasio dan rekan-rekannya harus mengejar waktu untuk mengikuti tes masuk Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas) Cepu, yang diselenggarakan di Pangkalan Brandan. Segala rintangan, termasuk menerobos banjir dilewati. Berkali-kali mereka harus mendorong bus yang terbenam dalam lumpur dan banjir. Gema takbir sayup-sayup terdengar di beberapa langgar. Aknasio dan kawan-kawan akhirnya sampai di Kuta Binjai, sore 12 Desember.

Cuaca di Aceh Timur ketika itu memang sedang tak bersahabat. Hujan dan banjir membuat tubuh menggigil. Di sebuah kedai kecil di Kuta Binjai, selepas mendorong bus yang ditumpangi mogok dalam banjir dan hujan seharian, dia mendapat kesempatan menyeruput teh. “Rasanya paling enak sedunia, karena waktu itu udara sangat dingin,” ujar Aknasio, alumni angkatan keempat.

Ujian masuk Akamigas Cepu di Pangkalan Brandan melingkupi wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau. Tes diselenggarakan bagi karyawan Pertamina dan non-karyawan. Aknasio termasuk pelamar yang berasal dari luar karyawan Pertamina. Dia lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Banda Aceh.

Lulus tes pengetahuan umum, Aknasio menjalani tes selanjutnya, yaitu psikotes. Menurutnya Pertamina sangat serius menggelar bagian tes ini. Aknasio mencatat dalam memorinya pertanyaan penting saat wawancara dengan psikolog. “Kalau Anda nanti bekerja, kemudian atasan Anda

Mahasiswa Jurusan Pengolahan

TOEKANG MIGAS MENEMBUS BATAS

memberi instruksi yang menurut Anda salah, apakah Anda akan melaksanakan?”

Aknasio menjawab, “Saya akan tanya dulu apa tujuan instruksi tersebut. Kalau menurut saya instruksi tersebut salah, akan saya katakan bahwa dengan cara itu tujuan tidak akan tercapai. Saya akan memberikan alternatif lain.”

Psikolog lalu menyusul dengan pertanyaan lain. “Kalau atasan Anda memaksa?” Aknasio menjawab seadanya. “Saya tak mau dan saya akan jalankan cara saya, yang penting tujuan tercapai dengan selamat.”

Mahasiswa Jurusan Pengolahan angkatan keenam

Penguji seperti tak yakin dengan jawaban Aknasio dan kembali melontarkan pertanyaan. “Anda serius dengan jawaban ini? Akan kami catat.” Tanpa tedeng aling-aling, Aknasio mengangguk. “Saya serius, silahkan catat.” Dalam pikiran Aknasio, paling-paling tidak lulus karena belum masuk kampus sudah bandel dan melawan. Ternyata Aknasio diterima di Jurusan Pengolahan.

Rasa was-was tak diterima di Akamigas Cepu juga menghantui Mora Sarumpaet. Alumni angkatan kelima ini mulai menapakkan kaki di Pertamina dengan bekerja di bagian pengolahan di Pangkalan Brandan pada tahun 1969,

Suasana ujian di Akamigas cepu

TOEKANG MIGAS MENEMBUS BATAS

berbekal selembar ijazah STM. “Menghadap sendiri, nggak pakai koneksi loh,” kata Mora.

Setelah satu tahun bekerja, aroma harum Akamigas Cepu mulai tercium. Sudah menjadi pemahaman setiap pegawai Pertamina, akademi ini menjadi jalan melempangkan karier. “Sayangnya, semangat baru itu segera layu karena kerasnya pameo waktu itu: kalau nggak punya backing jangan mimpi masuk Akamigas Cepu,” kata Mora.

Pameo itu tak mematahkan semangat. Omongan dari luar tak boleh memupuskan mimpi. Dengan semangat mudanya, Mora menghadap manajer pengolahan dan mengikuti tes. Dari 166 peserta, tinggal 66 orang yang maju ke psikotes dan 12 orang yang lulus ke Cepu, termasuk Mora.

Meski pameo ada backing di balik kelulusan Akamigas Cepu, kenyataannya banyak yang berhasil tanpa melalui jalan belakang. Jacob Waas, alumni angkatan pertama mengatakan, orang yang terpilih di Cepu memang mempunyai kemampuan, dedikasi dan loyalitas kepada perusahaan. “Tak ada faktor nepotisme,” ujar Jacob.

Lain lagi pengalaman Rusdi Erwin, alumni angkatan kedelapan. Sebelum tes, Rusdi menemukan semacam firasat. Ada ular melilit di kaki kursi. Sejumlah rekannya mengatakan akan ada yang pindah dari wisma itu. Tiba saatnya ujian, Rusdi dan rekan-rekannya berangkat dengan penuh semangat. Ternyata hanya Rusdi yang lolos. Saat pulang, Rusdi berupaya menjaga posisi sepeda motornya agar tetap berada di belakang temannya. “Takut dia stres dan jatuh,” ujar Rusdi yang sebelumnya bekerja di kilang Dumai.

***

Jurusan Pengolahan telah ada sejak Akamigas Cepu berdiri tahun 1967. Jurusan ini paling banyak lulusannya, yaitu 112 orang. Ketika masuk kampus, mahasiswa digojlok para senior melalui masa prabakti mahasiswa alias mapram, yang berlangsung sekitar dua minggu.

Prosesi mapram sangat membantu mahasiswa baru dalam menjalani perkuliahan yang sarat disiplin dan tahan banting. Mahasiswa belajar dari jam tujuh pagi sampai sore hari, selama enam hari dalam seminggu. “Bahkan tak jarang disambung sampai malam,” kata Mora.

Mahasiswa Jurusan Pengolahan praktek di kilang Sungei Gerong

TOEKANG MIGAS MENEMBUS BATAS

Malam Pengadilan saat mapram menjadi cerita yang seru bagi Triyatno, alumni angkatan keenam. Salah satu sahabatnya, Ihwanul Wathon divonis harus dipulangkan, hanya karena kesalahan kecil. Ihwanul diberi surat keputusan (SK) dari pimpinan Akamigas Cepu untuk kembali ke unit asal. Saat pamitan, Ihwanul meminjam tas kepada Tri. “Kami yang sudah seperti saudara, merasa sedih sekali, sampai menangis saya,” kata Tri.

Ihwanul diantar ke stasiun dengan mobil. Tri makin sesenggukan karena merasa kesalahan sekecil itu saja kok dibesar-besarkan. Ternyata Ihwanul disembunyikan, malah makan sate dengan mahasiswa senior, sementara Tri dan teman-teman lain melanjutkan mapram yang penuh penderitaan. Jadwal kuliah Jurusan Pengolahan padat sekali. Ada kalanya dosen memberikan kuliah sekaligus selama dua hingga tiga hari berturut-turut, agar target silabus dapat dicapai. Dosen sampai ikut sarapan di asrama dan sudah muncul di kampus pukul tujuh pagi, segera setelah itu kuliah dimulai. Sambil diselingi istirahat, makan dan shalat, kuliah kadang kala harus berakhir hingga pukul sepuluh malam. “Kita sampai muntah beneran di kolam ikan,” kata Aknasio menambahkan.

Di angkatan Tri, ketika itu jumlah mahasiswa 17 orang. Dengan jumlah yang bisa dihitung dengan jari itu, konsentrasi belajar menjadi lebih tinggi. Belajar jadi harus lebih keras meski terkadang melelahkan. Agar berhasil, nilai standar kelulusan harus diperoleh. Kalau tidak tercapai, stasiun kereta api Balun menjadi saksi atas peristiwa rutin tahunan yang memilukan. Mereka yang gagal dan tidak naik tingkat dikembalikan ke unit asal melalui stasiun kereta api yang penuh kenangan itu. “Hujan air mata pun tak terhindarkan,” kenang Tri. Menurut Tri, belajar di Jurusan Pengolahan Akamigas Cepu sangat berat karena satu hari menghabiskan sepuluh jam kuliah, dari hari Senin hingga

hari Sabtu. Kegiatan di lapangan menjadi titik berat di Akamigas Cepu, termasuk Jurusan Pengolahan. Mahasiswa tingkat pertama langsung praktek kerja yang biasanya berlangsung di Kilang Cepu. Tahun kedua, praktek lapangan di kilang unit pengolahan Pertamina yang lebih besar kapasitasnya dan lebih kompleks unit prosesnya.

Kegiatan praktek pada tingkat akhir dilaksanakan sesuai materi tugas akhir dan penyusunan skripsi yang tidak hanya menganalisa dan mengevaluasi operasi kilang, tetapi juga melakukan kajian teknologi dan proses kilang. Penentuan tugas akhir dan judul skripsi diberikan oleh kampus. Unit pengolahan tempat mahasiswa ditugaskan dapat mengubah dan menyesuaikan dengan kebutuhan, sepanjang dikomunikasikan dengan pihak kampus.

Masa ujian di kampus adalah saat paling menegangkan bagi mahasiswa. Kalau sedang ujian, ada saja mahasiswa yang sering bolak-balik ke kamar kecil (toilet). Untuk menjaga agar tidak ada kesempatan menyontek, mahasiswa duduk sendiri dengan meja yang diatur renggang. Ujian bersifat esai, bukan jawaban pilihan ganda, tapi boleh memakai kertas buram sebagai sarana menghitung. “Pengawas ujian mengawasi dengan berdiri di depan dan di belakang,” ungkap Firdaus Harahap, alumni angkatan kedelapan.

***

02:9

Dalam dokumen Toekang Migas Menembus Batas (Halaman 91-96)