• Tidak ada hasil yang ditemukan

IAIN Batusangkarperdagangan tersebut, dan apabila ia menyembunyikan cacat barang

Dalam dokumen MUAMALAH KONTEMPORER. IAIN Batusangkar (Halaman 176-182)

dan berdusta, maka keberkahan akan dicabut” (H.R. al-Bukhariy).

2. Perdagangan yang Dihasilkan dengan Sumpah

Palsu

Islam juga mengharamkan transaksi­transaksi dengan meng­ gunakan sumpah, apalagi menggunakan sumpah palsu. Terlebih jika digunakan sebagai pelaris barang dagangan, hal ini terlarang di dalam Islam karena memungkinkan terjadinya penipuan.

Hadis Nabi

َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر ُتْعَِس َلاَق ُهْنَع ُهَّللا َيِضَر َةَرْـيَرُه اَبَأ َّنِإ

)ىراخبلا هاور( ِةَكَرَـبْلِل ٌةَقِحُْم ِةَعْلِّسلِل ٌةَقِّفَـنُم ُفِلَْلا ُلوُقَـي

”Bahwa Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata; Aku mendengar Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Sumpah itu mela ris kan dagangan jual beli namun menghilangkan barakah‘” (H.R. al-Bukhariy).

Nabi saw. melarang transaksi menggunakan sumpah dalam per dagangan, karena hal ini memungkinkan terjadinya penipuan di dalamnya karena orang yang kebanyakan bersumpah biasanya di iringi dengan perkataan bohong.

3. Pengurangan Timbangan

Allah memerintahkan agar semua transaksi yang dilakukan hendaknya menyempurnakan timbangan, takaran, ukuran meteran dan sebagainya. Hal ini ditekankan oleh Allah di dalam firman­ Nya dalam QS. al-Isra [17]: 35.

ِساَطْسِقْلِبِ اوُنِزَو ْمُتْلِك اَذِإ َلْيَكْلا اوُفْوَأَو

ُنَسْحَأَو ٌرْ يَخ َكِلَذ ِميِقَتْسُمْلا

لايِوَْتَ

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS. al-Isra [17]: 35).

IAIN Batusangkar

167 BAB 6 — KONSUMSI

Di samping Allah memberikan perintah untuk menyempur na­ kan timbangan, Allah juga memberikan ancaman bagi orang yang selalu mencurangi timbangan dalam QS. al-Muthaffifiin ayat 1­6.

ينِفِِّفَطُمْلِل ٌلْيَو

َنوُفْوَ تْسَي ِساَّنلا ىَلَع اوُلاَتْكا اَذِإ َنيِذَّلا

ْوَأ ْمُهوُلاَك اَذِإَو

َنوُرِسُْيُ ْمُهوُنَزَو

َنوُثوُعْ بَم ْمُهَّ نَأ َكِئَلوُأ ُّنُظَي لاَأ

ٍميِظَع ٍمْوَ يِل

ُموُقَ ي َمْوَ ي

َينِمَلاَعْلا ِِّبَرِل ُساَّنلا

Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang-orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar, Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (QS. al-Muthaffifiin [83]: 1-6).

4. Hasil Penimbunan Barang

Penimbunan ialah membeli sesuatu dengan harga yang murah kemudian menyimpannya sehingga terjadi kelangkaan peredaran barang, harganya melonjak naik, dan konsumen pun mengalami ke sulitan. Para pelaku umumnya merupakan pelaku yang memiliki moral tercela dan bukti ketamakan dalam dirinya. Rasulullah Saw. bersabda:

ُبِلاَْلا َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِباَّطَْلا ِنْب َرَمُع ْنَع

)هجام نبا هاور( ٌنوُعْلَم ُرِكَتْحُمْلاَو ٌقوُزْرَم

”Dari Umar Bin Khaththab ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Orang yang jalib itu diberi rezeki dan orang yang menimbun itu dilaknat’” (H.R. Ibnu Majah).

ًةَلْـيَل َيِعَبْرَأ اًماَعَط َرَكَتْحا ْنَم َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِِّبَّنلا ْنَع َرَمُع ِنْبا ِنَع

ْمِهيِف َحَبْصَأ ٍةَصْرَع ُلْهَأ اَُّيمَأَو ُهْنِم َلىاَعَـت ُهَّللا َئِرَبَو َلىاَعَـت ِهَّللا ْنِم َئِرَب ْدَقَـف

دحا هاور َلىاَعَـت ِهَّللا ُةَّمِذ ْمُهْـنِم ْتَئِرَب ْدَقَـف ٌعِئاَج ٌؤُرْما

IAIN Batusangkar

“Dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: ’Barangsiapa

menimbun makanan hingga empat puluh malam, berarti ia telah berlepas diri dari Allah ta’ala dan Allah ta’ala juga berlepas diri dari-Nya. Dan siapa saja memiliki harta melimpah sedang di tengah-tengah mere-ka ada seorang yang kelaparan, mamere-ka sungguh perlindungan Allah ta’ala telah terlepas dari mereka’” (H.R. Ahmad).

Menurut Ahmad Siddiq (2002: 226), al-jālib adalah orang­ orang yang menawarkan barang dan menjualnya dengan har ga ri­ ngan. Ini terjadi karena seorang pedagang mengambil ke un tungan dengan menggunakan dua cara, yaitu:

a. Dengan cara menimbun barang yang akan dijual dengan har­ ga yang lebih tinggi. Di saat terjadi kelangkaan, kemudian da­ tang seseorang yang membutuhkan barang tersebut dan sang­ gup mem bayarnya dengan harga yang tinggi.

b. Memperdagangkan barang dengan keuntungan tertentu, ke­ mu dian keuntungan tersebut digu nakan sebagai modal untuk berdagang lagi dan seterusnya.

Dari nash-nash sebelumnya, ulama ber­istibath bahwa haram menimbun barang dengan dua ayarat yakni: (Ahmad Siddiq, 2002: 227):

a. Dilakukan di suatu negara yang penduduk negara tersebut akan menderita karena adanya penimbunan.

b. Dengan maksud untuk menaikkan harga sehingga orang­orang merasa kesulitan dan ia mendapatkan keuntungan berganda. Para ahli fikih berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pe­ nimbunan yang terlarang adalah terdapat syarat (Ahmad Siddiq, 2002: 227):

a. Bahwa barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhan sehari­hari berikut tanggungan untuk persediaan setahun pe­ nuh.

b. Bahwa orang tersebut menunggu saat harga melonjak naik, agar ia dapat menjualnya dengan harga yang tinggi, dan di saat yang sama diikuti dengan kelangkaan.

IAIN Batusangkar

169 BAB 6 — KONSUMSI

c. Bahwa penimbunan dilakukan pada saat masyarakat sangat membutuhkannya.

5. Hasil Penjualan Barang Haram

Dalam tatanan fikih, apabila suatu perbuatan yang dilakukan dan membawa kemaksiatan maka hukumnya haram. Islam mene­ kankan bahwa dalam berbisnis, jika barang dagangan terse but da­ pat menimbulkan perbuatan­perbuatan maksiat, atau mendo rong seseorang untuk berbuat maksiat atau mempermudah berbuat mak siat hukumnya tetap sama yakni haram. Hal ini ditekankan oleh Rasulullah saw. dalam Hadisnya:

َماَع ُلوُقَـي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر َعَِس ُهَّنَأ ِهَّللا ِدْبَع ِنْب ِرِباَج ْنَع

ِماَنْصَْلأاَو ِريِزْنِْلاَو ِةَتْيَمْلاَو ِرْمَْلا َعْيَـب َمَّرَح ُهَلوُسَرَو َهَّللا َّنِإ َةَّكَِب َوُهَو ِحْتَفْلا

اَِب ُنَهْدُيَو ُنُفُّسلا اَِب ىَلْطُي ُهَّنِإَف ِةَتْيَمْلا َموُحُش َتْيَأَرَأ ِهَّللا َلوُسَر اَي َليِقَف

ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َُّث ٌماَرَح َوُه َلا َلاَقَـف ُساَّنلا اَِب ُحِبْصَتْسَيَو ُدوُلُْلا

ْمِهْيَلَع َمَّرَح اَّمَل َّلَجَو َّزَع َهَّللا َّنِإ َدوُهَـيْلا ُهَّللا َلَتاَق َكِلَذ َدْنِع َمَّلَسَو ِهْيَلَع

)هيلع قفتم هاور( ُهَنََث اوُلَكَأَف ُهوُعاَب َُّث ُهوُلَْجَأ اَهَموُحُش

Dari Jabir bin Abdullah, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika penaklukan kota Mekkah: ’Sesungguh-nya Allah dan Rasul-Nya telah melarang jual beli khamer, bangkai, da ging babi serta jual beli arca.’ Ada seseorang yang bertanya, ’Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda dengan minyak (lemak) yang ter dapat dalam bangkai? Sebab lemak tersebut bisa digunakan untuk melumasi perahu, untuk meminyaki kulit dan menyalakan lampu?’ Lalu beliau bersabda: ’Tidak boleh, hal itu tetaplah haram.’ Kemudian Ra-sulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan sabdanya: ’Se moga Allah melaknat orang-orang Yahudi, ketika Allah ‘azza wajalla meng-haramkan lemak bangkai, ternyata mereka tetap mengolahnya juga, kemudian mereka menjualnya dan hasil penjualannya mereka makan’” (H.R. Muttafaqu ‘alaihi).

IAIN Batusangkar

6. Hasil Tanajusy

Akad transaksi dengan mengunakan tanajusy adalah ketika se seorang menambahkan harga barang melalui orang lain yang sudah diatur sebelumnya. Yang dimaksud menaikan harga barang adalah seseorang menawarkan suatu harga kepada penjual dengan maksud dorongan bagi pembeli yang lain untuk menawar harga yang lebih. Seorang penawar harga pertama, tidak bermaksud mem beli barang akan tetapi hanya pemancing penawaran ber ikut­ nya. Transaksi ini terlarang menurut Hadis Nabi karena mengan­ dung unsur penipuan.

ْنَع َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ُِّبَّنلا ىَهَـن َلاَق اَمُهْـنَع ُهَّللا َيِضَر َرَمُع ِنْبا ْنَع

)ىراخبلا هاور( ِشْجَّنلا

”Dari Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhuma berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dari menambahkan harga barang dagangan yang mengandung unsur penipuan terhadap orang lain” (H.R. Bukhariy).

7. Berdagang dengan Riba

Islam menghalalkan sebuah transaksi melalui jalan perda­ gang an, akan tetapi menutup pintu bagi siapa yang berusaha me­ ngem bangkan uangnya dengan jalan riba. Karenanya, riba diha­ ramkan. Allah menurunkan hukum riba secara bertahap. Pada ta hap pertama Allah memberikan arahan bahwa riba tidak akan di tambah pada sisi Allah, sesuai dengan firman­Nya dalam QS.

al-Rūm ayat 39.

ِلاَوْمَأ ِفِ َوُ بْرَ يِل ابًِر ْنِم ْمُتْ يَ تآ اَمَو

ْنِم ْمُتْ يَ تآ اَمَو َِّللَّا َدْنِع وُبْرَ ي لاَف ِساَّنلا

َنوُديِرُت ٍةاَكَز

َنوُفِعْضُمْلا ُمُه َكِئَلوُأَف َِّللَّا َهْجَو

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya) (QS. al-Ruum [30]: 39).

IAIN Batusangkar

171 BAB 6 — KONSUMSI

Pada tahap kedua Allah mengharamkan riba yang berlipat ganda sesuai dengan firman­Nya pada QS. Ali Imran [3]: 130.

ابِِّرلا اوُلُكْاتَ لا اوُنامآ انيِذَّلا ااهُّ ياأ ايَ

ْمُكَّلاعال اَّللَّا اوُقَّ تااو ًةافاعااضُم اًفااعْضاأ

انوُحِلْفُ ت

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba de-ngan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (QS. Ali Imran [3]: 130).

Dan pada tahap ketiga Allah mengharamkan sisa­sisa dari ri­ ba, sesuai dengan firman­Nya dalam QS. al-Baqarah [2]: 278­279.

اوُراذاو اَّللَّا اوُقَّ تا اوُنامآ انيِذَّلا ااهُّ ياأ ايَ

ايِنِمْؤُم ْمُتْ نُك ْنِإ ابَِِّرلا انِم ايِقاب اام

ْنِإاف

َِّللَّا انِم ٍبْراِبِ اوُناذْأاف اوُلاعْفا ت ْالَ

لا ْمُكِلااوْماأ ُسوُءُر ْمُكالا ف ْمُتْ بُ ت ْنِإاو ِهِلوُساراو

لااو انوُمِلْظات

انوُمالْظُت

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ting-galkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (QS. al-Baqarah [2]: 278-279).

F. KESIMPULAN

1. Konsumsi adalah pemanfaatan hasil produksi yang berguna bagi kehidupan manusia baik berupa barang atau jasa, sehingga konsumsi tidak hanya berbicara mengenai hal memakan atau meninum sesuatu tetapi ruang lingkupnya lebih luas dari itu. 2. Hal­hal yang berkaitan dengan konsumsi juga berkaitan de­

ngan produksi, sehingga hukum­hukum yang ada pada pro­ duk si berkaitan erat dengan hukum­hukum konsumsi. Di da lam Islam syarat utama produksi ialah halal dan tayyib. Apabila barang yang dihasilkan memenuhi kriteria halal dan

IAIN Batusangkar

Dalam dokumen MUAMALAH KONTEMPORER. IAIN Batusangkar (Halaman 176-182)